• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Analisis Data

2. Analisis data informan 2 (B)

Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa informan B mengalami masalah dalam menghayati kaul ketaatan dan informan juga melakukan strategi coping dalam menghadapi masalah penghayatan kaul ketaatan. Hasil wawancara menunjukan bahwa informan-2 mengalami masalah yang terkait dengan persoalan studi. Informan mengalami dan merasakan bahwa tugas yang diberikan melebihi kemampuannya. Informan juga merasakan bahwa dalam melaksanakan kaul ketaatan tantangan yang paling besar dihadapinya ketika seorang pemimpin bersikap otoriter. Persoalan ini berdampak negatif pada diri B. Untuk menghadapi tantangan tersebut Informan-2 melakukan dua strategi coping yakni PFC dan EFC.

a. Masalah yang dialami dalam kaul ketaatan 1) Tugas studi yang diterima tidak sesuai

Berdasarkan hasil wawancara B mengatakan bahwa terkadang tugas yang diberikan tidak sesuai dengan keinginannya. Hal ini berkaitan dengan studi. Bagi B yang lebih suka dan berminat besar pada pekerjaan-pekerjaan pelayanan di rumah sakit, justru diutus kongregasi dalam tugas perutusan studi pada bidang teologi. B merasa sulit dan keberatan karena harus melaksanakan sesuatu yang bukan berdasarkan minat dan bakatnya melainkan berdasarkan kebutuhan kongregasi.

B merasa bahwa tantangan terbesar dalam menjalankan kaul ketaatan adalah ketika tidak adanya ruang dialog dan kompromi antara satu dengan yang lain, dalam artian antara anggota dan pimpinan biara. Menurut B, jika pimpinan hanya memberikan ultimatum dan bersikap otoriter kepada anggotanya, bahwa dia harus begini dan begitu adalah sungguh tidak manusiawi. Pemimpin ideal adalah pemimpin yang selalu menciptakan ruang dialog dengan para anggotanya sebelum mengambil sebuah keputusan atau kebijakan terhadap anggotanya. Dengan demikian ketaatan yang ditunjukkan bukanlah ketaatan bodoh tetapi sebuah ketaatan dialogis aspiratif. Sebagai manusia tantangan menjalankan kaul ketaatan ialah ketika apa yang diinginkan oleh B tidak sesuai dengan keputusan dan pilihan pimpinan. Tetapi jika hal itu terjadi, maka pantaslah jika B merasa tidak suka, marah, kecewa dan sedih. Akan tetapi jika dalam hidup membiara ada ruang refleksi untuk melihat diri dan kebutuhan serta komunikasi dan dialog terbangun antara pimpinan dan anggotanya, maka

semua perasaan negatif itu tidak akan ada pada diri B. Dengan itu kaul ketaatan dapat menjadi sarana untuk menggapai kekbebasan dan kegembiraan sejati 2). Tugas yang diberikan melampaui kemampuan

Menurut B terkadang tugas yang diberikan melampaui kemampuannya.

Dalam wawancara B menceritakan bahwa dirinya pernah diutus oleh kongregasi studi di luar negeri. Dalam hati B menolak karena merasa diri tidak mampu. B merasakan itu sebagai sebuah beban yang tidak terpikulkan. B pun menjadi marah dan merasa tidak didengarkan oleh pimpinan. Sebagai akibat B merasa sedih dan tidak bahagia dalam panggilan hidup membiara.

3). Aturan yang ketat.

Dalam sharing B mengatakan bahwa pelaksanaan aturan terlalu ketat dan kaku. Hal itu dapat menimbulkan perasaan keterpaksaan dan ketersiksaan daripada kebebasan dan sukacita. Misalnya sebagai mahasiswi biasa B kembali dari kampus pkl. 18.00 dan itu bertepatan dengan jam doa di komunitas.

Meskipun sangat lelah dan letih B harus tetap mengikuti aturan doa di komunitas. Jika tidak maka dapat dianggap tidak disiplin dan masa bodoh terhadap aturan hidup bersama.

Menjalankan aturan sesungguhnya membebaskan orang, membuatnya menjadi pribadi yang gembira dan bahagia. Tetapi menjalankan aturan secara ketat dan kaku justru menimbulkan ketersiksaan dan ketidaknyaman dalam hidup.

b. Strategi coping

Berdasarkan hasil wawancara B melakukan dua strategi coping dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kaul ketaatan yaitu PFC dan EFC.

1). PFC ( Problem focused coping)

Problem focused coping yaitu satu jenis strategi coping yang berfokus pada sumber tekanan atau masalah. PFC terdiri dari tiga bentuk yakni planful problem solving, confrontative coping dan self control. Hasil penelitian menunjukan bahwa B melakukan tiga strategi coping yaitu planful problem solving, confrontative coping dan seeking social support for emotion reasons.

Planful problem solving, berdasarkan hasil data B mengalami masalah mengenai tugas studi yang tidak sesui dengan keinginannya sehingga salah satu cara untuk mengatasi masalah ini ialah B berusaha menjalankan dan menikmati sesuai kaul yang dijanjikan, dengan refleksi dan berdialog dengan pimpinan sehingga bebas dan gembira.

Seeking Social support for emotional reasons, berdasarkan hasil wawancara, ketika B mengalami masalah dengan pemimpin mengatasi dengan membangun dialog. Hal ini ditunjukan B dengan berusaha berbicara dengan pimpinan mengenai perasaan dan apa yang dialaminya. Selain itu juga, B di saat mengalami masalah biasanya curhat atau menceritakan pengalaman itu kepada pendamping atau teman sebaya atau orang kepercayaannya. Karena menurut B hal itu dapat mengurangi beban batin yang dilami, sehingga berkat dukungan dari pendamping dan teman, B akhirnya melaksanakan studi di salah satu universitas di luar negeri.

2). EFC (Emotional Focus Coping)

EFC adalah sebuah coping yang lebih bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha mengubah stresor secara langsung. Ada enam bentuk EFC yaitu self control, seeking social support emotion reasons, distancing, escape, accepting responsibility, positive reapprasial dan turning to religion .

Hasil data menunjukkan bahwa B melakukan lima strategi coping strategi coping yakni self control, seeking social support for instrumental reasons, accepting responsibility, positive reapprasial dan turning to religion.

Self control, berdasarkan hasil data B mengatasi perasaan marah dengan tenang sambil mendengarkan musik dan membuat puisi.

Seeking social for emotion reasons, berdasarkan hasil data B mengatakan bahwa dengan menceritakan masalah yang dialami kepada sesama, mengurangi beban batin yang dialami.

Accepting responsibility, berdasarkan hasil data, B mengalami masalah dengan perutusan studi yang tidak sesuai dengan minat akan tetapi B berusaha menerima dan mencintai fakultas teologi. B merasakan bahwa cabang ilmu teologi memberikan pencerahan tentang makna hidup dalam relasi dengan diri sendiri, sesama, alam dan dengan Tuhan. Untuk hal ini B membutuhkan proses yang panjang dan lama.

Turning to religion, berdasarkan hasil data, B mengalami masalah karena ketidaksesuaian minat untuk studi sehingga untuk mengatasi persoalan yang dialami dengan lebih banyak berdoa karena doa menjadi kebutuhan utama yang dapat menimbulkan ketenangan. B percaya bahwa dalam nama Tuhan B

menemukan kebenaran. Menurut B hal yang terbaik dalam menghadapi masalah adalah mengatasinya dengan berdoa dan menceritakan kepada Tuhan.