• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya 3)

1. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Tani Cassava

4.5. Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha Tani Cassava Di Provinsi Lampung Tahun

Analisis efisiensi ekonomi usahatani cassava Provinsi Lampung , adalah rerata dari empat kabupaten sampel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis efisiensi ekonomi usaha tani cassava di Provinsi Lampung tahun 2010

Variabel Rata-rata Harga/sat Koef. Regresi NPM NPM/BKM

Produksi (Y) 24.054,5 665.59 Lahan (X1)/ha 1.27 938.664,4 0.615 7.679.060,62 10.91 Bibit (X2)/kg 91,46 3.558,05 0,748 130.940,36 36,80 Urea (X3)/kg 103.59 1.411,77 0.063 6.421,56 7.08 TSP/SP-18/SP-36 (X4)/kg 80.73 1.626,04 0.054 11.061,8 5.10 Obat-obatan (X5)/liter 4.85 54.702,36 0.312 1.094.401,69 20.02

Tenaga kerja (X6)/jiwa 34.88 24.000 1.45 728.747,45 30.33

Tabel di atas menunjukkan bahwa produksi usaha tani cassava di Provinsi Lampung saat ini belum efisien secara ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh perbandingan NPM faktor produksi yang digunakan dengan BKM tidak sama besar dengan satu. Jadi, penggunaan faktor-faktor produksi oleh petani belum optimal dan belum mencapai keuntungan maksimun. Kenyataan ini merupakan petunjuk bahwa penggunaan faktor-faktor produksi masih dapat disesuaikan dan tepat terhadap masing masing faktor produksi agar mencapai keuntungan yang maksimun memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dengan kombinasi optimum dari faktor-faktor produksi yang digunakan.

Pada penggunaan variabel lahan seluas 1,27 ha menghasilkan NPM sebesar Rp 7,679,060.62 dengan BKM yang dikeluarkan sebesar Rp 938.664.4/ha. Nisbah antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) diperoleh sebesar 10.91. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel luas lahan oleh petani cassava di Provinsi Lampung belum optimal (10.91 lebih besar dari pada 1). Keadaan optimal dapat dicapai dengan penambahan sebesar 0,87 ha penggunaan luas lahan.

Pada penggunaan variabel bibit sebanyak 91,45 ikat menghasilkan NPM sebesar Rp 130.940,36 dengan BKM yang dikeluarkan sebesar Rp 3.558,05/ikat. Nisbah antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) diperoleh sebesar. 36,80. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel bibit oleh petani cassava di Provinsi Lampung belum optimal. Keadaan optimal dapat dicapai dengan pengurangan 76 stek penggunaan bibit.

Pada penggunaan variabel pupuk urea sebanyak 103,59 kg menghasilkan NPM sebesar Rp 10.898,13 dengan BKM yang dikeluarkan sebesar Rp 1.391,11/kg. Nisbah antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) diperoleh sebesar 7,08. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel

72

pupuk urea oleh petani cassava di Provinsi Lampung belum optimal. Keadaan optimal dapat dicapai dengan penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 15,87 kg.

Pada penggunaan variabel pupuk SP-18 sebanyak 80,73 kg menghasilkan NPM sebesar Rp 12.556,05 dengan BKM yang dikeluarkan sebesar Rp 2.171,11/kg.Nisbah antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) diperoleh sebesar 5,10. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel pupuk SP-18 oleh petani cassava di Provinsi Lampung belum optimal. Keadaan optimal dapat dicapai dengan penambahan penggunaan pupuk SP-18 sebesar 18,44 kg.

Pada penggunaan variabel obat-obatan sebanyak 4,85 liter menghasilkan NPM sebesar Rp 1.004.656,30 dengan BKM yang dikeluarkan sebesar Rp 49.111,11/liter. Nisbah antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) diperoleh sebesar 20,02. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel obat-obatan oleh petani cassava di Provinsi Lampung belum optimal. Keadaan optimal dapat dicapai dengan penambahan 0,79 liter penggunaan obat-obatan.

Pada penggunaan variabel tenaga kerja sebanyak 34,88 HOK menghasilkan NPM sebesar Rp 817.019,34 dengan BKM yang dikeluarkan sebesar Rp 20.000/HOK. Nisbah antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) diperoleh sebesar 40,85. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel tenaga kerja oleh petani cassava di Provinsi Lampung belum optimal. Keadaan optimal dapat dicapai dengan penambahan 1, 20 HOK.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Rata-rata luas garapan petani produsen cassava sebesar 1,28 ha dengan pola monokultur. Berdasarkan perhitungan nilai F-hitung sebesar 37.625 dengan nilai signifikasi sebesar 0,000. Menunjukkan secara bersama-sama, produksi usaha tani cassava di Provinsi Lampung dipengaruhi oleh variabel luas lahan, jumlah bibit, pupuk urea, pupuk SP-18, obat-obatan, dan tenaga kerja dengan tingkat kepercayaan 99,99%, dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,796. Artinya variasi produksi usaha tani cassava di Provinsi Lampung mampu dijelaskan oleh variabel luas lahan, jumlah bibit, pupuk urea, pupuk SP-18, obat-obatan, dan tenaga kerja 79.60%. Sedangkan sisanya sebesar 20,40 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Dari sudut efisiensi ekonomis baik usahatani cassava maupun pihak pabrikan belum optimal hal ini ditunjukkan oleh perbandingan NPM, faktor-faktor produksi yang digunakan dengan BKM tidak sama dengan 1, sehingga proses produksi cassava di tingkat petani dan pabrikan tapioka belum efisien, namun luas lahan, dan pupuk urea serta input-input tapioka memberikan pengaruh positif terhadap produksi cassava.

5.2. Saran

Disarankan bagi petani produsen untuk menjaga posisi tawar petani yang kuat dengan cara melegalisasi (mempunyai paying hukum), formula harga jual cassava berdasarkankan penelitian penulis, perlu dipertahankan dan secara terus menerus dan bersinergi dengan perusahaan pengampu, koperasi primer petani dan pemerintah. Untuk mencapai efisiensi harga, dan efisiensi, optimalisasi produksi serta efisiensi ekonmis untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Dengan demikian kesejahtraan petani dan keberlanjutan agroindustri cassava akan tercapai. .

Disarankan untuk perusahaan pengampu agar mendukung secara penuh kemitraan dengan petani, karena struktur pasar adalah struktur yang tidak bersaing sempurna atau oligonopsoni untuk mendorong pemnentukkan kemitraan antara petani dan pihak pabrikan sehingga dengan cara pemberian tehnologi usahatani diversivikasi produk dalam bentuk intermediate goods yang pada akhirnya untuk meningkatkan pendapatan petani dan efisiensi produk yang berupa peaneka ragaman produk akhir yang di buat perusahaan dan dari sisa proses produksi seperti ampas cassava menjadi bahan tambahan obat nyamuk, pembuatan kertas dan juga makanan ternak dengan cara menambah value added dari sisa proses produksi cassava. 6. DAFTAR PUSTAKA

Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Anaysis. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London.

Azzam, Amallrulloh . 1996. Testing the Monopsony-Inefficiency Incentive for Backward Integration. AJAE. 78 (2): 585-590.

73

Anwar. A. 1991. Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan dan Masalah- masalah yang Dihadapi. Makalah Yang disampaikan Pada Kuliah perdana universitas Muhamdyah Palembang. Tanggal 7 september 1991. 27 hlm.

__________. 1994. Konsep Pengukuran Kesejahtraan (Welfare Measurenment). PPS Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Adhayanti, Novia. 2006. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahtraan Keluarga Petani Ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi, Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Agung, I.G. N. 2006. Statistik Penerapan Model Rerata Sel Multivariat dan Model Economitry Dengan SPSS; Yayasan Satria Bakti 2006.

Arikunto, S. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan; Rineka Cipta, Jakarta.

Asnawi, R., dkk. 2004. Kajian Agroindustri Ubi Kayu Provinsi Lampung. Laporan Tahunan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung. Bandar Lampung. 52 hlm.

_____________. 2004 . Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Pengembangan Agribisnis Ubikayu di Provinsi Lampung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2004. Indikator Kesejahtraan Rakyat Indonesia, Susenas 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 99 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2007, 2008. Indikator Kesejahtraan Provinsi Lampung, Susenas 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 99 hlm.

Bappeda Provinsi Lampung. 1999. Perencanaan Pembangunan Agribisnis Daerah: Studi Kasus Provinsi Lampung. Makalah Kebijaksanaan dann Perencanaan Pengembangan Agribisnis Daerah di Bogor, Tanggal 2 Oktober 1999: 13 halaman.

Bilas, R.A 1984. Teori Ekonomi Makro. Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Boediono. 1980. Synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi; Fakultas Ekonomi Universitas Gajahmada– Yogyakarta.

74

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEMISKINAN PETANI SAYURAN

Dokumen terkait