• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Interaksi Ekonomi dan Daya Tarik Wilayah

PEMEKARAN WILAYAH

2. Analisis Interaksi Ekonomi dan Daya Tarik Wilayah

Model gravitasi dalam ekonomi dipergunakan untuk menjelaskan interaksi dan hubungan antar daerah. Sasaran yang ingin dicapai dalam model gravitasi adalah untuk mengetahui secara kuantitatif hubungan ekonomi antara dua wilayah atau lebih melalui interaksi jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan jarak. Interaksi ekonomi terjadi antara pusat-pusat yang umumnya merupakan kota, yang tidak hanya berkembang sangat pesat, akan tetapi memiliki daya tarik yang kuat bagi wilayah-wilayah sekitarnya. Perkembangan pusat kota baik cepat maupun lambat akan memberikan dampak pada wilayah pinggiran yang ada di sekitar pusat kota maupun pada wilayah sekitarnya yang secara geografis berada dalam satu kawasan atau berada pada jalur lintasan perekonomian yang sama.

Pembangunan daerah yang diterapkan selama ini sebagai bagian dari pembangunan wilayah dan nasional menetapkan kota sebagai pusat pertumbuhan dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan diharapkan memberikan pengaruh perkembangan ekonomi ke wilayah-wilayah sekitar dimana pusat kota itu berada. Pengaruh tersebut bukan saja akan menciptakan interdependensi antara pusat kota sebagai pusat pertumbuhan dengan daerah– daerah disekitarnya (hinterland) namun menciptakan interaksi dan pengaruh ekonomi yang kuat terhadap daerah sekitarnya. Akibat dari interaksi dan pengaruh ekonomi akan mendorong terjadinya trade off arus penduduk, modal, dan sumberdaya ke luar wilayah pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya yang saling dimanfaatkan untuk menunjang dan mendorong perkembangan ekonomi baik di pusat pertumbuhan maupun menunjang dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi daerah sekitarnya (hinterland). Dalam arti hasil produksi pusat pertumbuhan dapat dipakai untuk mendorong kegiatan ekonomi daerah sekitarnya (hinterland), disisi lain hasil produksi daerah hinterland dipakai untuk menunjang kegiatan ekonomi yang ada di pusat pertumbuhan.

Kota Baubau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) maupun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) pada kawasan Sultra Kepulauan. Penetapan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Kota Baubau karena posisinya yang strategis berada pada bagian selatan Propinsi Sulawesi Tenggara dalam jalur perlintasan laut yang menghubungkan antara Indonesia Barat – Indonesia Timur disatu sisi sebagai daerah penyangga khususnya pada kawasan Sultra Kepulauan, diharapkan dapat memberikan efek penyebaran (spread effect) dan menggerakkan kegiatan ekonomi bagi daerah- daerah sekitarnya.

Dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, PDRB perkapita dan jarak antar kabupaten/kota, dapat diketahui interaksi ekonomi pusat pertumbuhan dengan kabupaten/kota sekitarnya maupun interaksi dari masing-masing kabupaten/kota dari nilai indeks gravitasi. Hasil perhitungan metode gravitasi selama periode pengamatan tahun 2009-2013 Kota Baubau dan wilayah

sekitarnya (hinterland yaitu Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana) dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34 Indeks Gravitasi Kabupaten/Kota Sultra Kepulauan meliputi Kota Baubau dan wilayah hinterland (Kabupaten Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Kabupaten Bombana) tahun 2009-2013

Kabupaten/ Kota

Nilai Indeks Gravitasi Kabupaten/Kota Priangan Timur

Tahun Kota Baubau Kab. Buton Kab. Buton Utara Kab. Wakatobi Kab. Muna Kab. Bombana Kota Baubau 2009 217 50,3 6,04 75,1 2,7 2010 232 61,6 7,51 95,3 3,28 2011 281 73,6 9,09 112 3,86 2012 335 86,9 10,9 132 4,6 2013 393 103 12,7 153 5,42 Rata-rata 291,6 75,08 9,25 113,48 3,97 Kab. Buton 2009 217 6,95 3,88 31,6 2,28 2010 232 7,24 4,11 34,1 2,35 2011 281 8,77 5,05 40,7 2,81 2012 335 10,4 6,03 47,9 3,34 2013 393 12,3 7,08 55,7 3,96 Rata-rata 291,6 9,13 5,23 42,00 2,95 Kab. Buton Utara 2009 50,3 6,95 0,87 4,25 0,69 2010 61,6 7,24 1,05 5,26 0,82 2011 73,6 8,77 1,27 6,18 0,97 2012 86,9 10,4 1,51 7,22 1,14 2013 103 12,3 1,78 8,46 1,36 Rata-rata 75,08 9,13 1,30 6,27 1,00 Kab. Wakatobi 2009 6,04 3,88 0,87 2,56 0,45 2010 7,51 4,11 1,05 3,23 0,55 2011 9,09 5,05 1,27 3,84 0,65 2012 10,9 6,03 1,51 4,54 0,78 2013 12,7 7,08 1,78 5,25 0,92 Rata-rata 9,25 5,23 1,30 3,88 0,67 Kab. Muna 2009 75,1 31,6 4,25 2,56 4,01 2010 95,3 34,1 5,26 3,23 4,93 2011 112 40,7 6,18 3,84 5,71 2012 132 47,9 7,22 4,54 6,72 2013 153 55,7 8,46 5,25 7,84 Rata-rata 113,48 42,00 6,27 3,88 5,84 Kab. Bombana 2009 2,70 2,28 0,69 0,45 4,01 2010 3,28 2,35 0,82 0,55 4,93 2011 3,86 2,81 0,97 0,65 5,71 2012 4,60 3,34 1,14 0,78 6,72 2013 5,42 3,96 1,36 0,92 7,84 Rata-rata 3,97 2,95 1,00 0,67 5,84

Sumber: Hasil analisis Gravitasi, data diolah dari BPS Kota Baubau (2009-2013) Kab: Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Bombana (2009-2013).

Tabel 34 menunjukkan hasil analisis gravitasi kabupaten/kota Sultra Kepulauan tahun 2009-2013, dari hasil analisis menunjukkan bahwa semakin besar indeks gravitasi antara suatu wilayah/daerah/kabupaten dengan wilayah/daerah/kabupaten lainnya berarti semakin besar interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah dan sebaliknya. Hasil analisis gravitasi tahun 2009-2013 tabel 31 diatas menunjukkan rata-rata indeks gravitasi kabupaten/kota yang memiliki interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah yang sangat kuat dengan Kota Baubau yaitu Kabupaten Buton dengan rata-rata indeks gravitasi yang besar yaitu 291,6 satuan gravitasi. Besarnya interaksi kedua daerah ini karena Kabupaten Buton

wilayahnya berbatasan langsung dengan Kota Baubau. Selanjutnya interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah yang cukup kuat terjadi antara Kota Baubau dengan Kabupaten Muna ditunjukkan dengan rata-rata nilai gravitasi sebesar 113,45 satuan gravitasi. Kedua daerah tersebut yaitu Kota Baubau dan Kabupaten Muna secara geografis dipisahkan oleh laut namun jarak tempuh lewat laut ± 1(satu) jam memungkinkan interaksi keduanya cukup kuat. Besarnya nilai indeks gravitasi tersebut menunjukkan keeratan hubungan dan pengaruh yang kuat Kota Baubau terhadap Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna.

Sebaliknya 3 (tiga) kabupaten yaitu terhadap Kabupaten Buton Utara, interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau sangat lemah terlihat dari rataan nilai indeks gravitasi yang kecil sebesar 75,08 satuan gravitasi. Interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau terhadap Kabupaten Wakatobi sangat lemah terlihat dari rataan nilai indeks gravitasi yang kecil sebesar 9,25 satuan gravitasi. Terhadap Kabupaten Bombana interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau sangat lemah terlihat dari rataan nilai gravitasi yang kecil sebesar 3,97 satuan gravitasi. Dari hasil analisis gravitasi tersebut terlihat bahwa interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau terhadap 3 (tiga kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana menunjukkan rataan nilai gravitasinya yang kecil diasumsikan hubungan dan pengaruh/interaksi sangat lemah walaupun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Seiring dengan perkembangan ekonomi dan kemajuan yang dialami oleh kabupaten-kabupaten disekitarnya, terjadi perkembangan, perubahan dan pergeseran interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau terhadap daerah sekitarnya (hinterland), jika dilihat dari perkembangan nilai indeks gravitasi tahun 2009-2013 terjadi peningkatan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah walaupun intensitasnya berbeda-beda. Tabel 34 menunjukkan dalam lima tahun terakhir terjadi perkembangan, perubahan dan pergeseran daya tarik dan pengaruh Kota Baubau, ini ditunjukkan dengan indeks gravitasi kabupaten/kota. Peningkatan dan besarnya nilai indeks gravitasi dari tahun ke tahun, mengindikasikan hubungan dan daya tarik antara dua wilayah semakin erat. Hubungan dan daya tarik antara dua wilayah yang erat akan mendorong mobilitas penduduk, tenaga kerja, perdagangan maupun sumber-sumber ekonomi lainnya sangat tinggi dan sebaliknya.

Gambar 29 memperlihatkan model gravitasi dari interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau terhadap daerah sekitarnya (hinterland). Sebagaimana dijelaskan diatas, interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau yang sangat kuat adalah terhadap Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna, hal ini karena dua wilayah ini memiliki jarak yang dekat serta berbatasan langsung dengan Kota Baubau. Terhadap 3 (tiga) kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana, interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau cukup sangat lemah, jika dilihat dari indeks gravitasi (Tabel 34). Model gravitasi interaksi ekonomi dan daya tarik

wilayah Kota Baubau terhadap daerah-daerah sekitarnya (hinterland) dapat dilihat pada Gambar 29.

Sumber: data diolah 2015, Peta Propinsi Sulawesi Tenggara dari

www.google.comdan Bappeda Propinsi Sulawesi Tenggara 2013.

Gambar 29 Model Gravitasi Kabupaten/Kota Wilayah Sultra Kepulauan meliputi Kota Baubau dan wilayah hinterland (Kabupaten Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Kabupaten Bombana).

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan ekonomi, Kota Baubau berkembang sebagai pusat pertumbuhan di wilayah Sultra Kepulauan. Hal ini karena didukung tersedianya berbagai fasilitas-fasilitas, sarana prasarana dan jasa layanan yang merupakan daya tarik bagi daerah-daerah sekitarnya seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas hiburan dan rekreasi, fasilitas dan layanan perdagangan seperti pusat perbelanjaan, perkembangan industri manufaktur, tersedianya lapangan udara, berkembangnya lembaga-lembaga keuangan, fasilitas tranportasi, kesempatan berusaha dan memperoleh pekerjaan serta upah minum regional yang lebih besar dibandingkan daerah-daerah sekitarnya.

Dalam Rencana Tata Ruang Nasional (RTRN) maupun dalam Rencana Tata Ruang Propinsi Jawa Barat ditetapkan dua Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yaitu Wilayah Barat dan Wilayah Timur. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) selanjutnya dibagi dalam beberapa Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Wilayah Barat di pusatkan di Kota Bandung, dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Wilayah Timur dipusatkan di Kota Cirebon, untuk wilayah timur Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) ditetapkan di Kota Tasikmalaya. Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya dan wilayah sekitarnya karena posisinya yang strategis berada pada bagian timur

Kab. Konawe Utara

Kab. Buton Utara

Kab. Buton

Kab/Kota Sultra Kepulauan Pusat Pertumbuhan (Kota Baubau) Kota

Ibukota Kabupaten

Propinsi Jawa Barat dalam jalur perlintasan selatan tujuan Jakarta – Jogya dan Surabaya, disatu sisi sebagai daerah penyangga khususnya pada kawasan Priangan Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah.

Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW) dimaksudkan bukan saja untuk mendorong perkembangan perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya itu sendiri, namun diharapkan mampu memberikan efek penyebaran (spread effect) dan menggerakkan kegiatan ekonomi bagi daerah- daerah sekitarnya, yang meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Untuk melihat interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya terhadap daerah sekitarnya (hinterland) serta identifikasi keterkaitan antar kabupaten dan kota, dalam penelitian ini periode pengamatan akan dilakukan antara tahun 2009-2013, dalam rentang lima tahun diharapkan dapat diketahui besaran perkembangan pengaruh, pergeseran dan daya tarik Kota Tasikmalaya terhadap daerah-daerah sekitar (hinterland).

Tabel 35 menunjukkan hasil perhitungan analisis gravitasi kabupaten/kota Priangan Timur tahun 2009-2013. Dari hasil analisis diketahui kabupaten yang memiliki interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah yang sangat kuat terjadi antara Kota Tasikmalaya dengan Kabupaten Tasikmalaya ditunjukkan dengan rataan nilai gravitasi yang besar yaitu 174,60 satuan gravitasi. Selanjutnya interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah antara Kota Tasikmalaya dengan Kabupaten Ciamis dengan rataan nilai gravitasi yang sebesar 101,52 satuan gravitasi. Sedang dengan 3 (tiga) kabupaten/kota yaitu interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya dengan Kabupaten Garut rataan nilai gravitasi sebesar 17,46 satuan gravitasi, Kota Tasikmalaya dengan Kota Banjar rataan nilai gravitasi sebesar 1,44 satuan gravitasi dan Kota Tasikmalaya dengan Kabupaten Pangandaran rataan nilai gravitasi sebesar 0,87 satuan gravitasi. Dari analisis tersebut terlihat rataan nilai gravitasi yang kecil, diasumsikan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya terhadap 3 (tiga) kabupaten/kota tersebut sangat lemah. Disatu sisi Kota Banjar sebagai kota alternatif selain Kota Tasikmalaya di Priangan Timur ternyata kurang memiliki daya tarik wilayah yang kuat dengan kabupaten/kota se Priangan Timur jika dilihat dari rataan nilai gravitasi. Demikian halnya interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah antar kabupaten se Priangan Timur terlihat lemah jika dilihat dari analisis gravitasi kabupaten/kota wilayah Priangan Timur (Tabel 35).

Tabel 35 Indeks Gravitasi Kabupaten/Kota Priangan Timur meliputi Kota Tasikmalaya dan daerah sekitarnya (hinterland) tahun 2009-2013

Kabupaten/ Kota

Nilai Indeks Gravitasi Kabupaten/Kota Priangan Timur

Tahun Kota Tasikmalaya Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Ciamis Kota Banjar Kab. Pangandaran Kota Tasikmalaya 2009 141 14,1 78,6 1,18 0,70 2010 156 15,4 87,0 1,28 0,77 2011 173 17,3 101 1,41 0,86 2012 190 19,1 113 1,57 0,95 2013 213 21,4 128 1,78 1,07 Rata-rata 174,6 17,46 101,52 1,44 0,87 Kab. Tasikmalaya 2009 141 10,1 39,8 1,27 0,82 2010 156 10,9 43,4 1,36 0,89 2011 173 12,0 49,8 1,47 0,98 2012 190 13,1 54,8 1,62 1,07 2013 213 14,3 60,4 1,79 1,17 Rata-rata 174,6 12,08 49,64 1,50 0,99 Kab. Garut 2009 14,1 10,1 7,39 0,49 0,85 2010 15,4 10,9 8,02 0,52 0,93 2011 17,3 12,0 9,28 0,57 1,02 2012 19,1 13,1 10,3 0,63 1,12 2013 21,4 14,3 11,4 0,70 1,23 Rata-rata 17,46 12,08 9,28 0,58 1,03 Kab. Ciamis 2009 78,6 39,8 7,39 9,30 2,30 2010 87,0 43,4 8,02 9,97 2,52 2011 101 49,8 9,28 11,4 2,90 2012 113 54,8 10,3 12,7 3,21 2013 128 60,4 11,4 14,1 3,56 Rata-rata 101,52 49,64 9,28 11,49 2,90 Kota Banjar 2009 1,18 1,27 0,49 9,30 0,47 2010 1,28 1,36 0,52 9,97 0,51 2011 1,41 1,47 0,57 11,4 0,55 2012 1,57 1,62 0,63 12,7 0,61 2013 1,78 1,79 0,70 14,1 0,68 Rata-rata 1,44 1,50 0,58 11,49 0,56 Kab. Pangandaran 2009 0,70 0,82 0,85 2,30 0,47 2010 0,77 0,89 0,93 2,52 0,51 2011 0,86 0,98 1,02 2,90 0,55 2012 0,95 1,07 1,12 3,21 0,61 2013 1,07 1,17 1,23 3,56 0,68 Rata-rata 0,87 0,99 1,03 2,90 0,56

Sumber: Analisis Gravitasi, data diolah dari BPS data diolah dari BPS Kota Tasikmalaya, Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Pangandaran, 2009-2013.

Tabel 35 menunjukkan terjadi peningkatan indeks gravitasi antar kabupaten/kota se Priangan Timur dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 walaupun intensitasnya berbeda-beda. Peningkatan indeks gravitasi ini seiring dengan kemajuan dan perkembangan masing-masing kabupaten/kota. Besarnya nilai indeks gravitasi menunjukkan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah yang kuat antar wilayah tersebut. Peningkatan nilai indeks gravitasi mengindikasikan interaksi ekonomi/hubungan dan daya tarik wilayah antara dua wilayah semakin erat. Hubungan dan daya tarik antara dua wilayah yang erat mengindikasikan meningkatnya mobilitas penduduk, tenaga kerja, perdagangan maupun sumber- sumber ekonomi lainnya sangat tinggi dan sebaliknya.

Gambar 30 memperlihatkan model gravitasi kabupaten/kota se Priangan Timur, dimana Kota Tasikmalaya sebagai pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dari hasil analisis gravitasi menunjukkan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya yang sangat kuat adalah terhadap Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, hal ini karena dua kota ini berbatasan langsung dengan Kota Tasikmalaya. Terhadap Kabupaten Garut, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran interaksi ekonomi dan

daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya sangat lemah. Model gravitasi interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya terhadap daerah-daerah sekitarnya (hinterland) dapat dilihat pada Gambar 30.

Sumber : data diolah 2015, Peta Propinsi Jawa Barat dari www.google.com

dan Bappeda Propinsi Jawa Barat 2013.

Gambar 30 Model Gravitasi Kabupaten/Kota se Priangan Timur meliputi Kota Tasikmalaya dan wilayah sekitarnya (hinterland)

Gambar 30 memperlihatkan model gravitasi wilayah Priangan Timur, dimana interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya terhadap daerah sekitarnya (hinterland) dari tahun 2009-2013 menunjukkan peningkatan jika dilihat dari nilai indeks gravitasi dari tahun ke tahun. Peningkatan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah sering dengan perkembangan Kota Tasikmalaya yang pesat. Sebagaimana dalam analisis skalogram, berbagai daya tarik wilayah disebabkan oleh tersedianya fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik seperti pendidikan, kesehatan, sentra-sentra perbelanjaan (mall, pertokoan), transportasi dan sentra-sentra industri. Perbandingan rata-rata indeks gravitasi Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36 Perbandingan Analisis Nilai Indeks Gravitasi Kabupaten/Kota Sultra Kepulauan dan Priangan Timur Tahun 2009-2013

Rata-Rata Nilai Indeks Gravitasi Kab/Kota Sultra Kepulauan

Rata-Rata Nilai Indeks Gravitasi Kab/Kota Priangan Timur Kabupaten/ Kota Gravitasi Tahun Kota Baubau Kab. Buton Kab. Buton Utara Kab. Wakato bi Kab. Muna Kab. Bomba na Kabupaten/ Kota Gravitasi Tahun Kota Tasikma laya Kab. Tasikma laya Kab. Garut Kab. Ciamis Kota Banjar Kab. Pangandaran 2011-2013 Kota Baubau 2009- 2013 291,60 75,08 9,25 113,48 3,97 Kota Tasikmalaya 2009- 2013 174,6 17,46 101,52 1,44 0,87 Kab. Buton 2009- 2013 291,60 9,13 5,23 42,00 2,95 Kab. Tasikmalaya 2009- 2013 174,6 12,08 49,6 4 1,50 0,99 Kab.Buton Utara 2009- 2013 75,08 9,13 1,30 6,27 1,00 Kab. Garut 2009- 2013 17,46 12,08 9,28 0,58 1,03 Kab. Wakatobi 2009- 2013 9,25 5,23 1,30 3,88 0,67 Kab. Ciamis 2009- 2013 101,52 49,64 9,28 11,49 2,90 Kab. Muna 2009- 2013 113,48 42,00 6,27 3,88 5,84 Kota Banjar 2009- 2013 1,44 1,50 0,58 11,4 9 0,56 Kab. Bombana 2009- 2013 3,97 2,95 1,00 0,67 5,84 Kab. Pangandaran 2011- 2013 0,87 0,99 1,03 2,90 0,56

Sumber: Hasil analisis Gravitasi 2015, data diolah dari BPS Kota Baubau Kab: Buton, Buton

Utara, Wakatobi, Muna dan Kab. Bombana; Kota Tasikmalaya, Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Pangandaran dan Prop. Jawa Barat, 2009-2014.

KOTA