• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perkembangan Struktur Perekonomian Wilayah

DAFTAR LAMPIRAN

2. Analisis Perkembangan Struktur Perekonomian Wilayah

Perkembangan struktur perekonomian suatu wilayah pada dasarnya ditentukan seberapa banyak dan besarnya keberagaman ekonomi pada suatu wilayah. Semakin beragam dan banyak kegiatan ekonomi maka akan mendorong perkembangan ekonomi wilayah tersebut. Untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan struktur perekonomian suatu wilayah maka dipergunakan diversitas entropi yang pada dasarnya ditujukan untuk menghitung tingkat keberagaman dan keberimbangan aktivitas/sektor ekonomi disuatu wilayah. Dengan Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) akan mencerminkan tingkat perkembangan sektor-sektor ekonomi dalam suatu wilayah, semakin besar atau mendekati 1 nilai IDE suatu wilayah, maka wilayah tersebut dikatakan berkembang dan sebaliknya semakin kecil atau mendekati 0 nilai IDE suatu wilayah, maka wilayah tersebut dikatakan kurang berkembang. Hasil analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE) perkembangan sektor-sektor PDRB Kabupaten/ Kota se-Sultra Kepulauan meliputi Kota Baubau dengan wilayah hinterlandnya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana) tahun 2003, 2007 dan tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Kota Baubau dan wilayah hinterlandnya tahun 2003, 2007 dan tahun 2009-2013

No. Kab/kota Sultra Kepulauan

Nilai Indeks Entropi Tahun Rata- rata 2003 2007 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Baubau 0,82 0,84 0,85 0,85 0,85 0,84 0,86 0,84 2. Kab. Buton 0,78 0,78 0,79 0,79 0,81 0,83 0,84 0,80 3. Kab. Buton Utara - 0,71 0,72 0,72 0,73 0,75 0,76 0,73 4. Kab. Wakatobi 0,78 0,80 0,82 0,83 0,84 0,80 0,86 0,82 5. Kab. Muna 0,78 0,80 0,81 0,81 0,82 0,82 0,82 0,81 6. Kab. Bombana 0,36 0,42 0,43 0,44 0,45 0,46 0,47 0,43

Sumber: Hasil analisis Indeks Diversitas Entropi, data diolah dari BPS Kota Baubau (2009-2013) Kab: Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Bombana (2009-2013).

Tabel 23 menunjukkan nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Kota Baubau tahun 2003 sebesar 0,82 meningkat tahun 2007 sebesar 0,84 dan tahun 2009-2011 sebesar 0,85 namun cenderung menurun tahun 2012 sebesar 0,84 dan meningkat tahun 2013 sebesar 0,86. Kabupaten Buton nilai IDE tahun 2003 dan 2007 sebesar 0,78 meningkat tahun 2009–2010 sebesar 0,79 dan cenderung meningkat tahun 2011 sebesar 0,81; tahun 2012 dan tahun 2013 masing-masing meningkat sebesar 0,83 dan 0,84. Kabupaten Buton Utara, perhitungan nilai IDE mulai tahun 2007 sebesar 0,71 meningkat tahun 2009-2010 sebesar 0,72 dan cenderung meningkat masing-masing tahun 2011sebesar 0,73; tahun 2012 dan tahun 2013 masing- masing meningkat sebesar 0,75 dan 0,76. Kabupaten Wakatobi, nilai IDE tahun 2003 sebesar 0,78 meningkat tahun 2007 sebesar 0,80, tahun 2009 sebesar 0,82 meningkat tahun 2010-2011 masing- masing 0,83 dan 0,84 namun menurun tahun 2012 (0,80) dan meningkat tahun 2013 sebesar 0,86. Kabupaten Muna nilai IDE tahun 2003 sebesar 0,78 meningkat tahun 2007 sebesar 0,80, tahun 2009-2010 sebesar 0,81 dan tahun 2011-2013 meningkat sebesar 0,82. Sedang Kabupaten Bombana nilai IDEnya tahun 2003 sebesar 0,36 meningkat tahun 2007 sebesar 0,42 terus mengalami peningkatan tahun 2009 sebesar 0,43, tahun 2010 sebesar

0,44, tahun 2011 sebesar 0,45 tahun 2012 (0,46) dan meningkat tahun 2013 sebesar 0,47.

Hasil analisis indeks diversitas entropi untuk wilayah Sultra Kepulauan meliputi Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana, menunjukkan perkembangan sektor-sektor ekonomi Kota Baubau dan wilayah hinterlandnya sejak tahun 2003, 2007 dan tahun 2009-2013 mengalami perkembangan, yakni terdapat 4 (empat) daerah, yaitu Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Muna memiliki rata-rata nilai indeks entropi yang relatif tinggi (diatas 0,80); Terdapat 1 (satu) kabupaten yaitu Kabupaten Buton Utara memiliki rata-rata indeks entropi diatas 0,70 dan 1 (satu) kabupaten yaitu Kabupaten Bombana memiliki rata-rata indeks entropi dibawah 0,50. Jika dilihat dari rata-rata IDE kabupaten/kota Sultra Kepulauan mengindikasikan bahwa terjadi penyebaran sektor-sektor ekonomi yang cukup berimbang pada 5 (lima) wilayah kabupaten/kota yaitu Kota Baubau 0,85; Kabupaten Buton 0,80; Kabupaten Wakatobi 0,82 dan Kabupaten Muna 0,81 dan Kabupaten Buton Utara diatas 0,73. Kecuali Kabupaten Bombana sebesar 0,43 sekalipun memperlihatkan peningkatan indeks entropi dari tahun ke tahun namun masih dibawah 0,50 hal ini mengindikasikan sektor ekonomi di Kabupaten Bombana belum maksimal berkembang.

Jika dibandingkan rata-rata indeks entropi 2003, 2007 dan tahun 2009-2013 Kota Baubau sebesar 0,84 dengan rata-rata indeks entropi daerah hinterlandnya yaitu Kabupaten Buton 0,80; Kabupaten Buton Utara 0,73; Kabupaten Wakatobi 0,82; Kabupaten Muna 0,81 dan Kabupaten Bombana 0,43 menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi Kota Baubau lebih maju dan berkembang. Hal ini tentunya tidak terlepas dari posisi strategis Kota Baubau sebagai kota penyangga yang mampu menyediakan dan menyuplai arus barang bagi daerah sekitarnya serta disisi lain perkembangan sektor-sektor ekonomi Kota Baubau seperti listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa keuangan serta jasa-jasa memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan PDRB Kota Baubau. Disatu sisi juga menunjukkan bahwa aktivitas pembangunan yang terjadi maupun aktivitas ekonomi lebih maju dan berkembang di Kota Baubau.

Hasil analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE) perkembangan sektor-sektor PDRB Kabupaten/kota se-Priangan Timur yang meliputi Kota Tasikmalaya dan wilayah hinterlandnya (Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran dan Kota Banjar) pada tahun 2003, 2007 dan 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Kota Tasikmalaya dan wilayah hinterlandnya tahun 2003, 2007 dan tahun 2009-2013

No. Kab/kota se Priangan Timur

Nilai Indeks Entropi Tahun Rata-rata 2003 2007 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Tasikmalaya 0,86 0,86 0,86 0,85 0,85 0,85 0,84 0,85 2. Kab. Tasikmalaya 0,76 0,68 0,70 0,70 0,70 0,71 0,72 0,71 3. Kab. Garut 0,64 0,67 0,67 0,68 0,66 0,68 0,68 0,67 4. Kab. Ciamis 0,80 0,80 0,81 0,81 0,81 0,81 0,81 0,81 5. Kota Banjar 0,86 0,83 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,83 6. Kab. Pangandaran - - - - 0,75 0,72 0,76 0,74 Sumber: Hasil analisis Indeks Diversitas Entropi, data diolah dari BPS Kota Tasikmalaya dan Banjar (2009-

Tabel 24 menunjukkan perkembangan nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Kota Tasikmalaya tahun 2003, 2007, 2009 adalah sebesar 0,86 cenderung menurun antara tahun 2010-2012 nilai IDE sebesar 0,85 dan tahun 2013 sebesar 0,84. Jika dibandingkan nilai IDE antara tahun 2009-2013 Kota Tasikmalaya dengan wilayah hinterland meliputi Kabupaten Tasikmalaya nilai IDE tahun 2003 sebesar 0,76 menurun 2007 sebesar 0,68 dan meningkat tahun 2009-2011 sebesar 0,70 meningkat sampai dengan tahun 2013 sebesar 0,72. Kabupaten Garut nilai IDE tahun 2003 sebesar 0,64 meningkat 2007 sebesar 0,67 tahun 2009 dan 2010 masing-masing sebesar 0,67 dan 0,68, namun menurun tahun 2011 sebesar 0,66 dan kembali meningkat tahun 2012-2013 sebesar 0,68. Kabupaten Ciamis nilai IDE tahun 2003 dan 2007 sebesar 0,80 meningkat dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 sebesar 0,81. Kota Banjar nilai IDE tahun 2003 sebesar 0,86 cenderung menurun 2007 sebesar 0,83, dan tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 sebesar 0,82. Sedang Kabupaten Pangandaran yang pemekarannya dilaksanakan tahun 2010 maka nilai IDEnya mulai dihitung tahun 2011, perkembangannya indeks entropy mengalami fluktuasi dimana tahun 2011 sebesar 0,75 tahun 2012 menurun 0,72 dan meningkat tahun 2013 sebesar 0,76.

Berdasarkan hasil analisis Indeks Diversitas Entropi untuk wilayah Priangan Timur meliputi Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran, secara keseluruhan terlihat bahwa sektor-sektor ekonomi PDRB Kota Tasikmalaya dengan wilayah hinterlandnya antara tahun 2003, 2007, dan 2009-2013 cukup berkembang. Jika dilihat dari rata-rata indeks entropi masing-masing kabupaten/kota Priangan Timur, terdapat 3 (tiga) daerah yang memiliki rata-rata indeks entropi yang relatif tinggi (diatas 0,80) atau mendekati 1, yaitu Kota Tasikmalaya 0,85; Kota Banjar 0,83 dan Kabupaten Ciamis 0,81. Sedang 2 (dua) kabupaten yang memiliki rata- rata indeks entropi dibawah 0,80 yaitu Kabupaten Tasikmalaya 0,71 dan Kabupaten Garut 0,67. Untuk Kabupaten Pangandaran rata-rata indeks entropi sebesar 0,74 perhitungannya mulai tahun 20011, sehingga dalam analisis ini tidak dibahas secara mendalam. Sekalipun indeks entropi kabupaten/kota se-Priangan Timur tidak merata namun secara umum hasil dari indeks entropi tersebut mengindikasikan bahwa terjadi penyebaran secara berimbang sektor-sektor ekonomi di wilayah kabupaten/kota se-Priangan Timur.

Sebaliknya antara tahun 2003, 2007 dan tahun 2009-2013 rata-rata indeks entropi Kota Tasikmalaya 0,85 dibandingkan dengan wilayah hinterlandnya, yaitu Kabupaten Tasikmalaya 0,71, Kabupaten Garut 0,67, Kabupaten Ciamis 0,81, Kota Banjar 0,82 dan Kabupaten Pangandaran 0,74, menunjukkan bahwa sektor- sektor ekonomi Kota Tasikmalaya lebih berkembang. Hal ini tentunya tidak terlepas dari posisi strategis Kota Tasikmalaya sebagai kota penyangga khususnya wilayah se-Priangan Timur, yang mampu menyediakan dan menyuplai arus barang bagi daerah sekitarnya. Disisi lain perkembangan sektor ekonomi Kota Tasikmalaya seperti industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa keuangan memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan PDRB Kota Baubau. Disatu sisi juga menunjukkan bahwa aktivitas pembangunan yang terjadi maupun aktivitas ekonomi lebih maju dan berkembang di Kota Tasikmalaya.

Perbandingan perkembangan nilai indeks diversitas entropi (IDE) Kota Baubau dengan wilayah hinterland (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana) dan Kota Tasikmalaya dengan wilayah hinterland (kabupaten/kota se Priangan Timur meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran dan Kota Banjar) dapat dilihat pada Gambar 26.

Sumber: Data diolah tahun 2015, BPS Kota Baubau; Kab: Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Bombana (2003-2014) dan BPS Kota Tasikmalaya, Kab: Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Kota Banjar dan Kab. Pangandaran (2003-2014).

Gambar 26 Perbandingan perkembangan indeks diversitas entropi (IDE) kabupaten/kota Sultra Kepulauan dan Priangan Timur.

Gambar 26 memperlihatkan perbandingan hasil perhitungan analisis indeks diversitas entropi (IDE) kabupaten/kota se-Sultra Kepulauan dan kabupaten/kota se-Priangan Timur tahun 2003, 2007 dan 2009-2013. Nilai indeks diversitas entropi (IDE) kabupaten/kota se-Sultra Kepulauan tahun 2003, 2007 dan 2009- 2013 menunjukkan 5 (lima) kabupaten/kota yaitu Kota Baubau, Kabupaten Buton, Buton Utara, Wakatobi dan Kabupaten Muna memiliki rata-rata indeks diversitas entropi (IDE) diatas 0,70; hanya 1 (satu) kabupaten yang memiliki indeks entropi dibawah 0,70 yaitu Kabupaten Bombana sebesar 0,43. Sebaliknya Nilai indeks diversitas entropi (IDE) kabupaten/kota Priangan Timur tahun 2003, 2007 dan 2009-2013 lebih baik dimana 5 (lima) kabupaten/kota yang memiliki rata-rata indeks diversitas entropi (IDE) diatas 0,70 yaitu Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran, hanya 1 (satu) kabupaten yang memiliki indeks entropi dibawah 0,70 yaitu Kabupaten Garut sebesar 0,67.

Jika dibandingkan rata-rata Indeks Diversitas Entropi Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya tahun 2003-2013 menunjukkan rata-rata perkembangan IDE kedua kota tersebut cukup tinggi, Kota Baubau sebesar 0,84 dan Kota Tasikmalaya sebesar 0,85. Ini mengindikasikan bahwa kedua kota pasca pemekaran mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Perkembangan ekonomi yang pesat hal ini karena posisi strategis kedua kota dalam dalam perekonomian di wilayahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Pede (2013) yang melakukan studi pada kabupaten-kabupaten di Amerika Serikat selama periode 1990-2007 menemukan bahwa keragaman ekonomi (diversity economy)

memperkuat dan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Perkembangan Sektor Basis/Unggulan dan Daya Saing Perekonomian Wilayah

1. Analisis Perkembangan Sektor Basis/Unggulan Wilayah

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu daerah menunjukkan terjadinya aktivitas sektor-sektor pembangunan dalam daerah tersebut. Peningkatan aktivitas ekonomi wilayah akan meningkatkan nilai tambah (added value) perekonomian wilayah, sehingga dengan peningkatan nilai tambah ekonomi tersebut akan mendorong terjadinya interaksi ekonomi antar wilayah. Hasil analisis Location Quotient (LQ) sektor-sektor perekonomian wilayah kabupaten/kota se-Sultra Kepulauan tahun 2003, 2007, 2009 dan 2013 meliputi Kota Baubau dan wilayah hinterland (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana) terhadap sektor-sektor perekonomian Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2003, 2007, 2009 dan 2013 dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten/Kota Sultra Kepulauan meliputi Kota Baubau dan wilayah hinterland (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana) tahun 2003 dan 2007 - 2009 dan 2013

No Kab/Kota Nilai LQ tahun Lapangan Usaha Jum lah Pertan ian Pertam bangan & Pengga lian Industri Pengol ahan Listrik dan Air Bersih Bangu nan Perdaga ngan, Hotel & Restoran Pengang kutan & Komuni kasi Keuan gan, Perse waan & Jasa Jasa- Jasa 1. Kota Baubau 2003 0,27 0,10 0,51 1,06 2,37 1,56 1,51 1,11 1,97 10,46 2007 0,27 0,09 0,46 1,42 2,49 1,43 1,42 1,33 1,96 10,85 Rata- Rata 0,27 0,09 0,48 1,24 2,43 1,49 1,47 1,22 1,96 10,66 Basis/ Non Basis Non Basis Non Basis Non

Basis Basis Basis Basis Basis Basis Basis 6/3

2009 0,27 0,11 0,55 1,35 2,34 1,33 1,35 1,22 1,81 10,33 2013 0,26 0,08 0,53 1,28 2,58 1,23 1,20 1,02 2,11 10,30 Rata- Rata 0,27 0,10 0,54 1,32 2,46 1,28 1,27 1,12 1,96 10,31 Basis/ Non Basis Non Basis Non Basis Non

Basis Basis Basis Basis Basis Basis Basis 6/3

2. Kab. Buton 2003 1,01 0,48 0,58 1,67 1,39 1,01 0,32 0,66 1,64 8,76 2007 1,14 0,52 0,70 0,54 0,88 1,01 0,31 1,05 1,51 7,65 Rata- Rata 1,07 0,50 0,64 1,11 1,14 1,01 0,31 0,86 1,58 8,20 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non

Basis Basis Basis Basis

Non Basis Non Basis Basis 5/4 2009 1,22 0,81 1,02 0,60 0,59 0,87 0,33 0,98 1,42 7,84 2013 1,27 1,31 0,98 0,53 0,51 0,91 0,32 0,82 1,66 8,30 Rata- Rata 1,24 1,06 1,00 0,56 0,55 0,89 0,32 0,90 1,54 8,07 Basis/ Non Basis

Basis Basis Potensi al Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis 4/5 3. Kab. Buton Utara 2003 2007 1,39 0,09 0,88 0,56 0,95 0,72 0,37 0,73 1,27 6,97 Rata- Rata Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis 2/7 2009 1,48 0,14 0,95 0,54 1,05 0,64 0,27 0,68 1,23 6,99 2013 1,61 0,10 1,01 0,58 1,36 0,72 0,29 0,57 1,44 7,68

Rata- Rata 1,54 0,12 0,98 0,56 1,21 0,68 0,28 0,63 1,34 7,34 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis 3/6 4. Kab. Wakatobi 2003 1,09 0,65 0,62 3,67 0,57 0,99 0,35 1,16 1,54 10,63 2007 1,06 0,71 0,55 1,08 0,68 0,95 0,38 1,56 1,64 8,61 Rata- Rata 1,08 0,68 0,58 2,38 0,63 0,97 0,36 1,36 1,59 9,62 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non

Basis Basis Basis 4/5

2009 1,03 0,88 0,63 1,01 0,75 1,03 0,34 1,37 1,61 8,63 2013 1,04 0,56 0,71 1,04 0,82 1,09 0,38 1,14 1,87 8,64 Rata- Rata 1,04 0,72 0,67 1,02 0,79 1,06 0,36 1,25 1,74 8,64 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Basis Non

Basis Basis Basis 5/4

5. Kab. Muna 2003 1,07 0,35 0,79 0,56 0,98 1,15 0,46 1,05 1,33 7,74 2007 0,96 0,39 0,65 0,48 1,01 1,41 0,47 0,99 1,46 7,82 Rata- Rata 1,02 0,37 0,72 0,52 1,00 1,28 0,46 1,02 1,39 7,78 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non

Basis Basis Basis

Non Basis Non Basis Basis 4/5 2009 1,00 0,48 0,72 0,45 0,93 1,28 0,43 1,03 1,46 7,78 2013 1,15 0,29 0,80 0,48 0,87 1,29 0,44 0,86 1,70 7,87 Rata- Rata 1,07 0,38 0,76 0,46 0,90 1,29 0,43 0,94 1,58 7,82 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Non Basis Basis 3/6 6. Kab. Bombana 2003 1,48 0,52 0,23 0,42 1,21 0,69 0,22 0,95 1,01 6,74 2007 1,51 0,57 0,21 0,37 1,26 0,67 0,23 0,90 1,09 6,81 Rata- Rata 1,49 0,55 0,22 0,39 1,24 0,68 0,22 0,92 1,05 6,77 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis 3/6 2009 1,53 0,86 0,26 0,33 1,23 0,66 0,22 0,85 1,08 7,02 2013 1,60 0,85 0,30 0,34 1,45 0,62 0,24 0,71 1,27 7,38 Rata- Rata 1,57 0,86 0,28 0,33 1,34 0,64 0,23 0,78 1,17 7,20 Basis/ Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis 3/6

Sumber: Hasil analisis Location Quotient(LQ), data diolah dari BPS Kota Baubau, Kab: Buton,

Buton Utara, Wakatobi, Muna, Bombana dan Propinsi Sulawesi Tenggara, 2003-2014.

Keterangan:

LQ > 1 : menunjukkan bahwa sektor i yang terdapat di Kota Baubau, Kab. Buton, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab. Muna dan Kab. Bombana merupakan sektor basis

LQ < 1 : menunjukkan bahwa sektor i yang terdapat di Kota Baubau, Kab. Buton, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab. Muna dan Kab. Bombana merupakan sektor non basis

LQ = 1 : menunjukkan bahwa sektor i yang terdapat di Kota Baubau, Kab. Buton, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab. Muna dan Kab. Bombana bukan merupakan sektor basis, tetapi memiliki potensi menjadi sektor basis/eksport dan sektor ini hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal daerah

Tabel 25 memperlihatkan perbandingan nilai Location Quotient (LQ), dari masing-masing kabupaten/kota serta perkembangan sektor basis dan non basis tahun 2003 dan 2007-2009 dan 2013 kabupaten/kota se- Sultra Kepulauan, meliputi Kota Baubau dan wilayah hinterlandnya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana) adalah sebagai berikut:

Kota Baubau, hasil perhitungan rata-rata Location Quotient (LQ) tahun 2003 dan 2007 menunjukkan terdapat 6 (enam) sektor basis dan 3 (tiga) sektor non basis dengan rata-rata nilai LQ sebesar 10,66. Namun dalam tahun 2009 dan 2013 rata-rata nilai LQ memperlihatkan penurunan dibandingkan tahun 2003 dan 2007, tetapi secara umum dalam tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 6 (enam) sektor yang memiliki rata-rata nilai LQ>1 yaitu sektor tersebut adalah sektor Bangunan 2,46; jasa-jasa 1,96; listrik dan air bersih (1,32), perdagangan, hotel dan restoran (1,28), pengangkutan dan komunikasi (1,27) dan sektor keuangan, persewaaan dan jasa (1,12), sektor-sektor ini menjadi sektor basis. Sedang 3 (tiga) sektor memiliki nilai LQ<1 yaitu sektor industri pengolahan (0,45), pertanian (0,28) dan pertambangan dan pengalian (0,10) dikategorikan sebagai sektor non basis. Rata-rata nilai LQ tahun 2009 dan 2013 sebesar 10,31.

Kabupaten Buton, hasil analisis Location Quotient (LQ) tahun 2003 dan

2007 menunjukkan terdapat 5 (lima) sektor basis dan 4 (empat) non basis dengan rata-rata nilai LQ sebesar 8,20. Sedang pada tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 3 (tiga) sektor memiliki rata-rata nilai LQ>1 yaitu sektor jasa-jasa (1,45), pertanian (1,24) dan sektor pertambangan dan penggalian (1,06), sektor-sektor ini disebut sektor basis. Sedang 5 (lima) sektor yang memiliki nilai LQ<1 yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa (0,90), perdagangan, hotel dan restoran (0,89), listrik dan air bersih (0,56), bangunan (0,55), pengangkutan dan komunikasi (0,32) dikategorikan sebagai sektor non basis, dan terdapat 1 (satu) sektor yaitu sektor industri pengolahan (1,00) potensial menjadi sektor basis. Rata-rata nilai LQ tahun 2009 dan 2013 sebesar 8,07.

Kabupaten Buton Utara, hasil analisis Location Quotient (LQ) 2007

menunjukkan terdapat 2 (dua) sektor basis dan 7 (tujuh) non basis dengan rata- rata nilai LQ sebesar 6,97. Hasil analisis Location Quotient tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 3 (tiga) sektor yang memiliki rata-rata nilai LQ>1 yaitu sektor pertanian (1,54), jasa-jasa (1,34) dan sektor bangunan (1,21), sektor-sektor ini disebut sektor basis. Sedang 6 (enam) sektor memiliki nilai LQ<1 yaitu industri pengolahan (0,98), perdagangan, hotel dan restoran (0,68), keuangan, persewaan dan jasa (0,63), listrik dan air bersih (0,56), pengangkutan dan komunikasi (0,28) serta sektor pertambangan dan penggalian (0,12) dikategorikan sebagai sektor non basis. Rata-rata nilai LQ tahun 2009 dan 2013 sebesar 7,34.

Kabupaten Wakatobi, hasil analisis Location Quotient (LQ) tahun 2003

dan 2007 menunjukkan terdapat 4 (empat) sektor basis dan 5 (lima) non basis dengan rata-rata nilai LQ sebesar 9,62. Sedang analisis Location Quotient tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 5 (lima) yang memiliki rata-rata nilai LQ>1 yaitu sektor jasa-jasa (1,74), keuangan, persewaan dan jasa (1,25), perdagangan, hotel dan restoran (1,06), pertanian (1,04) dan sektor listrik dan air bersih (1,02), sektor-sektor ini disebut sektor basis. Sedang 4 (empat) sektor memiliki nilai LQ<1 yaitu sektor bangunan (0,79), pertambangan dan pengalian (0,72), industri pengolahan (0,67), dan sektor pengangkutan dan komunikasi (0,36) dikategorikan sektor non basis. Rata-rata nilai LQ tahun 2009 dan 2013 sebesar 8,64.

Kabupaten Muna, hasil analisis Location Quotient (LQ) tahun 2003 dan 2007 menunjukkan terdapat 4 (empat) sektor basis dan 4 (empat) non basis dan 1 (satu) potensial basis dengan rata-rata nilai LQ sebesar 7,78. Hasil analisis Location Quotient tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 3 (tiga) yang memiliki rata-rata nilai LQ>1 yaitu sektor jasa-jasa (1,58), diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (1,29), dan sektor pertanian (1,07), sektor-sektor ini disebut sektor basis. Sedang 6 (enam) sektor memiliki nilai LQ<1 yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa (0,94), bangunan (0,90), industri pengolahan (0,76), listrik dan air bersih (0,46), pengangkutan dan komunikasi (0,43) dan sektor pertambangan dan penggalian (0,38) dikategorikan sebagai sektor non basis. Rata-rata nilai LQ tahun 2009 dan 2013 sebesar 7,82.

Kabupaten Bombana, hasil analisis Location Quotient (LQ) tahun 2003

dan 2007 menunjukkan terdapat 3 (tiga) sektor basis dan 6 (enam) non basis dengan rata-rata nilai LQ sebesar 6,77. Hasil analisis Location Quotient tahun 2009 dan 2013 menunjukkan terdapat 3 (tiga) sektor yang memiliki rata-rata nilai LQ>1 yaitu sektor pertanian (1,57), bangunan (1,34) dan sektor jasa-jasa (1,17), sektor-sektor ini disebut sektor basis. Sedang 6 (enam) sektor memiliki nilai LQ<1 yaitu sektor pertambangan dan penggalian (0,86), keuangan, persewaan dan jasa (0,78), perdagangan, hotel dan restoran (0,64), listrik dan air bersih (0,33), industri pengolahan (0,28) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (0,23) dikategorikan sebagai sektor non basis. Rata-rata nilai LQ tahun 2009 dan 2013 sebesar 7,20.

Berdasarkan Tabel 25, hasil analisis nilai Location Quotient (LQ), perbandingan masing-masing sektor kabupaten/kota se Sultra Kepulauan tahun 2003 dan 2007 menunjukkan bahwa Kota Baubau memiliki 6 sektor basis dan 3 sektor non basis, Kabupaten Buton 4 sektor basis dan 5 sektor non basis, Kabupaten Buton Utara tahun 2007 terdapat 2 sektor basis dan 7 sektor non basis, Kabupaten Wakatobi 4 sektor basis dan 5 sektor non basis, Kabupaten Muna 4sektor basis, 4 sektor non basis dan 1 sektor potensial basis, dan Kabupaten Bombana 3 sektor basis dan 6 sektor non basis. Sedang tahun 2009 dan 2013 menunjukkan bahwa Kota Baubau memiliki 6 sektor basis dan 3 sektor non basis, Kabupaten Buton 3 sektor basis dan 6 sektor non basis, Kabupaten Buton Utara 3 sektor basis dan 6 sektor non basis, Kabupaten Wakatobi 5 sektor basis dan 4 sektor non basis, Kabupaten Muna 3 sektor basis dan 6 sektor non basis, dan Kabupaten Bombana 3 sektor basis dan 6 sektor non basis.

Dari besaran rata-rata LQ sektor-sektor Kota Baubau dibandingkan daerah sekitarnya tahun 2003 dan 2007 memperlihatkan rata-rata LQ Kota Baubau lebih besar yaitu sebesar 10,66, disusul oleh Kabupaten Buton sebesar 8,20, Kabupaten Buton Utara 6,97, Kabupaten Wakatobi sebesar 9,62, Kabupaten Muna 7,78, dan Kabupaten Bombana sebesar 6,77. Sedang tahun 2009 dan 2013, menunjukkan rata-rata LQ Kota Baubau lebih besar yaitu 10,31, disusul oleh Kabupaten Buton 8,07, Kabupaten Buton Utara 7,34, Kabupaten Wakatobi 8,64, Kabupaten Muna 7,82, dan Kabupaten Bombana 7,20. Perkembangan rata-rata LQ sektor-sektor Kota Baubau dibandingkan daerah sekitarnya (hinterland) dapat dilihat pada Gambar 27.

Sumber: BPS Kota Baubau, Kab: Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Bombana dan Propinsi Sulawesi Tenggara (2003- 2013)

Gambar 27 Perkembangan rata-rata LQ Kota Baubau dibandingkan daerah sekitarnya (hinterland) tahun 2003/2007 dan 2009/2013

Besarnya nilai Location Quotient (LQ) Kota Baubau dibandingkan daerah sekitarnya tahun 2009 dan 2013 karena terdapat 6 (enam) sektor basis yaitu bangunan, listrik dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa dan sektor jasa-jasa, sekalipun menunjukkan penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2013 namun sektor ini tetap menjadi sektor unggulan dalam perekonomian Kota Baubau, diasumsikan sektor- sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan lokal serta memiliki kelebihan produk yang bisa dijual kedaerah lainnya. Perkembangan sektor-sektor diatas sebagai sektor basis, tidak terlepas dari peranan dan pertumbuhan sektor-sektor tersebut dalam pembentukan PDRB Kota Baubau. Peranan tersebut ditunjukkan besarnya kontribusi dalam pembentukan PDRB. Tahun 2009 sektor listrik dan air bersih nilai PDRB sebesar Rp.7.051,56, tahun 2013 meningkat sebesar Rp. 11.241,74, sektor bangunan tahun 2009 sebesar Rp.139.915,65, tahun 2013 meningkat sebesar Rp.248.314,47, sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2009 sebesar Rp.156.796,43, tahun 2013 meningkat sebesar Rp.223.691,52, sektor pengangkutan dan komunikasi tahun 2009 sebesar Rp.82.611,47, tahun 2013 meningkat sebesar Rp.104.351,82, sektor keuangan persewaan dan jasa tahun 2009 sebesar Rp.49.099,12, tahun 2013 meningkat sebesar Rp.81.911,58 dan sektor jasa-jasa tahun 2009 sebesar Rp.167.297,95 tahun 2013 meningkat sebesar Rp.200.026,79.

Sedangkan 3 (tiga) sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, sekalipun bukan sektor basis bagi perekonomian Kota Baubau, namun dalam pembentukan PDRB sektor-sektor ini memperlihat perkembangan yang signifikan. Hal ini terlihat dari perkembangan PDRB sektor pertanian tahun 2009 sebesar Rp.62.820,01, tahun 2013 meningkat sebesar Rp. 70.027,82, sektor pertambangan dan penggalian tahun 2009 sebesar Rp. 3.864,93, tahun 2013 meningkat sebesar Rp. 7.777,80, dan sektor industri pengolahan tahun 2009 sebesar Rp. 30.701,53, tahun 2013 meningkat sebesar Rp. 40.413,40.

Pada Tabel 25 menarik untuk dicermati, dimana hasil perhitungan LQ Kota Baubau selama periode 2003 dan 2007-2009 dan 2013, sektor pertanian, pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan tidak pernah memiliki nilai LQ>1, sebaliknya sektor listrik, gas, dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa dan sektor jasa-jasa memiliki nilai LQ>1. Melihat banyaknya sektor basis/unggulan berdasarkan perhitungan rata-rata LQ ini, penetapan Kota Baubau sebagai pusat pertumbuhan di Sultra Kepulauan cukup tepat.

Hasil analisis Location Quotient (LQ) sektor-sektor dalam perekonomian wilayah se-Priangan Timur tahun 2003 dan 2007-2009 dan 2013 meliputi Kota