• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI WILAYAH, PERKEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN DAN DAYA SAING WILAYAH

DAFTAR LAMPIRAN

5 KLASIFIKASI WILAYAH, PERKEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN DAN DAYA SAING WILAYAH

Sejak berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi, setiap daerah otonom termasuk di dalamnya daerah pemekaran baru di berikan kebebasan untuk menentukan arah pembangunan ekonominya sendiri. Pemberian kewenangan tersebut kepada pemerintah daerah tidak lain, karena daerah dianggap lebih mengetahui potensi dan kemampuan daerahnya masing-masing ketimbang Pemerintah Pusat, sehingga diharapkan pemerintah daerah dapat menganggarkan anggarannya dalam membiayai program dan kegiatan bagi pembangunan di daerahnya. Pertambahan jumlah daerah otonom baru menyebabkan semakin beratnya beban anggaran bagi APBN, kondisi ini berpengaruh terhadap pengalokasikan anggaran pembangunan setiap tahunnya di daerah yang cenderung menurun. Untuk itu pemerintah daerah khususnya daerah pemekaran harus mampu mengelola potensi yang ada semaksimal mungkin untuk mengembangkan pembangunan ekonomi didaerahnya. Penentuan skala prioritas mengenai sektor- sektor yang menghasilkan percepatan pertumbuhan ekonomi didaerah harus lebih diutamakan pengembangannya. Sebaliknya kesalahan dalam pemilihan sektor ekonomi akan menyebabkan pemborosan anggaran dan perekonomian daerah tidak akan berkembang. Oleh karena itu penentuan kebijakan dalam pengembangan suatu sektor perekonomian harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh data yang akurat yang tersedia di daerah serta mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable) pembangunan ekonomi.

Model pengembangan daerah yang dapat diterapkan pada kawasan-kawasan pengembangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada daerah-daerah yang ada di Indonesia. Karena, dengan adanya pengembangan wilayah ini dapat merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi, yang pada akhirnya turut berdampak terhadap pengembangan kegiatan pembangunan wilayah. Adanya pengembangan wilayah pada pusat-pusat pertumbuhan tersebut juga akan diikuti oleh pembangunan infrastruktur, transportasi, komunikasi dan kelembagaan sosial yang secara alami dapat meningkatkan daya tarik investasi. Implikasinya terhadap kegiatan ekonomi yang terjadi di masyarakat adalah, bagaimana hasil produksi dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut, dapat dipakai untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang berada di daerah sekitar pusat pertumbuhan (hinterland), sedangkan sisi lainnya adalah produksi hasil daerah hinterland tersebut juga dipakai untuk kegiatan ekonomi yang ada di pusat pertumbuhan. Oleh karena itu, dengan kebijakan yang diambil di pusat pertumbuhan tersebut dapat dijadikan sebagai generator untuk mendukung kegiatan ekonomi daerah sekitar. Pusat pertumbuhan dapat diaplikasikan untuk menjembatani perbedaan peluang-peluang kegiatan ekonomi yang ada. Kondisi ini akan menciptakan hubungan timbal balik yang akan menjadi generator bagi pertumbuhan perekonomian daerah.

Analisis dilakukan pada dua kota pemekaran tahun 2001 yaitu Kota Baubau yang berada pada wilayah kepulauan Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada pada Kawasan Timur Indonesia dan Kota Tasikmalaya yang berada di wilayah Priangan Timur Propinsi Jawa Barat yang berada pada Kawasan Barat Indonesia. Analisis perekonomian wilayah yang dilakukan meliputi klasifikasi dan perkembangan struktur perekonomian wilayah, sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan dan daya saing wilayah, perkembangan wilayah, pengaruh/interaksi perekonomian wilayah dan daya tarik wilayah dibandingkan dengan daerah

sekitarnya (hinterland). Hasil penelitian lapangan yang telah dilaksanakan disajikan dalam uraian berikut beserta dengan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber seperti BPS, Bappeda maupun dinas dan sumber lain yang terkait dan relevan dengan penelitian ini.

Klasifikasi Wilayah dan Perkembangan Struktur Perekonomian Wilayah

1. Klasifikasi Pertumbuhan Kabupaten/Kota

Untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita daerah/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK) maka digunakan analisis tipologi klassen. Analisis tipologi klassen daerah digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita daerah/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan suatu daerah. Kedua indikator utama kemudian terbagi dalam dua sumbu yaitu sumbu vertikal merupakan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan sumbu horizontal merupakan rata-rata pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan. Model tipologi klasen mengklasifikasi daerah menjadi empat yaitu: daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah berkembang cepat (high growth but low income), daerah maju tetapi tertekan (high income but low growth), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal 1997; Kuncoro 2013).

Kriteria yang dipergunakan dalam mengklasifikasi kabupaten/kota dalam penelitian ini adalah:

1) Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), yaitu kabupaten/kota yang memiliki rata- rata tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kabupaten/kota se propinsi; 2) Daerah berkembang cepat (high growth but low income), yaitu kabupaten/kota

yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi memiliki rata-rata pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten/kota se propinsi; 3) Daerah maju tetapi tertekan (high income but low growth), yaitu

kabupaten/kota yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan yang tinggi, tetapi memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten/kota se propinsi;

4) Daerah relatif tertinggal (low growth and low income), yaitu kabupaten/kota yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten/kota se propinsi.

Untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan kriteria tersebut, maka data yang disajikan yaitu perkembangan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan tahun 2009-2013. Berdasarkan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB ADHK 2000 dihitung nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata- rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan kabupaten/kota se

Provinsi Sulawesi Tenggara dan se Propinsi Jawa Barat tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan pendapatan per kapita/produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan tahun 2009-2013 kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten/Kota se Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013

N

o Kab/Kota

Pertumbuhan Ekonomi (PE) Total PE

2009-2013 Rata-rata PE 2009- 2013 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Baubau 10,79 9,18 9,33 9,21 8,22 46,73 9,35 2. Kota Kendari 11,88 9,89 10,02 9,57 8,93 50,29 10,06

3. Kab. Buton Utara 10,56 9,15 9,32 8,14 9,46 46,63 9,33

4. Kab. Konawe Utara 11,99 8,22 9,01 7,43 7,44 44,09 8,82

5. Kab. Kolaka Utara 7,08 7,25 8,93 10,68 9,33 43,27 8,65

6. Kab. Wakatobi 13,67 11,54 10,38 9,56 8,04 53,19 10,64

7. Kab. Bombana 7,74 8,06 7,49 9,76 8,86 41,91 8,38

8. Kab. Konawe Selatan 11,68 9,72 8,06 9,23 7,48 47,17 9,43

9. Kab. Kolaka 11,96 12,04 13,07 14,94 7,36 59,37 11,87

10. Kab. Konawe 9,71 6,68 7,89 9,01 6,65 39,94 7,99

11. Kab. Muna 7,81 6,82 7,80 7,15 7,23 36,81 7,36

12. Kab. Buton 8,60 7,73 10,84 9,11 8,63 44,91 8,98

Nilai Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota 9,22

Sulawesi Tenggara 7,57 8,22 8,96 10,41 7,28 42,44 8,49

Sumber: data diolah dari BPS Kota : Baubau, Kendari (2009-2014) Kab: Buton Utara, Konawe Utara, Kolaka Utara, Wakatobi, Bombana, Konawe Selatan, Kolaka, Konawe, Muna dan Kab. Buton, (2009-2014), BPS Pusat (2009-2013).

Tabel 19 terlihat rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 12 (duabelas) kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013 sebesar 9,22 persen lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013 sebesar 8,49 persen. Sedang pada nilai rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) 12 (duabelas) kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013 adalah sebesar Rp. 1.058,53 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009- 2013 sebesar Rp. 12.836,63. Perkembangan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) 12 (duabelas) kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Perkembangan PDRB ADHK 2000 Kabupaten/Kota se Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013

No Kab/Kota PDRB ADHK 2000 Total PDRB 2009-2013 Rata-rata PDRB 2009-2013 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kota Baubau 700,16 764,46 835,77 912,76 987,76 4.200,91 840,18 2. Kota Kendari 1.823,95 2.004,36 2.205,21 2.416,18 2.632,00 11.081,70 2.216,34

3. Kab. Buton Utara 334,37 364,96 398,99 431,46 472,26 2.002,04 400,41

4. Kab. Konawe Utara 336,10 363,74 398,99 425,96 458,00 1980,3 396,06

5. Kab. Kolaka Utara 810,68 869,45 947,13 1.048,31 1146,16 4.821,73 964,35

6. Kab. Wakatobi 234,70 261,79 288,89 316,61 342,06 1.444,05 288,81

7. Kab. Bombana 388,83 420,17 451,64 495,72 539,62 2.295,98 459,20

8. Kab. Konawe Selatan 940,56 1.032,00 1.115,14 1.218,05 1.309,17 5.614,92 1.122,98

9. Kab. Kolaka 2.615,47 2.930,32 3.313,20 3.808,06 3.331,84 15.998,89 3.199,78 10. Kab. Konawe 858,06 915,36 987,60 1.076,54 1.004,26 4.841,82 968,36 11. Kab. Muna 1.041,77 1.112,81 1.199,57 1.285,34 1.378,24 6.017,73 1.203,55 12. Kab. Buton 651,12 701,45 777,46 848,26 921,49 3.899,78 779,96 Total PDRB Tahun 10.735,77 11.740,87 12.917,10 14.283,25 13.834,69 12.839,97 Rata-rata PDRB 894,65 978,41 1.076,43 1.190,27 1.152,89 1.070,36

Sumber: data diolah dari BPS Kota : Baubau, Kendari (2009-2014) Kab: Buton Utara, Konawe Utara, Kolaka Utara, Wakatobi, Bombana, Konawe Selatan, Kolaka, Konawe, Muna dan Kab. Buton, (2009-2014), BPS Pusat (2009-2013).

Tabel 19 dan 20 menunjukkan nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan nilai rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) 12 (duabelas) kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013. Dengan menggunakan software SPSS 16.0, dibuat tipologi klasen berdasarkan 4 (empat) kuadran yaitu kuadran I (pertama) daerah maju dan cepat tumbuh, kuadran II (kedua) daerah berkembang cepat, kuadran III (ketiga) daerah maju tetapi tertekan dan kuadran IV (keempat) daerah relatif tertinggal. Dalam analisis tipologi klasen sumbu vertikalnya menjelaskan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) 12 (duabelas) kabupaten/kota sebesar 9,22 persen dan sumbu horisontalnya menjelaskan rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) kabupaten/kota dalam jutaan rupiah sebesar Rp.1.058,53. Hasil analisis tipologi klasen kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 23.

Sumber: data diolah dari BPS Kota : Baubau, Kendari (2009-2014) Kab: Buton Utara, Konawe Utara, Kolaka Utara, Wakatobi, Bombana, Konawe Selatan, Kolaka, Konawe, Muna dan Kab. Buton, (2009-2014), BPS Pusat (2009-2013).

Gambar 23 Klasifikasi Kabupaten/Kota se-Propinsi Sulawesi Tenggara dan Posisi Kota Baubau dan wilayah hinterland menurut Tipologi Klassen.

Gambar 23 menunjukkan hasil analisis Tipologi Klassen terhadap 12 (dua belas) kabupaten/kota se-Propinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan, terdapat 3 (tiga) kabupaten/kota dengan klasifikasi daerah maju dan cepat tumbuh, yaitu Kabupaten Kolaka, Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan. Kabupaten/kota dengan klasifikasi daerah berkembang cepat, terdapat 3 (tiga) yaitu Kabupaten Wakatobi, Kota Baubau dan Kabupaten Buton Utara. Klasifikasi daerah maju tapi tertekan terdapat 1 (satu) kabupaten yaitu Kabupaten Muna. Sedangkan kabupaten dengan klasifikasi daerah relatif tertinggal, terdapat 5

Daerah maju dan cepat tumbuh Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal

(lima) kabupaten yaitu Kabupaten Buton, Konawe Utara, Kolaka Utara, Bombana dan Kabupaten Konawe.

Berdasarkan hasil analisis tipologi klasen pada Gambar 23, untuk menggambarkan posisi perekonomian kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara (Sultra) Kepulauan meliputi Kota Baubau dan wilayah hinterlandnya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana), menunjukkan Kota Baubau masuk daerah dengan klasifikasi daerah berkembang cepat, dibandingkan dengan wilayah hinterlandnya, masing-masing yaitu Kabupaten Wakatobi dan Buton Utara masuk daerah dengan klasifikasi daerah berkembang cepat. Kabupaten Muna merupakan daerah dengan klasifikasi daerah maju tapi tertekan. Sedang Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, merupakan daerah dengan klasifikasi daerah relatif tertinggal.

Posisi Kota Baubau sebagai daerah berkembang cepat, menunjukkan rata- rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebesar 9,35 persen, dibandingkan daerah hinterlandnya dengan klasifikasi daerah berkembang cepat, yaitu Kabupaten Wakatobi memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sebesar 10,06 persen, namun terhadap Kabupaten Buton Utara dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 9,33 persen, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Baubau lebih tinggi. Sedang 3 (tiga) daerah lainnya yaitu Kabupaten Muna sebesar 7,36 persen, Kabupaten Buton sebesar 8,93 persen dan Kabupaten Bombana sebesar 8,38 persen, memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi masih dibawah Kota Baubau. Pada laju pertumbuhan PDRB ADHK 2000, terdapat 3 (tiga) daerah dengan klasifikasi daerah berkembang cepat yaitu Kota Baubau memiliki rata-rata PDRB ADHK 2000 Rp. 840,18 milyar, lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Wakatobi sebesar Rp. 288,81 milyar dan Kabupaten Buton Utara Rp. 400,41 milyar. Terhadap 2 (dua) daerah dengan klasifikasi daerah relatif tertinggal yaitu Kabupaten Buton sebesar Rp. 779,99 milyar dan Kabupaten Bombana sebesar Rp.459,20 milyar, rata-rata PDRB ADHK Kota Baubau lebih besar, namun terhadap Kabupaten Muna dengan rata- rata PDRB ADHK sebesar Rp. 1.203,55 triliun, rata-rata PDRB ADHK Kota Baubau masih lebih kecil.

Struktur perekonomian Kota Baubau lebih mengandalkan sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa keuangan dan sektor jasa-jasa. Kelima sektor tersebut memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Baubau sehingga membuat posisi Kota Baubau dalam tipologi klassen masuk daerah dengan klasifikasi daerah berkembang cepat.

Untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota se Propinsi Jawa Barat dalam analisis tipologi klasen, berikut ini disajikan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK) kabupaten/kota se Propinsi Jawa Barat tahun 2009-2013. Berdasarkan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB ADHK 2000

dihitung nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan kabupaten/kota se Propinsi Jawa Barat tahun 2009 -2013 pada Tabel 21.

Tabel 21 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten/Kota se Propinsi Jawa Barat tahun 2009-2013

N

o Kab/Kota

Pertumbuhan Ekonomi (PE) Total PE

2009-2013 (5 thn) Rata-rata PE 2009- 2013 (5 thn) 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kab. Bogor 4,14 5,09 5,96 5,99 6,04 27,22 5,44 2. Kab. Sukabumi 3,65 4,02 4,07 4,34 4,70 20,78 4,16 3. Kab. Cianjur 3,93 4,53 4,74 5,08 4,67 22,95 4,59 4. Kab. Bandung 4,34 5,88 5,94 6,15 5,96 28,27 5,65 5. Kab. Garut 5,57 5,34 5,48 4,61 4,82 25,82 5,16 6. Kab. Tasikmalaya 4,15 4,27 4,32 4,32 4,46 21,52 4,30 7. Kab. Ciamis 4,92 5,07 5,11 4,99 5,02 25,11 5,02 8. Kab. Kuningan 4,39 4,99 5,43 4,73 4,84 24,38 4,88 9. Kab. Cirebon 5,08 4,96 5,03 4,81 4,83 24,71 4,94 10. Kab. Majalengka 4,73 4,59 4,67 4,76 4,87 23,62 4,72 11. Kab. Sumedang 4,76 4,22 4,82 4,69 4,60 23,09 4,62 12. Kab. Indramayu 1,87 4,03 4,89 5,03 3,33 19,15 3,83 13. Kab. Subang 4,63 4,34 4,45 4,52 3,10 21,04 4,21 14. Kab. Purwakarta 5,28 5,77 6,40 6,31 7,39 31,15 6,23 15. Kab. Karawang 7,40 11,87 8,97 5,44 7,92 41,60 8,32 16. Kab. Bekasi 5,04 6,18 6,21 6,19 6,11 29,73 5,95

17. Kab. Bandung Barat 4,64 5,47 5,75 6,04 5,94 27,84 5,57

18. Kab. Pangandaran - - 4,62 4,79 4,85 14,26 2,85 19. Kota Bogor 6,02 6,14 6,19 6,15 5,86 30,36 6,07 20. Kota Sukabumi 6,14 6,11 6,31 5,29 4,88 28,73 5,75 21. Kota Bandung 8,34 8,45 8,73 8,98 8,87 43,37 8,67 22. Kota Cirebon 5,05 3,81 5,93 5,57 4,79 25,15 5,03 23. Kota Bekasi 4,13 5,84 7,08 6,85 6,81 30,71 6,14 24. Kota Depok 6,22 6,36 6,58 7,15 6,92 33,23 6,65 25. Kota Cimahi 4,63 5,30 5,56 5,24 5,18 25,91 5,18 26. Kota Tasikmalaya 5,72 5,73 5,81 5,89 5,92 29,07 5,81 27. Kota Banjar 5,13 5,28 5,35 5,26 5,34 26,36 5,27

Nilai Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota 5,37

Jawa Barat 4,19 6,20 6,48 6,21 6,06 5,83

Sumber: data diolah dari BPS Pusat (2009-2013) dan Propinsi Jawa Barat (20013).

Tabel 21 menunjukkan nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) 27 (dua puluh tujuh) kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 sebesar 5,37 persen lebih kecil dibandingkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 sebesar 5,83 persen. Sedang rata-rata Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK 2000) 27 (dua puluh tujuh) kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat tahun 2009- 2013 adalah sebesar Rp. 12.236,09 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 sebesar Rp. 334.082,80. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK 2000) 27 (dua puluh tujuh) kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Perkembangan PDRB ADHK 2000 Kabupaten/Kota se Propinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 No Kab/Kota PDRB ADHK 2000 Total PDRB 2009-2013 (5 thn) Rata-rata PDRB 2009-2013 (5 thn) 2009 2010 2011 2012 2013 1. Kab. Bogor 30.952,14 32.526,4 5 34.464,84 36.530,7 4 38.738,21 173.212,38 34.642,48 2. Kab. Sukabumi 8.308,06 8.641,73 8.993,02 9.030,82 9.924,63 44.898,26 8.979,65 3. Kab. Cianjur 7.940,20 8.299,88 8.693,51 9.135,00 9.561,00 43.629,59 8.725,92 4. Kab. Bandung 20.527,54 21.734,6 6 23.026,24 24.443,0 0 25.899,00 115.630,44 23.126,09 5. Kab. Garut 10.568,75 11.133,6 3 11.743,83 12.284,5 4 12.876,41 58.607,16 11.721,43 6. Kab. Tasikmalaya 5.291,16 5.517,02 5.755,15 5.995,40 6.262,92 28.821,65 5.764,33 7. Kab. Ciamis 7.071,05 7.426,48 7.809,16 8.198,90 8.610,62 39.116,21 7.823,24 8. Kab. Kuningan 3.778,70 3.967,07 4.182,40 4.380,00 4.592,00 20.900,17 4.180,03 9. Kab. Cirebon 7.746,39 8.130,33 8.539,33 8.949,93 9.382,18 42.748,16 8.549,63 10. Kab. Majalengka 4.233,44 4.427,89 4.634,80 4.885,36 5.091,67 23.273,16 4.654,63 11. Kab. Sumedang 5.381,58 5.608,74 5.879,09 6.154,59 6.437,59 29.461,59 5.892,32 12. Kab. Indramayu 13.799,70 14.356,3 6 15.058,62 15.815,0 0 16.342,00 75.371,68 15.074,34 13. Kab. Subang 7.066,55 7.373,21 7.701,02 8.049,45 8.329,45 38.519,68 7.703,94 14. Kab. Purwakarta 6.849,56 7.244,68 7.708,47 8.194,70 8.800,22 38.797,63 7.759,53 15. Kab. Karawang 19.712,34 21.615,1 8 23.211,99 25.339,0 0 27.346,00 117.224,51 23.444,90 16. Kab. Bekasi 51.789,57 54.989,4 1 58.406,01 62.021,9 5 65.810,68 293.017,62 58.603,52

17. Kab. Bandung Barat 7.623,01 8.040,22 8.502,53 9.016,25 9.552,08 42.734,09 8.546,82

18. Kab. Pangandaran - - 2.151,97 2.255,07 2.364,50 6.771,54 2.257,18 19. Kota Bogor 4.508,71 4.785,43 5.081,48 5.394,00 5.710,00 25.479,62 5.095,92 20. Kota Sukabumi 1.810,15 1.920,73 2.041,97 2.149,89 2.255,00 10.177,74 2.035,55 21. Kota Bandung 29.228,27 31.697,2 8 34.463,63 37.558,3 2 40.890,01 173.837,51 34.767,50 22. Kota Cirebon 5.054,26 5.246,86 5.557,95 5.867,25 6.148,00 27.874,32 5.574,86 23. Kota Bekasi 14.622,59 15.476,1 1 16.571,54 17.706,4 1 18.912,21 83.288,86 16.657,77 24. Kota Depok 6.129,57 6.519,33 6.948,50 7.446,00 7.961,00 35.004,40 7.000,88 25. Kota Cimahi 6.181,40 6.509,31 6.871,22 7.231,38 7.606,15 34.399,46 6.879,89 26. Kota Tasikmalaya 3.668,63 3.878,72 4.104,24 4.345,86 4.603,15 20.600,60 4.120,12 27. Kota Banjar 712,21 749,85 789,96 831,48 875,90 3.959,40 791,88

Total PDRB kabupaten/kota Tahun 1.647.357,43 330.374,36

Nilai Rata-Rata PDRB Kab/Kota ADHK 2000 se Propinsi Jawa Barat Tahun 2009-2013 12.236,09

Sumber: data diolah dari BPS Pusat (2009-2013) dan BPS Jawa Barat (2013).

Berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) 27 (dua puluh tujuh) kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013, dengan menggunakan software SPSS 16.0, dibuat tipologi klasen berdasarkan 4 (empat) kuadran yaitu kuadran I (pertama) daerah maju dan cepat tumbuh, kuadran II (kedua) daerah berkembang cepat, kuadran III (ketiga) daerah maju tetapi tertekan dan kuadran IV (keempat) daerah relatif tertinggal. Analisis tipologi klasen menunjukkan 2 (dua) sumbu, masing-masing sumbu vertikalnya menjelaskan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) kabupaten/kota sebesar 5,38 persen dan sumbu horisontalnya menjelaskan rata-rata produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (PDRB ADHK 2000) 27 (dua puluh tujuh) kabupaten/kota dalam milyar rupiah sebesar Rp.12.236,09. Hasil analisis tipologi klassen kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 24.

Sumber: data diolah dari BPS Kota : Tasikmalaya dan Banjar (2009-2014) Kab: Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Kab. Pangandaran (2009-2014), BPS Pusat (2009-2013) dan BPS Jawa Barat (2013).

Gambar 24 Klasifikasi Kabupaten/Kota se-Propinsi Jawa Barat dan Posisi Kota Tasikmalaya dan wilayah hinterland menurut Tipologi Klassen Keterangan :

Kb. Bgr = Kab. Bogor Kb. Mjlk = Kab. Majalengka Kt. Bgr = Kota Bogor Kb. Skb = Kab. Sukabumi Kb. Smd = Kab. Sumedang Kt. Skb = Kota Sukabumi Kb. Cjr = Kab. Cianjur Kb. Idmy = Kab. Indramayu Kt. Bdg = Kota Bandung Kb. Bdg = Kab. Bandung Kb. Sbg = Kab. Subang Kt. Crb = Kota Cirebon Kb. Grt = Kab.Garut Kb. Pwk = Kab. Purwakarta Kt. Bks = Kota Bekasi Kb. Tsm = Kab.Tasikmalaya Kb. Krw = Kab. Karawang Kt. Dpk = Kota Depok Kb. Cms = Kab. Ciamis Kb. Bks = Kab. Bekasi Kt. Cmh = Kota Cimahi Kb. Kng = Kab. Kuningan Kb. Bdg Brt = Kab.Bandung Barat Kt. Tsm = Kota Tasikmalaya Kb. Crb = Kab. Cirebon Kb. Pgd = Kab. Pangandaran Kt. Bjr = Kota Banjar

Gambar 24 memperlihatkan dari hasil analisis Tipologi Klassen 27 (dua puluh tujuh) kabupaten/kota se-Propinsi Jawa Barat tahun 2009-2013, menunjukkan untuk klasifikasi daerah maju dan cepat tumbuh, terdapat 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Karawang, Kota Bandung dan Bekasi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi. Daerah dengan klasifikasi daerah berkembang cepat terdapat 6 kabupaten/kota yaitu Kota Depok, Kabupaten Purwakarta, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi dan Kabupaten Bandung Barat. Daerah dengan klasifikasi daerah maju tapi tertekan terdapat 1 daerah yaitu Kabupaten Indramayu, dan daerah dengan klasifikasi daerah relatif tertinggal terdapat 14 kabupaten/kota yaitu Kota Banjar, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Pangandaran.

Berdasarkan analisis tipologi klasen pada Gambar 24, untuk menggambarkan posisi kabupaten/kota se Priangan Timur meliputi Kota Tasikmalaya dan wilayah hinterlandnya dalam analisis tipologi klasen tahun 2009-2013, menunjukkan Kota Tasikmalaya merupakan daerah dengan klasifikasi

Daerah maju dan cepat tumbuh Daerah berkembang cepat Daerah maju tetapi tertekan Daerah relatif tertinggal

daerah berkembang cepat, dibandingkan dengan wilayah hinterlandnya yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran, masuk dalam kategori daerah relatif tertinggal. Posisi Kota Tasikmalaya sebagai daerah berkembang cepat, karena memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebesar 5,81 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Tasikmalaya 4,30 persen, Kabupaten Garut 5,16 persen, Kabupaten Ciamis 5,02 persen, Kota Banjar 5,27 persen dan Kabupaten Pangandaran 2,85 persen. Namun untuk rata-rata PDRB ADHK 2000 kabupaten/kota se Priangan Timur, PDRB Kota Tasikmalaya sebesar Rp. 4.120,12 triliun relatif kecil dibandingkan Kabupaten Tasikmalaya Rp. 5.764,33 triliun, Kabupaten Garut Rp. 11.721,43 triliun dan Kabupaten Ciamis Rp. 7.823,24 triliun. Sebaliknya terhadap Kota Banjar sebesar Rp. 791,88 milyar dan Kabupaten Pangandaran sebesar Rp. 2.257,18 triliun, rata-rata PDRB ADHK 2000 Kota Tasikmalaya lebih besar.

Analisis tipologi klasen memperlihatkan baik Kota Baubau maupun Kota Tasikmalaya termasuk daerah dengan klasifikasi daerah cepat berkembang, artinya bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) kedua kota cukup tinggi namun rata-rata PDRB ADHK relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB ADHK kabupaten/kota se Propinsi Sulawesi Tenggara dan se Propinsi Jawa Barat (Gambar 25).

Gambar 25 Perbandingan Klasifikasi Kabupaten/Kota se-Sultra Kepulauan dan Priangan Timur dan Posisi Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya menurut Tipologi Klassen

Gambar 25 memperlihatkan perbandingan posisi 2 (dua) kota wilayah penelitian dalam tipologi klasen yaitu Kota Baubau Propinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat, menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Baubau adalah sebesar 9,35 persen, lebih besar dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya sebesar 5,81 persen. Namun untuk rata-rata PDRB ADHK 2000, memperlihatkan PDRB Kota Baubau sebesar Rp. 840,18 milyar lebih kecil jika dibandingkan dengan PDRB ADHK 2000 Kota Tasikmalaya sebesar Rp. 4.120,12 triliun.

(A) Tipologi Klasen Kab/Kota Sultra

Kepulauan Propinsi Sulawesi Tenggara

(B) Tipologi Klasen Kab/Kota Priangan