• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada dua kota hasil pemekaran tahun 2001 yaitu Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya yang memiliki karakteristik sebagai pusat pertumbuhan. Pemilihan kedua lokasi penelitian untuk membandingkan 2 (dua) kota hasil pemekaran potensial berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, dimana Kota Baubau berada di Kawasan Timur Indonesia serta merupakan kota pesisir/kepulauan dan Kota Tasikmalaya berada di Kawasan Barat Indonesia serta merupakan kota daratan.

Penelitian direncanakan pada bulan Juli 2014 sampai dengan Desember 2014.

Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Tenggara dan Propinsi Jawa Barat (2012)

Gambar 9 Peta lokasi penelitian di Kota Tasikmalaya dan Kota Baubau

Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan informan kunci di lapangan melalui wawancara dan menggunakan pertanyaan/ kuisioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan penelitian. Data primer yang dikumpulkan adalah; data karakteristik responden (umur, perkerjaan dan pendidikan formal). Data persepsi stakeholder mengenai manfaat pemekaran daerah dan data persepsi masyarakat mengenai dampak pemekaran terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Data sekunder adalah data diperoleh dan dikumpulkan dari berbagai literatur maupun referensi, dari berbagai laporan maupun penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Data sekunder juga diperoleh dari instansi dan dinas-dinas yang terkait dengan penelitian ini, seperti BPS, Bappeda, Dinas Pendapatan Daerah maupun data yang dikumpulkan dan bersumber dari lembaga pemerintah seperti; data PDRB, APBD, RPJMD, RTRW, gambaran umum daerah penelitian yang meliputi aspek fisik, sosial, ekonomi, budaya dan data sekunder lainnya.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota hasil pemekaran yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 8 (delapan) kabupaten dan 1 (satu) kota dan kabupaten/kota hasil hasil pemekaran yang berada di Propinsi Jawa Barat sebanyak 4 (empat) kota dan 2 (dua) kabupaten serta kabupaten induk sebagai kabupaten kontrol. Sampel penelitian adalah Kota Baubau terdiri dari 8 kecamatan dan Kota Tasikmalaya terdiri dari 10 kecamatan. Pemilihan sampel Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya karena 2 kota tersebut merupakan salah satu kota yang pertama kali dimekarkan sejak Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 diberlakukan, dimana Kota Baubau berada di Kawasan Timur Indonesia serta merupakan kota pesisir/kepulauan dan Kota Tasikmalaya berada di Kawasan Barat Indonesia serta merupakan kota daratan yang memiliki karakteristik sebagai pusat pertumbuhan serta berada pada satu kawasan dikelilingi oleh beberapa kabupaten/kota disekitarnya.

Untuk mencapai tujuan penelitian maka responden diambil/dipilih secara disengaja (purposive sampling) dari kalangan legislatif, eksekutif (birokrasi) dan masyarakat yang dianggap mengetahui tentang permasalahan penelitian (Juanda 2009). Pemilihan dengan disengaja (purposive sampling) dalam penelitian untuk meminimalisir terjadinya bias dalam pengambilan data primer, sehingga diharapkan dengan responden yang mempunyai wawasan terhadap masalah yang diteliti dapat diperoleh jawaban sesuai dengan permasalahan dimaksud. Jumlah responden dalam penelitian ini masing – masing diambil dari: Legislatif (DPRD) sebanyak 5 orang; Eksekutif (birokrasi) masing – masing sebagai key person Walikota, Wakil Walikota dan Sekretaris Kota, sedang dari Dinas/Badan/Kantor dipilih 8 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan tujuan penelitian masing – masing setiap SKPD dipilih 3 orang responden (eselon II, III, dan IV/Staff); masyarakat diambil dari kecamatan sampel masing-masing 3 orang responden. Pemilihan kecamatan diambil masing-masing kecamatan yang berada di pusat kota, pinggiran dan luar kota. Dari setiap kecamatan sampel kemudian diambil 3 orang responden masing-masing dari 3 kelurahan yang berbeda, yaitu kelurahan yang berada di pusat kecamatan, kelurahan berada pada wilayah tengah dan luar/pinggiran kecamatan; sedang pengusaha/investor dan akademisi masing- masing diambil 2 orang responden, seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah Responden Penelitian

No. Lembaga/Intansi Jumlah Responden Keterangan Kota Bau-Bau Kota Tasikmalaya

1. DPRD (Legislatif) 5 orang 5 orang Ketua 1 orang; Wakil ketua 2 orang dan anggota 2 orang. 2. Birokrasi (Eksekutif) Dinas/Badan/Kantor (10) 3 orang x 8 =27 responden 3 orang x 8 = 27 responden

Walikota, Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah. Eselon II = 1 orang Eselon III = 1 orang Eselon IV/staf = 1 orang. 3. Kecamatan 3 orang x 5 kecamatan =15 responden 3 orang x 6 kecamatan = 18 responden

Terdiri tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh dan

mengetahui seputar permasalahan pemekaran wilayah.

4. Pengusaha/investor 2 orang 2 orang Pengusaha lokal 5. Akademisi 2 orang 2 orang Mewakili universitas

Jumlah responden penelitian tersebut diatas untuk mengetahui persepsi masyarakat (stakeholder) manfaat pemekaran wilayah dan analisis hirarki proses (AHP).

Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian sebagaimana dikemukakan pada Bab I. Untuk itu dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

Tabel 8 Tujuan penelitian, Uraian data yang dibutuhkan, Jenis data, Teknik Pengumpulan Data, Alat/Metode Analisis dan Output yang di harapkan

No Tujuan Penelitian Uraian Data yang dibutuhkan Jenis Data yang diperoleh Teknik Pengumpul an Data Alat/ Metode Analisis Output yang diharapkan 1. Menganalisis perkembangan struktur perekonomian wilayah dan sektor unggulan yang menjadi daya saing wilayah Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya dibandingkan dengan daerah sekitarnya (hinterland). Data – data sosial (pemerintah an, fasilitas umum). Data – data Ekonomi (PDRB kab/kota/pro pinsi, PDRB perkapita kab/kota/pro pinsi, PDRB persektor. Primer. Sekunder. Kuesioner. Studi/Penga matan lapangan. Studi literatur. Analisis Shift Share (SSA) Mengetahui keunggulan kompetitif sektor- sektor dua kota. Mengetahui/memba ndingkan sektor- sektor dgn daerah yang diatasnya. Mengetahui cepat/ lambat perkembangan/ pergeseran sektor. Analisis Location Quotient (LQ) Mengetahui sektor basis dan non basis sebagai sektor- sektor potensial pendorong pertumbuhan dua kota. Indeks Diversity Entropi Mengetahui tingkat perkembangan struktur perekonomian wilayah (Wilayah berkembang=nilai IDE besar; wilayah kurang berkembang = nilai IDE kecil. 2. Menganalisis perkembangan wilayah dan pengaruh/ interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya dengan daerah sekitarnya (hinterland). Data – data Ekonomi (PDRB kab/kota/pro pinsi, PDRB perkapita kab/kota/pro pinsi, PDRB persektor. Sekunder. Kuesioner. Studi/Penga matan lapangan. Studi literatur. Tipologi Klassen Memetakan/mengkl asifikasikan dua kota pemekaran dgn kabupaten lain di propinsi. Analisis Skalogram Mengetahui ketersediaan fasilitas perkotaan yang dimiliki sebagai keuntungan konsentrasi perkotaan yang dapat menjadi daya tarik.

Mengetahui kemampuan kota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan kualitas dan kuantitas fasilitas sosial, ekonomi dan pemerintahan yang tersedia. Model Gravitasi Mengetahui interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah dua kota terhadap daerah sekitarnya (hinterland) Mengetahui daerah hinterland dua kota. 3. Mengevaluasi penerapan PP No. 78 tahun 2007 khususnya faktor-faktor yang dipergunakan untuk menilai usulan pemekaran wilayah di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya Data Persepsi stakeholder. Primer. Sekunder. Kuesioner. Studi/Penga matan lapangan. FGD. Studi literatur. Deskriptif/ Distribusi frekwensi Mengetahui persepsi masyarakat manfaat pemekaran. AHP Mengevaluasi/men gkritisi sebelas faktor-faktor dalam pembentukan daerah otonom baru (DOB)/pemekaran wilayah. 4. Menganalisis persepsi stakeholder dan merumuskan kebijakan yang ditempuh pemerintah pasca pemekaran agar bermanfaat bagi daerah. Data Persepsi stakeholder. Primer. Sekunder. Kuesioner. Studi/Penga matan lapangan. FGD. Studi literatur. Analisis Hirarki Proses (AHP) Mengetahui persepsi stakeholder dan merumuskan kebijakan yang ditempuh pemerintah pasca pemekaran agar bermanfaat bagi daerah.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Variabel yang menjadi subyek dalam penelitian ini meliputi:

Tabel 9 Aspek, Variabel, Indikator dan Sumber Data

No Ruang

Lingkup Data

Variabel Indikator Sumber Data

1. Ekonomi Perekonomian Wilayah Pertumbuhan Ekonomi, PDRB Kabupaten/kota/ propinsi (ADHK/ADHB), Sumber dan Pendapatan daerah, investasi daerah.

BPS, Bappeda, instansi terkait dengan penelitian.

Pendapatan Perkapita Pendapatan Perkapita kab/kota/propinsi. PDRB perkapita.

BPS, Bappeda, instansi terkait dengan penelitian.

Pertanian dalam arti luas (Tanaman Pangan, Kelautan dan Perikanan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan). PDRB persektor kab/kota/propinsi. BPS, Bappeda, Dinas/instansi terkait.

2. Sosial Kesehatan Angka Kematian, Angka Kelahiran, Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Bayi, Balita Gizi Buruk, Jumlah fasilitas kesehatan.

BPS, Bappeda, Dinas Kesehatan, BKKB

Pendidikan Angka Partisipasi Sekolah, Angka Melek Huruf, Jumlah Fasilitas Pendidikan (Dasar, Menengah, Tinggi) IPM, Lama Sekolah, Tingkat Harapan Hidup. BPS, Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, instansi terkait dgn penelitian. Kependudukan Jumlah Penduduk,

Kepadatan Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, Usia Penduduk, Penyebaran Penduduk. BPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Instansi terkait dengan penelitian. Ketenagakerjaan Jumlah Angkatan Kerja,

Jumlah Pengangguran, Jumlah dan Tenaga Kerja Persektor, Usia Produktif.

BPS, Bappeda, Dinas Tenaga Kerja, Instansi terkait dengan penelitian. 3. Fisik Infrastruktur Panjang Jalan dan Jembatan

(propinsi, kab/kota); Panjang dan Jumlah Jembatan, Kondisi Jalan (propinsi, kab/kota);

Dinas PU, Bappeda, BPS, Instansi terkait dengan penelitian. Peta - Peta Peta Administrasi

Pemerintahan (propinsi, kab/kota); RTRW (propinsi, kab/kota);

Dinas Tata Ruang, Dinas PU, Bappeda, Instansi terkait dengan penelitian. Kondisi Fisik Wilayah Letak, luas wilayah,

topografi, kesesuaian lahan, dan tata guna tanah

BPS, Bappeda, Instansi terkait dengan penelitian 4. Pemerintahan Peraturan - peraturan Peraturan perundang-

undangan, Perda, Peraturan dan Keputusan Bupati, RPJP Nasional, propinsi, kab/ kota; RPJM nasional, propinsi, kab/ kota.

BPS, Bappeda, Instansi terkait dengan penelitian

Sebagaimana digambarkan dalam tabel 8 untuk menjawab tujuan penelitian, maka alat/metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran dan mengetahui persepsi masyarakat akan manfaat pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat, pembangunan ekonomi dan perkembangan kota. Analisis deskriptif data yang diolah diperoleh dari hasil jawaban reponden dalam bentuk pertanyaan terbuka kemudian ditabulasi dengan menggunakan distribusi frekwensi dan hasil jawaban reponden dari analisis hirarki proses.

Analisis Skalogram

Menurut Blakely (1994) alat Analisis Skalogram membahas mengenai fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator difungsikannya daerah tersebut sebagai salah satu pusat pertumbuhan. Analisis skalogram bertujuan untuk mengidentifikasikan peran suatu kota berdasarkan pada kemampuan kota/daerah tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat. Model Skalogram memiliki enam varian (skalogram tipe I, II, III, IV, V dan VI) yang berkembang mulai dari yang paling sederhana hingga model yang paling kompleks (Pribadi et, al. tanpa tahun). Secara umum model skalogram adalah sebagai berikut:

Tabel 10 Model Skalogram

Wilayah Jumlah

Penduduk

Luas wilayah

Fasilitas-1 Fasilitas-2 ……. Fasilitas-j Hirarki

1 .…….. .…….. 1 1 .…….. 1 1

2 ……… .…….. 1 1 .…….. 1 2

… ……… .…….. 1 1 .…….. 1 …

… .…….. .…….. 1 1 .…….. 1 …

n ……... .…….. 1 1 .…….. 1 n

Sumber: Pribadi et, al.(tanpa tahun); Riyadi dan Bratakusumah (2004)

Dengan menggunakan tabel model skalogram maka dapat teridentifikasi dan diketahui jumlah fasilitas-fasilitas infrastruktur yang ada dan tersedia dalam suatu berupa sarana prasarana ekonomi pendidikan, kesehatan dan sosial. Selanjutnya dilakukan transformasi data kedalam bentuk biner (0 dan 1). Fasilitas diberi bobot, sebagai faktor pembobot untuk setiap jenis fasilitas adalah ratio jumlah total unit wilayah terhadap jumlah unit wilayah yang memiliki fasilitas tersebut (persamaan 1).

dimana :

n : jumlah total wilayah (kab/kota).

nj : jumlah wilayah yang memiliki fasilitas ke-j

Dengan mengalikan nilai bobot matriks dasar maka akan diperoleh nilai terbobot dari jumlah fasilitas tertentu yang terdapat di wilayah tertentu (persamaan 2).

dimana :

n : jumlah total wilayah (kab/kota).

nj : jumlah wilayah yang memiliki fasilitas ke-j xij : Jumlah unit fasilitas ke-j di wilayah ke-i

Dalam pemetaan hirarki wilayah dengan teknik analisis skalogram, variabel infrastruktur menjadi variabel utama yang menjadi awal dari berkembangnya teori

………. (2)

lokasi pusat. Tetapi dalam perkembangannya muncul modifikasi-modifikasi sehingga variabel - variabel non infrastruktur dapat juga digunakan untuk memetakan hirarki wilayah (Pribadi et, al. tanpa tahun). Semakin lengkap pelayanan yang diberikan, menunjukkan bahwa kota/daerah tersebut mempunyai tingkatan yang tinggi dan dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan (Sagala, 2009). Tujuan digunakan analisis ini agar dapat mengidentifikasikan kabupaten/kota mana saja yang dapat menjadi pusat pertumbuhan, jika dilihat dari fasilitas-fasilitas perkotaan (sosial, ekonomi dan pemerintahan).

Analisis Model Gravitasi

Interaksi spasial adalah suatu istilah umum mengenai pergerakan spasial aktivitas manusia (Hayness dan Fotheringham 1984 dalam Rustiadi et al, 2009), dan model gravitasi adalah model interaksi spasial yang paling umum digunakan. Model Gravitasi adalah suatu model yang umum dipakai didalam menjelaskan fenomena interaksi antar wilayah (Rustiadi et al, 2009). Menurut Richardson (1977) model gravitasi (gravity model) adalah suatu alat operasional yang sangat bermanfaat untuk memperkirakan nodalitas, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pusat-pusat yang dominan dalam daerah perkotaan yang sangat kompleks. Model ini dapat membantu perencana wilayah untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya. Hal ini bermanfaat untuk simulasi apakah suatu fasilitas yang dibangun pada suatu lokasi akan menarik cukup pelanggan atau tidak (Tarigan 2006).

Konsep dasar dari alat analisis ini adalah membahas mengenai ukuran dan jarak antara dua tempat, yaitu pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya, sampai seberapa jauh sebuah daerah yang menjadi pusat pertumbuhan mempengaruhi dan berinteraksi dengan daerah sekitarnya (Daldjoeni 2006 dalam Ardila 2012). Semakin dekat jarak antara dua lokasi semakin besar pula gaya tarik yang terjadi antara keduanya, atau sebaliknya semakin besar jarak antara dua lokasi semakin kecil gaya tarik yang terjadi antara keduanya (Setiono 2011). Analisis model gravitasi bertujuan untuk mengetahui hubungan kedekatan antara dua daerah, dalam hal ini daerah dianggap massa yang mempunyai daya gravitasi yang saling tarik-menarik, hubungan ini diidentifikasikan sebagai interaksi ekonomi antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya, hubungan antara kedua daerah tersebut dicerminkan dalam nilai indeks gravitasi yang diperoleh. Sang-arun (2012) dengan unit analisis propinsi pada model gravitasi melihat interaksi/pengaruh propinsi sebagai pusat pertumbuhan dengan kota satelit (hinterland). Dalam penelitian ini model gravitasi untuk melihat interaksi spasial antara Kota Bau-Bau dan Kota Tasikmalaya sebagai daerah nodal dengan kabupaten yang ada disekitarnya (hinterland) dapat dirumuskan sebagai berikut (Isard 1960 dan Sang arun 2012):

dimana:

I12 = interaksi spasial antara wilayah 1 (wilayah pusat= Kota Bau-Bau dan Kota Tasikmalaya) dan wilayah 2 (hinterland=Kabupaten Buton, Buton Utara, Wakatobi, Bombana, Muna, Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran).

I12 = k

(W1P1) (W2P2)

d

12

b

W1 = PDRB perkapita wilayah 1 W2 = PDRB perkapita wilayah 2

P1 = Jumlah penduduk wilayah 1 (wilayah tujuan/pusat=Kota Bau-Bau dan Tasikmalaya)).

P2 = Jumlah penduduk wilayah 2 (wilayah asal/hinterland=Kabupaten Buton, Buton Utara, Wakatobi, Bombana, Muna, Kab. Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran)

d12 = jarak antar wilayah 1 (tujuan/pusat) dan wilayah 2 (asal/hinterland) k = Konstanta.

b = Konstanta nilai 2

Analisis Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah (Kuncoro 2002). Menurut Yulistiani et al. (2007) bahwa penggunaan Tipologi Klasen untuk melihat pertumbuhan pembangunan ekonomi suatu daerah serta dapat digunakan untuk memetakan atau menggolongkan daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang diukur dengan membandingkan nilai rata-rata propinsi.

Tipologi Klassen dipergunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah serta untuk mengklasifikasikan daerah yang masing-masing mempunyai pertumbuhan ekonomi yang berbeda kedalam 4 (empat) klasifikasi (Safrizal 1997; Kuncoro 2013) yaitu:

1. Daerah maju dan cepat tumbuh (rapid growth region) atau (high growth, high income);

2. Daerah berkembang cepat (growing region) atau (high growth but low income);

3. Daerah maju tapi tertekan (retarded region) atau (high income but low growth);

4. Daerah relatif tertinggal (relatively backward region) atau (low growth and low income).

Tabel 11 Matrik Klasifikasi Kabupaten/Kota Berdasarkan Tipologi Klassen

PDRB ADHK (y) Laju Pertumbuhan (r)

yi < y yi > y

ri > r

Daerah berkembang

cepat(growing region)

Daerah maju dan cepat tumbuh

(rapid growth region)

ri < r

Daerah relatif Tertinggal

(relatively backward region)

Daerah maju tapi

tertekan (retarded region)

Sumber: Safrizal (1997),Kuncoro (2013) dimana:

ri = Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi kab/kota i

r = Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi kab/kota se Propinsi Sulawesi Tenggara dan Propinsi Jawa Barat

yi = Rata-rata PDRB ADHK kab/kota i

y = Rata-rata PDRB ADHK kab/kota se Propinsi Sulawesi Tenggara dan Propinsi Jawa Barat

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis Tipologi Klasen pada kabupaten/kota yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara dan kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat untuk mengetahui posisi Kota Bau-Bau dan Kota Tasikmalaya berdasarkan klasifikasi tipologi klassen.

Analisis Indeks Diversitas Entropi

Dalam suatu wilayah perkembangan ekonominya dapat berkembang maju atau sebaliknya. Untuk mengukur maju/berkembangnya atau tidak maju/tidak berkembangnya perekonomian wilayah dapat dilihat dari Indeks Diversitas Entropinya. Prinsip pengertian indeks entropi adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropy wilayah, artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Jika hasilnya semakin mendekati 1, maka wilayah tersebut semakin berkembang, sedangkan jika hasilnya semakin mendekati 0, maka wilayah tersebut semakin tidak berkembang. Nilai Indeks Diversitas Entropi ditujukan untuk menghitung tingkat keberagaman dan keberimbangan aktivitas/sektor ekonomi disuatu wilayah. Semakin berimbang komposisi berbagai aktivitas/sektor ekonomi tersebut nilai IDE juga semakin besar ini berarti suatu wilayah dapat dianggap semakin maju/ berkembang (Pribadi et al. tanpa tahun).

Persamaan umum yang sering dipakai dalam perhitungan Indeks Diversitas Entropi adalah:

dimana:

S = nilai entropy

Pi = nilai rasio antara aktivitas/sektor ekonomi ke-i dibagi jumlah total

aktivitas/sektor ekonomi i

j

= =

kategori aktivitas/sektor ekonomi ke-i kategori wilayah ke-j (kota)

n = total aktivitas/sektor ekonomi

Persamaan diatas digunakan untuk melakukan perbandingan tingkat perkembangan perekonomian antar wilayah. Mengingat adanya keterkaitan antara nilai indeks entropy dengan luasan wilayah dan kapasitas sumberdaya yang dimilikinya, maka akan lebih baik apabila pembandingan dilakukan di tingkat makro, karena pada skala makro luasan wilayah dan sumberdaya yang dimiliki akan mencukupi, sehingga nilai entropy benar-benar menggambarkan kinerja pembangunan ekonomi yang lebih maju. Skala wilayah makro ini bisa berada ditingkat wilayah propinsi atau minimal wilayah kabupaten (Pribadi et al. tanpa tahun).

S =

∑ ∑

n n i=1 j=i PilnPi

Analisis Shift Share (SSA)

Analisis Shift-Share pertama menganalisis perubahan berbagi indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari hasil analisis akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor disuatu wilayah apakah bertumbuh cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lambat. Wilayah yang dimaksud bisa berupa wilayah propinsi dalam wilayah cakupan agregat nasional, atau wilayah kabupaten/kota dalam cakupan wilayah agregat propinsi dan seterusnya (Pribadi et al. tanpa tahun).

Dalam analisis shift-share dipengaruhi 3 komponen yaitu: komponen pertumbuhan nasional (national growth component), komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth component) komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component). Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut (Budiharsono 2001; Daryanto dan Hafizrianda 2010).

Analisis shift-share mampu menjelaskan kinerja suatu sektor di kabupaten dan membandingkan dengan kinerja sektor pada tingkat nasional/propinsi berdasarkan agregatnya. Analisis shift-share dapat memberikan gambaran sebab- sebab terjadinya pertumbuhan suatu sektor di suatu wilayah. Sebab-sebab dimaksud dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu: yang berasal dari dinamika lokal (kabupaten), dinamika sektor total wilayah (propinsi) dan dinamika wilayah secara umum (nasional). Hasil analisis shift-share akan menunjukkan gambaran 3 komponen yang menjelaskan kinerja suatu wilayah, yaitu:

1. Komponen laju pertumbuhan total (share) menyatakan bahwa pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (proportional shift) yang menyatakan

pertumbuhan total sektor tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Deferensial (differential shift), ukuran yang menjelaskan tingkat daya saing suatu sektor tertentu dibandingkan dengan total sektor dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika suatu sektor tertentu disuatu wilayah terhadap sektor di wilayah lain.

Persamaan Analisis Shift-Share (Rustiadi, et al. 2009) adalah:

dimana:

a = komponen share

b = komponen proportional shift c = komponen differential shift

SSA = X..(t1) + + X..(t0) 1 Xi (t1) Xi (t0) X..(t1) X..(t0) Xij (t1) Xij (t0) Xi(t1) Xi (t0) a b c

X.. = nilai total aktivitas/sektor i dalam total wilayah (propinsi) Xi = nilai aktivitas/sektor i dalam total wilayah (propinsi) Xij = nilai aktivitas/sektor i pada wilayah ke j (kota) t1 = tahun akhir analisis (2007, 2013)

to = tahun awal/dasar analisis (2003, 2009)

Analisis Location Quotient (LQ)

Metode/Analisis location quotient (LQ) merupakan salah satu metode pengukuran tidak langsung. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor dalam suatu wilayah merupakan sektor basis atau non basis, (Budiharsono, 2001). Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004) location quotient analysis (LQA) dimaksudkan untuk mengetahui gambaran umum mengenai kemampuan sektor-sektor pembangunan disuatu wilayah dalam mendukung proses pembangunan didaerah, atau merupakan metode yang membandingkan kemampuan sektor-sektor pembangunan dalam suatu daerah/wilayah dengan kondisi sektor-sektor pembangunan yang ada didaerah yang lebih luas/besar. Rumus untuk Metode Location Quotient (LQ) adalah:

dimana:

LQij : Nilai LQ untuk sektor ke-j di daerah ke-i (kota) Xij : Nilai sektor ke-j di wilayah ke-i (kota)

Xi. : Nilai total sektor wilayah ke-i (kota) X.j : Nilai sektor ke-j di wilayah ke-i (propinsi) X.. : Nilai total sektor wilayah ke-i (propinsi)

Hasil yang diperoleh dari Metode/Analisis Location Quotient (LQ) menurut Bendavid-Val dalam Kuncoro (2002) adalah:

LQ > 1 : menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor unggulan karena mampu meningkatkan dan mengembangkan daerah/ wilayah karena hasil produksinya atau merupakan sektor basis. LQ = 1 : menunjukkan bahwa sektor tersebut bukan merupakan sektor basis

tetapi memiliki potensi menjadi sektor basis/ekspor disisi lain sektor ini hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal daerah.

LQ < 1 : menunjukkan bahwa sektor tersebut bukan sektor unggulan/basis, karena sektor ini tidak bisa memenuhi kebutuhan lokal maka ada kecenderungan untuk mengimpor dari luar daerah.