• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Terumbu Karang

B. Aspek Biologi

3.3 Analisis Data

3.3.6 Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Terumbu Karang

...(19) dimana persamaan di atas dapat diestimasi dengan menggunakan suatu urutan data (time series data) dari produksi (harvest), upaya (effort) dan tutupan karang. Karena b1 = αq dan b2 = -q2/r maka estimasi model pada persamaan (19) dapat ditulis :

...(20) Dari data dan analisis yang dilakukan, penelitian ini mengestimasi produksi optimal ikan target (optimal production of target fish-Qt), Luasan optimal tutupan karang (optimal coral covered area-Tt), pendapatan optimal (optimal revenues -Rt) dan upaya optimal (optimal effort-Et).

3.3.6 Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Terumbu Karang

Keberlanjutan pembangunan (sustainable development), dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan perikanan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Plante et al. (2009) menyatakan bahwa untuk tujuan memupuk kemampuan adaptif dan menciptakan kesempatan, keberlanjutan dapat pula diartikan sebagai kapasitas untuk menimbulkan, menguji, dan memelihara kemampuan adaptif. Meskipun terbatas pada kapasitas sumber daya pesisir (perikanan) dan pemanfaatannya.

Keberlanjutan kegiatan perikanan pesisir, pada dasarnya mencakup keseluruhan elemen sistem perikanan. Charles (2001) mengemukakan bahwa keberhasilan menggapai keberlanjutan perikanan berkaitan erat dengan adopsi secara memadai atas konsepsi tentang perikanan sebagai suatu sistem dari interaksi antar komponen-komponen ekologi, biofisik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sedangkan FAO (1999) sudah mengadopsi definisi tentang pembangunan berkelanjutan dalam lima elemen utama, yaitu: sumber daya alam, lingkungan, kebutuhan manusia (ekonomi dan sosial), teknologi, dan institusi. Sumber daya

alam dan lingkungan adalah dua elemen untuk dilindungi, sedangkan elemen lainnya dipenuhi, diawasi dan berlangsung sesuai dengan proses pengelolaan FAO (2005).

Secara singkat, keberlanjutan ekologi berkenaan dengan jaminan kelestarian sumber daya pesisir yang dieksplotasi. Selanjutnya menurut Charles (2001), keberlanjutan ekologi mencakup juga pemeliharaan basis sumber daya dan spesies terkait serta mempertahankan kelenturan dan kesehatan menyeluruh dari ekosistemnya. Sementara keberlanjutan sosio-ekonomi difokuskan pada tingkat makro, seperti mempertahankan dalam jangka panjang kesejahteraan sosio-ekonomi pelaku perikanan termasuk distribusi keuntungan secara wajar. Keberlanjutan komunitas (sosial-budaya) dapat ditandai pada komunitas sebagai sistem insani yang bernilai lebih dari sekedar kumpulan individu-individu. Penekanannya pada pemeliharaan secara kelompok untuk kesejahteraan dan kesehatannya dalam jangka panjang. Selain itu, pemeliharaan sistem penopang kehidupan merupakan prasyarat keberlanjutan sosial (Buanes et al. 2005).

Menurut Zagonari (2008) dan Williams et al. (2008), keberlanjutan perikanan untuk semua dimensinya, dievaluasi untuk mengetahui statusnya pada suatu periode waktu tertentu. Selanjutnya berdasarkan statusnya, pengambilan keputusan untuk mempertahankan dan/atau mengembangkan status dimaksud dapat secara objektif dilakukan. Dalam hal pengembangan status keberlanjutan, tentu saja, fokusnya pada perbaikan keadaan dari atribut-atribut keberlanjutan perikanan.

Multidimensional scaling merupakan salah satu analisis statistika multivariabel (multivariate) yang berkaitan dengan permasalahan bahwa untuk sejumlah asosiasi, dalam hal ini jarak euclidean (euclidean distance squared)yang diamati antara setiap pasang n obyek (titik posisi) dalam multidimensi (sumbu), akan dicari sebuah wakil asosiasi dari setiap pasang obyek tersebut dalam dimensi yang diperkecil sedemikian sehingga dugaan wakil asosiasi obyek-obyek ini (proximities) hampir sama dengan asosiasi awal. Keterwakilan asosiasi tersebut dinilai baik jika jarak relatif (susunan peringkat jarak antar dua obyek dari yang terbesar hingga yang terkecil) dapat dipertahankan walaupun dimensi (sumbu) telah diperkecil dari banyak menjadi dua saja. Proses proximitying (reduksi

dimensi) pada prinsipnya merupakan analisis faktor (factor analysis) dimana dimensi akhir yang diperkecil tersebut merupakan kombinasi linier (linear combination) dari dimensi (variabel) awal (Susilo 2005).

Pada proses reduksi dimensi (proximitying) jarak absolut antar obyek akan berubah, oleh karena itu jarak ini dihitung kembali dan pada tahap selanjutnya disusun kembali peringkat jarak antar obyek sehingga didapatkan peringkat jarak antar obyek dalam dua dimensi. Output pada tahapan selanjutnya adalah nilai “stress:” yang merupakan penyimpangan karakteristik jarak (peringkat jarak) setelah reduksi dimensi dibandingkan dengan sebelum reduksi dilakukan. “stress” merupakan % penyimpangan dari karakteristik awal. Makin kecil nilai stress berarti makin besar representasi jarak dapat dipertahankan pada analisis proximitying dalam ruang yang diperkecil atau hasil analisis makin dapat dipercaya. Susilo (2005) menyatakan bahwa untuk dapat menerima hasil analisis multidimensional scaling kriteria stress <25%. Nilai stress akan sangat dipengaruhi oleh jumlah variabel (dimensi awal), jumlah obyek yang diteliti, dan dimensi akhir yang dibuat. Makin sedikit dimensi awal, makin banyak obyek yang diteliti, dan makin besar dimensi akhir yang dibuat, nilai stress akan semakin kecil.

Dimensi dan atribut yang digunakan dalam menentukan keberlanjutan pemanfaatan terumbu karang meliputi dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi seperti terlihat pada Tebel 7, 8, 9, 10 dan 11.

Tabel 7 Dimensi dan atribut ekologi untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Persentase

penutupan karang

0;1;2;3 0-24% (0); 25-49% (1); 50-74% (2); >74% (3) (Yap & Gomez 1984) 2 Keanekaragaman

ikan karang

0;1;2 Kecil (0), Sedang (1), Tinggi (2)

3 Substrat 0;1;2 Pasir (0); Karang Mati (1); CaCO3

(2) (Sukarno et al. 1981)

4 Salinitas 0;1;2;3 < 25o/oo (0); 25-28o/oo (1); 29-32o/oo

(2); >32o/oo (3) (Nybakken 1988) 5 Sedimentasi 0;1;2 Tinggi/>5 NTU (0), sedang/3-5 NTU

(1), rendah/0-2 NTU (2) 6 Tingkat eksploitasi

ikan karang

0;1;2;3 Kurang (0); Tinggi (1); Lebih tangkap (2); collapsed (3)

Tabel 8 Dimensi dan atribut ekonomi untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Keuntungan (profit) 0;1;2 Sangat merugikan (0); rugi (1); menguntungkan (2); (Rapfish 2005) 2 Rata-rata

penghasilan relatif terhadap UMR

0;1;2 Di bawah (0); mendekati/sama (1); lebih tinggi (2) (Rapfish 2005)

3 Ketergantungan pada sumberdaya sebagai sumber nafkah

0;1;2 Sangat tergantung (0); sedikit (1); tidak tergantung (2) (Nikijuluw 2002)

4 Waktu yg digunakan untuk pemanfaatan terumbu karang

0;1;2 Tidak (0); paruh waktu (1); penuh waktu (2): (Rapfish 2005)

5 Pemandu wisata 0;1;2 Tidak ada (0); 5-10 orang (l); >10 orang (2)

6 Wisatawan lokal 0;1;2 Tidak ada (0); <100 orang/bulan (1); >100 orang/bulan (2)

7 Wisatawan mancanegara

0;1;2 Tidak ada (0); <100 orang/tahun (1); >100 orang/tahun (2)

8 Jumlah obyek wisata 0;1;2 Tidak ada (0); 1-2 (1); >2 (2) 9 Lama tinggal

wisatawan

0;1;2 1-3 hari (0); 4-6 hari (1); >6 hari (2)

Tabel 9 Dimensi dan atribut sosial untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Partisipasi keluarga 0;1;2 Tidak ada (0); 1-2 (1); 3-4 orang (2) (Rapfish 2005)

2 Peran partisipasi 0;1;2 Netral (0); negatif (1);positif (2) (Susilo 2005) 3 Jumlah lokasi potensi konflik pemanfaatan 0;1;2 Tidak ada (0); 1-2 (1); >2 (2) (Nikijuluw 2002)

4 Tingkat pendidikan 0;1;2;3 Tidak tamat SD (0); tamat SD-SMP (1); tamat SMA (2); S0-S1 (3) 5 Pertumbuhan pekerja eksploitasi 10 thn akhir 0;1;2;3 10% (0), 10-20% (1), 20-30% (2); >30% (3) (Rapfish 2005) 6 Upaya perbaikan ekosistem terumbu karang

0;1;2;3 tidak ada (0); 1-3/tahun (1); 4-6/tahun (2); >4-6/tahun (3) (Susilo 2005)

7 Zonasi peruntukan lahan

0;1;2 Tidak ada (0); ada tapi dilanggar (1); ada dan ditaati (2) (Nikijuluw 2002)

Tabel 10 Dimensi dan atribut kelembagaan untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Ketersediaan peraturan pengelolaan sumberdaya secara formal

0;1 Tidak ada (0); Ada (1)

2 Tingkat kepatuhan Masyarakat terhadap peraturan

0;1;2 Patuh (0); sedang (1)

tidak patuh (2) (Nikijuluw 2002) 3 Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya 0;1;2 Nelayan (0); pemerintah (1); swasta (2) (Nikijuluw 2002) 4 Pemantauan, pengawasan dan pengendalian

0;1;2 Tidak ada (0) kadang-kadang (1) Ada (2) (Nikijuluw 2002)

5 Tokoh panutan 0;1;2 Tidak ada (0); <3 orang (l); >3 orang (2) (Nikijuluw 2002) 6 Penyuluhan hukum

lingkungan

0;1;2 Tidak pernah (0); <2/tahun (1); >2/tahun (2) (Nikijuluw 2002) 7 Koperasi 0;1 Tidak ada (0); Ada (1)

8 Tradisi/budaya 0;1 Tidak ada(0); Ada (1)

Tabel 11 Dimensi dan atribut teknologi untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Alat eksploitasi yang digunakan

0;1;2 Mayoritas pasif (0); seimbang (1); mayoritas aktif (2): (mengacu Rapfish 2005)

2 Ketersediaan alur atau akses

eksploitasi

0;1;2 Tidak ada (0); sedikit (1); banyak

3 Tipe alat pengangkut 0;1;2 Tidak ada (0); rakit (1); perahu (2)

4 Teknologi

penanganan pasca panen

0;1;2 Tidak ada (0); sedikit (1); cukup lengkap (2) (Rapfish 2005)

5 Ekoteknologi pada kegiatan wisata

0;1;2 Sangat kurang (0); cukup (1); banyak (2)

6 Teknologi perahu 0;1;2 Tidak bermotor (0); katinting (1); perahu bermotor (2)

57 4.1 Sistem Sosial-Ekologi Desa Basaan 4.1.1 Sistem Sumberdaya

Desa Basaan Kabupaten Minahasa Tenggara tidak terlepas dari kegiatan tektonik dan magmatisme busur gunung api karena lajur Tunjaman Sulawesi Utara, Sangihe Timur dan Selatan.

 Morfologi dataran dengan kemiringan lereng antara 0-5% menempati daerah pantai dan muara sungai dengan ketinggian 0-25m di atas muka laut. Relief pantai rendah hingga datar dengan karakteristik garis pantai yaitu pantai berpasir dan berbatuan dasar dan daratan berlumpur. Panjang area tapak daerah pantai di Desa Basaan secara vertikal dari arah pantai bervariasi kurang lebih 1500m, sedangkan pada Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus berkisar 5-100m. Terdapat dua sungai yang bermuara di Teluk Totok yaitu Sungai Basaan dan Sungai Totok.

 Morfologi perbukitan bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar 5-15%, di beberapa tempat >30%, dan ketinggian antara 0-200m di atas permukaan laut mengisi pantai belakang. Karakteristik garis pantai berpasir, berkerikil hingga berbatuan dasar.

 Untuk morfologi perbukitan terjal, kemiringan lereng antara 15-70%, dan ketinggian berkisar 0-1500m di atas permukaan laut ada di bagian dari kaki tubuh pegunungan hingga pesisir pantai, di antaranya ada pada daerah sekitar pesisir pantai Laut Maluku antara Kema hingga Ratatotok. Karakteristik garis pantai yang terdiri dari batuan dasar mengisi pantai belakang.

Berdasarkan derajat kekuatan geologi teknik, daerah pantai Bentenan hingga Belang dan sebagian pantai Ratatotok memiliki zona derajat kekuatan geologi teknik sangat rendah karena dibentuk oleh endapan alluvium (Qal) berupa lanau pasiran dan endapan pantai. Untuk daerah pantai Desa Basaan memiliki zona derajat kekuatan geologi teknik rendah karena dibentuk oleh endapan sungai (Qs).

Daerah ini sangat rentan terhadap abrasi, dimana daerah ini terdapat sungai yang mengendapkan material di pesisir pantai dengan bantuan arus laut. Sungai-sungai yang ada membentuk gosong-gosong pasir dan bahan-bahan yang dibawanya mengendap di depan pantai.

Di wilayah pesisir Desa Basaan terdapat ekosistem mangrove, terumbu karang dan lamun. Keberadaan ekosistem-ekosistem tersebut sangat penting untuk menunjang kehidupan di Desa Basaan. Selain menghasilkan barang (ikan, kayu bakar, dll) yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat, juga menghasilkan jasa ekologi seperti penahan gelombang pasang, abrasi dan angin. Keterkaitan fungsi antar ke tiga ekosistem tersebut sangat penting, karena kerusakan salah satu ekosistem akan mempengeruhi keberadaan ekosistem yang lain.