• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Pemanfaatan kawasan dan potensi ekosistem terumbu karang yang optimal

dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

2. Adanya desain optimasi pemanfaatan ekosistem terumbu karang dapat menjadi masukan dalam menyusun perencanaan pembangunan kawasan pesisir dan lautan umumnya dan khususnya di Kabupaten Minahasa Tenggara.

3. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada wilayah pesisir lain yang memiliki terumbu karang.

1.5 Kebaruan

Kebaruan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Penentuan wilayah pemijahan, pembesaran dan mencari makan berdasarkan sebaran ukuran panjang ikan target.

2. Hubungan komponen penyusun terumbu karang dengan kehadiran ikan target. 3. Optimasi fungsi ekologi-ekonomi terumbu karang berbasis ikan target.

9 2.1 Pulau Kecil

Menurut Beller et al. (1990) pulau kecil dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas 10.000 km2 atau kurang dan mempunyai penduduk 500.000 atau kurang. Fakland (1991) menyatakan pulau kecil adalah suatu wilayah dimana wilayah tersebut memiliki luas tidak lebih dari 2.000 km2 dan lebarnya tidak lebih dari 10 km, sedangkan definisi untuk pulau sangat kecil yaitu wilayah yang memiliki luas tidak lebih besar dari 100 km2 dan lebar tidak lebih dari 3 km (UNESCO 1991).

Dalam konteks pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia, Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Pada Masyarakat menyebutkan bahwa definisi pulau kecil adalah pulau yang ukuran luasnya kurang dari 10.000km2 dengan jumlah penduduk kurang dari 200.000 jiwa. Kepmen KP No. 41 Tahun 2000 juga menyebut bahwa untuk pulau dengan ukuran kurang dari 2.000 km2 terdapat pedoman khusus yang menyangkut kegiatan ekonomi yang sesuai dengan ukuran pulau tersebut. Kegiatan tersebut mencakup kegiatan konservasi sumberdaya alam, budidaya kelautan, pariwisata bahari, usaha penangkapan ikan yang berkelanjutan, industri teknologi tinggi non-ekstraktif, pendidikan dan penelitian, dan lain sebagainya. Ukuran pulau kecil ini kemudian ditegaskan sebagai pulau dengan ukuran kurang dari 2.000 km2 pada peraturan perundangan terbaru yaitu UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada definisi yang baku tentang pulau-pulau kecil selain bahwa luas lahan dan populasi menjadi indikator utama bagi definisi tersebut (Adrianto 2006).

Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus merupakan gugus pulau di Kabupaten Minahasa Tenggara. Pulau-pulau ini berukuran kecil dan tidak berpenduduk, tetapi merupakan kawasan yang menunjang kehidupan masyarakat di daratan utama, khususnya masyarakat Desa Basaan karena jarak pulau-pulau tersebut cukup dekat atau tidak lebih dari 2 mil. Masyarakat Desa Basaan yang berprofesi

sebagai nelayan, umumnya menjadikan ekosistem terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus sebagai lokasi penangkapan ikan karang.

Sehubungan dengan keberadaan Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus sebagai pulau kecil, ada beragam definisi tentang pulau yang sudah digunakan, namun dalam penelitian ini pulau didefinisikan sebagaimana yang telah dituangkan dalam UNCLOS (1982, Bab VIII Pasal 121 Ayat 1) yaitu: “Pulau adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu berada/muncul di atas air pasang”. Banyaknya pulau-pulau yang berukuran lebih kecil dari 100 km2 dengan lebar kurang dari 3 km, menjadikan golongan pulau ini sebagai pulau sangat kecil (Bengen 2002a). Secara ringkas definisi pulau kecil dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Definisi pulau dan pulau-pulau kecil

No Definisi Acuan

1. Pulau dengan luas area maksimum 5.000 km2 CSC, 1984 in Bengen dan Retraubun (2006) 2. Pulau dengan luas 10.000 km2 atau kurang dan

mempunyai penduduk 500.000 atau kurang

Beller et al. (1990)

3. Suatu wilayah dimana wilayah tersebut memiliki luas tidak lebih dari 2.000 km2 dan lebarnya tidak lebih dari 10 km

Fakland (1991)

4. Pulau-pulau kecil adalah pulau dengan luas kurang dari 2.000 km2 atau pulau yang memiliki lebar kurang dari 10 km

UNESCO, 1991

5. Pulau merupakan daratan yang dikelilingi oleh laut. Pemahaman tersebut menyimpulkan bahwa seluruh daratan (termasuk kontinen/benua) di dunia ini adalah pulau karena struktur alam bumi memang hanya terdiri dari darat dan laut. Untuk pulau kecil sendiri memiliki luas >1.000 km2

Nunn (1994) in Adrianto (2006)

6. Pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 10.000 km2, dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 200.000 orang

SK Menteri Kelautan dan Perikanan No 41 Tahun 2000

7. Pulau adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu berada/muncul di atas permukaan air pasang

Bengen dan Retraubun (2006)

8. Pulau dengan ukuran kurang dari 1.000 km2 atau lebarnya kurang dari 10 km

Diaz dan Huertas (1986) in Bengen dan Retraubun (2006)

9. Pulau berukuran lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya

Secara umum pulau kecil memiliki karakteristik biogeofisik yang menonjol sebagai berikut (Bengen 2002b) :

Terpisah dari habitat pulau induk (mainland island), sehingga bersifat insular Memiliki sumberdaya air tawar yang terbatas baik air permukaan maupun air

tanah, dengan daerah tangkapan airnya relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen, masuk ke laut

Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta pencemaran Memiliki sejumlah jenis endemik yang bernilai ekologis tinggi

Area perairannya lebih luas dari area daratannya dan relatif terisolasi dari daratan utama (pulau besar atau benua)

Tidak mempunyai daratan (hintarland) yang jauh dari pantai

Pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus memenuhi kriteria pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dahuri et al. (2001) mengemukakan bahwa kriteria-kriteria pembangunan wilayah pesisir berkelanjutan dapat dikelompokkan ke dalam 4 aspek yaitu ekologis, sosial-ekonomi, sosial-politik dan hukum-kelembagaan. Untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil dengan luas kurang atau sama dengan 2000 km2 pemerintah hanya mengijinkan bagi peruntukkan konservasi, budidaya laut, kepariwisataan, usaha penangkapan dan industri perikanan secara lestari, pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga, industri teknologi tinggi non-ekstraktif, pendidikan dan penelitian, industri manufaktur dan pengelolaan sepanjang tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungan.

Beberapa karakteristik pulau-pulau kecil yang dapat menjadi kendala dalam pembangunan adalah :

 Ukuran yang kecil dan terisolasi, sehingga penyediaan sarana dan prasarana menjadi mahal, sumberdaya manusia yang handal menjadi langka. Apabila terjadi pertambahan penduduk secara drastis, maka diperlukan barang dan jasa serta pasar yang jauh dari pulau tersebut.

 Kesukaran mencapai skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi dan transportasi turut menghambat pembangunan hampir semua pulau-pulau kecil (Hein 1990).

 Ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan seperti sumber air tawar, vegetasi tanah, ekosistem pesisir, dan satwa liar pada akhirnya akan menentukan daya dukung suatu sistem pulau kecil dalam menopang kehidupan manusia penghuni dan semua kegiatan pembangunannya.

 Produktivitas sumberdaya alam dan jasa lingkungan (seperti pengendalian erosi) yang terdapat di setiap lokasi di dalam pulau maupun yang ada di sekitar pulau saling terkait secara erat satu dengan yang lainnya (Bengen 2003a). Misalnya penebangan hutan dan lahan darat secara tidak terkendali akan meningkatkan laju erosi tanah dan sedimentasi di perairan pesisir, kemudian mematikan/merusak ekosistem terumbu karang, yang akhirnya menghancurkan industri perikanan pantai dan pariwisata bahari. Oleh karena itu keberhasilan usaha pertanian, perkebunan atau kehutanan di lahan darat suatu pulau tidak lepas dari pengelolaan menurut prinsip-prinsip ekologis.  Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan dengan kegiatan

pembangunan. Misalnya pariwisata yang dianggap sebagai penolong dalam pembangunan pulau-pulau kecil, tetapi dibeberapa pulau kecil akan menolak budaya yang dibawa oleh wisatawan (asing) karena dianggap tidak sesuai dengan adat atau norma setempat (Bengen 2003b).