• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHATANI KELUARGA

6.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Gender untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga

6.4.2. Analisis Keputusan Kerja Laki-Lak

Seperti juga pada model keputusan perempuan untuk berpartisipasi di pasar kerja, pada rencana awal penelitian ini beberapa variabel yang diduga mempengaruhi keputusan laki-laki untuk berpartisipasi pada aktivitas ekonomi diluar usahatani keluarga adalah variabel-variabel tingkat upah di sektor pertanian, tingkat upah di luar pertanian, umur saat penelitian, umur ketika pertama menikah, pendidikan, dummy akses jalan, dummy akses kredit, ukuran

rumahtangga, pengeluaran rumahtangga, dummy konservatisme agama, dummy

kesempatan kerja, dummy dukungan pasangan, luas lahan (milik, garapan, sewa, pinjam, lahan untuk pangan, lahan untuk kebun), biaya total usahatani, penerimaan total usahatani, dan dummy pembeda desa.

Dalam proses pengolahan data, beberapa variabel dikeluarkan dari model persamaan, karena terjadi korelasi yang tinggi antar variabel independen, sehingga menyebabkan performansi model secara keseluruhan menjadi kurang bagus. Ini ditunjukkan oleh tanda dari beberapa variabel yang tidak sesuai dengan teori, jumlah variabel yang pengaruhnya tidak signifikan meningkat, serta nilai persen Concordant yang menurun.

Dengan melakukan beberapa kali spesifikasi kembali terhadap model persamaan yang dibangun, dalam model akhir yang diperoleh diduga bahwa peluang laki-laki untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga dipengaruhi oleh variabel-variabel (1) pendapatan/kapita, (2) umur, (3) usia saat pertama menikah, (4) dummy kesempatan kerja di desa, (5) dummy keterampilan yang dimiliki, dan (6) dummy pembeda desa/kelurahan tahan pangan dan rawan pangan. Program dan hasil estimasi model keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga dengan menggunakan metode MLE, masing-masing disajikan dalam Lampiran 10 dan 11.

Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode penduga

maximum likelihood terhadap model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga, dapat dikatakan bahwa secara umum model yang disusun memiliki performansi yang cukup bagus. Indikatornya dapat dilihat dari nilai Persen Concordant yang nilainya sebesar 92.93

Dari enam variabel yang dimasukkan ke dalam model tersebut, terdapat empat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang laki-laki untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga pada taraf kepercayaan 90 persen dan 95 persen atau tingkat kesalahan yang ditolerir (α) sebesar 10 persen dan 5 persen. Keempat variabel tersebut adalah (1) pendapatan/kapita rumahtangga, (2) dummy ada-tidaknya kesempatan kerja di desa, (3) dummy ada-

. Dengan demikian, penentuan peluang untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga pada nilai Y=1 adalah konsisten pada nilai Y = 1.

3

Persen concordant menunjukkan banyak pengamatan pada kategori Y=1, yaitu peluang laki-laki

untuk bekerja di luar usahatani keluarga, yang memiliki peluang lebih besar pada Y=1 (konsisten pada Y=1) adalah sebesar 92.9 persen

tidaknya keterampilan yang dimiliki, dan (4) dummy pembeda desa tahan pangan dan rawan pangan. Dua variabel lainnya, yaitu umur laki-laki saat penelitian dan umur laki-laki saat pertama menikah tidak mempunayi pengaruh yang signifikan terhadap keputusan laki-laki untuk berpartisipasi pada aktivitas ekonomi diluar usahatani keluarga. Ringkasan hasil analisis disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Laki-Laki untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga di Konawe Selatan Tahun 2009

No. Variabel Parameter

Estimasi

P-Value Nilai Marginal Effect (ME) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ykap Uln UMln DKKln KETln D -0.0000003 -0.0268 0.0710 5.5445 1.0523 1.7981 2 0.0657** 0.2438 0.2447 <.0001* 0.0425* 0.0079* -0.0000001 -0.0067 0.0177 0.0215 0.2019 0.2192 Keterangan :

* Terdapat perbedaan yang signifikan dengan α paling besar 0.05 ** Terdapat perbedaan yang signifikan dengan α paling besar 0.10 dimana :

Ykap = Pendapatan/kapita (Rp/orang/tahun) Ul = Umur laki-laki saat penelitian (tahun) UML = Umur pertama menikah (tahun)

DKKL = Dummy kesempatan kerja laki-laki (1 = ada; 0 = tidak ada)

KETl = Dummy memiliki keterampilan tertentu (ada=1; tidak ada=0) D2

Dari Tabel 16 nampak bahwa pada taraf kepercayaan 90 persen, variabel pendapatan per kapita keluarga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Ini berarti bahwa bila pendapatan/kapita dalam keluarga meningkat, maka peluang laki-laki untuk bekerja/berusaha di luar usahatani keluarga akan berkurang. Nilai ME dari variabel pendapatan/kapita adalah sebesar -0.0000001, ini berarti bahwa jika

= Dummy pembeda desa tahan pangan dan rawan pangan (Desa tahan pangan=1, desa rawan pangan=0)

pendapatan/kapita bertambah Rp. 1 000 000, maka peluang laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan berkurang sebesar 0.1. Hal ini dapat saja terjadi, yaitu bila responden telah merasa bahwa pendapatan yang diperoleh sekarang telah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga ketika pendapatan per kapita meningkat, responden akan mengurangi alokasi waktunya pada kegiatan di luar usahatani keluarga.

Pada taraf kepercayaan 95 persen, variabel dummy kesempatan kerja di desa berpengaruh signifikan dan positif terhadap keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Ini berarti bahwa bila laki-laki (suami) merasa bahwa ada kesempatan kerja di desanya, maka peluang laki-laki untuk bekerja/berusaha

di luar usahatani keluarga akan meningkat. Nilai ME dari variabel dummy

kesempatan kerja laki-laki adalah sebesar 0.022, ini berarti bahwa jika ada kesempatan kerja di desa, maka peluang laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan bertambah sebesar 0.022.

Hasil ini sangat logis terjadi. Fenomena kurangnya kesempatan kerja di perdesaan tentu saja merupakan sesuatu yang sudah banyak diketahui, sehingga ketika ada kesempatan kerja di daerahnya, maka responden akan memiliki peluang yang lebih besar untuk bekerja di luar usahatani.

Dari tabel di atas nampak bahwa pada taraf kepercayaan 95 persen, variabel keterampilan yang dimiliki suami berpengaruh signifikan dan positif terhadap keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Ini berarti bahwa bila suami mempunyai keterampilan tertentu, maka peluang laki-laki untuk bekerja/berusaha di luar usahatani keluarga akan lebih tinggi. Nilai ME dari variabel keterampilan laki-laki adalah sebesar 0.202, ini berarti bahwa jika laki-

laki mempunyai keterampilan, maka peluangnya untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan bertambah sebesar 0.202.

Seperti juga pada persamaan keputusan perempuan, hasil ini juga sangat logis, karena dengan adanya keterampilan khusus yang dimiliki, maka akan memberikan peluang yang lebih besar bagi laki-laki untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi di luar usahataninya, baik di sektor upah maupun mengelola suatu usaha mandiri. Disamping peluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih besar, dengan adanya keterampilan khusus tersebut, biasanya seseorang juga akan memperoleh upah yang lebih tinggi dibanding seseorang yang tidak mempunyai keterampilan khusus. Di dunia usaha juga demikian, seseorang yang memiliki keterampilan tertentu, akan lebih mudah untuk menyelenggarakan suatu usaha mandiri dan mengelolanya dengan lebih baik, karena ia mengetahui cara-cara menjalankan usaha tersebut.

Dari keseluruhan responden laki-laki (n=194), sebanyak 34.54 persen yang memiliki keterampilan khusus, yaitu antara lain berupa keterampilan pertukangan (kayu dan batu), memanjat kelapa, membuat atap dan guru mengaji. Sedangkan 65.46 persen diantaranya tidak mempunyai keterampilan khusus.

Bila dianalisis menurut desa rawan pangan dan tahan pangan, maka keadaannya juga mirip dengan yang dialami perempuan, yaitu kurangnya partisipasi laki-laki pada kegiatan ekonomi di luar pertanian, meskipun nilainya di atas persentase partisipasi perempuan. Dari keseluruhan responden laki-laki di desa rawan pangan (n=144), hanya sekitar 29.86 persen yang memiliki keterampilan, sedangkan yang tidak memiliki keterampilan jauh lebih besar, yaitu sebesar 70.14 persen. Partisipasi laki-laki di desa tahan pangan (n=50) lebih

tinggi, yaitu sebesar 48 persen, sekitar 52 persen lainnya tidak berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi di luar usahatani keluarga.

Seperti juga pada model keputusan perempuan, dalam analisis inipun nampak adanya korelasi positif antara keterampilan laki-laki dengan partisipasinya dalam aktivitas ekonomi diluar usahatani keluarga. Ketika jumlah responden yang mempunyai keterampilan khusus meningkat, maka partisipasinya pada aktivitas ekonomi di luar usahatani keluarga juga meningkat.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan sebesar 95

persen, variabel dummy pembeda desa tahan pangan dan rawan pangan

berpengaruh signifikan dan positif terhadap keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani. Ini berarti bahwa bila responden tinggal di desa tahan pangan, maka peluang laki-laki untuk bekerja/berusaha di luar usahatani keluarga akan meningkat. Nilai ME dari variabel dummy adalah sebesar 0.219, ini berarti bahwa jika responden tinggal di desa tahan pangan, maka peluang laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan bertambah sebesar 0.219.

Keadaan potensi desa/kelurahan dan infrastuktur di daerah tahan pangan memang jauh lebih baik dibandingkan dengan desa-desa di daerah rawan pangan. Ini menjadi salah satu dorongan untuk lebih berkembangnya perekonomian di- daerah tersebut, sehingga dapat menyediakan kesempatan kerja dan berusaha yang lebih besar bagi warga masyarakatnya.