• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

PENGELOLAAN KONSUMSI & POLA

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu 1 Studi di Mancanegara

2.3.1.1. Gender dan Ketahanan Pangan

Gender dan ketahanan pangan saling berhubungan. Penelitian FAO (Undated) memberikan gambaran mengenai perubahan dan peranan mutakhir perempuan dalam ketahanan pangan pada wilayah yang berbeda di dunia, khususnya produsen pangan pada konteks global dan kecenderungan pertanian wilayah. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Keadaan yang tidak merata mengenai informasi pada wilayah dan negara disebabkan adanya gap atau kemiskinan data gender yang tidak terkumpul. Hal ini mengindikasikan perlunya

informasi lebih lanjut dan koleksi data dibutuhkan mengenai hal tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa perempuan memegang peranan penting

sebagai produsen pangan. Menurut perkiraan FAO (Undated), perempuan meng- hasilkan lebih dari 50 persen pangan yang tumbuh di dunia secara keseluruhan. Peranan perempuan di bidang pertanian bervariasi, baik antar wilayah maupun negara. Perempuan dan laki-laki mempunyai peran yang saling melengkapi, berbagi tugas dalam produksi hasil panen, peningkatan peternakan, dan perikanan. Pada kasus lain, perempuan dan laki-laki mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berbeda dalam pemanenan dan peternakan, perikanan, dan kehutanan. Walaupun pemanenan langsung dalam skala besar telah diperkenalkan namun keterlibatan laki-laki lebih diutamakan, khususnya dalam pertanian dengan mekanisasi tinggi. Tanggung jawab perempuan meningkat terhadap produksi pangan dalam skala rumahtangga dan pemanenan langsung dalam skala kecil dengan menggunakan teknologi rendah. Kontribusi perempuan lainnya adalah (1) pemelihara biodiversity, serta (2) pengolah dan penyaji makanan.

Peran lain perempuan adalah dalam pengolahan pangan yang berkontribusi terhadap ketahanan pangan melalui penurunan kehilangan pangan, penganekara- gaman diet, dan mensuplai vitamin penting bagi tubuh. Perempuan juga bertanggung jawab terhadap waktu konsumsi, penggilingan, pengasapan ikan dan daging, mengolah dan memelihara buah dan sayur yang dihasilkan dari pekarangan rumah, bertanggung jawab secara universal dalam penyiapan makanan keluarga, dan menjamin kualitas gizi seluruh anggota keluarga.

Sebagai penerima gaji, perempuan bertanggung jawab dalam penyediaan pangan untuk keluarga. Jika tidak sebagai penghasil, maka sebagai penerima

penghasilan, perempuan tetap berkewajiban membeli pangan. Pada perempuan desa dan kota, proporsi terbesar dari upah mereka digunakan untuk membeli makanan bagi anggota keluarga. Selain itu perempuan desa dan kota memiliki tanggung jawab yang berbeda dalam penyediaan makanan. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan keluarga mereka. Ketika perempuan mempunyai kontrol terhadap kelebihan penghasilan, maka mereka dapat mempertahankan tingkat kesejahteraan keluarga, khususnya pada perbaikan kualitas gizi anggota keluarga.

Faktor yang mempengaruhi ketidakleluasaan peranan perempuan dalam

ketahanan pangan adalah ’kebutaan gender dan ketidakmampuan melihat peranan perempuan dalam ketahanan pangan’. Kurangnya kesadaran terhadap peran spesifik yang berbeda pada laki-laki dan perempuan dalam produksi pertanian dan ketahanan pangan menghasilkan ’kebutaan gender’. Ketidaksadaran terhadap adanya perbedaan ini menyebabkan adanya persepsi bahwa kebutuhan petani laki- laki dan perempuan sama, sehingga mereka lebih memilih petani laki-laki daripada perempuan.

Secara khusus Horenstein (1989) melakukan penelitian tentang perempuan dan ketahanan pangan di Kenya. Tujuannya adalah mempelajari hubungan kritis melalui penilaian beberapa pengaruh ketahanan pangan rumahtangga dan juga peran spesifik perempuan dan kendalanya di Kenya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perempuan Kenya (9 dari 10 orang) tinggal di daerah perdesaan. Mereka melakukan peran penting dan menyangkut berbagai bidang di sektor perdesaan sebagai petani kecil, penerima pendapatan, dan sebagai kepala rumahtangga, karena pria berpindah atau

merantau ke daerah lain untuk mencari pekerjaan. Hal ini meningkatkan komitmen dan tanggung jawab seorang perempuan.

Berhubungan dengan peran mereka sebagai petani, perempuan terlibat dalam memasarkan hasil pertanian. Sebagai penyedia makanan untuk keluarga, perempuan mempunyai peran ganda, yaitu sebagai pembeli dan penjual. Peran lainnya adalah dalam penyimpanan hasil panen, dimana ini sangat mempengaruhi pencapaian ketahanan pangan, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Perempuan merupakan penghasil pendapatan (income earners), baik yang diperoleh dari hasil usahatani maupun non usahatani, juga dari kiriman keluarga mereka yang bekerja di luar daerah. Perempuan mempunyai tanggung jawab utama dalam pembelian makanan, kemampuan mereka dalam mengontrol penghasilan menjadi sangat penting dalam pencapaian ketahanan pangan.

Perempuan memegang peranan kritis sebagai penyedia makanan : memilih jenis makanan yang tersedia di pasar atau yang dihasilkan dari kebun, mengaloka- sikan jumlah makanan untuk anggota keluarga, mempersiapkan makanan, dan membuat variasi pada setiap makanan (Clark, 1985 dalam Horenstein, 1989). Gambar 3 di bawah ini menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan di tingkat rumahtangga.

Rumahtangga pertanian menyumbangkan berbagai bahan pangan. Penghasilan pangan domestik (makanan yang menjalani proses secara umum, penyiapan, dan penyimpanan) dapat dikonsumsi oleh rumahtangga dan sebagaian lagi dijual ke pasar atau keseluruhan hasil panen langsung dijual. Penghasilan yang diperoleh dari hasil penjualan makanan atau hasil panen dapat juga digunakan untuk membeli bahan makanan yang lain. Sumber penghasilan lain

(kiriman, dari pekerjaan sambilan di luar pertanian, upah sebagai tenaga kerja musiman) juga dapat digunakan untuk membeli makanan atau untuk meningkatkan produksi domestik.

Sumber : Horenstein, 1989

Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumahtangga

Akses informasi mengenai gizi dan kesehatan serta pelayanannya, status gizi, dan kesehatan masing-masing individu akan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian penghasilan keluarga untuk membeli makanan dan/atau memperoleh manfaat dari makanan yang dikonsumsi. Ketersediaan waktu untuk melakukan berbagai tugas yang berhubungan dengan produksi dan konsumsi makanan akan mempengaruhi tingkat ketahanan pangan dalam skala rumahtangga. Oleh karena itu diperlukan penghematan teknologi pada beberapa titik dalam siklus makanan. Adanya hubungan antara semua faktor menjadi hal

Kebijakan Pangan Nasional dan Pertanian

(harga, pemasaran, insentif produksi, bantuan pangan, subsidi, input, dll)

Akses terhadap lahan, tenaga kerja, pelayanan, input, dan pemasaran

Pengolahan, Penyiapan, Penyimpanan

Produksi Pertanian Rumahtangga

Dijual Kerja di Luar Pertanian

Konsumsi Ketahanan Pangan Rumahtangga Pendapatan Uang Kiriman

Akses Intra-Rumahtangga Kontrol dan Alokasi

Sumberdaya

Belanja Pangan

Belanja Non Pangan Informasi Nutrisi

dan Pelayanan

Informasi Kesehatan dan Pelayanan

yang kritis dan dinamis terhadap pencapaian ketahanan pangan pada skala rumahtangga. Hal ini terkait dengan pengetahuan dan pemahaman para pelaku rumahtangga yang diperlukan oleh pelaku rumahtangga terkait bagaimana cara mendapatkan, mengawasi, mengalokasikan, dan menggunakan sumberdaya secara proporsional. Fokusnya adalah apa dan berapa banyak tanaman yang dialokasikan untuk dijual dan dibeli, seiring dengan penambahan pengetahuan mengenai siapa yang memperoleh penghasilan dan bagaimana penghasilan tersebut digunakan merupakan variabel kunci untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumahtangga.