• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Laba Rugi

Dalam dokumen KELAYAKAN SNIS BOGOR SKRIPSI SARWANTO (Halaman 129-139)

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

2) Biaya Variabel

7.2. Analisis Laba Rugi

Analisis laba rugi dilakukan untuk mengetahui perkembangan laba usaha setiap tahunnya. Laba bersih merupakan hasil dari penerimaan dikurangi biaya

116 tetap dan biaya variabel. Selain itu, terdapat komponen yang dapat mengurangi laba bersih yaitu biaya penyusutan dan pajak penghasilan.

Biaya penyusutan merupakan biaya atas barang-barang investasi yang nilainya disusutkan setiap tahunnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung penyusutan yaitu dengan menggunakan metode perhitungan garis lurus. Formulasi penghitungan penyusutan dilakukan seperti di bawah ini:

Penyusutan per Tahun Nilai Beli Nilai Sisa Umur Pakai

Nilai beli merupakan harga beli suatu peralatan atau barang investasi. Umur pakai merupakan umur ekonomis dari peralatan investasi tersebut. Nilai sisa merupakan nilai suatu barang investasi apabila telah habis umur pakainya. Peralatan investasi pada Peternakan Maju Bersama dianggap tidak memiliki nilai sisa (nilai sisa = 0) karena peralatan investasi tersebut tidak memiliki nilai jual ketika sudah habis umur ekonomisnya. Pada Peternakan Maju Bersama besarnya penyusutan per tahun dari tahun ke-1 hingga ke-5 sebesar Rp 6.505.250,00. Pada tahun ke-0 biaya penyusutan sebesar Rp 5.779.916,67. Perbedaan ini dikarenakan pada tahun ke-0 hanya dilakukan produksi percobaan dimana pada produksi percobaan tidak menggunakan peralatan pasca panen karena itik yang dipenen dijual dalam bentuk itik hidup. Oleh karena itu, pada tahun ke-0 tidak terdapat penyusutan atas peralatan pasca panen. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat dalam Lampiran 8.

Besarnya tarif pajak penghasilan mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 tentang pajak yang ditetapkan tarif pajak penghasilan sebesar 25 persen. Besarnya pajak yang harus dibayarkan perusahaan dimulai pada tahun ke-1 karena pada tahun ke-0 laba perusahaan bernilai negatif. Total pajak penghasilan yang harus dibayarkan selama umur proyek yaitu Rp 62.767.270,83.

Berdasarkan proyeksi laba rugi pada Peternakan Maju Bersama menunjukan bahwa pada tahun ke-0 terjadi rugi sebesar Rp 29.751.046,67. Pada tahun ke-2 hingga ke-4 laba perusahaan sama setiap tahunnya yaitu Rp 39.782.812,50. Pada tahun ke-1 laba perusahana sebesar Rp 29.049.562,50. Pada tahun ke-5 laba perusahaan sebesar Rp 39.903.812,50. Selama umur proyek, total

117 laba bersih yang didapatkan perusahaan sebesar Rp 158.550.765,83. Rata-rata laba bersih per tahun sebesar Rp 26.425.127,64 dan rata-rata laba bersih per bulan sebesar Rp 2.202.093,97. Rincian proyeksi laba rugi dapat dilihat dalam Lampiran 9.

7.3. Analisis Kelayakan Investasi

Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari aspek finansial. Modal usaha pada Peternakan Maju Bersama menggunakan modal sendiri sehingga tingkat diskonto yang digunakan yaitu tingkat bunga Bank Indonesia (BI rate) pada saat ini (November 2011) yaitu sebesar 6,0 persen.

Kriteria yang digunakan dalam analisis finansial pada Peternakan Maju Bersama yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Besarnya NPV menggambarkan nilai kini dari manfaat bersih yang diperoleh dari bisnis selama umur bisnis tersebut. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan apabila memiliki NPV > 0. Hasil perhitungan Net Present Value pada Peternakan Maju Bersama yaitu sebesar Rp 123.195.658,77. Hasil perhitungan NPV tersebut menunjukan bahwa Peternakan Maju Bersama akan mendapatkan manfaat kini bersih dari usaha yang dijalankan selama umur proyek sebesar Rp 123.195.658,77. Peternakan Maju Bersama dikatakan layak untuk dijalankan karena NPV yang dihasilkan > 0.

Nilai IRR mengindikasikan besarnya kemampuan usaha untuk memberikan pengembalian atas modal yang dikeluarkan. IRR merupakan discount rate yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, ketika IRR sama dengan nilai discount rate yang digunakan dalam analisis finansial maka usaha tersebut tidak menghasilkan keuntungan bersih karena NPV yang dihasilkan bernilai nol. Selain itu opportunity cost atas deposito yang mungkin akan didapatkan menjadi tidak ada karena pada saat modal ditanamkan pada bank sebagai deposito, pemilik tidak memiliki biaya imbangan yang harus dikorbankan ketika modal didepositokan. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan ketika IRR yang dihasilkan lebih besar dari discount rate yang ditentukan dalam analisis.

118 Berdasarkan perhitungan pada cash flow didapatkan nilai IRR pada Peternakan Maju Bersama sebesar 64,44 persen. Hal itu menunjukan bahwa usaha mampu memberikan pengembalian atas modal yang dikeluarkan sebesar 64,44 persen. Berdasarkan IRR, dapat dikatakan bahwa Peternakan Maju Bersama layak untuk dijalankan karena IRR yang dihasilkan yaitu 64,44 persen lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu sebesar 6,00 persen.

Nilai Net B/C menunjukan seberapa besar manfaat yang akan didapatkan atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan proyek. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan apabila nilai Net B/C > 1. Nilai Net B/C pada Peternakan Maju Bersama yaitu 3,11 yang artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 3,11. Berdasarkan kriteria Net B/C usaha Peternakan Maju Bersama layak untuk dijalankan.

Payback Period (PP) menunjukan seberapa lama modal investasi yang telah dikeluarkan dapat kembali. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan apabila nilai PP lebih kecil dari umur proyek. Nilai PP pada Peternakan Maju Bersama yaitu 2,36 tahun yang artinya adalah modal investasi yang telah ditanamkan perusahaan akan kembali setelah 2,36 tahun sejak usaha dijalankan. Oleh karena pada Peternakan Maju Bersama terdapat tahun investasi yaitu tahun ke-0 maka periode pengembalian atau Payback Period (PP) dihitung dari tahun operasional yaitu tahun 1. Dengan demikian, PP akan terjadi pada tahun ke-2,36. Peternakan Maju Bersama dikatakan layak untuk dilaksanakan karena PP terjadi pada tahun ke-2,36 yang masih berada dalam umur proyek dimana proyek dilakukan hingga tahun ke-5.

Tabel 15. Hasil Analisis Kriteria Kelayakan Investasi

No Kriteria Kelayakan Hasil Penilaian

1 NPV Rp 123.195.658,77

2 IRR 64,44 persen

3 Net B/C 3,11

4 PP 2,36 tahun

Berdasarkan hasil analisis menggunkan kriteria investasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Peternakan Maju Bersama layak untuk dijalankan berdasarkan aspek finansial. Dengan demikian, usaha pembesaran itik pedaging pada Peternakan Maju Bersama dapat direalisasikan selama umur proyek yaitu

119 enam tahun yang terdiri dari tahun ke-0 (tahun investasi) dan tahun ke-1 hingga ke-5 (tahun operasional). Rincian arus kas (cash flow) dapat dilihat dalam Lampiran 10.

Berdasarkan kriteria investasi yang didapatkan, apabila pemilik merealisasikan usaha pembesaran itik pedaging pada Peternakan Maju Bersama dengan menginvestasikan sumber daya modal maka dinilai sudah tepat. Hal ini dikarenakan semua kriteria investasi yang digunakan pada Peternakan Maju Bersama sudah memenuhi kriteria kelayakan. Seperti yang telah disebutkan di atas, nilai IRR yang didapatkan relatif tinggi yaitu 64,44 persen yang lebih tinggi daripada tingkat diskonto yaitu 6,00 persen. Hal tersebut menunjukkan, apabila sumberdaya modal hanya didepositokan di bank, maka pengembalian yang didapatkan tidak lebih daripada 6,00 persen sedangkan apabila diinvestasikan ke dalam usaha pada Peternakan Maju Bersama akan mendapatkan pengembalian sesuai IRR yaitu 64,44 persen.

Net Present Value (NPV) yang didapatkan juga cukup besar yaitu Rp 123.195.658,77. Dengan mengasumsikan umur proyek selama enam tahun (dihitung dari tahun ke-0) rata-rata manfaat bersih yang dapat diterima per tahun sebesar Rp 20.532.609,79 atau sebesar Rp 1.711.050,82 per bulan. Manfaat bersih (laba bersih yang sudah didiskonto) yang diterima per bulan sebesar Rp 1.711.050,82 menunjukan masih lebih besar dibandingkan dengan UMK (Upah Minimum Kabupaten) Kabupaten Bogor tahun 2012 yang akan datang sebesar Rp 1.269.320,00 (berdsarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1540-Bangsos/2011 tanggal 21 November 2011 tentang Upah Minimum Kabupaten Dan Kota Di Jawa Barat Tahun 20126). Hal ini menunjukan selain layak, usaha ini juga menguntungkan dibandingkan menjadi pekerja yang memperoleh pendapatan sebesar UMK Kabupaten Bogor sebesar Rp 1.269.320,00. Demikian juga layak berdasarkan Net B/C karena relatif tinggi yaitu sebesar 3,11. Dari PP yang didapatkan, maka modal akan kembali pada tahun ke-2,36 dari umur bisnis sampai tahun ke-5.

6

Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Bogor Tahun 2012 Rp. 1.269.320,- http://kadinbogor.blogspot.com/2011/12/upah-minimum-kabupaten-umk-kabupaten.html

120

7.4. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

Gittinger (1986) menyatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Nilai pengganti (switching value) ini merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi sehingga bisnis masih tetap layak.

Nilai pengganti (switching value) merupakan suatu nilai dimana pada nilai tersebut nilai NPV yang dihasilkan sama dengan nol, Net B/C sama dengan satu, dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga (pinjaman atau deposito). Besarnya perubahan ditentukan secara trial and error (coba-coba) hingga diperoleh nilai perubahan maksimum yang masih dapat ditoleransi oleh suatu usaha dari sudut pandang finansial usaha tetap dinyatakan layak untuk dijalankan (limit kelayakan). Analisis nilai pengganti (switching value) tepat dilakukan pada Peternakan Maju Bersama mengingat Peternakan Maju Bersama tersebut masih relatif baru didirikan sehingga perusahaan belum mengalami fluktuasi variabel input dan output produksi.

Analisis nilai pengganti (switching value) dilakukan terhadap variabel-variabel yang dianggap paling mempengaruhi kelayakan usaha. Pada Peternakan Maju Bersama, variabel yang dianggap paling mempengaruhi kelayakan usaha adalah variabel harga pakan broiler, harga bibit (DOD), harga karkas, dan volume produksi. Analisis nilai pengganti (switching value) perlu dilakukan terhadap peningkatan harga pakan broiler dikarenakan biaya untuk pakan broiler merupakan biaya terbesar dalam biaya variabel pada Peternakan Maju Bersama yaitu sebesar 37,88 persen dari total biaya variabel. Selain terhadap pakan broiler, analisis switching value juga perlu dilakukan terhadap kenaikan harga bibit karena bibit merupakan biaya terbesar kedua setelah pakan broiler dalam biaya variabel yaitu sebesar 32,03 persen. Sedangkan analisis switching value yang dilakukan terhadap penurunan harga penjualan karkas dikarenakan karkas merupakan produk utama dari Peternakan Maju Bersama yang mendatangkan manfaat terbesar sehingga menjadi variabel yang paling mempengaruhi kelayakan dari aspek penerimaan. Persentase penerimaan dari penjualan karkas mencapai 96,32

121 persen dari total penerimaan selama umur proyek. Analisis switching value juga perlu dilakukan terhadap penurunan volume produksi. Volume produksi sangat berpengaruh terhadap volume penjualan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan. Analisis switching value terhadap penurunan volume produksi akan dilakukan setelah memperhitungkan tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate = SR) perusahaan sebesar 75 persen. Dari perhitungan nilai pengganti (switching value) penurunan volume produksi akan diketahui maksimal penurunan volume produksi dari target semula sebesar 1.500 ekor itik, penurunan SR dari semula 75 persen, dan nilai SR minimum yang masih ditoleransi perusahaan sehingga usaha masih layak dijalankan.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai pengganti (switching value) terhadap harga pakan broiler didapatkan nilai pengganti sebesar 75,00 persen. Artinya adalah usaha akan tetap layak apabila peningkatan harga pakan tidak lebih dari 75,00 persen atau menjadi Rp 454.997,54 per karung dari harga pada kondisi normal atau pada saat ini Rp 260.000,00 per karung.

Peningkatan harga bibit yang masih dapat ditolerensi sehingga usaha masih layak dijalankan yaitu apabila tidak lebih dari 88,09 persen. Artinya adalah usaha akan tetap layak dijalankan apabila peningkatan harga pakan tidak lebih dari 88,09 persen atau menjadi Rp 8.464,13 per ekor dari harga pada kondisi normal atau pada saat ini Rp 4.500,00 per ekor. Apabila harga bibit lebih dari Rp 8.464,13 per ekor maka usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan.

Harga karkas paling rendah yang dapat ditoleransi sehingga usaha masih layak dijalankan adalah apabila tidak kurang dari Rp 24.556,87 per ekor. Dengan kata lain, usaha menjadi tidak layak dari aspek keuangan jika terjadi penurunan harga karkas sebesar Rp 5.443,13 per ekor dari harga pada kondisi normal yaitu Rp 30.000,00 per ekor atau terjadi penurunan harga karkas (nilai pengganti) sebesar 18,14 persen.

Penurunan volume produksi yang dapat ditoleransi sehingga usaha masih layak dijalankan yaitu 18,33 persen. Artinya adalah usaha akan tetap layak dijalankan apabila penurunan volume produksi tidak lebih dari 18,33 persen atau sebesar 275 ekor dari jumlah produksi sebesar 1.500 ekor (setelah memperhitungkan SR 75 persen). Hal tersebut menunjukan bahwa perusahaan

122 masih memenuhi kriteria kelayakan investasi apabila dapat memanen itik dalam satu siklus produksi sebanyak tidak kurang dari 1.225 ekor dari itik yang dibudidayakan sebanyak 2.000 ekor atau dari target panen sebanyak 1.500 ekor. Berdasarkan perhitungan nilai pengganti volume produksi maksimum penurunan SR yang masih dapat ditoleransi yaitu sebesar 13,78 persen dari target awal 75 persen. Survival Rate (SR) minimum dari usaha ini sebesar 61,22 persen dari total itik yang dibudidayakan sebesar 2.000 ekor per siklus produksi. Apabila SR dalam setiap siklus produksi selama umur bisnis kurang dari 61,22 persen maka usaha tidak layak untuk dijalankan.

Tabel 16. Hasil Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

No Variabel yang Berubah Nilai (%)

1 Maksimum peningkatan harga pakan broiler 75,00

2 Maksimum peningkatan harga bibit 88,09

3 Maksimum penurunan harga karkas 18,14

4 Maksimum Penurunan volume produksi 18,33

Berdasarkan hasil perhitungan nilai pengganti, perusahaan perlu mewaspadai fluktuasi harga input dan output produksi terutama penurunan harga jual karkas. Usaha pembesaran itik pedaging pada Peternakan Maju Bersama lebih sensitif terhadap perubahan harga jual karkas dibandingkan perubahan harga pakan broiler dan harga bibit. Perubahan harga jual karkas memiliki tingkat nilai pengganti yang relatif rendah yaitu 18,14 persen yang berarti apabila terjadi penurunan lebih dari 18,14 persen saja dari harga jual karkas akan menyebabkan usaha pembesaran itik menjadi tidak layak untuk dijalankan. Usaha tidak terlalu sensitif terhadap peningkatan harga pakan broiler dan bibit karena persentase peningkatan yang akan menyebabkan usaha menjadi tidak layak berada pada persentase yang relatif tinggi yaitu kenaikan harga sebesar 75,00 persen untuk pakan broiler dan 88,09 persen untuk bibit.

Hasil perhitungan switcing value dapat bermanfaat bagi pemilik dan pengelola Peternakan Maju Bersama dalam merencanakan usahanya. Adanya potensi penurunan harga karkas perlu dicermati pemilik dan pengelola perusahaan. Seperti telah disebutkan di atas, penurunan harga karkas yang masih

123 dapat ditoleransi sehingga usaha masih layak dijalankan apabila tidak lebih dari Rp 5.443,13 per ekor dari harga semula yang ditetapkan sebesar Rp 30.000 per ekor. Potensi penurunan harga karkas lebih dari Rp 5.443,13 dapat terjadi mengingat terdapat potensi peningkatan persaingan pada usaha pembesaran itik pedaging yang dapat meningkatkan penawaran sehingga harga jual produk (karkas) mengalami penurunan.

Pengelola perlu memperhatikan potensi terjadinya penurunan harga karkas dengan melakukan tindakan preventif terhadap penurunan harga karkas tersebut. Alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan menurunkan tingkat persaingan dan melakukan efisiensi biaya. Tingkat persaingan dapat diturunkan dengan cara melakukan kerjasama dengan para pesaing atau membentuk perkumpulan usaha misalnya kelompok pengusaha itik atau bergabung dengan asosiasi yang telah ada sebelumnya. Sementara itu, efisiensi biaya dilakukan untuk menurunkan biaya produksi. Salah satu alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan efisiensi usaha atau biaya yaitu dengan menambah skala usaha. Hal itu dikarenakan skala usaha peternakan sangat menentukan efisiensi usaha (Siregar dan Ilham 2002). Memperbesar skala usaha sampai batas tertentu akan mengakibatkan turunnya biaya produksi rata-rata. Hal ini dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai skala usaha dengan hasil bertambah (increasing return to scale), yang kemudian menghasilkan economies of scale yang tinggi. Perluasan selanjutnya sampai pada suatu titik minimum, dalam hal dimana biaya produksi rata-rata tidak berubah (constant return to scale) dan bila dilanjutkan perluasan tersebut akan mengakibatkan naiknya biaya produksi rata-rata (decreasing return to scale).

Di luar potensi adanya penurunan harga karkas, penurunan volume produksi dalam setiap siklus produksi pada Peternakan Maju Bersama juga perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan nilai pengganti penurunan volume produksi yang terjadi relatif rendah yaitu 18,33 persen sehingga usaha dapat dikatakan sensitif terhadap penurunan volume produksi. Jumlah produksi perlu dijaga sehingga tidak kurang dari batas nilai pengganti sebesar 18,33 persen atau terjadi penurunan volume produksi lebih dari 275 ekor dalam setiap siklus produksi dari target awal 1.500 ekor. Hal ini berarti produksi terendah yang masih ditolerasi

124 perusahaan yaitu sebesar 1.225 ekor per siklus produksi. Proses budidaya perlu dilakukan mengikuti metode yang tepat, baik dari segi pemberian pakan maupun penanganan penyakit dan semua aspek budidaya lainnya. Pengelola perlu meningkatkan pengetahuan keterampilan budidaya pembesaran itik pedaging. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan kunjungan atau magang ke peternakan itik pedaging yang lebih maju secara terencana.

Hasil switching value pada aspek produksi (penurunan volume produksi) memiliki keterkaitan dengan aspek pemasaran. Dengan adanya batasan mengenai produksi yang tidak boleh kurang dari 1.225 ekor itik (hasil perhitungan switching value) maka jumlah produksi (karkas) yang dipasarkan atau dijual juga jangan kurang dari 1.225 ekor per siklus produksi. Hal ini berarti harus ada keterjaminan pasar bagi produk yang dihasilkan (karkas). Untuk memastikan produk terjual maka perlu melakukan penjajakan produksi sebelum waktu panen dan menjalin kontrak dengan pelanggan akan lebih baik sehingga dapat menjamin seluruh produk yang dihasilkan dapat terserap pasar. Hal ini perlu dilakukan karena sejauh ini perusahaan belum memiliki pelanggan tetap atau belum melakukan perjanjian kontrak kerjasama sebagai supplier bagi pelanggan tertentu.

Secara keseluruhan, baik variabel input maupun output produksi, usaha pembesaran itik pedaging pada Peternakan Maju Bersama sensitif terhadap penurunan harga karkas dan volume produksi namun tidak sensitive terhadap peningkatan harga pakan broiler dan peningkatan harga bibit. Hal ini dikarenakan variabel peningkatan harga karkas dan volume produksi memiliki tingkat nilai pengganti yang relatif rendah yaitu 18,14 persen untuk penurunan harga karkas dan 18,33 persen untuk penurunan volume produksi sedangkan peningkatan harga pakan broiler dan bibit memiliki tingkat nilai pengganti yang relatif tinggi yaitu 75,00 persen untuk peningkatan harga pakan broiler dan 88,09 persen untuk peningkatan harga bibit. Proyeksi laba rugi dan arus kas (cash flow) nilai pengganti untuk peningkatan harga pakan broiler, peningkatan harga bibit, penurunan harga karkas, dan penurunan volume produksi dapat dilihat masing-masing dalam Lampiran 11, 12, 13, dan 14.

125

7.5. Analisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan Break Even Point (BEP)

Dalam dokumen KELAYAKAN SNIS BOGOR SKRIPSI SARWANTO (Halaman 129-139)