• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Prosedur Kerja

3.4.5 Analisis Morfologi Permukaan dengan Scanning Electron

Analisis permukaan dan tekstur adsorben terbaik yaitu adsorben yang diaktivasi fisika (sebelum dan sesudah adsorpsi) dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Sampel adsorben yang akan dianalisis diletakkan

sangat tipis merata pada plat alumunium yang memiliki dua sisi. Kemudian dilapisi dengan lapisan emas dengan waktu coating ± 30 detik. Sampel yang telah dilapisi, kemudian diamati menggunakan SEM dengan tegangan 20 kV dan perbesaran 5.000x dan 30.000x. dari gambar berupa foto SEM yang diperoleh, morfologi dan distribusi ukuran nanosfer dianalisis dengan menggunakan metode statistik.

36 3.4.6 Penentuan Isotherm Adsorpsi

Hasil penentuan variasi konsentrasi ion logam (adsorbat) berupa konsentrasi akhir (Ce) dan kapasitas adsorpsi (Q) diplotkan dengan menggunakan persamaan regresi linier. Nilai koefisien korelasi yang besarnya mendekati 1 setelah dibuat persamaan isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich maka akan menentukan jenis isotherm adsorpsi yang terjadi pada proses adsorpsi ion logam tersebut.

3.4.7 Penentuan Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi dihitung dengan melihat perubahan kondisi konsentrasi sebagai fungsi waktu. Kemudian ditentukan orde reaksi diantara orde 0, 1, dan 2 menggunakan Persamaan 9, 12, dan 15. Konstanta laju reaksi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius pada Persamaan 16.

3.4.8 Regenerasi adsorben

Ion logam yang telah terserap dalam material adsorben serbuk gergaji kayu meranti pada kondisi optimum dilepaskan kembali atau dielusi dengan cara menambahkan larutan HNO3 0,5 M, Na2EDTA 0,01 M dan H2O sebanyak 20 mL pada masing-masing adsorben. Kemudian filtrat dipisahkan dengan adsorben dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya konsentrasi ion logam didalam filtrat ditentukan kembali dengan spektrofotometer serapan atom (SSA).

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Adsorben Serbuk Gergaji Kayu Meranti

Pembuatan adsorben serbuk kayu meranti yang digunakan untuk menyerap ion logam dilakukan dalam 3 (tiga) bentuk perlakuan, yaitu tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Serbuk kayu meranti yang didapatkan dari hasil limbah buangan toko mabel kayu ini sebelumnya dibersihkan dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang terdapat di dalam serbuk seperti pasir, tanah, batu-batuan kecil dan lain sebagainya. Serbuk kayu meranti dijemur dibawah sinar matahari selama satu minggu untuk mengurangi kadar air yang ada dalam serbuk kayu meranti agar serbuk kayu meranti menjadi kering.

Serbuk kayu meranti juga dihaluskan dengan menggunakan blender agar bentuk serbuk kayu meranti menjadi semakin kecil sehingga lebih mudah untuk dihaluskan. Kemudian serbuk kayu meranti dikeringkan kembali dengan menggunakan oven pada suhu 110 oC selama ± 3 jam. Suhu 110 oC membuat kandungan air yang ada pada serbuk kayu meranti akan menguap seluruhnya.

Adsorben tanpa aktivasi, aktivasi fisika, dan aktivasi kimia menghasilkan warna fisik yang berbeda pada ketiganya (Gambar 8). Sampel tanpa aktivasi memiliki warna coklat muda sedangkan sampel aktivasi kimia berwarna coklat gelap dan sampel aktivasi fisika berwarna hitam sebab sampel telah menjadi karbon aktif. Warna lebih gelap atau pucat pada aktivasi kimia disebabkan karena adanya reaksi hidrolisis yaitu pemecahan rantai polisakarida menjadi monosakarida (Kirk

& Othmer, 1983).

38 (a) (b) (c)

Gambar 8. (a) Aktivasi fisika (b) aktivasi kimia (c) tanpa aktivasi Serbuk kayu meranti tanpa aktivasi tidak diberikan perlakuan apapun hanya memperkecil ukuran partikelnya yaitu menjadi <180 µm. Serbuk kayu meranti diperkecil ukuran partikelnya agar ukuran partikel adsorben memiliki luas permukaan yang besar. Luas permukaan adsorben yang semakin besar akan membuat kapasitas adsorpsi suatu adsorben dalam mengadsorpsi suatu adsorben juga semakin besar (Nurhasni, 2012). Aktivasi secara fisika serbuk kayu diarangkan pada suhu 250 oC selama 2,5 jam (Nurhasni, 2014). Proses karbonasi pembuatan arang aktif ini dilakukan dengan menggunakan furnace. Penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi (250 oC) dikarenakan pada suhu tersebut (<250 oC) serbuk kayu meranti sudah menjadi arang dan terjadi pengurangan volume, sedangkan jika suhunya >250 oC akan menyebabkan serbuk kayu terbakar menjadi abu dan menjadi sangat mudah hancur (Hendra et al., 2015). Ukuran partikelnya kemudian diperkecil sampai menjadi <180 µm. Aktivasi fisika ini dilakukan dengan membuka pori-pori dari adsorben melalui proses karbonasi sehingga pori-porinya semakin

39 besar dan memungkinkan untuk ion logam terperangkap didalam pori-pori adsorben tersebut.

Aktivasi kimia dilakukan dengan melakukan penambahan zat kimia ke dalam sampel serbuk kayu meranti. Sampel adsorben yang digunakan sudah dihaluskan ukurannya menjadi ukuran <180 µm. Modifikasi sampel ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam yaitu direndam menggunakan HCl 4 M (Nurhasni, 2012). Reaksi yang terjadi pada senyawa didalam adsorben dengan HCl adalah reaksi hidrolisis. Hidrolisis merupakan proses pemutusan rantai atau pemecahan suatu senyawa menggunakan air. Selulosa yang terdapat pada adsorben terhidrolisis menjadi monomer glukosa (Gambar 9). Reaksi pada air dan karbohidrat berlangsung lama sehingga dibutuhkan katalisator atau aktivator yaitu asam klorida untuk mempercepat reaksi (Mastuti, et al., 2010).

Gambar 9. Mekanisme reaksi hidrolisis asam pada selulosa (Fengel &

Wegener, 1995).

Aktivasi bertujuan untuk memperluas volume rongga atau pori-pori adsorben sebab molekul-molekul pengaktif yang ada akan teradsorpsi oleh bahan adsorben yang melarutkan pengotor yang berada dalam pori seperti mineral anorganik (Miftah et al, 2009). Penggunaan HCl dikarenakan HCl lebih dapat melarutkan

40 pengotor sehingga proses penyerapan adsorbat menjadi lebih maksimal pada saat proses adsorpsi hal ini disebabkan pori-pori permukaannya yang beraturan dan lebih banyak terbentuk dibandingkan jika menggunakan larutan asam lainnya seperti H2SO4 (Nurhasni, 2012).

4.2 Kondisi Optimum Adsorpsi 4.2.1 Konsentrasi Adsorben

Penentuan kondisi optimum dari konsentrasi adsorben dilakukan dengan membandingkan empat variasi konsentrasi adsorben sebesar 1,25; 2,50; 3,75; dan 5% dimana masing-masing massa biosorben sebesar 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 g. Suhu yang digunakan adalah suhu ruang 30 oC, pada pH netral dalam waktu 1 jam.

Konsentrasi adsorbat Cu, Cd dan Mn yang digunakan sebesar 10 ppm dan volume 20 mL. Konsentrasi 10 ppm digunakan karena pada perairan rata-rata kandungan maksimum ion logam berat adalah <2 ppm (Sofarini et al., 2010). Adsorben yang dikontakkan dengan absorbat di shaker dengan kecepatan 200 rpm. Adsorben dengan konsentrasi yang berbeda menghasilkan penurunan konsentrasi adsorbat yang dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12. Kondisi optimum pada masing-masing logam mengalami perbedaan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah ukuran jari-jari atom. Jari-jari atom logam yang lebih kecil dari ukuran jari-jari atom adsorben maka akan sangat mudah ion logam terserap dan terperangkap didalam sisi aktif adsorben. Ukuran jari-jari atom yang lebih besar dari jari-jari adsorben maka ion logam tidak dapat melekat pada dinding adsorben sehingga menyebabkan efisiensinya tidak optimum dalam adsorpsi (Amri, 2008).

Logam Mn yang memiliki jari-jari atom yang lebih besar jika dibandingkan dengan

41 logam Cu dan Cd yaitu sebesar 137 pm dan logam Cu sebesar 128 pm sedangkan logam Cd sebesar 109 pm (Surbakti et al., 2016). Hal ini menyebabkan efisiensi adsorpsi pada logam Mn lebih kecil jika dibandingkan dengan logam lainnya.

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam Cu

Gambar 11. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam Cd

Gambar 12. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam Mn

0

42 Hasil penentuan konsentrasi adsorben optimum pada ion logam menunjukan hasil efisiensi adsorpsi yang berbeda-beda pada setiap logam. Adsorben tanpa aktivasi yang dibutuhkan untuk mengadsorpsi ion logam Cu sebesar 3,75%, sedangkan adsorben dengan aktivasi fisika sebesar 2,5% dan adsorben dengan aktivasi kimia sebesar 2,5%. Adsorben tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi kimia yang dibutuhkan untuk mengadsorpsi ion logam Cd sebesar 1,25%. Adsorben tanpa aktivasi yang dibutuhkan untuk mengadsorpsi ion logam Mn sebesar 1,25%, sedangkan adsorben yang diaktivasi fisika sebesar 3,75% dan adsorben yang diaktivasi kimia sebesar 5%.

Konsentrasi adsorben yang ditingkatkan akan menghasilkan efisiensi penyerapan ion logam yang diserap juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11 seperti adsorben yang diaktivasi kimia efisiensi adsorpsinya terus meningkat dari konsentrasi adsorben 1,25% sebesar 50,67%, 2,5% sebesar 68,74%, 3,75% sebesar 84,62% dan 5% sebesar 96,74%. Meningkatnya konsentrasi adsorben akan menyebabkan luas permukaan adsorben menjadi lebih banyak tersedia sehingga terjadi peningkatan bidang aktif adsorben (Anggriawan, 2015).

Pemilihan konsentrasi adsorben terbaik dapat ditentukan dari kemampuan adsorben dalam menurunkan konsentrasi ion logam dalam adsorbat. Konsentrasi adsorbat 10 ppm dapat diserap hampir 100% oleh ketiga jenis adsorben sehingga jika konsentrasi adsorbat ditingkatkan kemungkinan adsorben masih dapat menyerap ion logam yang ada pada adsorbat.

Konsentrasi adsorben optimum rata-rata berada pada konsentrasi 1,25%

sampai 3,75%. Hal ini dapat dilihat pada grafik efisiensi adsorpsi pada Gambar 10, 11 dan 12 yang menunjukan jika efisiensi terbesar pada ion logam terjadi pada

43 konsentrasi adsorben 1,25%-3,75%. Hal ini terjadi pada penelitian yang dilakukan Irawan et al (2015) yang menghasilkan massa optimum 2,5% dan efisiensi adsorpsi relatif konstan dan menurun ketika massa adsorben dinaikan >2,5% menggunakan adsorben abu layang. Penurunan ini disebabkan konsentrasi ion logam yang terserap pada permukaan adsorben lebih besar dibanding yang tersisa pada larutan.

Perbedaan konsentrasi tersebut menyebabkan ion logam yang sudah terikat akan terdesorpsi kembali ke dalam larutan.

Kapasitas adsorpsi pada penentuan kondisi optimum adsorben terjadi penurunan seiring dengan meningkatnya efisiensi adsorpsi (Lampiran 1). Logam Cu pada konsentrasi adsorben 1,25% kapasitas adsorpsinya sebesar 0,6172 mg/g, 2,50% sebesar 0,3173, 3,75% sebesar 0,2178 mg/g dan 5% sebesar 0,1633 mg/g.

Hal ini disebabkan dalam kondisi konsentrasi adsorbat tetap terjadi peningkatan sisi aktif justru akan meningkatkan penyebaran adsorbat, sehingga kapasitas adsorpsi lebih rendah dibandingkan dengan jumlah sisi aktif yang lebih sedikit (Irawan, et al., 2015).

4.2.2 Konsentrasi Adsorbat

Konsentrasi adsorbat dapat mempengaruhi daya adsorpsi dari biosorben.

Variasi konsentrasi yang digunakan yaitu 10; 30; 50; dan 70 ppm dengan suhu yang digunakan adalah suhu ruang 30 oC, pada pH netral dalam waktu 1 jam. Hasil setelah proses adsorpsi menunjukkan konsentrasi adsorbat yang paling rendah 10 ppm memiliki nilai efisiensi adsorpsi yang paling tinggi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 13, 14 dan 15. Ketika konsentrasi ditingkatkan, nilai efisiensi adsorpsi semakin menurun. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi tinggi jumlah adsorbat tidak sebanding dengan jumlah partikel adsorben serbuk kayu meranti sehingga

44 adsorben mengalami titik jenuh dan tidak lagi dapat menyerap adsorbat. Apabila adsorben sudah mencapai titik jenuh konsentrasi zat yang diserap tidak akan berubah atau berkurang karena terjadi kesetimbangan antara zat yang teradsorpsi dengan zat yang tersisa.

Gambar 13. Pengaruh konsentrasi adsorbat terhadap ion logam Cu

Gambar 14. Pengaruh konsentrasi adsorbat terhadap ion logam Cd

Gambar 15. Pengaruh konsentrasi adsorbat terhadap ion logam Mn

0

45 Efisiensi adsorpsi pada perbandingan konsentrasi adsorbat semakin menurun ketika konsentrasi ion logam semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada ion logam Cu tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi kimia konsentrasi adsorbat optimum terjadi pada 10 ppm dengan efisiensi 100%, begitupun dengan ion logam Cd dan Mn. Hal ini dikarenakan konsentrasi adsorbat yang rendah sehingga adsorben dapat menyerap adsorbat secara optimal. Semakin besar konsentrasi dari adsorbat maka semakin tinggi jumlah molekul yang terdapat dalam larutan sehingga akan meningkatkan laju adsorpsi antara molekul adsorbat dan adsorben (Barros et al., 2003).

Semakin tinggi efisiensi adsorpsi mengindikasikan jumlah molekul ion logam yang terjerap pada sisi aktif semakin besar. Konsentrasi optimum dari masing-masing ion logam pada 10 ppm (konsentrasi rendah) dengan efisiensi mencapai 100%. Hal ini membuktikan jika adsorbat terserap seluruhnya oleh adsorben. Hal yang sama terjadi pada penelitian Yu et al (2003) pada konsentrasi rendah perbandingan jumlah mol dari ion logam menyebabkan permukaan situs aktif menjadi lebih luas dan adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi awal yang rendah sehingga efisiensi adsorpsinya optimum. Berbeda dengan kapasitas adsorpsi yang meningkat seiring dengan ditingkatkannya konsentrasi adsorbat (Lampiran 1).

Logam Cu pada konsentrasi 10 ppm memiliki kapasitas adsorpsi sebesar 0,2179 mg/g, pada 30 ppm sebesar 0,6051, pada 50 ppm sebesar 1,1066 mg/g dan pada 70 ppm sebesar 1,8450 mg/g. Perbandingan kapasitas adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal ini karena jika terjadi peningkatan adsorbat maka jumlah ion adsorbat yang terikat pada adsorben semakin banyak sehingga kapasitas adsorpsinya semakin besar (Irawanto, et al., 2015).

46 Mekanisme adsorpsi ion logam melalui proses perpindahan adsorbat pada permukaan pori-pori dalam butiran adsorben yang terjadi karena adanya interaksi antara ion logam dengan sisi aktif permukaan adsorben. Perpindahan adsorbat dari cairan ke permukaan butir kemudian berdifusi dari permukaan butir menuju ke dalam butir melalui pori-pori yang tersedia. Hal ini terjadi karena adanya energi permukaan dan gaya tarik menarik pada permukaan adsorben (Indrasti, et al., 2006).

4.2.3 pH ion logam

pH atau potensial hidrogen merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam menentukan kondisi optimum proses adsorpsi ion logam dengan adsorben serbuk kayu meranti. Pada penentuan kondisi optimum pH ion logam digunakan konsentrasi ion logam sebesar 30 ppm dengan suhu yang digunakan adalah suhu ruang 30 oC dalam waktu 1 jam. Hal ini dikarenakan pada kondisi optimum konsentrasi ion logam yaitu 10 ppm ion logam pada adsorbat dapat terserap 100% sehingga konsentrasinya dinaikan untuk mengetahui kondisi optimum pada pH. pH adsorbat yang dihasilkan memiliki nilai pH yang rata-rata relatif bersifat asam pada setiap sampel.

pH adsorbat yang telah diadsorpsi dengan menggunakan ion logam berada pada rentang daerah pH 5 sampai 6. Hal ini dapat dilihat dari nilai efisiensi adsorpsi yang dihasilkan pada Gambar 16, 17 dan 18. pH asam yaitu 4 konsentrasi ion logam mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan penurunan konsentrasi pada pH 5. Namun pada pH netral yaitu 7 konsentrasi akhir yang dihasilkan masih cukup tinggi dan tidak mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan pH 5, sehingga dapat disimpulkan jika pH

47 optimum yang didapatkan terletak pada pH 5 sampai 6 pada setiap jenis adsorben yang diaktivasi.

Gambar 16. Pengaruh pH adsorbat terhadap ion logam Cu

Gambar 17. Pengaruh pH adsorbat terhadap ion logam Cd

Gambar 18. Pengaruh pH adsorbat terhadap ion logam Mn

0

48 Grafik efisiensi adsorpsi menunjukan jika pada pH optimum ion logam Cu metode aktivasi fisika memiliki efisiensi paling tinggi, pada ion logam Cd metode aktivasi kimia dan pada ion logam Mn metode aktivasi fisika. Hasil ini menunjukan jika kedua jenis adsorben hasil aktivasi memiliki kemampuan penyerapan yang lebih baik untuk mengadsorpsi ion logam. Adsorpsi dipengaruhi oleh pH yaitu dengan mempengaruhi protonasi dari adsorben yang digunakan. Setiap adsorben akan memiliki muatan yang berbeda sehingga dapat saling berinteraksi. Keasaman akan mempengaruhi kemampuan muatan pada situs aktif atau gugus fungsi.

Adsorbat dalam kondisi pH yang sangat rendah akan membuat permukaan dari adsorben bermuatan positif karena banyak dikelilingi oleh ion H+ akibat terprotonasi terjadi tolakan antara ion logam dengan permukaan adsorben sehingga adsorpsinya menjadi rendah (Nurhasni et al., 2014).

Hal ini dapat dilihat dari nilai efisiensi adsorpsi pada pH 4 mengalami penurunan konsentrasi adsorbat namun tidak sebesar penurunan konsentrasi pada pH 5 atau 6 sehingga efisiensi adsorpsi pada pH 5 atau 6 lebih tinggi. Pada pH netral atau basa efisiensi adsorpsi mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan konsentrasi ion OH- mengalami peningkatan yang cukup tinggi (Rizkamala, 2011). Hal ini menyebabkan ion logam mengalami reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga ion logam menjadi tidak stabil akibat ion OH- yang terlalu tinggi. Kemampuan adsorben serbuk kayu meranti dalam melakukan adsorpsi akan menurun. pH optimum yang didapat pada ion logam Cu dan Cd adalah pH 5 sedangkan pada ion logam Mn pada pH 6. Menurut Suhendra et al (2010) penyerapan maksimum pada ion logam terjadi pada pH 5 dan 6. Jika pH lebih besar dari 6 maka akan terjadi endapan dari ion logam contohnya seperti tembaga (II) oksida. Penyerapan ion

49 logam dalam larutan oleh zat penyerap sangat dipengaruhi oleh pH larutan ion logam tersebut. Nilai kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan tingginya nilai efisiensi adsorpsi.

4.2.4 Metode aktivasi adsorben

Kondisi optimum dari masing-masing parameter yang telah ditentukan didapatkan hasil adsorben yang diaktivasi secara fisika merupakan adsorben yang paling baik dalam menyerap ion logam. Hal ini dapat dilihat pada grafik efisiensi adsorpsi masing-masing ion logam. Jika dibandingkan dengan adsorben yang diaktivasi secara kimia hasil efisiensinya tidak optimum dan berbeda jauh dengan aktivasi fisika. Efisiensi yang dihasilkan pada penentuan konsentrasi adsorben pada aktivasi fisika cukup tinggi yaitu ion logam Cu, ion logam Cd dan ion logam Mn mencapai 100%, sehingga adsorben yang diaktivasi secara fisika lebih efisien untuk digunakan.

Penentuan konsentrasi adsorbat ion logam Cu memiliki efisiensi adsorpsi 85,98% sampai 100%, ion logam Cd 79,94% sampai 100% dan ion logam Mn 75,08%. Efisiensi ini lebih besar jika dibandingkan dengan adsorben tanpa aktivasi dan aktivasi kimia. pH adsorbat saat diadsorpsi dengan adsorben aktivasi fisika menghasilkan efisiensi adsorpsi sebesar 41,44% sampai 100% pada ion logam Cu, 41,13% sampai 62,80% pada ion logam Cd dan 21,57% sampai 100% pada ion logam Mn. Hasil efisiensi adsorpsi menunjukan jika adsorben dengan aktivasi fisika merupakan adsorben dengan aktivasi terbaik. Hal ini dikarenakan nilai yang dihasilkan dapat mencapai adsorpsi hingga 100% jika dibandingkan dengan adsorben tanpa aktivasi dan aktivasi kimia.

50 4.2.5 Suhu dan waktu

Sampel yang digunakan pada penentuan suhu dan waktu adalah sampel yang diaktivasi secara fisika. Suhu yang digunakan yaitu suhu 30; 45; 60 dan 75 oC dengan variasi waktu kontak 30; 60; 90 dan 120 menit dengan konsentrasi adsorbat 30 ppm, pada pH 5 untuk ion logam Cu dan Cd, pH 6 ion logam Mn.Proses adsorpsi ion logam pada penentuan kondisi optimum suhu dan waktu dilakukan dalam kondisi suhu yang berbeda, sesuai dengan variasi suhu (oC) yang sudah ditentukan kemudian divariasikan pada setiap perbandingan waktu (menit) untuk masing-masing suhu. Efisiensi adsorpsi mengalami kenaikan seiring dengan ditingkatkannya suhu adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 1. Ion logam Cu pada waktu 30 menit dengan suhu 30 oC memiliki efisiensi sebesar 36,54%, suhu 45 oC sebesar 66,70%, suhu 60 oC sebesar 98,32% dan mengalami penurunan efisiensi pada suhu 75 oC menjadi 66,11%. Efisiensi adsorpsi dapat meningkat dan dapat juga menurun pada setiap suhu dan waktu sampai mencapai titik optimum adsorpsi.

Hasil adsorpsi menunjukan suhu optimum yang didapatkan yaitu 60 oC pada waktu 60 menit dengan nilai efisiensi adsorpsi 100% untuk ion logam Cu dan Cd dan 38,20% untuk ion logam Mn.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Nurdila et al., 2015) ion logam Cu optimal diadsorpsi pada suhu 60 oC, namun mengalami penurunan setelah suhu dinaikkan menjadi 120 oC. Hal ini disebabkan pada peningkatan suhu energi dan reaktivitas ion bertambah besar sehingga akan mengganggu ikatan yang telah terbentuk, karena lemahnya ikatan Van Der Walls sehingga ikatannya mudah terputus dan terjadi desorpsi. Nilai efisiensi adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 19, 20 dan 21.

Semakin lama waktu kontak dapat meningkatkan daya serap dari biosorben.

51 Konsentrasi akhir yang dihasilkan tidak sebaik pada waktu kontak 60 menit, hal ini disebabkan karena jumlah ion logam tidak sebanding dengan jumlah partikel dari adsorben sehingga adsorben mencapai titik jenuh dan daya adsorpsinya menurun (Cossisch et al., 2002).

Gambar 19. Pengaruh suhu dan waktu terhadap efisiensi ion logam Cu

Gambar 20. Pengaruh suhu dan waktu terhadap efisiensi ion logam Cd

Gambar 21. Pengaruh suhu dan waktu terhadap efisiensi ion logam Mn

20

52 Sulistyawati (2008) mengatakan bahwa efisiensi adsorpsi berbanding lurus dengan waktu sampai pada titik tertentu sehingga akan mengalami penurunan setelah melewati titik tersebut. Semakin lama waktu kontak adsorpsi maka akan semakin banyak partikel adsorben yang bertumbukan dengan ion logam yang terikat pada pori-pori adsorben sampai dapat mencapai kemampuan optimum.

Namun jika telah mencapai kondisi optimum akan terjadi desorpsi, dimana desorpsi adalah pelepasan kembali adsorbat yang terjadi akibat permukaan adsorben telah jenuh. Hal ini juga terjadi jika suhu yang digunakan terlalu tinggi yang mengakibatkan efisiensi adsorpsinya menurun.

Penelitian Nurlaili et al (2017) menghasilkan waktu optimum pada waktu 60 menit. Menurutnya setelah mencapai adsorpsi optimum, dengan bertambahnya waktu kontak maka daya serap adsorben akan menurun. Hal ini karena adanya faktor pengadukan sehingga adsorben sudah tidak mampu mengikat atau mempertahankan adsorbat lagi dan terlepas dari adsorben (Handayani, 2005).

4.3 Isotherm Adsorpsi

Model adsorpsi yang pada umumnya digunakan untuk menentukan kesetimbangan adsorpsi adalah isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich (Baral et al., 2007). Nilai persamaan isotherm adsorpsi didapatkan dari hasil penelitian

dengan menggunakan variasi konsentrasi adsorbat yaitu sebesar 10; 30; 50 dan 70 ppm menggunakan adsorben yang diaktivasi secara fisika dengan konsentrasi adsorbat 30 ppm, pada suhu ruang 30 oC, pH netral dan dalam waktu 1 jam.

Perbandingan konsentrasi adsorbat ini diadsorpsi dengan menggunakan adsorben serbuk kayu meranti dengan massa atau konsentrasi adsorben optimum yang telah

53 didapatkan sebelumnya. Persamaan regresi linier yang didapatkan dari hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 22, 23 dan 24.

(a) (b)

Gambar 22. Kurva adsorpsi ion logam Cu (a) Langmuir dan (b) Freundlich

(a) (b)

Gambar 23. Kurva adsorpsi ion logam Cd (a) Langmuir dan (b) Freundlich

(a) (b)

Gambar 24. Kurva adsorpsi ion logam Mn (a) Langmuir dan (b) Freundlich

y = 0,3252x + 0,7925

54 Hasil dari kurva regresi linear isotherm adsorpsi Langmuir dan Freundlich pada adsorben yang diaktivasi secara fisika pada ion logam Cu, Cd dan Mn adalah isotherm Freundlich. Ketiga ion logam ini memiliki jenis isotherm yang sama ketika dilakukan perhitungan berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) dimana nilai R2 pada isotherm freundlich memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan isotherm Langmuir yaitu nilai R2 isotherm Freundlich pada ion logam Cu sebesar 0,9242; ion logam Cd 0,9946 dan ion logam Mn 0,9784.

Menurut Ahmad et al ( 2009) jenis isotherm yang cocok untuk serbuk kayu

Menurut Ahmad et al ( 2009) jenis isotherm yang cocok untuk serbuk kayu