• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Isotherm Adsorpsi

Model adsorpsi yang pada umumnya digunakan untuk menentukan kesetimbangan adsorpsi adalah isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich (Baral et al., 2007). Nilai persamaan isotherm adsorpsi didapatkan dari hasil penelitian

dengan menggunakan variasi konsentrasi adsorbat yaitu sebesar 10; 30; 50 dan 70 ppm menggunakan adsorben yang diaktivasi secara fisika dengan konsentrasi adsorbat 30 ppm, pada suhu ruang 30 oC, pH netral dan dalam waktu 1 jam.

Perbandingan konsentrasi adsorbat ini diadsorpsi dengan menggunakan adsorben serbuk kayu meranti dengan massa atau konsentrasi adsorben optimum yang telah

53 didapatkan sebelumnya. Persamaan regresi linier yang didapatkan dari hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 22, 23 dan 24.

(a) (b)

Gambar 22. Kurva adsorpsi ion logam Cu (a) Langmuir dan (b) Freundlich

(a) (b)

Gambar 23. Kurva adsorpsi ion logam Cd (a) Langmuir dan (b) Freundlich

(a) (b)

Gambar 24. Kurva adsorpsi ion logam Mn (a) Langmuir dan (b) Freundlich

y = 0,3252x + 0,7925

54 Hasil dari kurva regresi linear isotherm adsorpsi Langmuir dan Freundlich pada adsorben yang diaktivasi secara fisika pada ion logam Cu, Cd dan Mn adalah isotherm Freundlich. Ketiga ion logam ini memiliki jenis isotherm yang sama ketika dilakukan perhitungan berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) dimana nilai R2 pada isotherm freundlich memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan isotherm Langmuir yaitu nilai R2 isotherm Freundlich pada ion logam Cu sebesar 0,9242; ion logam Cd 0,9946 dan ion logam Mn 0,9784.

Menurut Ahmad et al ( 2009) jenis isotherm yang cocok untuk serbuk kayu adalah isotherm Freundlich. Hal ini dikarenakan serbuk kayu terdiri dari material heterogen yang kecil (Tahad, 2017). Adsorpsi fisika terjadi karena partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van Der Walls atau ikatan hidrogen dan molekul terikat secara lemah sedangkan dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia seperti ikatan kovalen (Widayatno et al., 2017).

Adsorpsi dapat terjadi secara fisika dan kimia dan adsorpsi pada penelitian ini lebih mendekati pada adsorpsi secara fisika. Menurut Martell & Hancock (1996), adsorpsi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme:

1. Mekanisme adsorpsi fisika

Karbon aktif merupakan adsorben yang kaya akan pori sehinga dimungkinkan untuk mengadsorpsi ion logam dengan menjebaknya dalam pori-pori. Mekanisme ini akan terjadi apabila ukuran pori dari adsorben lebih besar daripada ukuran ion yang akan diadsorpsi. Reaksi kesetimbangan dinamis dapat terjadi bila reaksi yang terjadi merupakan reaksi bolak-balik. Reaksi tidak pernah berhenti karena komponen zat tidak pernah habis.

55 2. Mekanisme adsorpsi kimia

Pada adsorpsi kimia terjadi pembentukan dan pemutusan ikatan, sehingga energi adsorpsinya berada pada kisaran yang sama dengan reaksi kimia. Ikatan antara adsorben dengan adsorbat cukup kuat sehingga tidak terjadi spesiasi, karena zat yang teradsorpsi menyatu dengan membentuk lapisan tunggal dan relatif ireversibel. Batas minimal suatu adsorpsi dikategorikan sebagai kemisorpsi adalah memiliki harga energi adsorpsi sebesar 20,92 kJ/mol (Adamson, 1990).

Proses adsorbsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia dan fisika (Reynolds,1982). Pada proses adsorpsi terbagi menjadi 4 tahap yaitu : 1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan film

yang mengelilingi adsorben.

2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion process).

3. Difusi zat terlarut yang teradsopsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore diffusion process).

4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan adsorben (proses adsorpsi sebenarnya) (Reynolds, 1982).

4.4 Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi merupakan salah satu faktor penting dalam proses adsorpsi karena menunjukkan tingkat kecepatan penyerapan adsorben terhadap adsorbatnya.

Kemampuan penyerapan dapat dilihat dari laju adsorpsinya dalam hal ini pengujian terhadap laju adsorpsi yang dilakukan melalui penentuan orde reaksi secara eksperimen (Widihati, 2012). Orde reaksi yang digunakan yaitu orde nol, orde satu

56 dan orde dua. Pada penentuan orde reaksi ini ditentukan melalui pengaruh variasi suhu dan waktu. Suhu yang digunakan adalah 30; 45; 60 dan 75 oC dengan variasi waktu selama 30; 60; 90 dan 120 menit dengan konsentrasi adsorbat 30 ppm, pH 5 untuk ion logam Cu dan Cd serta pH 6 ion logam Mn. Kurva regresi linear menghubungkan antara perbandingan waktu dan konsentrasi akhir (CA). Pada orde nol sumbu y merupakan nilai konsentrasi akhir, pada orde satu nilai y merupakan nilai ln dari konsentrasi awal dibagi konsentrasi akhir dan pada orde dua nilai y merupakan nilai 1/konsentrasi akhir. Nilai perbandingan koefisien korelasi (R2) masing-masing ion logam dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 2. Nilai rata-rata R2

Ion logam Nilai rata-rata R2

Orde nol Orde satu Orde dua

Cu 0,2734 0,1091 0,1442

Cd 0,7869 0,5928 0,5091

Mn 0,4510 0,4360 0,4205

Hasil dari perhitungan orde reaksi dengan menggunakan variasi suhu dan waktu pada ion logam Cu menunjukan bahwa ion logam Cu mengikuti alur orde nol, dimana nilai R2 yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai R2 orde satu dan orde dua. Nilai R2 yang dihasilkan pada orde nol, orde satu dan orde dua secara berturut-turut adalah 0,2734; 0,1090 dan 0,1442.

Ion logam Cd menghasilkan orde reaksi yang sama dengan ion logam Cu, dimana nilai rata-rata koefisien korelasi yang dihasilkan pada orde nol lebih tinggi jika dibandingkan dengan orde satu dan orde dua. Nilai R2 pada orde nol sebesar 0,7869 sedangkan pada orde satu sebesar 0,5928 dan pada orde dua sebesar 0,5091.

57 Sehingga dapat disimpulkan jika ion logam Cd mengikuti orde nol. Hal ini sejalan dengan penelitian Hajar et al (2016) menjelaskan tentang efektivitas adsorpsi logam Cd dengan hasil alur kinetika adsorpsinya mengikuti orde nol. Logam Cu pada penelitian Hidayati et al (2013) menghasilkan persamaan kinetika adsorpsi mengikuti orde satu.

Hasil perhitungan menggunakan kurva regresi linear pada ion logam Mn menunjukan bahwa nilai R2 yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi pada orde nol.

Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai R2 yang dihasilkan pada orde nol sebesar 0,4510, sedangkan jika dibandingkan dengan orde satu dan orde dua yaitu 0,4360 dan 0,4205. Berdasarkan data yang didapatkan dapat dilihat bahwa kinetika adsorpsi pada ion logam Mn juga mengikuti orde nol meskipun angka yang dihasilkan tidak menunjukan perbedaan yang cukup signifikan. Orde nol yang dihasilkan menunjukan jika besarnya laju adsorpsi tidak dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi pereaksinya. Berapapun peningkatan konsentrasi pereaksi tidak akan mempengaruhi besarnya laju adsorpsi (Hidayati et al., 2013). Pemilihan orde masing-masing kinetika adsorpsi tersebut didasarkan pada nilai koefisien korelasi tertinggi, dimana semakin tinggi nilai koefisien korelasi maka kelinieritasan kurva semakin baik (Hajar et al, 2016).

Energi aktivasi (Ea) merupakan energi yang harus dimiliki oleh molekul sehingga dapat bereaksi. Energi aktivasi yang lebih tinggi mengimplikasikan bahwa reaktan memerlukan lebih banyak energi untuk memulai reaksi daripada reaksi yang berenergi aktivasi lebih rendah (Suwaidah et al., 2014). Ea dan faktor frekuensi (A) diperoleh dengan menggunakan persamaan Arrhenius yang

58 diturunkan menjadi bentuk persamaan garis lurus (regresi linear). Kurva regresi linear dapat dilihat pada Gambar 25, 26 dan 27.

Gambar 25. Kurva regresi linear ion logam Cu

Gambar 26. Kurva regresi linear ion logam Cd

Gambar 27. Kurva regresi linear ion logam Mn

y = -555,3x + 11,662

0,0028 0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034

ln k

0,0028 0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034

ln k

0,0028 0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034

ln k

1/T (K)

59 Interpretasi Ea memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Besarnya Ea diperoleh dari plot kurva ln k terhadap suhu (1/T) (Putra et al, 2014). Nilai R2 pada plot yang dihubungkan antara suhu (1/T) dengan konstanta laju (ln k) pada ion logam Cu sebesar 0,0259, pada ion logam Cd sebesar 0,5859 dan pada ion logam Mn 0,0788. Persamaan regresi linear diperoleh nilai slope dari masing-masing kurva regresi ion logam sehingga didapatkan nilai energi aktivasi sebesar 4,616 kJ/mol untuk ion logam Cu, 19,17 kJ/mol untuk ion logam Cd dan pada ion logam Mn sebesar 6,291 kJ/mol. Menurut Castellan (1983) Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah yaitu <20 kJ/mol. Ea yang rendah menunjukan jika adsorpsi ini tidak memerlukan katalis. Hasil ini sejalan dengan jenis isotherm Freundlich yang dihasilkan dimana jenis adsorpsinya adalah adsorpsi fisika.

Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur rendah dan dengan bertambahnya temperatur jumlah adsorpsi berkurang dengan signifikan. Nilai faktor frekuensi (A) dari masing-masing orde dari ion logam Cu; Cd dan Mn sebesar 116,075 R2 = 0,2734; 3,566x10-35 R2 = 0,7869 dan 6,321x10-12 R2 = 0,4510.