• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah menggunakan limbah serbuk gergaji kayu meranti sebagai penyerap logam berat pada air limbah dan berguna sebagai adsorben alternatif dalam mengurangi pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri, khususnya pada lingkungan perairan.

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Air limbah atau yang disebut dengan sewage biasanya berasal dari air limbah rumah tangga, manusia, dan binatang tapi kemudian berkembang selain dari sumber-sumber tersebut air limbah juga berasal dari kegiatan industri, run off, dan infiltrasi air bawah tanah. Air limbah pada dasarnya 99,94% berasal dari sisa kegiatan sehari-hari dan 0,06% berasal dari material yang terlarut oleh proses alam (Lin, 2001).

Menurut PP No. 18 tahun 1999 pengertian limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah bahan berbahaya dan beracun disingkat menjadi limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Riyanto, 2013).

Berbagai negara mempunyai definisi yang berbeda tentang limbah yang berbahaya, misalnya The Federal Republic of Germany Federal Act tentang pembangunan limbah menyebutkan limbah khusus adalah limbah yang berbahaya bagi kesehatan manusia, udara, air, atau eksplosif, mudah terbakar, atau boleh jadi menyebabkan penyakit. The Ontario Waste Management Corporation sebuah biro propinsi yang di bentuk lembaga konstitusi Ontorio, Kanada mendefinisikan limbah khusus adalah cairan industri dan limbah yang berbahaya yang tidak layak disuling

8 dan dibuang pada sistem penyulingan limbah, pembakaran atau di tanam di daratan karena memerlukan perlakuan khusus (Riyanto, 2013).

Karakteristik air limbah umumnya terbagi ke dalam sifat fisika, kimia, dan biologi. Sifat fisika, kimia, dan biologi air limbah sangat tergantung pada sumber kegiatan penghasil air limbah tersebut apakah itu masyarakat, industri, atau komoditas lain. Menurut Lin (2001) sifat fisika, kimia dan biologi air limbah dijelaskan sebagai berikut :

1. Sifat Fisika Air Limbah

Temperatur dan zat padat pada air limbah adalah faktor penting untuk proses pengolahan air limbah. Temperatur mempengaruhi reaksi kimia dan aktivitas biologi. Zat padat seperti total suspended solid (TSS), volatile suspended solid (VSS) dan settleable solid mempengaruhi teknik pengoperasian dan ukuran unit pengolahan. Zat padat terdiri dari material tersuspensi dan terlarut dalam air dan air limbah.

2. Sifat Kimia Air Limbah

Zat padat terlarut dan tersuspensi pada air limbah mengandung material organik dan anorganik. Material organik terdiri dari karbonat, lemak, minyak surfaktan, protein, pestisida, senyawa kimia pertanian lain, senyawa organik volatil, dan senyawa kimia racun lain. Material anorganik terdiri dari logam berat, pospor, pH, alkali, klorida, sulfur, dan polutan anorganik lain.

3. Sifat Biologi Air Limbah

Mikroorganisme yang terdapat pada air limbah adalah bakteri, jamur, protozoa, tumbuh-tumbuhan mikroskopik, binatang, dan virus. Banyak

9 mikrooranisme (bakteri, protozoa) yang berhubungan langsung dan menguntungkan untuk proses pengolahan biologi air limbah (Lin, 2001).

2.2 Serbuk gergaji kayu Meranti

Industri kayu lapis adalah salah satu industri dari sektor kehutanan yang selain menghasilkan produk utama juga banyak menghasilkan produk samping (limbah) yang masih sangat minim pemanfaatannya. Limbah pabrik kayu tersebut yang berupa serbuk kayu diketahui mengandung selulosa yang berpotensi untuk menyerap ion logam. Serbuk gergaji dihasilkan sebanyak 20–30% dari aktivitas penggergajian. Bila produksi total kayu gergajianan Indonesia mencapai 2,6 juta m3 pertahun, maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak 0,78 juta m3 pertahunnya (Bakkara, 2007).

Meranti adalah kayu serbaguna yang banyak digunakan untuk aplikasi dekoratif termasuk furniture, finishing interior, panel, cetakan, skirting dan architrave. Kayu Meranti merupakan salah satu jenis tanaman khas daerah tropis

yang cukup terkenal. Pohon meranti dapat tumbuh di dataran rendah maupun di hutan hujan seperti Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Sulawesi. Kalimantan merupakan penghasil kayu meranti dengan kualitas terbaik di Indonesia, sehingga meranti sering disebut sebagai kayu Kalimantan. Kayu meranti memiliki tekstur yang padat dan kokoh, sehingga banyak digunakan untuk kebutuhan furniture dan sebagainya (Ahmad et al., 2009). Komposisi kimia dari kayu meranti sendiri terdiri dari:

10 Tabel 1. Komposisi Kimia Kayu Meranti (Supartini, 2009).

Komponen Kimia Kadar (%) Selulosa 63,97 Lignin 20,94 Hemiselulosa 13,37

Abu 0,86 Silika 0,86

Ciri-ciri dari kayu meranti sendiri adalah sebagai berikut:

a. Meranti memiliki tinggi berkisar antara 30,40, hingga 70 meter;

b. Batang lurus dan bulat dan diameter pohon berkisar 50, 100, hingga 450 meter;

c. Meranti memiliki daya tahan yang relatif baik;

d. Terdapat alur dalam atau dangkal berwarna terang, gelap, kadang-kadang berwarna coklat kemerahan;

e. Struktur yang agak kasar dan memiliki kepadatan kayu rata-rata 630 kg/m3 f. Termasuk jenis kayu yang keras dengan bobot rendah, sedang, hingga berat.

Kayu meranti memiliki komponen kimia yaitu selulosa yang cukup tinggi.

Komponen ini sangat dibutuhkan didalam adsorben. Selulosa merupakan komponen kimia utama yang terdapat dalam kayu, bersama dengan hemiselulosa dan lignin saling terikat erat dengan sistem dan sifat yang teratur seperti kristal dengan kisi kristal berbentuk monoklin (Fengel & Wegener, 1995).

11 Gambar 1. Struktur Selulosa (Zugenmaier, 2008)

Selulosa kira-kira 40-50% terdapat pada komponen kayu kering. Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosida membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Potthast et al., 2006;

Zugenmaier, 2008). Seperti yang terlihat pada Gambar 1 selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan berat molekul ~ 243.000 (Rowe et al., 2009).

2.3 Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa menempelnya atom atau molekul suatu zat pada permukaan zat lain karena ketidakseimbangan gaya dalam permukaan. Zat yang teradsorpsi disebut adsorbat dan zat pengadsorpsi disebut adsorben (Atkins, 1997).

Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibat ikatan fisika dan kimia (Sawyer et al., 1994).

Proses adsorpsi dapat terjadi secara kimia maupun fisika. Pada proses adsorpsi secara fisika gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya Van Der Walls. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada

12 adsorpsi fisika relatif rendah yaitu <20 kJ/mol. Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur rendah dan dengan bertambahnya temperatur jumlah adsorpsi berkurang dengan signifikan (Castellan, 1983). Pada proses adsorpsi secara kimia, adsorpsi memerlukan energi aktivasi dan nilai kalor adsorpsi mencapai 100 kJ/mol yang dibutuhkan agar terjadi interaksi ikatan-ikatan kimia. Molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan bereaksi secara kimia, sehingga terjadi pemutusan atau pembentukan ikatan. Teradsorpsinya molekul pada antar muka menyebabkan pengurangan tegangan permukaan dan adsorpsi akan berlangsung terus sampai energi bebas permukaan mencapai minimum (Adamson, 1990).

Logam berat dalam limbah cair juga dapat dipisahkan secara biologis melalui proses biosorpsi. Proses biosorpsi adalah pengikatan ion logam melalui adsorpsi dengan menggunakan organisme inaktif atau mati (Okuo et al., 2006). Keunggulan biosorpsi dalam mengadsorpsi logam berat pada limbah adalah prosesnya berlangsung cepat, tingkat penyerapannya tinggi dan selektif. Biomassa, waktu kontak, jenis dan luas permukaan biosorben berpengaruh terhadap efektifitas biosorpsi (Alam, 2006). Proses biosorpsi banyak diaplikasikan untuk menurunkan konsentrasi ion logam pada lingkungan maupun limbah. Biosorpsi merupakan teknologi alternatif sehingga biosorben yang digunakan harus murah dan mudah penyediaannya (Sahmoune et al., 2008). Luas permukaan biosorben yang besar dapat meningkatkan jumlah situs aktif yang tersedia untuk pengikatan logam berat (Dutta et al., 2012). Isotherm adsorpsi adalah proses adsorpsi yang berlangsung pada temperatur tetap. Model isotherm adsorpsi yang paling umum dan banyak digunakan dalam adsorpsi adalah model isotherm Langmuir dan model isotherm Freundlich.

13 Efisiensi adsorpsi (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Efisiensi adsorpsi (%) : (Co−Ct)

Co x 100%...(1) Keterangan:

C0 = konsentrasi awal larutan uji (ppm) Ct = konsentrasi akhir larutan uji (ppm)

Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Q = (Co−Ct)

w x V...(2) Keterangan :

Q = Kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g) C0 = Konsentrasi awal larutan (ppm)

Ct = Konsentrasi akhir larutan (ppm) w = Massa adsorben (g)

V = Volume larutan (L)

2.3.1 Isotherm adsorpsi Langmuir

Isotherm adsorpsi Langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan adsorben dan semua situs permukaannya bersifat homogen karena masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat (Oscik, 1982). Adsorpsi isotherm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa:

a. Situs-situs aktif yang proporsional pada permukaan adsorben dengan luas permukaan adsorben masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul saja, dengan demikian adsorpsi terbatas pada pembentukan lapis tunggal (monolayer).

14 b. Pengikat adsorbat pada permukaan adsorben dapat secara kimia atau fisika, tetapi harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul teradsorpsi pada permukaan (adsorpsi terlokalisasi).

c. Energi adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan.

Model isotherm adsorpsi Langmuir dapat diterapkan untuk mempelajari dan menjelaskan data adsorpsi yang diperoleh dari eksperimen. Data kesetimbangan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isotherm adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isotherm dapat membantu menganalisis karakteristik isotherm berupa kapasitas adsorpsinya (Amri et al., 2004). Persamaan umum adsorpsi isotherm Langmuir dapat ditulis:

x

m

=

α. β.C

1+β.C

...

(3) Keterangan:

x

m = Jumlah dari adsorbat yang diserap per unit berat dari adsorben (mg/g) C = konsentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (ppm) β = konstanta Langmuir (L/mg)

α = maksimum adsorbat yang dapat diserap (mg/g)

Konstanta α dan β dapat ditemukan dari kurva hubungan terhadap 𝐶

𝑥/𝑚 dengan persamaan :

C x/m

=

1

α β

+

1

αC

...

(4)

Persamaan 4 adalah persamaan linier, yang kemudian dibuat grafik seperti pada Gambar 2 berikut:

15 Gambar 2. Plot antara (x/m) terhadap C

2.3.2 Isotherm adsorpsi Freundlich

Isotherm adsorpsi Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan permukaan (multilayer) dan bersifat heterogen, yaitu adanya perbedaan energi pengikat pada tiap-tiap situs dimana proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi mengikuti isotherm Langmuir (Schnoor, 1996). Persamaan umum model adsorpsi isotherm Freundlich dapat ditulis:

x

m

=

K C1/n

...

(5) keterangan:

x

m = jumlah dari adsorbat yang diserap per unit dari adsorben (mg/g) K = konstanta Freundlich

C = konstentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (ppm) 1/n = ketidak linieran (tanpa satuan)

Persamaan 5 dibuat menjadi persamaan linier menjadi:

log x

m

=

log K

+

1

nlog C

...

(6)

16 Grafik yang diperoleh adalah garis linier dengan slope 1/n dan intersep log K, yang kemudian dibuat grafik seperti pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Plot antara log (x/m) terhadap log C

2.4 Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi menggambarkan laju penyerapan yang terjadi pada adsorben terhadap adsorbat. Kemampuan penyerapan adsorben terhadap adsorbat dapat dilihat dari laju adsorpsinya. Laju adsorpsi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan konstanta laju adsorpsi (k) dan tingkat (orde) reaksi yang dihasilkan. Tahap pengujian laju adsorpsi dapat dilakukan dengan menduga orde reaksi (Muslich, 2010). Analisa kinetika adsorpsi didasarkan pada kinetika orde nol, orde satu dan orde dua yaitu sebagai berikut (Dogra & Dogra, 1984):

Suatu reaksi dikatakan mempunyai orde nol jika besarnya laju adsorpsinya tidak dipengaruhi oleh berapapun perubahan konsentrasi pereaksinya. Artinya seberapapun peningkatan konsentrasi pereaksi tidak akan mempengaruhi besarnya

Log C Log

(x/m)

Slope = 1/n

Intersep = log K

17 laju adsorpsi. Persamaan linear orde reaksi nol dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

- dCA

dt = k ...(7) ʃ-dcA = ʃ k dt ...(8)

C

A

= C

AO

- kt ...

(9)

Orde satu adalah suatu reaksi yang kecepatannya bergantung hanya pada salah satu zat yang bereaksi atau sebanding dengan salah satu pangkat reaktannya.

Persamaan linear orde reaksi satu dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

- dCA

dt = k CA...(10) ʃ- dCA

C A = ʃ k dt...(11)

lnC

A

= -kt + ln C

Ao

...

(12)

Reaksi orde dua adalah suatu reaksi yang kelajuannya berbanding lurus dengan hasil kali konsentrasi dua reaktannya atau berbanding langsung dengan kuadrat konsentrasi salah satu reaktannya. Jika mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah reaksi orde dua dimana kecepatan adsorpsi yang terjadi berbanding lurus dengan dua konsentrasi pengikutnya atau satu pengikut berpangkat dua. Laju kinetika reaksi orde dua dinyatakan dalam persamaan linear berikut:

- dCA

dt = kCA2...(13) ʃ - dCA

CA2 = ʃ k dt ...(14)

1 CA

-

1

CA0

= kt...

.(15)

18 Keterangan:

CA = konsentrasi A pada saat t = t (mol/L) CA0 = konsentrasi A pada saat t = 0 (mol/L) k = konstanta kinetika (mol/L. menit-1 ) t = waktu (menit)

Umumnya nilai konstanta laju adsorpsi dipengaruhi oleh faktor tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis sesuai persamaan Arrhenius:

k =

A

e

-Ea/RT

...

(16)

ln k = ln A – Ea/R.T...(17) Keterangan:

k = Konstanta laju adsorpsi A = Faktor frekuensi tumbukan Ea = Energi aktivasi

R = Konstanta gas ideal T = Suhu

2.5 Logam Berat

Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Logam berat tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme dan terakumulasi pada organisme yang menyebabkan berbagai macam penyakit dan kelainan (Bailey et al., 1999).

19 Beberapa logam berat banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan berbahaya bagi kehidupan. Logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun. Peristiwa yang menonjol dan dipublikasikan secara luas akibat pencemaran logam berat adalah pencemaran merkuri (Hg) yang menyebabkan Minamata desease di teluk Minamata, Jepang dan pencemaran kadmium (Cd) yang menyebabkan Itai-itai disease di sepanjang sungai Jinzo di Pulau Honsyu, Jepang (Sastrawijaya, 2000).

Unsur-unsur logam berat juga dibutuhkan oleh organisme hidup dalam berbagai proses metabolisme untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tubuhnya. Sebagai contoh, kobalt (Co) dibutuhkan untuk pembentukan vitamin B12, besi (Fe) dibutuhkan untuk pembuatan haemoglobin, sedangkan seng (Zn) berfungsi dalam enzim-enzim dehidrogenase. Toksisitas (daya racun) logam berat tergantung pada jenis, kadar, efek sinergis antagonis dan bentuk fisika kimianya.

Semakin besar kadar logam berat, daya toksisitasnya semakin besar pula. Sebagai contoh, 50% kerang biru (Mynlus edulis) yang dipelihara dalam air yang mengandung Pb 0,5 ppm mati dalam waktu 150 hari. Sedangkan dalam air yang mengandung Pb 5 ppm, 50% kerang biru tersebut mati dalam waktu 105 hari (Komarawidjaja, 2017). Adanya efek sinergis dari beberapa ion logam, juga akan memperbesar toksisitas logam berat. Selain faktor-faktor tersebut, faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu dan salinitas juga turut

20 mempengaruhi toksisitas logam berat. Tingkat kandungan logam setiap tempat berbeda-beda tergantung dari kondisi dan tingkat pencemarannya (Darmono, 2001).

2.5.1 Logam Cuprum (Cu)

Logam Cu termasuk pada golongan logam I B dengan nomor atom 29. Logam Cu memiliki massa atom 63,54, densitas 8,9 gr/cm3 dan titik leleh 1083,2 oC. Unsur di alam, dapat ditemukan dalam bentuk ion logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral. Logam Cu merupakan jenis logam penghantar listrik terbaik setelah perak, karena itu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Cu juga dapat membentuk alloy dengan berbagai macam logam lainnya seperti dengan seng, timah atau timbal (Cu-Zn-Sn-Pb) dalam bentuk kuningan yang banyak digunakan dalam peralatan rumah tangga. Senyawa Cu banyak digunakan dalam industri cat sebagai antifoling, industri insektida dan fungsida, sebagai katalis, baterai, elektroda, penarik sulfur dan sebagai pigmen serta pencegah pertumbuhan lumut.

Kadar maksimum ion logam Cu di perairan menurut Peraturan Pemerintah RI No.

82 tahun 2001 sebesar 0,02 mg/L dan bagi pengolahan air minum Cu <1 mg/L.

Tembaga (Cu) yang diperlukan untuk proses enzimatik biasanya sangat sedikit sedangkan dalam keadaan lingkungan yang tercemar akan menghambat sistem enzim (enzim inhibitor). Kadar Cu ditemukan pada jaringan beberapa spesies hewan air yang mempunyai regulasi sangat buruk terhadap logam. Pada binatang lunak (molusca) sel leukositi sangat berperan dalam sistem translokasi dan detoksikasi logam. Hal ini terutama ditemukan pada kerang kecil (oyster) yang

21 hidup dalam air yang terkontaminasi tembaga (Cu) yang terikat oleh sel leukositi, sehingga menyebabkan kerang tersebut berwarna kehijau-hijauan. Pencemaran perairan oleh Cu umumnya hanya bersifat lokal yaitu pada daerah pantai, teluk, estuari, dan tempat pembuangan limbah. Sifat racunnya tidak terlalu membahayakan bila dibandingkan dengan Pb dan Cd (Bryan, 1976).

Manusia biasanya terpapar Cu melalui tanah, debu, makanan, serta minuman yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor pada penambangan Cu atau industri yang menghasilkan limbah Cu. Kira-kira 75-99% total intake Cu berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bisa terpapar Cu yang antara lain berasal dari peralatan dapur atau koin (Widowati, 2008).

2.5.2 Logam Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) merupakan golongan logam transisi yang berada pada golongan II B periode 5. Kadmium memiliki nomor atom 48, massa atom 112, 41, titik didih 765 oC, titik leleh 320,9 oC dan densitas 8,65 gr/cm3. Kadmium banyak digunakan pada lempengan elektroda, industri baterai, pengecatan, campuran dari logam (alloy) galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium di alam ditemukan dengan campuran logam lain terutama dalam pertambangan zink dan timbal ditemukan kadmium dengan kadar 0,2 – 0,4 % sebagai hasil samping dari pemurnian zink dan timbal (Darmono, 1995).

Kadmium termasuk golongan logam berat berwarna putih perak, lunak, mengkilap, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan.

Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik.

22 Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu: Cd2+, CdCO3, Cd(OH)+, CdSO4 dan CdCl+ (Sanusi, 2006).

Kadmium bersifat toksik bagi semua organisme hidup,bahkan juga sangat berbahaya bagi manusia. Kandungan kadmium dalam konsentrasi tertentu dalam perairan dapat membunuh biota laut dan perairan lainnya. Kadar maksimum ion logam Cd di perairan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 sebesar 0,02 mg/L. Keracunan pada ikan dapat terjadi jika konsentrasinya mencapai 200 µg/L (Nurhasni, 2007). Logam kadmium juga mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme makhluk hidup seperti pada tumbuhan, hewan dan manusia. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium bersifat akut dan kronis.

Organ tubuh yang dapat mengalami kerusakan akibat dari ion logam kadmium antara lain ginjal, paru-paru, kerapuhan tulang, kekurangan darah, mengganggu sistem reproduksi dan organ-organ lain serta dapat menyebabkan timbulnya kanker pada manusia akibat paparan dari logam kadmium (Palar, 1994).

Kadmium belum diketahui fungsinya secara biologis dan dipandang sebagai xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang persisten. Kadmium bentuk asap atau gas akan berakibat fatal bila konsentrasi Cd 40-50 mg/m3 terinhalasi selama 1 jam (Bastarache, 2003).

Keracunan Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan jaringan testicular, kerusakan ginjal dan sel-sel darah merah (Widowati, 2008). Itai-itai merupakan salah satu kerapuhan tulang karena Cd. Selain itu Cd dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, hipertensi, teratogenesis bahkan kanker (Linder, 1992).

23 2.5.3 Logam Mangan (Mn)

Mangan (Mn) merupakan unsur logam golongan VII B, dengan berat atom 54,93, nomor atom 25, titik lebur 1247 oC, dan titik didihnya 2032 oC dan densitas 7,4 gr/cm3. Logam mangan di alam jarang sekali berada dalam keadaan unsur.

Umumnya berada dalam keadaan senyawa dengan berbagai macam valensi.

Hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan valensi 2; 4 dan 6 (Tatsumi, 1971).

Logam mangan di dalam sistem air alami dan juga dalam sistem pengolahan air memiliki keasaman (pH) air. Pada sistem air alami mangan mempunyai valensi dua yang larut di dalam air dengan kondisi reduksi. Mn di dalam senyawa MnCO3, Mn(OH)2 mempunyai valensi dua zat tersebut relatif sulit larut di dalam air, tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4, Mn(NO3)2 mempunyai kelarutan yang besar dalam air (Manahan, 1994).

Logam Mn dimanfaatkan dalam bidang metalurgi yaitu produksi besi-baja dan untuk industri logam yang memerlukan sekitar 85-90% dari seluruh kebutuhan Mn. Mn juga digunakan untuk formula stainless steel dan alloy. Beberapa jenis alloy mengandung Mn sebesar 10-15% sebagai alloy Mn. Mn dan senyawa Mn

digunakan dalam pembuatan electrical coil, korek api, kaca, cat rambut, pupuk, penyambungan logam dan pada pabrik penghasil oksigen dan klorin serta untuk mengeringkan cat warna hitam (Widowati, 2008).

Konsentrasi mangan di dalam sistem air alami umumnya kurang dari 0,1 mg/L, jika konsentrasinya melebihi 1 mg/L maka dengan cara pengolahan biasa sangat sulit untuk menurunkan konsentrasinya sampai derajat yang diijinkan sebagai air minum. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 menetapkan

24 standar kriteria mutu air mengandung konsentrasi mangan di dalam air maksimum 1 mg/L. Logam mangan di dalam tubuh manusia jika berada dalam jumlah yang kecil tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi dalam jumlah yang besar dapat tertimbun di dalam hati dan ginjal. Pendapat tentang gangguan kesehatan akibat keracunan senyawa mangan ada berbagai macam, tetapi umumnya dalam keadaan kronis menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan menampakkan gejala seperti parkinson. Berdasarkan percobaan yang dilakukan terhadap kelinci, keracunan mangan menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tulang. Oleh sebab itu di dalam limbah sekalipun mangan menjadi unsur yang berbahaya karena dapat mencemari lingkungan terlebih lagi jika terpapar kepada makhluk hidup (Widowati, 2008).

2.6 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA) yaitu suatu metode analisis unsur secara

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA) yaitu suatu metode analisis unsur secara