• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Logam Berat

2.5.2 Logam Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) merupakan golongan logam transisi yang berada pada golongan II B periode 5. Kadmium memiliki nomor atom 48, massa atom 112, 41, titik didih 765 oC, titik leleh 320,9 oC dan densitas 8,65 gr/cm3. Kadmium banyak digunakan pada lempengan elektroda, industri baterai, pengecatan, campuran dari logam (alloy) galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium di alam ditemukan dengan campuran logam lain terutama dalam pertambangan zink dan timbal ditemukan kadmium dengan kadar 0,2 – 0,4 % sebagai hasil samping dari pemurnian zink dan timbal (Darmono, 1995).

Kadmium termasuk golongan logam berat berwarna putih perak, lunak, mengkilap, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan.

Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik.

22 Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu: Cd2+, CdCO3, Cd(OH)+, CdSO4 dan CdCl+ (Sanusi, 2006).

Kadmium bersifat toksik bagi semua organisme hidup,bahkan juga sangat berbahaya bagi manusia. Kandungan kadmium dalam konsentrasi tertentu dalam perairan dapat membunuh biota laut dan perairan lainnya. Kadar maksimum ion logam Cd di perairan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 sebesar 0,02 mg/L. Keracunan pada ikan dapat terjadi jika konsentrasinya mencapai 200 µg/L (Nurhasni, 2007). Logam kadmium juga mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme makhluk hidup seperti pada tumbuhan, hewan dan manusia. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium bersifat akut dan kronis.

Organ tubuh yang dapat mengalami kerusakan akibat dari ion logam kadmium antara lain ginjal, paru-paru, kerapuhan tulang, kekurangan darah, mengganggu sistem reproduksi dan organ-organ lain serta dapat menyebabkan timbulnya kanker pada manusia akibat paparan dari logam kadmium (Palar, 1994).

Kadmium belum diketahui fungsinya secara biologis dan dipandang sebagai xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang persisten. Kadmium bentuk asap atau gas akan berakibat fatal bila konsentrasi Cd 40-50 mg/m3 terinhalasi selama 1 jam (Bastarache, 2003).

Keracunan Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan jaringan testicular, kerusakan ginjal dan sel-sel darah merah (Widowati, 2008). Itai-itai merupakan salah satu kerapuhan tulang karena Cd. Selain itu Cd dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, hipertensi, teratogenesis bahkan kanker (Linder, 1992).

23 2.5.3 Logam Mangan (Mn)

Mangan (Mn) merupakan unsur logam golongan VII B, dengan berat atom 54,93, nomor atom 25, titik lebur 1247 oC, dan titik didihnya 2032 oC dan densitas 7,4 gr/cm3. Logam mangan di alam jarang sekali berada dalam keadaan unsur.

Umumnya berada dalam keadaan senyawa dengan berbagai macam valensi.

Hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan valensi 2; 4 dan 6 (Tatsumi, 1971).

Logam mangan di dalam sistem air alami dan juga dalam sistem pengolahan air memiliki keasaman (pH) air. Pada sistem air alami mangan mempunyai valensi dua yang larut di dalam air dengan kondisi reduksi. Mn di dalam senyawa MnCO3, Mn(OH)2 mempunyai valensi dua zat tersebut relatif sulit larut di dalam air, tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4, Mn(NO3)2 mempunyai kelarutan yang besar dalam air (Manahan, 1994).

Logam Mn dimanfaatkan dalam bidang metalurgi yaitu produksi besi-baja dan untuk industri logam yang memerlukan sekitar 85-90% dari seluruh kebutuhan Mn. Mn juga digunakan untuk formula stainless steel dan alloy. Beberapa jenis alloy mengandung Mn sebesar 10-15% sebagai alloy Mn. Mn dan senyawa Mn

digunakan dalam pembuatan electrical coil, korek api, kaca, cat rambut, pupuk, penyambungan logam dan pada pabrik penghasil oksigen dan klorin serta untuk mengeringkan cat warna hitam (Widowati, 2008).

Konsentrasi mangan di dalam sistem air alami umumnya kurang dari 0,1 mg/L, jika konsentrasinya melebihi 1 mg/L maka dengan cara pengolahan biasa sangat sulit untuk menurunkan konsentrasinya sampai derajat yang diijinkan sebagai air minum. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 menetapkan

24 standar kriteria mutu air mengandung konsentrasi mangan di dalam air maksimum 1 mg/L. Logam mangan di dalam tubuh manusia jika berada dalam jumlah yang kecil tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi dalam jumlah yang besar dapat tertimbun di dalam hati dan ginjal. Pendapat tentang gangguan kesehatan akibat keracunan senyawa mangan ada berbagai macam, tetapi umumnya dalam keadaan kronis menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan menampakkan gejala seperti parkinson. Berdasarkan percobaan yang dilakukan terhadap kelinci, keracunan mangan menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tulang. Oleh sebab itu di dalam limbah sekalipun mangan menjadi unsur yang berbahaya karena dapat mencemari lingkungan terlebih lagi jika terpapar kepada makhluk hidup (Widowati, 2008).

2.6 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA) yaitu suatu metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom ion logam dalam keadaan bebas (Skoog, et al., 2000).

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas ion logam yang berada dalam sel (Day & Underwood, 2002).

25 Sampel yang ingin diuji dengan menggunakan SSA harus dilarutkan, proses pelarutan dikenal dengan istilah destruksi yang bertujuan untuk membuat unsur ion logam menjadi ion logam yang bebas. Terdapat 2 cara destruksi yatu:

1). Destruksi basah: sampel ditambahkan asam-asam oksidator, jika perlu dilakukan dengan pemanasan.

2). Destruksi kering: sampel langsung dipanaskan untuk diabukan.

Hasil destruksi baik secara basah maupun kering kemudian dilarutkan.

Larutan sampel dimasukkan ke dalam nyala dalam bentuk aerosol yang selanjutnya akan membentuk atom-atomnya. Serapan akan terjadi dari radiasi suatu sinar yang sesuai dengan atom yang ditentukan. Pancaran atau emisi energi radiasi dan emisi nyala atau energi radiasi lampu eksternal yang tidak bisa hilang oleh serapan atom akan didispersi oleh monokromator dan diditeksi oleh fotomultifier, dirumuskan oleh persamaan Boltzman sebagai berikut:

Nj No

=

Pj

Po exp –Ej/KT

...

(18) Keterangan:

K = Tetapan Boltzman T = Suhu nyala dalam Kelvin

Ej = Perbedaan energi dalam energi dari tingkat tereksitasi dasar Nj = Jumlah atom pada tingkat tereksitasi

No = Jumlah atom dalam tingkat dasar

Pj dan Po = Faktor statistik yang ditentukan oleh jumlah tingkat yang mempunyai energi yang sama dari atom yang tereksitasi dan pada tingkat dasar (Hermanto, 2009).

26 Gambar 4. Skema umum komponen SSA (Haswell, 1991)

Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem optik untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari alat SSA dapat dilihat pada Gambar 4. Metode SSA sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang lainnya atom harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap.

2.7 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR)

Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk melakukan penentuan jenis gugus fungsi suatu senyawa organik, mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik dengan membandingkan pada daerah sidik jarinya.

Radiasi inframerah mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata. Pita absrobsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau jenis gugus fungsi. Infra merah merupakan suatu teknik yang sangat sesuai untuk mengidentifikasi bahan secara kuantitatif (Bernath, 1995).

27 Gambar 5. Skema kerja FT-IR

Mekanisme yang terjadi pada alat FT-IR (Gambar 5) dimulai dari sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi, kemudian dari pemecah sinar sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika (Tahid, 1994). Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500 cm-1 untuk larutan senyawa (Coates, 2000).

28 2.8 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk

mempelajari topografi secara keseluruhan. Keuntungan menggunakan SEM yaitu preparasi sampel tidak menghabiskan banyak tenaga maupun waktu. Keterbatasan resolusi membuat teknik ini terbatas bagi kristal yang lebih besar dari 5 nm. Diatas level ini, bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran mudah untuk dilakukan. Investigasi SEM telah dibuat pada banyak sistem dan berguna juga untuk studi struktur pori (Nasikin et al., 2010).

Tipe sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat meliputi elektron sekunder, sinar-X karakteristik dan cahaya (katodaluminisens). Sinyal tersebut datang dari hamburan elektron dari permukaan unsur dan berinteraksi dengan sampel atau di dekat permukaannya. SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi dari permukaan sampel, menampakkan secara lengkap dengan ukuran 1-5nm. Agar menghasilkan gambar yang diinginkan, maka SEM mempunyai sebuah lebar fokus yang sangat besar (biasanya 25-250.000 kali pembesaran). SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3-dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel.

29 Gambar 6. Skema kerja SEM (Hanke, 2001)

Gambar 6 memperlihatkan sebuah pistol elektron memproduksi berkas elektron dan dipercepat pada anoda. Lensa magnetik kemudian memfokuskan elektron menuju sampel. Berkas elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh kumparan pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron yang baru yang akan diterima oleh detektor (Hanke, 2001).

30 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 8 bulan yang dilaksanakan dari bulan Desember 2017 – Juli 2018. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Kimia, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium pengujian QLab Universitas Pancasila, BATAN dan Laboratorium SEM ITB.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri serapan atom Analyst 700 Perkin Elmer (SSA), Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) (IRPrestige-21-Shimadzu), Scanning Electron Microscopy

(SEM) (Carl Zeiss-EVO), shaker batch, ayakan dengan ukuran partikel 180 µm Retsch, neraca analitik, pH meter, penangas, furnace, oven, kertas saring whattman, blender, mortar, dan alat gelas lainnya.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu meranti dari toko mabel yang sudah diberikan perlakuan sebelumnya, HCl, HNO3, Na2EDTA, senyawa CuSO4.5H2O, MnSO4.H2O, CdSO4.8H2O, larutan buffer pH 4, 5, 6 dan 7 dan akuades.

31 3.3 Diagram Alir Penelitian

Preparasi sampel serbuk gergaji kayu meranti

Penentuan Isotherm Adsorpsi

Tanpa Aktivasi Aktivasi Fisika Aktivasi Kimia

Analisis gugus fungsi menggunakan FTIR Penentuan

Kinetika Adsorpsi

Analisis morfologi molekul menggunakan SEM

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian Regenerasi adsorben

Analisis penyerapan

logam menggunakan

SSA Konsentrasi adsorben

Konsentrasi adsorbat

pH adsorbat

Waktu dan suhu adsorpsi Adsorben kondisi

optimum

32 3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Preparasi serbuk gergaji kayu Meranti (Koleangan, H. S. J, 2008)

Serbuk gergaji kayu meranti dicuci bersih dengan air yang mengalir, setelah itu dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1 minggu kemudian dihaluskan dengan blender dan dikeringkan kembali menggunakan oven selama ± 3 jam pada suhu 110 oC.

3.4.2 Aktivasi Serbuk Gergaji Kayu Meranti 3.4.2.1 Tanpa aktivasi

Serbuk gergaji kayu meranti sebanyak 100 gram yang telah dipreparasi kemudian diayak dengan pengayak menjadi ukuran partikel <180 μm dan disimpan dalam desikator. Adsorben tanpa aktivasi selanjutnya digunakan untuk penentuan kondisi optimum.

3.4.2.2 Aktivasi secara fisika (Nurhasni et al., 2014)

Serbuk gergaji kayu meranti sebanyak 100 gram yang telah dipreparasi dimasukan dalam furnace dan diaktivasi secara fisika dengan cara diarangkan pada suhu 250 oC hingga menjadi serbuk arang selama 2,5 jam. Setelah itu diayak dengan pengayak menjadi ukuran partikel <180 μm dan disimpan dalam desikator.

Adsorben selanjutnya digunakan untuk penentuan kondisi optimum.

3.4.2.3 Aktivasi secara kimia (Nurhasni et al., 2012)

Serbuk gergaji kayu meranti sebanyak 100 gram yang telah dipreparasi diayak dengan pengayak menjadi ukuran partikel <180 μm. Kemudian diaktivasi secara kimia dengan cara direndam dalam reagen HCl 4 M dengan perbandingan 1:5 selama 24 jam, selanjutnya disaring dan dinetralkan dengan akuades. Adsorben

33 yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 oC selama 3 jam, lalu disimpan dalam desikator. Adsorben selanjutnya digunakan untuk penentuan kondisi optimum.

3.4.3 Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Tanpa Aktivasi 3.4.3.1 Konsentrasi adsorben

Adsorben dengan ukuran partikel <180 µm ditimbang dengan variasi konsentrasi adsorben (1,25; 2,5; 3,75; dan 5%) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dengan masing-masing larutan ion logam konsentrasi awal 10 ppm sebanyak 20 mL. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 1 jam. Campuran kemudian dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-masing larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) (Persamaan 1 dan 2).

3.4.3.2 Konsentrasi adsorbat

Adsorben dengan massa optimum berukuran <180 µm ditimbang kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer. Larutan ion logam dengan konsentrasi (10; 30; 50;

dan 70 ppm) dimasukkan sebanyak 20 mL. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 1 jam.

Campuran kemudian dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-masing larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) (Persamaan 1 dan 2).

34 3.4.3.3 pH ion logam

Adsorben dengan massa optimum berukuran <180 µm ditimbang kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer. Larutan ion logam dengan konsentrasi optimum dimasukkan sebanyak 20 mL dan ditambahkan variasi pH (4; 5; 6; dan 7) yang diatur menggunakan pH meter. Larutan pH buffer dibuat dari senyawa C6H8O7.H2O konsentrasi 0,1 M dan Na2HPO4.2H2O konsentrasi 0,2 M. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 1 jam. Campuran kemudian dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-masing larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) (Persamaan 1 dan 2).

3.4.3.4 Waktu dan suhu adsorpsi

Adsorben dengan massa optimum berukuran <180 µm ditimbang kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer. Larutan ion logam konsentrasi optimum dimasukkan sebanyak 20 mL dengan penambahan pH optimum ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi adsorben. Larutan kemudian dipanaskan pada variasi suhu (30; 45; 60; dan 75 oC) dengan variasi lama pemanasan (30; 60; 90; dan 120 menit). Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm.

Campuran kemudian dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-masing larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) (Persamaan 1 dan 2). Adsorben yang diaktivasi secara fisika dan kimia

35 penentuan kondisi optimum adsorpsi dilakukan dengan prosedur yang sama yaitu dengan prosedur 3.4.3.

3.4.4 Analisis Gugus Fungsi dengan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) (ASTM E1252-98)

Analisis gugus fungsi adsorben terbaik yaitu adsorben yang diaktivasi fisika (sebelum dan sesudah adsorpsi) dengan menggunakan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). Sebanyak 10 gram KBr digerus kemudian ditambahkan

sampel adsorben dengan komposisi 10:1 sampel. Kemudian campuran digerus hingga homogen. Kemudian diletakkan pada sampel holder. Diketahui grafik puncak-puncak gugus fungsi yang muncul pada layar. Hasil pengukuran dianalisis dan dicetak.

3.4.5 Analisis Morfologi Permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) ( ASTM E1508)

Analisis permukaan dan tekstur adsorben terbaik yaitu adsorben yang diaktivasi fisika (sebelum dan sesudah adsorpsi) dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Sampel adsorben yang akan dianalisis diletakkan

sangat tipis merata pada plat alumunium yang memiliki dua sisi. Kemudian dilapisi dengan lapisan emas dengan waktu coating ± 30 detik. Sampel yang telah dilapisi, kemudian diamati menggunakan SEM dengan tegangan 20 kV dan perbesaran 5.000x dan 30.000x. dari gambar berupa foto SEM yang diperoleh, morfologi dan distribusi ukuran nanosfer dianalisis dengan menggunakan metode statistik.

36 3.4.6 Penentuan Isotherm Adsorpsi

Hasil penentuan variasi konsentrasi ion logam (adsorbat) berupa konsentrasi akhir (Ce) dan kapasitas adsorpsi (Q) diplotkan dengan menggunakan persamaan regresi linier. Nilai koefisien korelasi yang besarnya mendekati 1 setelah dibuat persamaan isotherm Langmuir dan isotherm Freundlich maka akan menentukan jenis isotherm adsorpsi yang terjadi pada proses adsorpsi ion logam tersebut.

3.4.7 Penentuan Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi dihitung dengan melihat perubahan kondisi konsentrasi sebagai fungsi waktu. Kemudian ditentukan orde reaksi diantara orde 0, 1, dan 2 menggunakan Persamaan 9, 12, dan 15. Konstanta laju reaksi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius pada Persamaan 16.

3.4.8 Regenerasi adsorben

Ion logam yang telah terserap dalam material adsorben serbuk gergaji kayu meranti pada kondisi optimum dilepaskan kembali atau dielusi dengan cara menambahkan larutan HNO3 0,5 M, Na2EDTA 0,01 M dan H2O sebanyak 20 mL pada masing-masing adsorben. Kemudian filtrat dipisahkan dengan adsorben dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya konsentrasi ion logam didalam filtrat ditentukan kembali dengan spektrofotometer serapan atom (SSA).

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Adsorben Serbuk Gergaji Kayu Meranti

Pembuatan adsorben serbuk kayu meranti yang digunakan untuk menyerap ion logam dilakukan dalam 3 (tiga) bentuk perlakuan, yaitu tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Serbuk kayu meranti yang didapatkan dari hasil limbah buangan toko mabel kayu ini sebelumnya dibersihkan dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang terdapat di dalam serbuk seperti pasir, tanah, batu-batuan kecil dan lain sebagainya. Serbuk kayu meranti dijemur dibawah sinar matahari selama satu minggu untuk mengurangi kadar air yang ada dalam serbuk kayu meranti agar serbuk kayu meranti menjadi kering.

Serbuk kayu meranti juga dihaluskan dengan menggunakan blender agar bentuk serbuk kayu meranti menjadi semakin kecil sehingga lebih mudah untuk dihaluskan. Kemudian serbuk kayu meranti dikeringkan kembali dengan menggunakan oven pada suhu 110 oC selama ± 3 jam. Suhu 110 oC membuat kandungan air yang ada pada serbuk kayu meranti akan menguap seluruhnya.

Adsorben tanpa aktivasi, aktivasi fisika, dan aktivasi kimia menghasilkan warna fisik yang berbeda pada ketiganya (Gambar 8). Sampel tanpa aktivasi memiliki warna coklat muda sedangkan sampel aktivasi kimia berwarna coklat gelap dan sampel aktivasi fisika berwarna hitam sebab sampel telah menjadi karbon aktif. Warna lebih gelap atau pucat pada aktivasi kimia disebabkan karena adanya reaksi hidrolisis yaitu pemecahan rantai polisakarida menjadi monosakarida (Kirk

& Othmer, 1983).

38 (a) (b) (c)

Gambar 8. (a) Aktivasi fisika (b) aktivasi kimia (c) tanpa aktivasi Serbuk kayu meranti tanpa aktivasi tidak diberikan perlakuan apapun hanya memperkecil ukuran partikelnya yaitu menjadi <180 µm. Serbuk kayu meranti diperkecil ukuran partikelnya agar ukuran partikel adsorben memiliki luas permukaan yang besar. Luas permukaan adsorben yang semakin besar akan membuat kapasitas adsorpsi suatu adsorben dalam mengadsorpsi suatu adsorben juga semakin besar (Nurhasni, 2012). Aktivasi secara fisika serbuk kayu diarangkan pada suhu 250 oC selama 2,5 jam (Nurhasni, 2014). Proses karbonasi pembuatan arang aktif ini dilakukan dengan menggunakan furnace. Penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi (250 oC) dikarenakan pada suhu tersebut (<250 oC) serbuk kayu meranti sudah menjadi arang dan terjadi pengurangan volume, sedangkan jika suhunya >250 oC akan menyebabkan serbuk kayu terbakar menjadi abu dan menjadi sangat mudah hancur (Hendra et al., 2015). Ukuran partikelnya kemudian diperkecil sampai menjadi <180 µm. Aktivasi fisika ini dilakukan dengan membuka pori-pori dari adsorben melalui proses karbonasi sehingga pori-porinya semakin

39 besar dan memungkinkan untuk ion logam terperangkap didalam pori-pori adsorben tersebut.

Aktivasi kimia dilakukan dengan melakukan penambahan zat kimia ke dalam sampel serbuk kayu meranti. Sampel adsorben yang digunakan sudah dihaluskan ukurannya menjadi ukuran <180 µm. Modifikasi sampel ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam yaitu direndam menggunakan HCl 4 M (Nurhasni, 2012). Reaksi yang terjadi pada senyawa didalam adsorben dengan HCl adalah reaksi hidrolisis. Hidrolisis merupakan proses pemutusan rantai atau pemecahan suatu senyawa menggunakan air. Selulosa yang terdapat pada adsorben terhidrolisis menjadi monomer glukosa (Gambar 9). Reaksi pada air dan karbohidrat berlangsung lama sehingga dibutuhkan katalisator atau aktivator yaitu asam klorida untuk mempercepat reaksi (Mastuti, et al., 2010).

Gambar 9. Mekanisme reaksi hidrolisis asam pada selulosa (Fengel &

Wegener, 1995).

Aktivasi bertujuan untuk memperluas volume rongga atau pori-pori adsorben sebab molekul-molekul pengaktif yang ada akan teradsorpsi oleh bahan adsorben yang melarutkan pengotor yang berada dalam pori seperti mineral anorganik (Miftah et al, 2009). Penggunaan HCl dikarenakan HCl lebih dapat melarutkan

40 pengotor sehingga proses penyerapan adsorbat menjadi lebih maksimal pada saat proses adsorpsi hal ini disebabkan pori-pori permukaannya yang beraturan dan lebih banyak terbentuk dibandingkan jika menggunakan larutan asam lainnya seperti H2SO4 (Nurhasni, 2012).

4.2 Kondisi Optimum Adsorpsi 4.2.1 Konsentrasi Adsorben

Penentuan kondisi optimum dari konsentrasi adsorben dilakukan dengan membandingkan empat variasi konsentrasi adsorben sebesar 1,25; 2,50; 3,75; dan 5% dimana masing-masing massa biosorben sebesar 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 g. Suhu yang digunakan adalah suhu ruang 30 oC, pada pH netral dalam waktu 1 jam.

Konsentrasi adsorbat Cu, Cd dan Mn yang digunakan sebesar 10 ppm dan volume

Konsentrasi adsorbat Cu, Cd dan Mn yang digunakan sebesar 10 ppm dan volume