• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Saluran dan Fungsi Pemasaran Kopi Saluran Pemasaran Kopi

Aktifitas pemasaran pada prinsipnya adalah menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen melalui lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini tergantung dari sistem pasar yang berlaku sehingga terciptalah saluran pemasaran. Pada saluran pemasaran inilah dapat melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran.

Saluran pemasaran kopi di wilayah penelitian cukup rumit karena komoditi kopi mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan komoditi ini. Lembaga pemasaran yang terlibat memiliki peranan masing-masing, ada beberapa lembaga pemasaran dalam pemasaran kopi di wilayah penelitian. Pertama, yang berfungsi mengambil langsung

ke petani disebut juga “cingkau kawe” atau pedagang perantara. Kedua, pedagang

pengumpul tingkat desa yang berfungsi membeli barang secara dikumpulkan baik dari produsen maupun pedagang perantara dengan skala relatif lebih besar dari pedagang perantara. Ketiga, pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang memiliki skala usaha yang lebih besar daripada pedagang pengumpul tingkat desa. Saluran pemasaran yang ada di wilayah penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 5. Saluran pemasaran kopi di wilayah penelitian

Hasil penelitian menunjukan, bahwa saluran pemasaran kopi yang paling dominan dilalui oleh petani ada beberapa bentuk, namun pada penelitian ini hanya akan dilakukan analisis terhadap tiga saluran, yaitu saluran pertama, kedua, dan ketiga. Lebih jelasnya mengenai saluran pemasaran kopi sebagai berikut:

Petani Cingkau Kawe (Pedagang Perantara) Pedagang Pengumpul Kecamatan Eksportir Pedagang Pengumpul Desa Kelompok Tani

Industri kopi bubuk rumahan (KWT)

1. Saluran pemasaran pertama adalah tahap pertama dari petani kopi kepada pedagang perantara kemudian kepada pedagang pengumpul desa, selanjutnya kepada pedagang pengumpul kecamatan, dilanjutkan kepada eksportir

2. Saluran pemasaran kedua adalah tahap pertama dari petani kopi kepada pedagang pengumpul desa, selanjutnya kepada pedagang pengumpul kecamatan, dilanjutkan kepada eksportir

3. Saluran pemasaran ketiga adalah tahap pertama dari petani kopi kepada pedagang pengumpul kecamatan, selanjutnya kepada eksportir

4. Saluran pemasaran keempat adalah tahap pertama dari petani kopi kepada kelompok tani kemudian kepada pedagang pengumpul kecamatan dan selanjutnya kepada eksportir

5. Saluran pemasaran kelima adalah pemasaran langsung dari petani kopi kepada kelompok wanita tani (KWT) sebagai industri kopi bubuk rumahan

Saluran pemasaran pada tiap kategori luas lahan pada umumnya sama. Petani berlahan berlahan sempit, sedang, dan luas ada yang menjual langsung kepada pedagang pengumpul desa maupun langsung dengan pedagang pengumpul kecamatan. Petani kopi di wilayah penelitian memiliki kebebasan menjual hasil usahatani kopinya secara langsung ke pedagang perantara, pedagang pengumpul desa, atau melalui pedagang pengumpul kecamatan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari survei terhadap para pedagang kopi di wilayah penelitian, para pedagang kopi ini mendapatkan keuntungan dari perdagangan kopi baik di level pedagang perantara skala, pedagang pengumpul desa hingga pedagang pengumpul kecamatan. Keuntungan yang diperoleh dengan memainkan harga berdasarkan harga basis.

Petani Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Eksportir

Petani Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Kecamatan Eksportir

Petani Pedagang Pengumpul Kecamatan Eksportir

Petani Kelompok Tani Eksportir

Pedagang perantara

Sebagian petani karena berbagai pertimbangan terkadang tidak dapat menjual kopi mereka langsung ke pedagang pengumpul kecamatan, sehingga seringkali petani menjual kepada pedagang perantara maupun pedagang pengumpul desa. Sebagian petani kopi memiliki kebun kopi di daerah HKM yang letaknya di daerah pegunungan dan cukup jauh dari pusat desa, oleh karenanya faktor jarak, biaya transportasi yang mahal dan sulitnya transportasi terkadang menjadi kendala dalam pemasaran kopi, sehingga kemudian petani menjual kepada pedagang perantara yang dirasakan lebih praktis.

Pedagang pengumpul desa

Petani yang menjual kepada pedagang pengumpul desa biasanya karena adanya suatu ikatan, mereka merupakan salah satu mata rantai perdagangan kopi yang terdekat dengan petani (baik dari aspek kedekatan emosional dan tempat), dengan menjual hasil kepada mereka, petani dapat diberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan seperti pembelian input dan kebutuhan sehari-hari petani. Sedangkan bagi pedagang pengumpul desa, dengan memberikan pinjaman kepada petani mereka dapat mengikat petani agar tidak menjual kopi kepada pedagang pengumpul lainnya sehingga stok kopi tetap terjaga. Dharmawan (2007) menyatakan adanya hubungan- hubungan permodalan yang tidak tergoyahkan antara pengijon atau rentenir dengan petani kecil di pedasaan yang sangat kontroversial karena terbangunnya jejaring keamanan sosial nafkah di atas landasan saling kepercayaan yang kuat diantara mereka. Bagi petani, biaya transaksi yang mahal masih reasonable selama kehadiran pengijon dan rentenir tidak dapat digantikan oleh lembaga manapun yang mampu

memberikan “rasa aman” yang setara bagi petani.

Keterikatan ini menyebabkan petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi sehingga terpaksa harus menerima harga yang telah ditetapkan para pedagang. Selain itu, pedagang terkadang menurunkan standar harga dari yang seharusnya. Sedangkan apabila petani tidak terikat dengan para pedagang bisa melakukan proses tawar menawar sekitar Rp.100,- hingga Rp. 200,- per kilogramnya. Rendahnya harga yang diterima petani selain karena akibat keterikatan tersebut juga karena sering petani menjual kopi dengan kadar air yang tinggi akibat kebutuhan yang mendesak terutama di awal musim panen.

Pedagang pengumpul kecamatan

Selain menerima penjualan dari petani, pedagang pengumpul kecamatan juga menerima dari pedagang perantara, pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang pengumpul kecamatan menentukan harga untuk pedagang pengumpul desa berdasarkan harga basis. Harga basis ditentukan oleh eksportir, kopi dengan kadar air tertentu akan dihargai tertentu pula.

Sebagian pedagang perantara dan pedagang pengumpul desa menjual kopi tidak hanya kepada satu pedagang pengumpul kecamatan, namun menjual juga kepada pedagang pengumpul kecamatan lainnya. Hal ini menyebabkan para pedagang ini tidak memiliki keterikatan khusus dengan salah satu pedagang pengumpul maka akan ada perbedaan harga basis yang diterapkan antara yang selalu, kadang-kadang dan jarang. Untuk pedagang pengumpul desa yang selalu

menjual kepada pedagang pengumpul kecamatan akan diberikan harga basis lebih tinggi dibandingkan dengan yang kadang-kadang dan jarang.

Pedagang kopi memiliki resiko dalam menjalankan usahanya dimana harga sering fluktuatif atau berubah-ubah, bisa saja harga basis pada saat pembelian tinggi namun harga basis menjadi rendah pada saat harga penjualan rendah. Selain itu, pedagang kopi terkadang mengalami kesalahan dalam memperkirakan kadar air sehingga berdampak pada kerugian, kemudian mencari petani yang mau menjual kopinya, dan perlu modal di awal musim dalam jumlah cukup besar, sehingga perlu meminjam di ank dengan bunga cukup tinggi.

Harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga rata-rata di tingkat petani yaitu Rp. 16.000,-/kg. Pedagang pengumpul kecamatan biasanya memberikan acuan rata-rata kadar air biji kopi yang diterima adalah 20%. Jika digunakan harga basis eksportir yang berlaku Rp. 18.800,- per kilogram maka diperoleh harga basis di tingkat pedagang pengumpul kecamatan sebesar Rp. 16.649,- per kilogram setelah dikurangi dengan biaya-biaya (Rp. 647,-/kg). Secara rinci perhitungan harga basis dapat dilihat sebagai berikut berikut:

Kadar air 20% - kadar air 14% = 6%, maka:

100% - 6% = 94% - asalan (2%)

= 92%

Jika basis harga dari eksportir adalah Rp. 18.800,-/kg, maka:

Rp. 18.800,-/kg x 92% = Rp. 17.296,-/kg (dikurangi ongkos) = Rp. 16.649,-/kg

Fungsi Pemasaran Kopi

Aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan atau perlakuan-perlakuan ke dalam fungsi yang bertujuan untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa dinamakan fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh para lembaga pemasaran berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran seperti yang terdapat pada Tabel 20.

Petani

Petani di daerah penelitian melakukan fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran yang dilakukan petani berupa penjualan biji kopi yang telah dikeringkan kepada pedagang antara lain pedagang perantara, pedagang pengumpul desa, ataupun pedagang pengumpul kecamatan. Sedangkan fungsi fisik yang dilakukan oleh petani meliputi aktivitas pemetikan kopi di kebun, pengeringan, kemudian dikemas dalam karung-karung besar dan selanjutnya di angkut ke pedagang, namun ada sebagian dari petani yang tidak mengangkut biji kopi ke pedagang karena letak tempat tinggal atau kebun yang jauh dari pusat desa sehingga diambil langsung oleh pedagang perantara.

Tabel 20. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran kopi No Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran Aktivitas

1 Petani Pertukaran Penjualan

Fisik Pemetikan, pengemasan, pengangkutan kopi kepada pedagang

2 Pedagang Perantara Pertukaran Pembelian, penjualan

Fisik Pengangkutan kopi dari petani ke pedagang

3 Pedagang Pengumpul Desa

Pertukaran Pembelian, penjualan Fisik Penyimpanan, sortasi,

pengemasan, pengangkutan kopi ke pedagang pengumpul kecamatan

Fasilitas Grading, informasi pasar 4 Pedagang Pengumpul

Kecamatan

Pertukaran Pembelian, penjualan Fisik Penyimpanan, pengemasan,

pengangkutan kopi ke eksportir

Fasilitas Standardisasi, grading, penanggungan resiko, informasi pasar

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pedagang perantara

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang perantara meliputi fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah membeli kopi dari petani dengan mendatangi secara langsung kemudian menjual kepada pedagang pengumpul. Fungsi fisik berupa pengangkutan biji kopi dari petani ke pedagang pengumpul.

Pedagang pengumpul desa

Pedagang pengumpul desa memiliki tiga fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan meliputi pembelian baik dari petani maupun pedagang perantara kemudian dijual kembali ke pedagang pengumpul kecamatan maupun eksportir. Fungsi fisik mencakup sortasi biji kopi memisahkan antara biji kopi yang bagus dengan yang buruk kemudian dikemas kembali ke dalam karung-karung. Selanjutnya sebagian ada yang langsung dijual dan sebagian lagi terkadang disimpan menunggu harga yang bagus. Fungsi ketiga yaitu fungsi fasilitas berupa pemberian informasi harga basisi kopi kepada pedagang perantara maupun petani.

Pedagang pengumpul kecamatan

Pedagang pengumpul kecamatan juga memiliki tiga fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan meliputi pembelian baik dari petani, pedagang perantara, maupun pedagang pengumpul desa kemudian dijual langsung kepada eksportir. Fungsi fisik mencakup sortasi biji kopi memisahkan antara biji kopi yang bagus dengan yang buruk kemudian dikemas kembali ke dalam karung-karung. Selanjutnya sebagian ada yang langsung dijual dan sebagian lagi terkadang disimpan menunggu harga yang bagus. Fungsi ketiga yaitu fungsi fasilitas berupa pemberian informasi harga basis kopi beradasarkan harga yang ditentukan oleh eksportir kepada pedagang pengumpul desa, pedagang perantara maupun petani. Fungsi fasilitas lainnya adalah melakukan grading yaitu pemisahan biji kopi diantaranya berdasarkan perbedaan ukuran, pecah biji, dan jamur pada biji.

Kelembagaan Usahatani Kopi

Petani kopi di wilayah penelitian ada sebagian yang ikut dalam kelompok tani khususnya di Pekon Tri Mulyo. Kelompok tani di pekon ini bermitra dengan perusahaan PT Indocafco. Petani menjual hasil kopi mengatasnamakan kelompok tani namun menjual kopi kepada pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang pengumpul kecamatan inilah yang nantinya memenuhi stok kopi kepada PT Indocafco sesuai dengan jumlah yang telah disepakati. Timbal balik yang diberikan PT Indocafco berdasarkan informasi yang diperoleh adalah setiap kelompok tani dan petani hingga dinas perkebunan akan mendapatkan bantuan fee dari perusahaan, namun kenyataan di lapangan petani merasa tidak mendapatkan apapun kecuali bantuan terpal, itupun hanya beberapa saja yang mendapatkan bantuan dan pembinaan yang dirasakan kurang oleh petani. Sehingga petani disini seperti hanya sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan pihak-pihak tertentu.

Kelompok tani di Pekon Puramekar dalam menjual komoditi kopinya berbeda dengan di Pekon Trimulyo. Kelompok tani bermitra dengan PT Indocafco dan PT Nestle. Kelompok tani langsung menjualnya kepada perwakilan perusahaan yang ada di tingkat Kabupaten. Kelompok tani memberikan jaminan apabila anggota menjual kopi melalui kelompok tani dan kualitas kopi bagus maka akan mendapatkan harga yang bagus pula. Petani yang memiliki ikatan kuat dalam kelompok tani mempunyai posisi tawar yang kuat sehingga dapat bersatu dalam penentuan harga, sehingga pada saat harga yang ditawarkan rendah kelompok tani dapat bersatu tidak menerima harga tersebut dan menunggu hingga harga lebih tinggi.

Analisis Efisiensi Pemasaran

Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini meliputi analisis marjin, keuntungan lembaga pemasaran, dan farmer’s share. Analisis dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.

Marjin Pemasaran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan agak sulit memperoleh data yang rinci mengenai harga jual kopi petani. Hal ini disebabkan

petani biasanya menjual kopi tidak secara langsung karena umumnya panen dilakukan sebanyak tiga kali, tahap satu, dua, dan tiga. Untuk panen tahap pertama petani menjual kopi dengan kadar air yang tinggi sehingga diperoleh harga yang rendah serta kualitas rendah akibat dilakukan kilang untuk mempercepat pengeringan. Sedangkan untuk panen kedua dan ketiga pengolahan kopi lebih baik sehingga diperoleh kopi dengan kualitas baik sehingga diperoleh harga jual yang tinggi.

Setiap lembaga pemasaran mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran kopi seperti yang tertera pada Tabel 20. Dari tabel diketahui bahwa biaya pemasaran masing-masing lembaga pemasaran berbeda tergatung kapasitas penjualan dan jangkauan penjualan. Biaya pemasaran tertinggi pada pedagang pengumpul kecamatan sebesar Rp. 647,- per kilogram kopi, sedangkan terendah pada tingkat pedagang perantara yaitu sebesar Rp. 55,- per kilogram kopi. Tingginya biaya pada pedagang pengumpul kecamatan karena volume penjualannya besar sehingga diperlukan biaya terutama untuk tenaga kerja, biaya angkutan ke luar kabupaten, dan retribusi yang tinggi. Biaya retribusi ini menjadi tinggi karena banyaknya pungutan- pungutan liar agar pemasaran kopi dapat berjalan dengan lancar.

Tabel 21. Biaya pemasaran setiap lembaga pemasaran kopi

Keterangan Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Volume Penjualan 2.000 50.000 3.878.000

Biaya Tenaga Kerja 0 9.000.000 1.900.220.000

Biaya Pengangkutan 0 2.500.000 387.800.000

Biaya Pengemasan 110.000 2.250.000 174.510.000

Biaya Perizinan 0 100.000 3.000.000

Biaya Retribusi 0 2.000 43.100.000

Jumlah 110.000 13.852.000 2.508.630.000

Biaya pemasaran per kg 55 277 647

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pedagang pengumpul kecamatan mengambil keuntungan dari harga basis yang ditetapkan dari eksportir, kemudian permainan dalam pengukuran kadar air misalnya kadar air 18% menjadi 19%. Selain itu, keuntungan juga diperoleh dari kopi asalan yaitu kopi yang pecah, ukuran kecil, dan hitam, berjamur yang tidak memenuhi kriteria. Kopi inilah yang kemudian juga dijual ke eksportir dan nantinya untuk diolah menjadi kopi instan.

Selanjutnya, pedagang pengumpul desa dengan standar Rp 16.649,- per kilogram untuk kadar air 20% menerima kopi dari petani. Apabila petani dengan kopi berkadar air di bawah 20% (14%-19%) harga tetap pada kadar air 20%, disinilah yang menjadi kelemahan petani yang kurang memiliki pengetahuan mengenai kadar air dengan tepat. Sebaliknya, ini menjadi keuntungan bagi pedagang karena adanya perbedaan harga. Pedagang pengumpul desa juga bermain harga pada kadar air kopi petani berdasarkan harga basis. Caranya adalah membeli kopi yang agak basah misalnya kadar air 23% sampai 25% yang harganya rendah kemudian

dicampur dengan kopi yang kering berkadar air 18% dengan komposisi 1 : 100 sehingga ketika dijual kadar air menjadi lebih rendah sehingga diperoleh keuntungan. Pedagang juga melihat perubahan harga, kopi disimpan untuk kemudian dijual saat harga naik.

Sedangkan pedagang perantara mengambil kopi dengan cara berkeliling mendatangi petani di berbagai tempat, keuntungan diperoleh dari selisih harga dan

biaya angkut. Sebagai contoh, harga dari pedagang pengumpul desa adalah Rp. 16.649,- per kilogramnya maka pedagang perantara membeli kopi dengan selisih

Rp. 100,- hingga Rp. 200,- per kilogramnya.

Perilaku para pedagang dalam membeli kopi ini dalam pandangan Amir (2005) merupakan pernak-pernik yang dapat terjadi jika produsen dan salurannya berhubungan. Kadang penuh intrik, tipu daya, dan konflik. Namun disisi lain ada yang penuh percaya dan saling membantu.

Marjin pemasaran komoditas kopi dalam penelitian ini melihat empat saluran pemasaran dan pada empat tingkatan lembaga pemasaran yaitu pada tingkat petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, dan eksportir. Harga pada tingkat petani, pedagang pengumpul desa dan kecamatan diperoleh dari survei di lapangan sedangkan harga di tingkat eksportir diperoleh dari data Disbun Provinsi bulan juli tahun 2012 hingga juni tahun 2013). Secara terperinci tersaji pada Tabel 22.

Tabel memperlihatkan bahwa total marjin pemasaran dari tiga saluran yang dianalisis memiliki nilai yang sama. Hal ini disebabkan pada daerah penelitian harga ditentukan oleh pedagang pengumpul kecamatan sehingga meskipun petani menjual kepada pedagang pengumpul desa maupun ke pedagang pengumpul kecamatan akan diberikan harga yang sama, sehingga petani kopi di sana kadang menjual biji kopi kepada berberapa pedagang kopi dengan pertimbangan jarak, ikatan ekonomi, dan kekerabatan. Meskipun demikian masing-masing lembaga pemasaran memiliki marjin pemasaran yang berbeda. Secara terperinci mengenai marjin dan keuntungan pada setiap saluran pemasaran adalah sebagai berikut:

Pada saluran pemasaran I, nilai marjin terendah ada pada tingkat pedagang perantara. Hal ini karena pedagang perantara hanya mengambil selisih harga yang kecil dari harga pada tingkat petani. Sedangkan margin dan keuntungan tertinggi berada pada tingkat pedagang pengumpul kecamatan. Pada tingkat pedagang inilah harga kopi di tingkat petani ditentukan berdasarkan harga basis yang umum ditetapkan. Dengan marjin yang tinggi dan biaya yang rendah maka pedagang pengumpul kecamatan memperoleh keuntungan besar.

Saluran pemasaran II memperlihatkan, nilai marjin terendah ada pada tingkat pedagang pengumpul desa. Meskipun demikian jika dibandingkan dengan marjin di tingkat pedagang pengumpul desa pada saluran I, nilai marjin yang diterima lebih tinggi karena petani menjual langsung kepada pedagang pengumpul desa tanpa melalui pedagang perantara. Sedangkan margin dan keuntungan tertinggi berada pada tingkat pedagang pengumpul kecamatan.

Pada saluran pemasaran III, nilai marjin terendah ada pada tingkat eksportir. Sedangkan margin tertinggi berada pada tingkat pedagang pengumpul kecamatan. Selain marjin yang tinggi, keuntungan tertinggi juga dinikmati oleh pedagang pengumpul kecamatan pada saluran ini dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya.

Tabel 22. Nilai marjin pemasaran kopi pada setiap saluran pemasaran kopi

No Unsur Marjin

Saluran I Saluran II Saluran III

Nilai (Rp/kg) Nilai (Rp/kg) Nilai (Rp/kg)

1 Harga jual petani 16.000 16.000 16.000

2 Harga beli pedagang perantara 16.000 Biaya 55 Keuntungan 145 Marjin 200 Harga jual pedagang perantara 16.200 3 Harga beli

pedagang pengumpul desa 16.200 16.000

Biaya 277 277

Keuntungan 172 372

Marjin 449 649

Harga jual

pedagang pengumpul desa 16.649 16.649

4 Harga beli

pedagang pengumpul kecamatan 16.649 16.649 16.000

Biaya 647 647 647

Keuntungan 1.504 1.504 2.153

Marjin 2.151 2.151 2.800

Harga jual

pedagang pengumpul kecamatan 18.800 18.800 18.800

5 Harga beli eksportir 18.800 18.800 18.800

Marjin 2.500 2.500 2.500

Harga jual eksportir 21.300 21.300 21.300

Total Marjin 5.300 5.300 5.300

Sumber: Data primer diolah (2013)

Farmer’s Share

Analisis Farmer’s share merupakan indikator penting untuk mengetahui perbandingan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima petani. Semakin tinggi bagian harga yang diterima petani, maka pemasaran dapat dikatakan efisien. Farmer’s share pada saluran pemasaran I, II, dan III diperoleh dengan membandingkan harga pada tingkat petani yaitu Rp. 16.000,-/kg dengan harga ditingkat konsumen atau harga jual eksportir per kilogramnya Rp. 21.300,-/kg. Pada perhitungan ini, analisis farmer’s share tidak dipisahkan setiap saluran karena harga yang sama pada tingkat konsumen dan petani pada masing- masing saluran, sehingga share untuk petani pada diperoleh nilai persentase sebesar

75,12%. Nilai ini jika dilihat cukup tinggi, seolah-olah menunjukkan bahwa pasar kopi telah efisien. Namun sesungguhnya bagian yang diterima petani ini belum merupakan penerimaan bersih karena belum dikurangi dengan ongkos dan biaya pemeliharaan.

Analisis Share Biaya dan Share Keuntungan Lembaga Pemasaran

Efisien atau tidaknya pemasaran kopi di suatu wilayah juga dapat dilihat dengan menghitung share biaya pemasaran dan share keuntungan pemasaran. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai share biaya dan keuntungan serta rasio seperti yang tertera pada Tabel 23. Keterangan yang diperoleh dari Tabel 23 adalah, bahwa share keuntungan terbesar ada pada pedagang pengumpul kecamatan pada saluran pemasaran ketiga. Sedangkan share biaya tertinggi juga dimiliki oleh pedagang pengumpul kecamatan pada setiap saluran pemasaran.

Tabel 23. Share biaya dan keuntungan lembaga pemasaran kopi Saluran Lembaga Pemasaran

Share Keuntungan (Ki) (%) Share Biaya (Bi) (%) Rasio (Ki/Bi) I Pedagang perantara 2,74 1,04 2,63

Pedagang pengumpul desa 3,25 5,23 0,62

Pedagang pengumpul

kecamatan 28,34 12,21 2,32

II Pedagang pengumpul desa 7,02 5,23 1,34

Pedagang pengumpul

kecamatan 28,34 12,21 2,32

III Pedagang pengumpul

kecamatan 40,62 12,21 3,33

Sumber: Data primer diolah (2013)

Berdasarkan informasi dari tabel di atas terlihat bahwa share keuntungan terhadap biaya paling tinggi ada pada pedagang pengumpul kecamatan pada saluran pemasaran III sebesar 3,33. Nilai rasio yang tinggi ini berhubungan erat dengan share keuntungan yang tinggi diterima oleh pedagang pengumpul kecamatan jika dibandingkan dengan share keuntungan pada saluran pemasaran lainnya.

Apabila diamati nilai perbandingan share keuntungan dengan biaya pemasaran pada tiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran, pedagang pengumpul desa yang memperoleh rasio terkecil karena pedagang kecil tidak mengambil keuntungan terlalu tinggi, hal ini disebabkan pedagang pada tingkat ini ingin menjaga persediaan kopinya, selain itu jika mengambil keuntungan terlalu tinggi maka ada kekhawatiran petani atau pedagang perantara yang biasanya menjual kopi

Dokumen terkait