• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Umum Wilayah Penelitian Kondisi Fisik

Letak, batas dan luas wilayah

Daerah Kabupaten Lampung Barat dengan pusat pemerintahan di Kota Liwa, yang diresmikan menjadi Ibukota Kabupaten Lampung Barat oleh Menteri Dalam Negeri pada Tanggal 24 September 1991. Sebelumnya, Kabupaten Lampung Barat merupakan bagian dari Wilayah Kabupaten Lampung Utara. Wilayah Kabupaten Lampung Barat saat ini meliputi 25 (dua puluh lima) kecamatan dan terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dan 247 (dua ratus empat puluh tujuh) pekon/desa.

Secara administratif Kabupaten Lampung Barat memiliki batas wilayah:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Laut Indonesia dan Selat Sunda Sebelah Barat : Berbatasan dengan Laut Indonesia dan Selat Sunda

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Tanggamus

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Lampung dan terletak antara 4047’16”–5056’42” Lintang Selatan dan 103035’8”–104033’51” Bujur Timur, dengan luas wilayah mencapai 4.951,28 km2 atau 13,99% dari luas wilayah Propinsi Lampung yang luasnya 35.376,50 km2 (PEMKAB Kabupaten Lampung Barat 2011).

Penggunaan lahan kering di Kabupaten Lampung Barat berdasarkan informasi BAPPEDA Kabupaten Lampung Barat (2009) yang terbanyak berupa hutan negara yaitu 50,69% (240.424 ha) dan perkebunan 15,16% (71,939 ha), sedangkan lahan berupa tegalan dan ladang masing-masing 7,05% dan 4,38%. Lahan pemukiman penduduk sebesar 0,34% dari total luas wilayah atau 1.705 ha. Secara lengkap penggunaan lahan kering di Kabupaten Lampung Barat tampak pada Tabel 6.

Topografi dan hidrologi

Secara topografi Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi yakni:

Daerah dataran rendah (ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan laut) Daerah berbukit (ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut)

Daerah pegunungan (ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter dari permukaan laut).

Keadaan wilayah sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan berkisar 3% sampai 5%. Wilayah Lampung Barat di bagian barat mempunyai sungai-sungai yang mengalir pendek berjumlah 236 sungai dengan pola aliran dendritik yang menyebabkan daerah ini ditandai dengan jarangnya terjadi banjir. Hal ini disebabkan pada musim hujan datang bersamaan, air

tidak terkonsentrasi dan timing lag-nya menjadi lambat (PEMKAB Kabupaten Lampung Barat 2011).

Menurut BAPPEDA Kabupaten Lampung Barat (2009) daerah yang berpotensi untuk tanaman kelapa sawit umumnya terletak pada wilayah dengan ketinggian < 1000 m dengan topografi datar sampai berbukit. Daerah yang berpotensi untuk kelapa umumnya terletak pada ketinggian < 800 m dengan topografi umumnya datar sampai bergelombang. Kakao dan lada umumnya berpotensi untuk dikembangkan pada wilayah dengan ketinggian < 800 m dpl dengan topografi umumnya bergelombang sampai berbukit, sedangkan kopi berpotensi untuk dikembangkan pada ketinggian wilayah >700 m dpl dengan topografi bergelombang sampai berbukit. Oleh karena itu, di Kabupaten Lampung Barat cocok dikembangkan tanaman kopi karena topografinya yang sesuai.

Tabel 6. Penggunaan lahan kering di Kabupaten Lampung Barat tahun 2008

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Tegal/kebun 33.446

2 Ladang 20.783

3 Perkebunan 71.939

4 Ditanam pohon/hutan rakyat 47.359

5 Tambak 26

6 Kolam 1.067

7 Padang pengembalaan/rumput 776

8 Sementara tidak diusahakan 14.520

9 Lainnya (perkarangan yang ditanami) 12.655 10 Rumah, bangunan dan halaman sekitar 10.566

11 Hutan negara 240.424

12 Rawa-rawa 1.633

13 Sungai, jalan, danau, lahan tandas 20.622

Jumlah 474.431

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Lampung Barat (2009)

Potensi lahan dan produksi perkebunan kopi

Penggunaan lahan kopi di Kabupaten Lampung Barat mencakup 12,73% dari seluruh penggunaan lahan kering. Adapun luas, produksi, dan produktivitas kopi di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 tersaji pada Tabel 7.

Data pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa ada beberapa daerah penghasil utama kopi dengan jumlah produksi tertinggi yaitu Pagar Dewa, Sekincau, Air Hitam, Way Tenong, Batu Ketulis, Belalau, Kebun Tebu, Gedung Surian, dan Batu Brak. Sedangkan jika melihat luas aeral lahan tanam kopi secara berturut-turut adalah Air Hitam, Pagar Dewa, Sekincau, Way Tenong, Belalau, Batu Ketulis, Kebun tebu, Gedung Surian, dan Lumbok Seminung. Produktivitas tertinggi berada pada daerah Way Tenong yaitu 1,168 ton per ha.

Kecamatan Gedung Surian sebagai daerah penelitian dalam penjelasan PEMKAB Kabupaten Lampung Barat (2011), sebagian besar wilayahnya diperuntukkan untuk lahan pertanian dan perkebunan, sementara sisanya untuk pemukiman, perdagangan, perikanan, peternakan, dan fasilitas umum. Kecamatan Gedung Surian merupakan salah satu sentra kopi di Kabupaten Lampung Barat

dengan luas lahan 2933 ha, produksi 3342,5 ton, dan produktivitasnya adalah 1,140 ton/ha.

Tabel 7. Luas, produksi, dan produktivitas kopi di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Kecamatan Luas Produksi Produktivitas

1 Pesisir Selatan 710,0 453,6 0,639 2 Bengkunat 810,0 527,4 0,651 3 Bengkunat Belimbing 935,0 615,4 0,658 4 Ngambur 735,8 510,0 0,693 5 Pesisir Tengah 22,0 10,4 0,473 6 Karya Penggawa 465,5 219,5 0,472 7 Way Krui 27,0 14,5 0,537 8 Krui Selatan 44,0 21,8 0,495 9 Pesisir Utara 1150,0 721,1 0,627 10 Lemong 2070,0 1376,8 0,665 11 Balik Bukit 1400,0 1254,8 0,896 12 Sukau 2590,0 2112,4 0,816 13 Lumbok Seminung 2670,0 1763,3 0,660 14 Belalau 4631,0 4869,7 1,052 15 Sekincau 5709,0 6633,0 1,162 16 Suoh 1723,5 1865,3 1,082 17 Batu Brak 2605,0 2383,0 0,915 18 Pagar Dewa 8329,0 9566,4 1,149 19 Batu Ketulis 4630,0 5065,8 1,094

20 Bandar Negeri Suoh 1680,0 1811,3 1,078

21 Sumber Jaya 1611,5 1856,4 1,154 22 Way Tenong 4805,0 5612,5 1,168 23 Gedung Surian 2933,0 3342,5 1,140 24 Kebun Tebu 3160,0 3549,8 1,123 25 Air Hitam 4938,0 5655,0 1,145 Jumlah 60384,3 61811,7

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat (2013)

Iklim dan curah hujan

Secara umum Kabupaten Lampung Barat menurut data PEMKAB Kabupaten Lampung Barat (2011) beriklim tropis humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan 2 (dua) angin/musim setiap tahunnya. Berdasarkan curah hujan dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika, curah hujan Lampung Barat antara 2.500-3.000 milimeter setahun. Kabupaten Lampung Barat memiliki 2 (dua) zone iklim akibat adanya pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan yaitu: 1) Zone A (Jumlah bulan basah > 9 bulan)

Zone ini terdapat dibagian barat Taman Bukit Barisan Selatan termasuk krui dan bintuhan

2) Zone B (Jumlah bulan basah 7-9 bulan)

Zone ini terdapat di bagian timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Tanaman kopi umumnya tumbuh optimum di daerah dengan curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun. Namun, kopi masih tumbuh baik di daerah bercurah hujan 1.300-2.000 mm/tahun. Curah hujan akan berpengaruh terhadap kesediaan air yang sangat dibutuhkan tanaman. Sementara waktu turunnya hujan berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga dan buah pada kopi (Najiyati dan Danarti 2004). Curah hujan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat sangat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kopi hingga dapat berbunga dan berbuah, sehingga tanaman kopi dapat berkembang dengan baik di sana.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di Kabupaten Lampung Barat dari data BPS Kabupaten Lampung Barat (2013) bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan hanya sebagian kecil yang bekerja di sektor jasa dan industri. Sebanyak 82,1% penduudk bekerja pada sektor pertanian dan 3,22% bekerja di sektor industri. Kemudian ada sebagian penduduk yang juga bekerja di sektor jasa-jasa yaitu sebanyak 14,67%. Secara lengkap penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Lampung Barat tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah penduduk penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Sektor Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 Pertanian 201.883 82,10

2 Industri 7.926 3,22

3 Jasa-jasa 36.075 14,67

Jumlah 245.884 100

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat (2013)

Penduduk

PEMKAB Kabupaten Lampung Barat (2011) menjelaskan bahwa jumlah penduduk baik laki-laki maupun perempuan adalah modal dasar pembangunan dalam suatu wilayah. Kabupaten Lampung Barat hingga saat ini telah memiliki penduduk sebanyak 427.773 jiwa terdiri dari 227.245 jiwa laki-laki dan 200.528 jiwa perempuan, dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah sebagai petani.

Kepadatan penduduk di kabupaten Lampung Barat dengan luas wilayah 4.951,33 km2dari data BPS (2012) adalah 86,40 ≈ 86 jiwa/km2. Kecamatan terpadat

adalah kebun Tebun yang memiliki kepadatan 1.307,27 ≈ 1.307 jiwa/km2,

sedangkan kecamatan dengan kepadatan terendah adalah Bengkunat Belimbing yaitu

25,44 ≈ 25 jiwa/km2.

Penyebaran penduduk yang tidak merata antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya dikarenakan pemukiman penduduk sebagian masih berpencar- pencar. Secara lengkap kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Lampung Barat tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Kecamatan Luas Jumlah

Penduduk Kepadatan 1 Pesisir Selatan 409,17 21.762 53,19 2 Bengkunat 215,03 7.620 35,44 3 Bengkunat Belimbing 943,7 24.009 25,44 4 Ngambur 327,17 17.953 54,87 5 Pesisir Tengah 120,64 18.358 152,17 6 Karya Penggawa 211,13 14.292 67,69 7 Way Krui 40,92 8.328 203,52 8 Krui Selatan 36,25 8.531 235,34 9 Pesisir Utara 84,27 8.202 97,33 10 Lemong 454,99 14.365 31,57 11 Pulau Pisang 43,61 1.343 30,80 12 Balik Bukit 175,63 35.901 204,41 13 Sukau 223,1 20.564 92,17 14 Lumbok Seminung 22,4 6.792 303,21 15 Belalau 217,93 12.103 55,54 16 Sekincau 118,28 17.736 149,95 17 Suoh 170,77 17.791 104,18 18 Batu Brak 261,6 12.952 49,51 19 Pagar Dewa 110,19 19.754 179,27 20 Batu Ketulis 103,7 14.279 137,70

21 Bandar Negeri Suoh 170,85 25.666 150,23

22 Sumber Jaya 195,38 23.007 117,76 23 Way Tenong 116,67 31.374 268,91 24 Gedung Surian 87,14 14.424 165,53 25 Kebun Tebu 14,58 19.060 1.307,27 26 Air Hitam 76,23 11.607 152,26 Jumlah 4.951,33 427.773

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat (2013)

Pendidikan

Pendidikan sangat penting artinya bagi peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia dalam upaya pembangunan daerah (BP3K Gedung Surian 2013). Ada sekitar 17.138 orang meliputi murid Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTS), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Madrasah Aliyah (MA). Sedangkan jumlah guru yang mengajar pada berbagai jenjang ada orang. Secar rinci jumlah murid dan guru pada tahun 2012 menurut jenjang pendidikan seperti yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 10. Jumlah murid dan guru di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

TK SD MI SMP MTS SMA MA

Murid 4.176 279 46 83 40 37 18

Guru 475 3.239 573 1.182 728 770 345

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 10 jumlah murid terbanyak adalah murid TK yaitu 4.176 siswa, sedangkan jumlah siswa terendah pada tingkat SMA dan MA yang total berjumlah 55 orang. Dari tabel di atas juga diperoleh informasi bahwa pada jenjang pendidikan SD jumlah guru terbanyak berada yang mencapai 3.239 orang, sedangkan jumlah guru terendah pada taman kanak-kanak yaitu sebanyak 475 orang. Sarana dan Prasarana Pendukung Perekonomian

Sarana dan prasarana transportasi di Kabupaten Lampung Barat hanya terbatas pada perhubungan darat berupa kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih. Wilayah Kabupaten Lampung Barat dilalui oleh jaringan jalan Nasional yang menghubungkan dari arah Utara ke Selatan yaitu Provinsi Bengkulu-Provinsi Lampung-Pulau Jawa, sehingga aksesibilitas tarnsportasi di wilayah ini cukup padat. Sedangkan prasarana pendidikan umum di wilayah Kabupaten Lampung Barat meliputi fasilitas pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTS), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Madrasah Aliyah (MA). Secara rinci fasilitas pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Fasilitas pendidikan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Tingkat Pendidikan Jumlah (unit)

1 Taman Kanak-Kanak (TK) 124

2 Sekolah Dasar (SD) Negeri 279

3 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 46

4 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 83

5 Madrasah Tsanawiyah (MTS) 40

6 Sekolah Menengah Atas (SMA) 37

7 Madrasah Aliyah (MA) 18

Jumlah 627

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat (2012)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel di atas diketahui bahwa seluruh fasilitas pendidikan di Kabupaten Lampung Barat berjumlah 627unit meliputi berbagai jenjang pendidikan. Fasilitas pendidikan terbanyak adalah sekolah dasar (SD) berjumlah 279 unit, kemudian taman kanak-kanak (TK) sebanyak 124 unit. Sedangkan fasilitas pendidikan berupa SMA dan MA masih rendah jumlahnya dan tidak semua kecamatan memilikinya seperti di Kecamatan Gedung Surian sehingga masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan dari tingkat SMP/MTS harus bersekolah di kecamatan lain yang terdekat.

Kelembagaan Pertanian (Kelompok Tani)

Jumlah kelompok tani di Kabupaten Lampung Barat dari data BPS Kabupaten Lampung Barat (2013) pada tahun 2012 berjumlah 1350 kelompok tani dengan jumlah kelompok tani dewasa 1.237 dan 113 kelompok wanita tani. Data penyebaran kelompok tani per pekon dapat dilihat secara rinci pada Tabel 12.

Tabel 12. Data penyebaran kelompok tani per kecamatan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Kecamatan Kelompok Dewasa Kelompok Wanita Tani Jumlah

1 Pesisir Selatan 96 10 106 2 Bengkunat 36 1 37 3 Bengkunat Belimbing 75 75 4 Ngambur 58 1 59 5 Pesisir Tengah 21 1 22 7 Way Krui 31 1 32 8 Krui Selatan 23 4 27 9 Pesisir Utara 23 6 29 10 Lemong 10 10 12 Balik Bukit 91 5 96 13 Sukau 114 9 123 14 Lumbok Seminung 13 13 16 Sekincau 56 20 76 17 Suoh 84 84 18 Batu Brak 53 6 59 19 Pagar Dewa 67 7 74

21 Bandar Negeri Suoh 103 9 112

22 Sumber Jaya 45 5 50 23 Way Tenong 73 4 77 24 Gedung Surian 55 12 67 25 Kebun Tebu 39 4 43 26 Air Hitam 71 8 79 Jumlah 1237 113 1350

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat (2013)

Berdasarkan data pada tabel, jumlah kelompok tani terbanyak dimiliki Kecamatan Suoh sebanyak 123 kelompok tani yang terdiri dari 114 kelompok tani dewasa dan 9 kelompok wanita tani. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah kelompok tani terendah adalah Kecamatan Lemong yang hanya memiliki 10 kelompok tani dewasa dan tidak terdapat kelompok wanita tani. Jumlah kelompok wanita tani terbanyak ada di Kecamatan Sekincau yang mencapai 20 kelompok.

Karakteristik Responden

Responden yang menjadi objek penelitian di wilayah penelitian berjumlah 30 orang dari Pekon Puramekar dan 30 orang dari Pekon Tri Mulyo. Seluruh responden

memiliki usaha tani kopi baik skala kecil maupun luas. Karakteristik responden pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Usia Responden

Komposisi usia responden di wilayah penelitian berkisar antara 23 sampai dengan 83 tahun dengan usia rata-rata responden adalah 46. Komposisi usia responden di Kecamatan Gedung Surian ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi usia responden No. Kelompok Usia

(tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1. 15 – 64 53 88,33 2. ≥ 65 7 11,67 Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pada Tabel 13 terlihat bahwa usia responden paling banyak berkisar antara usia 15 sampai dengan 64 tahun yaitu sebanyak 53 orang atau 88,33%. Jumlah responden paling sedikit pada kisaran usia ≥65 tahun yaitu 7 orang atau 11,67%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kisaran usia produktif. Tjiptoherijanto (2001) menjelaskan dalam analisis demografi kelompok umur produktif berada pada rentang usia 15 – 64 tahun. Usia yang produktif berarti dapat mengerjakan usahatani kopi secara optimal dengan mencurahkan tenaga kerja fisik yang tersedia. Ini diperkuat oleh pernyataan Ruswandi et al. (2011) bahwa umur bersama dengan jumlah keluarga mempengaruhi kinerja perekonomian keluarga. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden di wilayah penelitian umumnya sudah cukup baik. Rata-rata tingkat pendidikan responden mencapai 6 tahun bahkan ada yang telah menempuh pendidikan hingga jenjang sarjana. Tingkat pendidikan responden secara lengkap terlihat pada Tabel 14.

Dari Tabel 14 dapat dilihat ada sebagian responden telah mencapai tingkat diploma maupun sarjana sebanyak 8 orang atau 13,33%. Hal ini mengindikasikan bahwa menjadi petani kopi merupakan pekerjaan utama dan sudah menjadi bagian dari masyarakat disana. Namun mayoritas tingkat pendidikan responden sebanyak 23 orang atau 38,33% berada pada tingkat sekolah dasar. Keadaan ini menunjukkan, sebagian besar responden berpendidikan rendah namun mereka telah mengenal baca dan tulis sehingga dapat menunjang petani dalam menerima informasi dan teknologi. Rendahnya tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam adopsi teknologi baru khususnya di dalam budidaya kopi sehingga dibutuhkan metode khusus. Penelitian Mulyandari (2011) menekankan semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin tinggi pula pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usaha tani.

Tabel 14. Tingkat pendidikan responden No Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 3 5,00 2 SD 23 38,33 3 SMP 15 25,00 4 SMA 11 18,33 5 D3/S1 8 13,33 Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pengalaman Usahatani Kopi

Responden di wilayah penelitian rata-rata memiliki pengalaman usahatani yang cukup lama, yaitu 22 tahun. Pengalaman berusahatani responden ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengalaman berusahatani kopi No. Pengalaman Berusahatani

(tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1. 3 – 18 26 43,33 2. 19 – 34 25 41,67 3. ≥ 35 9 15 Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 15 di atas, pengalaman berusahatani antara responden yang satu dengan yang lainnya cukup bervariasi, yaitu antara 3–50 tahun. Pengalaman usahatani kopi mayoritas responden sebanyak 26 oang atau 43,33% selama 3-18 tahun dan 41,67% responden telah berpengalaman dari 19 tahun sampai dengan 34 tahun. Namun, ada sebagian kecil responden atau 15% memiliki pengalaman cukup lama yaitu sekitar 35 tahun bahkan lebih. Dari hal ini dapat terjadi karena di wilayah penelitian sebagian responden telah lama berusaha tani kopi dan sebagian lagi meneruskan secara turun menurun pekerjaan orangtua menjadi petani kopi yang biasanya dilakukan setelah mereka berumah tangga sehingga ada sebagian yang memiliki pengalaman belum cukup lama dalam usahatani kopi.

Pengalaman petani dalam menjalankan usaha tani merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya. Semakin lama petani bekerja pada kegiatan tersebut, maka semakin banyak pengalaman diperolehnya dan diharapkan akan lebih menguasai serta lebih terampil dalam teknik budidaya, teknologi pasca panen dan penguasaan teknologi lainnya yang berkaitan dengan usaha taninya (Darmasetiawan dan Wicaksono 2012).

Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan atau anggota keluarga menggambarkan besar kecilnya sumber tenaga kerja keluarga yang tersedia, tetapi dapat juga menjadi beban

keluarga, terlebih jika anggota keluarga belum berada pada usia produktif. Jumlah tanggungan masing-masing responden bervariasi antara 1–7 orang dengan rata-rata jumlah tanggungan 3 orang per keluarga. Sebaran jumlah anggota keluarga responden dikategorikan dalam tiga tingkatan berdasarkan BKKBN dalam Yulia (2008) yaitu keluarga kecil (< 4 orang), sedang (4 – 7 orang), dan besar (> 7 orang) yang dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sebaran jumlah anggota keluarga responden No. Jumlah anggota keluarga

(orang) Jumlah (orang) Persentase (%) 1. < 4 41 68,33 2. 4 – 7 19 31,67 3. > 7 0 0 Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan keluarga kecil yang dilihat dari jumlah anggota keluarganya kurang dari empat sebanyak 68,33% orang responden, kemudian sisanya 19 orang atau 18,33% responden memiliki tanggungan yang cukup banyak yaitu antara 4 sampai dengan 7 orang. Jumlah tanggungan akan berdampak terhadap besarnya pengeluaran atau konsumsi rumah tangga namun juga merupakan potensi sumberdaya sebagai tenaga kerja untuk melaksanakan usahatani.

Ruswandi et al. (2011) menjelaskan bahwa tanggungan keluarga menggambarkan beban ekonomis yang dipikul masing-masing keluarga tani terhadap kesejahteraan anggota keluarganya. Kecenderungan terjadinya penurunan kesejahteraan, diantaranya diakibatkan oleh penambahan jumlah anggota keluarga tanpa penambahan jumlah penghasilan. Namun, jumlah usia kerja dalam suatu keluarga yang didukung oleh kesempatan kerja dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

Jenis Pekerjaan pada Sektor Non Pertanian

Sebagian responden telah memiliki pekerjaan di luar sektor pertanian diantaranya sebagai pedagang, buruh, dan guru. Pekerjaan pada sektor non pertanian tersebut dilakukan baik di desa maupun di luar desa. Pekerjaan responden pada sektor non pertanian ditunjukkan pada Tabel 17.

Dari tabel dapat dilihat bahwa sebagian responden yang menjadi responden sebanyak 26 orang atau 43,33% dari total seluruh responden memiliki pekerjaan di sektor non pertanian selain bekerja sebagai petani. Sedangkan mayoritas responden yaitu 36 orang atau 56,67% responden memilih tidak bekerja di luar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan responden di sektor non pertanian paling banyak dilakukan adalah bekerja sebagai buruh dan berdagang sebesar 18,33%.

Ini sejalan dengan pernyataan Sudana et al (2000) bahwa sumber mata pencaharian masyarakat desa masih didominasi oleh sektor pertanian sedangkan sektor non pertanian merupakan sektor pelengkap untuk menambah penghasilan keluarga. Selanjutnya Simatupang (2002) berpendapat pertanian merupakan salah

satu pekerjaan pokok, sumber pangan pokok, dan sumber pendapatan utama agar keluarganya dapat hidup layak dan bermartabat. Khusus di pedesaan terpencil dimana alternatif lapangan usaha atau lapangan kerja non-pertanian sangat terbatas atau praktis tidak ada, tidak ada alternatif mata pencaharian selain bertani maka bertani adalah untuk kelangsungan hidup.

Tabel 17. Pekerjaan responden pada sektor non pertanian

No. Pekerjaan non pertanian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Dagang 9 18,33 2. Buruh 5 8,33 3. PNS 4 6,67 4. Lain-lain 6 10,00 5. Tidak Ada 36 56,67 Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Penguasaan Lahan

Lahan yang diusahakan responden di wilayah penelitian untuk kegiatan usahatani sebagian besar merupakan lahan milik dan hanya sebagian kecil yang berstatus sewa dan bagi hasil. Luas lahan yang diusahakan oleh petani responden berkisar antara 0,25 sampai dengan 7 ha. Luas lahan rata-rata yang dimiliki responden adalah 2,08 ha. Luas lahan yang dimiliki responden di Kecamatan Gedung Surian merujuk penelitian Swastika et al (2002) dibagi dalam tiga kategori yaitu sempit (<1 ha), sedang (1-2 ha), dan luas (>2 ha). Pembagian kategori ini berdasarkan acuan dari penelitian sebelumnya dan dinas perkebunan Provinsi Lampung. Luas lahan yang dimiliki responden dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Penguasaan lahan No. Luas lahan

(Hektar) Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 < 1 Sempit 6 10

2 1 – 2 Sedang 34 56,67

3 > 2 Luas 20 33,33

Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau sekitar 56,67% memiliki lahan dengan luas yang sedang yaitu antara 1–2 hektar. Selain itu juga sebagian telah memiliki lahan >2 hektar yaitu sebanyak 20 orang atau 33,33% dari total seluruh responden. Luasnya lahan yang dimiliki karena sebagian besar responden di Kecamatan Gedung Surian tidak hanya memiliki lahan di tanah marga namun juga di tanah HKM sehingga memungkinkan responden memiliki luas lahan lebih dari 1 hektar.

Luas lahan yang rata-rata kurang dari dua hektar area di daerah penelitian ini terjadi diantaranya disebabkan jual beli dan terjadinya fragmentasi lahan. Adanya

pewarisan lahan dari orang tua kepada anak-anaknya. Sebagai permisalan awalnya seorang kepala rumah tangga memiliki luas areal 10 hektar, kemudian sekitar 35 tahun kemudian dibagi jumlah anak 10 orang maka setiap kepala rumah tangga baru hanya memiliki lahan dengan luas sekitar 1 hektar saja.

Terjadinya fragmentasi lahan ini sejalan dengan penelitian Susanti et al. (2013) yang menyatakan bahwa perpecahan lahan yang bersifat permanen disebabkan oleh sistem pewarisan dan jual beli lahan pertanian. Adapun waktu pembagian warisan dilakukan pada saat orang tua masih hidup dengan tujuannya supaya tidak terjadi konflik antara ahli waris jika orang tuanya sudah meninggal. Pembagian lahan pertanian yang diterima ahli waris tergantung pada jumlah dan luas lahan pertanian yang dimiliki.

Umur Tanaman Kopi

Umur tanaman kopi di wilayah penelitian rata-rata telah mencapai usia 27 tahun. Tanaman paling tua yang dimiliki responden telah berusia 50 tahun dan paling muda berusia 4 tahun. Umur tanaman kopi yang dimiliki responden dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Umur tanaman kopi responden No. Umur tanaman

(tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1. < 5 1 1,67 2. 5 – 20 19 31,67 3. > 20 40 66,67 Total 60 100

Sumber: Data primer diolah (2013)

Usia tanaman kopi mempengaruhi tingkat produktivitas hasil kopi, semakin tua maka produktivitasnya rendah. Idealnya umur tanaman kopi menurut Puslitkoka yaitu antara 5 hingga 20 tahun, pada saat ini tanaman kopi berada pada kondisi optimal. Tanaman kopi disebut tua apabila berumur lebih dari 20 tahun. Fenomena ini terdapat di daerah penelitian yang sebagian besar responden atau sekitar 66,67% memiliki umur tanaman kopi lebih dari 20 tahun. Hal ini karena lahan tersebut telah diusahakan secara turun-temurun Meskipun begitu kodisi di lapangan hampir seluruh petani telah melakukan peremajaan dengan melakukan teknik sambung. Untuk tanaman kopi yang masih berusia muda yang dimiliki oleh 1,67% responden merupakan tanaman baru yang diusahakan lahan baru seperti di tanah HKM.

Dokumen terkait