• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN OLEH MANAJEMEN

Dalam dokumen PROSPEKTUS AWAL. PT Metropolitan Land Tbk. (Halaman 34-56)

Analisis dan pembahasan yang disajikan dalam bab ini harus dibaca bersama-sama dengan laporan keuangan konsolidasi Perseroan dan Anak Perusahaan beserta catatan-catatan di dalamnya yang terdapat pada Bab XVI Prospektus ini. Informasi yang disajikan berikut bersumber dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Osman Bing Satrio & Rekan (anggota dari Deloitte Touche Tohmatsu Limited) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010.

Laporan keuangan disusun berdasarkan mata uang Rupiah dan disusun dengan menggunakan prinsip dan praktek pelaporan akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dasar penyusunan laporan keuangan konsolidasi, kecuali untuk laporan arus kas konsolidasi, adalah dasar akrual. Laporan keuangan konsolidasi tersebut disusun berdasarkan nilai historis, kecuali beberapa akun tertentu disusun berdasarkan pengukuran lain sebagaimana diuraikan dalam kebijakan akuntansi masing-masing akun tersebut.

1. UMUM

Perseroan merupakan sebuah perusahaan pengembang real estat yang terdepan di luar kota Jakarta dengan memfokuskan pada penjualan rumah yang diperuntukan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah. Strategi Perseroan adalah membangun perumahan dan investasi pada properti niaga yang terletak di lokasi yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi di Indonesia. Perseroan memiliki target untuk menyediakan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah dan properti niaga di lokasi-lokasi yang tingkat pertumbuhan masyarakat berpenghasilan menengah tinggi di Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu, Perseroan mengharapkan untuk memiliki arus pendapatan yang seimbang antara real estat dan properti niaga.

Sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, portofolio real estat Perseroan terdiri dari enam lokasi proyek dengan total luas lahan seluas 669 hektar, dimana luas lahan kotor yang tersisa seluas 554 hektar, dan perkiraan luas lahan tersisa yang dapat dijual seluas 315 hektar, sedangkan portofolio properti niaga Perseroan terdiri dari satu pusat perbelanjaan besar, yaitu Mal Metropolitan, dan satu pusat perbelanjaan pendukung, yaitu Plaza Metropolitan, dengan kombinasi luas lahan bersih yang dapat disewakan sebesar 51.175 meter persegi, dan satu hotel, yaitu Hotel Horison Bekasi, yang memiliki 166 kamar beserta fasilitas ruang rapat dan ruang konferensi dengan layanan yang lengkap beserta banquet. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, Mal Metropolitan memiliki tingkat hunian rata-rata sekitar 99,6%, Plaza Metropolitan memiliki tingkat hunian rata-rata sekitar 95,3% dan Hotel Horison Bekasi memiliki tingkat hunian rata-rata sekitar 81,2%.

Perseroan percaya bahwa kondisi pasar saat ini di Indonesia memiliki dan akan terus menciptakan banyak sekali peluang investasi yang menguntungkan bagi Perseroan. Perseroan mengharapkan untuk tetap mengembangkan perumahan dan berinvestasi pada properti niaga yang sesuai dengan strategi dan memperbaiki portofolio Perseroan secara keseluruhan.

Sampai dengan 31 Desember 2010, nilai aset berupa tanah dan bangunan Perseroan yang dinilai oleh KJPP Willson & Rekan (asosiasi dari Knight Frank) adalah sebesar Rp 5.128 miliar, terdiri dari proyek-proyek real estat ( Metland Menteng, Metland Puri, Metland Tambun, Metland Transyogi, Metland Cileungsi, dan Metland Cibitung ), proyek komersil ( Mal Metropolitan, Plaza Metropolitan, Hotel Horison dan sarana olahraga), serta tanah kosong di MT Haryono Kav.26 ( proyek baru Hotel Horison Jakarta ), tanah kosong di KH Noer Ali, Bekasi ( proyek baru terdiri dari Metropolitan Grand Mal dan M-Gold Residence) dan Tanah kosong di Seminyak, Bali ( proyek baru Hotel Horison Seminyak ). Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, Perseroan membukukan pendapatan dari penjualan real estat masing-masing sebesar Rp 162.759 miliar, Rp 164.584 miliar dan Rp 167.222 miliar, pendapatan dari pusat perbelanjaan masing-masing sebesar Rp 104.202 miliar, Rp 111.278 miliar dan Rp 116.847 miliar, dan pendapatan dari hotel masing-masing sebesar Rp 38.225 miliar, Rp 37.753 miliar dan Rp 43.412 miliar. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, Perseroan memiliki

pendapatan yang belum diakui sebesar Rp 214.891 juta dari pra-penjualan (pre-sale) unit-unit rumah tinggal. Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, Perseroan memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tertimbang (CAGR) untuk pendapatan sebesar 17%, untuk laba kotor sebesar 25%, untuk laba usaha dan laba bersih masing-masing sebesar 36% dan 76%.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN USAHA DAN OPERASI PERSEROAN

2.1. Kondisi Perekonomian Indonesia

Kinerja keuangan Perseroan dipengaruhi oleh kondisi pasar properti di Indonesia dan perekonomian Indonesia. Faktor-faktor ini mempengaruhi daya beli konsumen masyarakat Indonesia, tingkat permintaan dan harga jual dari perumahan, serta kemampuan belanja pada sektor ritel, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi para penyewa dari toko-toko yang dimiliki oleh Perseroan. Target Perseroan adalah masyarakat Indonesia yang memiliki penghasilan menengah. Oleh karenanya, Perseroan berkeyakinan bahwa karakteristik dari sisi permintaan perumahan untuk konsumen pada segmen berpenghasilan menengah akan dipengaruhi oleh harga jual yang terjangkau, akses menuju sarana transportasi, serta tersedianya fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti tempat rekreasi, fasilitas kesehatan, dan tempat beribadah. Dalam mengoperasikan properti niaga, Perseroan berkeyakinan bahwa karakteristik dari para penyewanya adalah mencari lokasi yang berdekatan dengan lingkungan penduduk yang berpenghasilan menengah dan daerah bisnis, akses menuju sarana transportasi, serta manajemen yang berkualitas. Dalam pengoperasian hotel, Perseroan berkeyakinan bahwa para calon tamu mencari tarif yang terjangkau, kualitas, dan lokasi yang cukup dekat dengan kompleks industri serta sarana transportasi. 2.2. Penjualan Real Estat

Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, Perseroan membukukan pendapatan masing-masing sebesar 52,8%, 51,8% dan 50,5% dari penjualan real estat (perumahan). Perseroan biasanya menggunakan strategi pra-penjualan untuk proyek perumahan yang dimiliki. Harga ditentukan sesuai dengan standar harga pasar pada saat penjualan. Para pembeli biasanya memiliki pilihan pembayaran dengan cara membayar penuh pada saat pembelian atau membayar sedikitinya 10,0% dari harga pembelian, dengan sisa pembayaran yang dapat dicicil atau melalui kredit kepemilikan rumah yang disediakan oleh lembaga keuangan dalam waktu 36 bulan. Apabila seorang pembeli sudah memutuskan untuk melakukan pembayaran dengan cicilan, dan pembeli tersebut tidak memenuhi kewajibannya, maka Perseroan, biasanya berhak untuk membatalkan kontrak pembelian dan menjual kembali properti tersebut tanpa menjalani proses penyitaan. Perseroan biasanya juga berhak untuk menyimpan semua atau sebagian dari pembayaran apa pun yang dilakukan sebelum terjadinya gagal bayar. Periode cicilan biasanya adalah sampai dengan 36 bulan. Hal ini berarti bahwa pendapatan dari pra-penjualan dari perumahan biasanya diakui setelah jangka waktu tertentu sudah dilewati, hal ini sebagai akibat dari waktu yang cukup lama dalam pengerjaan proyek perumahan untuk diselesaikan dan unit perumahan tersebut diserahkan kepada pembeli.

Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, Perseroan memiliki pra-penjualan dari unit-unit properti masing-masing sebesar Rp 180.808 juta, Rp 162.355 juta, dan Rp 272.417 juta yang terdiri dari kontrak komersil antara Perseroan dan pembeli. Kontrak-kontrak ini biasanya menyajikan luas lahan kotor dari properti yang dijual, harga pembelian per meter, metode dan cara pembayaran dan tanggal dan cara penyerahan properti yang sudah selesai dibangun. Perseroan umumnya mengharuskan deposit dari setiap calon pembeli dalam jangka waktu enam bulan dari penandatangan kontrak pra-penjualan sebesar kurang lebih 10% dari harga pembelian, dan sisanya dilunasi dalam waktu 36 bulan. Perseroan mengakui harga pembelian dari penjualan properti tersebut sebagai pendapatan ketika properti tersebut diserahkan kepada pembeli setelah pembangunan selesai, dengan tidak mengindahkan jumlah uang yang sudah dibayarkan sebelumnya. Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, Perseroan memiliki pra-penjualan dari unit-unit properti masing-masing sebesar Rp 180.808 juta, Rp 162.355 juta, dan Rp 272.417 juta. Pendapatan yang belum diakui Perseroan untuk kontrak pra-penjualan (juga termasuk pra-penjualan dari tahun sebelumnya) adalah masing-masing sebesar Rp 214.891 juta. Secara historis, Perseroan pada umumnya membukukan pendapatan penjualan tersebut selama tiga tahun dari tanggal

pra-penjualan, dimana sebagian besar dari pendapatan pra-penjualan tersebut diakui dalam jangka waktu dua tahun setelah pra-penjualan.

Perseroan melakukan kerjasama dengan bank-bank di Indonesia untuk menyediakan kredit kepemilikan properti yang dimiliki Perseroan. Sejalan dengan praktek di industri, Perseroan juga menandatangani perjanjian dengan perbankan di Indonesia dan lembaga keuangan untuk skema pinjaman rumah, mewakili pembeli properti Perseroan. Merujuk pada pengaturan pembiayaan pinjaman rumah, Perseroan menyediakan garansi perusahaan bagi pinjaman yang diberikan kepada pembeli sampai dengan 90% dari harga pembelian, dalam suatu jangka waktu, sampai dengan sertifikat kepemilikan telah dipecah dan diterbitkan kepada pembeli. Sejauh ini, Perseroan belum pernah memiliki pengalaman dimana pembeli mengalami gagal bayar dalam skema pinjaman pembelian real estat ini dan mengharuskan Perseroan untuk membayar garansi perusahaan yang disediakan.

Jumlah properti yang mampu dijual oleh Perseroan dan waktu untuk menyerahkan properti kepada pembeli bergantung pada jadwal pembangunan dan respon pasar yang Perseroan peroleh ketika Perseroan meluncurkan proyek pengembangan properti yang baru. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah pendapatan Perseroan dari pengembangan-pengembangan properti perumahan termasuk harga penjualan, kesuksesan dari ajang-ajang promosi yang dilakukan dan pendekatan-pendekatan pemasaran, suku bunga pinjaman, mutu dan lokasi dari properti.

2.3. Penyewaan Properti Niaga

Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, Perseroan membukukan masing-masing sebesar 47,2%, 48,2% dan 49,5% atas penyewaan properti niaga dari jumlah pendapatan, yaitu Mal Metropolitan dan Plaza Metropolitan. Pendapatan-pendapatan ini terutama bergantung pada luas lahan ritel yang dapat Perseroan sewakan kepada para penyewa dan tarif sewa untuk properti yang dapat Perseroan kenakan. Perseroan biasanya menentukan tarif sewa berdasarkan pada tarif yang berlaku di pasar untuk tipe properti yang sejenis pada lokasi yang sebanding, tren masa lalu, ketersediaan lahan yang disewakan dan kondisi pasar. Faktor-faktor utama yang Perseroan gunakan dalam menentukan tarif sewa untuk para penyewa Perseroan termasuk profil penyewa (termasuk apakah penyewa tersebut merupakan penyewa utama (atau anchor tenants)) dan lokasi yang akan ditempati oleh penyewa tersebut. Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, Mal Metropolitan memiliki tingkat hunian rata-rata masing-masing sebesar 98,9%, 99,4% dan 99,6%, dan rata-rata tarif sewa kotor per meter per bulan masing-masing sebesar Rp 165.650 juta, Rp 176.387 juta and Rp 178.446 juta, sementara Plaza Metropolitan memiliki tingkat hunian rata-rata masing-masing sebesar 98,0%, 94,5% dan 95,3%, dan memiliki rata-rata tarif sewa kotor per meter masing-masing sebesar Rp 84.594 juta, Rp 91.909 juta dan Rp 93.289 juta. Sebagian besar penyewaan properti ritel Perseroan di Mal Metropolitan memiliki kontrak lima tahun. Beberapa penyewaan yang dilakukan dengan penyewa utama di Mal Metropolitan memiliki jangka waktu sepuluh tahun. Sebagian besar dari penyewa retail di Plaza Metropolitan memiliki kontrak satu sampai dengan tiga tahun. Untuk sewa lima tahun biasaya Perseroan mewajibkan penyewanya untuk membayar penuh tarif sewa yang dikenakan dalam waktu empat tahun semenjak sewa dimulai beserta biaya jasa kelola (service charge) yang dapat disesuaikan. Biaya jasa kelola yang dapat disesuaikan tersebut dibayarkan kepada Perseroan termasuk pembayaran untuk air, gas, dan listrik dan juga biaya operasional seperti pemeliharaan, promosi, dan keamanan. Pada perjanjian sewa untuk pusat perbelanjaan, para penyewa bertanggung jawab untuk mematuhi segala hukum dan peraturan yang berhubungan dengan kegiatan ritel yang dilakukan oleh Perseroan.

Sebagian besar properti yang disewakan, tarif sewa dan biaya jasa kelola yang dapat disesuaikan dikenakan dalam US Dollar. Sesuai dengan kebiasaan pasar di Indonesia, bagaimanapun juga, sebagian besar penyewa melakukan pembayaran kepada pihak yang menyewakan dalam Rupiah dengan kurs nilai tukar tengah yang diterbitkan oleh BI untuk US Dollar ke Rupiah dan kurs tukar yang dipatok oleh pihak yang menyewakan, yang sejak dulu lebih rendah secara signifikan daripada kurs tukar tengah BI. Kurs tukar yang dipatok Perseroan tidak disebutkan di dalam perjanjian-perjanjian sewa Perseroan dan Perseroan bisa menaikkan kurs tukar “patokan” atas kebijakan Perseroan dengan pemberitahuan kepada para penyewa.

Jumlah properti yang disewakan Perseroan bergantung pada jadwal pembangunan dan respon pasar yang Perseroan peroleh ketika Perseroan meluncurkan proyek pengembangan properti yang baru. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah pendapatan Perseroan dari pengembangan-pengembangan properti baru seperti masa sewa, kesuksesan dari ajang-ajang promosi yang dilakukan dan pendekatan-pendekatan pemasaran, mutu dan lokasi properti.

2.4. Tingkat Hunian Hotel dan Tarif Kamar

Perseroan membukukan sebagian dari pendapatan dari pengoperasian hotel yang dimiliki dan terutama bergantung pada tingkat hunian, tarif kamar, jumlah kamar yang tersedia, dan penjualan makanan dan minuman dari fasilitas ruang rapat, konferensi dan banquet. Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009, dan 2010, pendapatan dari hotel masing-masing sebesar 12,4%, 11,9% and 13,1% dari jumlah pendapatan. Pada tahun 2008, 2009 dan 2010, tingkat hunian rata-rata hotel Perseroan masing-masing adalah sekitar 77,3%, 77,1% dan 81,2%, sedangkan tarif kamar rata-rata harian per malam adalah Rp 375.952 juta, Rp 373.321 juta dan Rp 411.166 juta. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat hunian dan tarif kamar Perseroan yaitu pola perjalanan para tamu hotel Perseroan, persaingan dari hotel-hotel lain, lokasi dan mutu layanan dan fasilitas hotel Perseroan. Penjualan makanan dan minuman bergantung pada jumlah pernikahan, seminar, rapat, dan acara-acara lain yang diselenggarakan di hotel Perseroan.

2.5. Biaya Langsung dan Biaya Penjualan

Hasil operasional Perseroan dipengaruhi oleh biaya langsung dan biaya penjualan yang biasanya bertambah atau berkurang secara proporsional mengikuti perubahan-perubahan pada pendapatan dan inflasi. Biaya langsung yang terkait dengan operasi pusat perbelanjaan terutama terdiri dari biaya-biaya peralatan, parkir, keamanan dan pemeliharaan, dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya-biaya yang terkait dengan operasional hotel terutama terdiri dari biaya manajemen, makanan dan minuman, dan gaji karyawan. Biaya langsung yang terkait dengan proyek-proyek pengembangan properti terutama terdiri dari biaya-biaya yang berhubungan dengan properti dan konstruksi, termasuk pembelian property, izin-izin dan lisensi, legal, kontraktor, konsultan desain, dan biaya-biaya yang terkait dengan pembaikan dan peremajaan properti-properti yang dimiliki saat ini. Biaya-biaya pembelian properti termasuk dalam biaya penjualan apabila aset-aset yang akan dikembangkan di lokasi properti tertentu akan dijual, misalnya dalam pengembangan-pengembangan kondominium. Apabila properti yang diperoleh untuk dikembangkan dan menjadi properti yang disewakan, biaya pembelian properti tersebut tidak dimasukkan ke dalam biaya penjualan karena tanah tersebut tidak mengalami depresiasi. Secara historis, sebagian besar biaya konstruksi Perseoan telah meningkat sejalan dengan inflasi. Akan tetapi, komponen-komponen utama untuk konstruksi tertentu, seperti biaya pembelian baja, kadang-kadang telah meningkat dengan tingkat yang lebih tinggi daripada inflasi.

2.6. Perbaikan dalam Prasarana dan Akses

Keberhasilan proyek-proyek properti yang dikembangkan Perseroan bergantung, sebagian, pada kualitas infrastruktur yang mengelilingi properti Perseroan dan aksesnya. Pemerintah berencana untuk meningkatkan sarana transportasi di Jakarta dengan mengembangkan proyek kereta monorel yang pernah diusulkan dan sistem jalan raya yang lebih efisien yang mungkin dapat menambah tingkat hunian dan tarif sewa pada properti-properti Perseroan di Jakarta yang sudah ada dan di masa mendatang apabila telah setelah. Akan tetapi, rencana-rencana pembangunan pemerintah hingga saat ini telah mengalami banyak sekali penundaan dan tidak ada jaminan bahwa proyek-proyek sarana-sarana yang direncanakan akan diselesaikan secara tepat waktu, atau tidak sama sekali.

2.7. Fluktuasi Suku Bunga

Kinerja Perseroan juga dipengaruhi oleh fluktuasi suku bunga. Sebagian besar pembeli properti dibiayai oleh perbankan. Meskipun BI tetap mempertahankan suku bunga acuan dengan rekor terendah pada 6,5% sepanjang tahun 2010, BI telah menaikkan suku bunga ke 6,8% pada bulan Februari 2011 guna meredam tekanan inflasi pada ekonomi Indonesia dan peningkatan suku bunga lebih tinggi masih menjadi kemungkinan. Ketika suku bunga mengalami kenaikan, pembiayaan perbankan untuk properti bisa

menjadi terlalu mahal untuk pasar yang ditargetkan oleh Perseroan. Sebagai tambahan, pembiayaan dari perbankan telah membiayai sebagian dari proyek pengembangan properti Perseroan. Setiap adanya peningkatan pada suku bunga akan mengakibatkan pada meningkatnya biaya pendanaan Perseroan. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, Perseroan memiliki pinjaman modal kerja baik jangka pendek maupun jangka panjang dari PT Bank Mandiri secara aggregat sejumlah Rp 193.126 juta, dengan suku bunga saat ini sebesar 10,5% per tahun. Perseroan tidak memiliki lindung nilai atas suku bunga. 3. KEBIJAKAN - KEBIJAKAN AKUNTANSI YANG PENTING

Dalam mempersiapkan laporan-laporan keuangan konsolidasi, Perseroan membuat perkiraan dan pertimbangan yang mempengaruhi jumlah asset, kewajiban, pendapatan dan biaya-biaya, dan pengungkapan yang terkait pada asset dan kewajiban kontinjensi yang dilaporkan. Perkiraan-perkiraan yang dibuat oleh Perseroan berdasarkan pengalaman yang lampau dan berbagai asumsi yang masuk akal apabila diterapkan pada berbagai keadaan, dimana hasilnya pada nantinya akan menjadi dasar bagi Perseroan untuk menilai asset dan kewajiban dimana nilai tersebut tidak dapat diperoleh dari sumber-sumber lainnya. Hasil kegiatan operasional Perseroan dapat berbeda apabila dibuat berdasarkan asumsi-asumsi atau kondisi-kondisi yang berbeda. Perseroan yakin bahwa kebijakan-kebijakan akunting penting berikut ini dapat secara signifikan mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan dan perkiraan-perkiraan dalam pembuatan laporan keuangan konsolidasi.

3.1. Pengakuan Pendapatan dan Biaya a. Pendapatan dari Real Estat

• Pendapatan dari penjualan tanah kavling tanpa bangunan diakui dengan menggunakan metode

akrual penuh (full accrual method) pada saat pengikatan jual beli, apabila seluruh kriteria berikut ini terpenuhi;

• Jumlah pembayaran oleh pembeli telah mencapai 20% dari harga jual yang disepakati dan

jumlah tersebut tidak dapat diminta kembali oleh pembeli;

• Harga jual akan tertagih;

• Tagihan penjual tidak subordinasi terhadap pinjaman lain yang akan diperoleh pembeli di masa

yang akan datang;

• Proses pengembangan tanah telah selesai sehingga penjual tidak berkewajiban lagi untuk

menyelesaikan tanah kavling yang dijual, seperti kewajiban untuk mematangkan tanah kavling atau kewajiban untuk membangun fasilitas-fasilitas pokok yang dijanjikan oleh atau yang menjadi kewajiban penjual, sesuai dengan pengikatan jual beli atau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

• Hanya tanah kavling saja yang dijual, tanpa kewajiban keterlibatan penjual dalam pendirian

bangunan di atas tanah kavling tersebut.

Pendapatan dari penjualan bangunan rumah, ruko dan bangunan sejenis lainnya beserta tanah kavlingnya diakui dengan metode akrual penuh (full accrual method) apabila seluruh kriteria berikut ini terpenuhi:

• Proses penjualan telah selesai;

• Harga jual akan tertagih, yaitu jumlah yang telah dibayar sekurang-kurangnya telah mencapai

20% dari harga jual;

• Tagihan penjual tidak akan bersifat subordinasi di masa yang akan datang terhadap pinjaman

lain yang akan diperoleh pembeli; dan

• Penjual telah mengalihkan risiko dan manfaat kepemilikan unit bangunan kepada pembeli melalui

suatu transaksi yang secara substansi adalah penjualan dan penjual tidak lagi berkewajiban atau terlibat secara signifikan dengan unit bangunan tersebut.

Apabila persyaratan tersebut di atas tidak dapat dipenuhi, maka seluruh uang yang diterima dari pembeli diperlakukan sebagai uang muka penjualan dan dicatat dengan deposit method sampai seluruh persyaratan tersebut dipenuhi.

b. Pendapatan Hotel

Pendapatan sewa hotel dan pendapatan hotel lainnya diakui pada saat jasa diberikan atau pada saat barang-barang diberikan kepada para pelanggan.

c. Pendapatan Sewa

Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan dengan dasar garis lurus selama masa sewa. Biaya langsung awal yang terjadi dalam proses negosiasi dan pengaturan sewa ditambahkan ke jumlah tercatat dari aset sewaan dan diakui dengan dasar garis lurus selama masa sewa.

Uang muka sewa yang diterima dari penyewa dicatat ke dalam akun pendapatan diterima dimuka dan akan diakui sebagai pendapatan secara berkala sesuai dengan kontrak sewa yang berlaku. d. Pendapatan Bunga

Pendapatan bunga dari aset keuangan diakui apabila kemungkinan besar manfaat ekonomi akan mengalir ke Perseroan dan Anak perseroan dan jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal. Pendapatan bunga diakui atas dasar berlalunya waktu dengan mengacu pada pokok aset keuangan dan suku bunga yang berlaku.

e. Beban

Beban diakui pada periode terjadinya beban. Persediaan Real Estat

Persediaan aset real estat terdiri dari bangunan yang siap dijual, tanah belum dikembangkan, tanah yang sedang dikembangkan dan bangunan dalam konstruksi, dinyatakan sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah.

Tanah belum dikembangkan merupakan tanah mentah yang belum dikembangkan dan dinyatakan sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi bersih mana yang lebih rendah. Biaya perolehan tanah yang belum dikembangkan meliputi biaya pra-perolehan dan perolehan tanah. Biaya perolehan akan dipindahkan ke tanah yang sedang dikembangkan pada saat pengembangan tanah akan dimulai atau dipindahkan ke bangunan yang sedang dikonstruksi pada saat tanah tersebut siap dibangun.

Biaya perolehan tanah yang sedang dikembangkan meliputi biaya perolehan tanah yang belum dikembangkan ditambah dengan biaya pengembangan langsung dan tidak langsung yang dapat

Dalam dokumen PROSPEKTUS AWAL. PT Metropolitan Land Tbk. (Halaman 34-56)