• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Proses Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan

Dalam dokumen PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHA (Halaman 181-192)

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Analisis Proses Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan

Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Pada bagian ini, penulis akan menyajikan uraian Analisis proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline yang dilaksanakan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali. Analisis akan penulis uraikan dalam dua tahap yaitu proses penyelidikan hilangnya Engeline dan proses penyidikan tindak pidana kekerasan yang menyebabkan kematian Engeline.

5.2.1 Analisis Penyelidikan

Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP, Penyelidikan didefinisikan sebagai “serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Dalam pengertian tersebut dapat penulis jelaskan bahwa tujuan dari penyelidikan adalah yang pertama, menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, dan yang kedua, menentukan dapat atau tidaknya dilakukan proses penyidikan.

Proses penyelidikan dimulai saat Margriet Ch. Megawe membuat laporan polisi nomor : LP/ 140/ V/ 2015/ Bali/ Resta/ Sek Dentim tanggal 16 Mei 2015 tentang anak meninggalkan rumah tanpa pesan. Proses penyelidikan ini diawali oleh Polsek Denpasar Timur kemudian dilimpahkan ke Satreskrim Polresta Denpasar karena tidak membuahkan hasil. Kemudian Satreskrim Polresta Denpasar melakukan pencarian hingga pada tanggal 10 Juni 2015 memperoleh hasil, jenazah Engeline ditemukan di halaman belakang rumah Margriet.

Berdasarkan hasil temuan penelitian, penulis menilai proses penyelidikan awal yang dilakukan Polsek Denpasar Timur tidak mencerminkan petugas yang profesional, proporsional dan prosedural seperti yang sudah digariskan dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri Pasal 7 Ayat (1) huruf c yang berbunyi : “setiap anggota Polri wajib menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural”. Petugas Polsek Denpasar Timur tidak menindaklanjuti hilangnya anak dengan melakukan serangkaian tindakan kepolisian sebagaimana dijelaskan dalam Perkap 14 Tahun 2012. Petugas tidak melakukan tahapan observasi (pengamatan) pada lingkungan terdekat Engeline, hal ini berakibat muncul asumsi negatif (upaya intervensi dan suap) terhadap personil Polsek Denpasar

Timur. Penulis menilai petugas tidak bekerja secara Profesional, Proporsional dan Prosedural.

Pada tahapan Olah TKP, penyidik Satreskrim Polresta Denpasar bersama dengan Tim Puslabfor Cabang Denpasar telah melakukan Olah TKP sebanyak 6 kali dalam upaya mencari alat bukti untuk menjerat tersangka. Berdasarkan Teori Manajemen oleh G.R Terry, tahapan Olah TKP tidak memiliki perencanaan yang baik, karena idealnya tidak perlu dilakukan beberapa kali. Pada proses pelaksaanaan Olah TKP ini, penyidik melakukan sebanyak 6 kali. Proses Olah TKP sebanyak 6 kali tersebut bertujuan mencari alat bukti yang kuat untuk menemukan pelaku, namun rentang waktu yang cukup lama akan berakibat pada berubahnya status Tempat Kejadian Perkara. Penulis berpendapat ketika TKP sudah tidak lagi status quo maka penyidik akan memperoleh kesulitan dalam mencari alat bukti. Berdasarkan Teori Manajemen oleh G.R. Terry, hasil alat bukti forensik yang diperoleh dari Olah TKP ini nyatanya belum mampu meyakinkan hakim pada persidangan Kasus Engeline, untuk itu dalam proses Olah TKP diperlukan pengawasan oleh pimpinan penyidik.

5.2.2 Analisis Pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Pada proses pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), penyidik menyusun berdasarkan laporan polisi yang telah ada, sehingga perlu dikeluarkan SPDP guna membuat terang suatu tindak pidana dan dalam rangka menemukan pelakunya. Seperti dijelaskan dalam Pasal 14 ayat (1) Perkap 14/2012 yaitu Penyidikan dilakukan berdasarkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan.

Dalam Perkap 14/2012, Laporan Polisi adalah “laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya suatu peristiwa yang diduga terdapat pidananya baik yang ditemukan sendiri maupun melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh sesorang karena hak atau kewajiban berdasarkan peratuan perundang-undangan.”

Proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum dapat dimulai berdasarkan munculnya Laporan Polisi Nomor : LP/ 260/ VI/ 2015/ Bali/ SPKT tanggal 12 Juni 2015 dengan Pelapor Ni Nyoman Masni. Kemudian penyidik membuat Surat Perintah Penyidikan nomor Sp. Sidik/ 584/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 12 Juni 2015 dan pada saat yang bersamaan juga mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Denpasar melalui surat B/ 195/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 12 Juni 2015. Kemudian melihat perkembangan hasil penyidikan di Polresta Denpasar untuk perkara dengan Agustay Handa May (tersangka dalam Berkas Perkara lain) dan hasil penyidikan di Ditreskrimum Polda Bali untuk perkara dengan terduga pelaku Margriet Ch Megawe (Berkas Perkara No. BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum), dan dalam rangka mempercepat penanganan kasus dan meningkatkan kinerja penyidik, maka Kapolda Bali (saat itu) Irjen Polisi (Purn.) Drs. Ronny Franky Sompie, S.H, M.H selaku atasan penyidik membuat Surat Perintah Tugas Penanganan Perkara Gabungan antara Penyidik Polresta Denpasar dan Penyidik Ditreskrimum Polda Bali (Join Investigation Team).

Analisis penulis pada proses dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan hingga dikirimkannya SPDP ke Kepala Kejaksaan Tinggi adalah telah sesuai dengan ketentuan dalam Perkap 14/2012.

5.2.3 Analisis Upaya Paksa

Proses selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik dalam membuat terang suatu tindak pidana adalah melakukan upaya paksa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa : upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi : pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Uraian dari masing-masing tahap upaya paksa akan penulis jelaskan sebagai berikut. 1. Analisis Proses Pemanggilan

Sesuai ketentuan dalam Perkap 14/2012, dapat kita ketahui bahwa seseorang dapat dilakukan pemeriksaan terhadap seseorang adalah dengan adanya Surat Pemanggilan yang dikeluarkan oleh penyidik. Namun pada pelaksanaan pada proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ini, ada beberapa saksi yang dipanggil tanpa surat panggilan.

Seperti penulis uraikan dalam temuan hasil penelitian yaitu pada proses pemanggilan, penyidik telah melakukan pemanggilan terhadap Saksi sejumlah 42 orang, Ahli sejumlah 14 orang dan Tersangka sejumlah 1 orang. Penulis menemukan 22 (dua puluh dua) orang Saksi telah dilakukan pemanggilan tanpa Surat Pemanggilan dan 1 (satu) orang ahli telah dilakukan pemanggilan tanpa Surat Pemanggilan. Penulis berpendapat bahwa penyidik hanya melakukan pemanggilan secara lisan yang didengar dan dimengerti oleh para saksi dan ahli, sehingga penyidik tetap dapat melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan ahli tersebut. Walaupun secara umum telah diatur dalam Perkap 14/2012 tentang proses pemanggilan, namun pada temuan penulis, penyidik

masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan ahli walaupun tanpa surat pemanggilan tertulis.

2. Analisis Proses Penangkapan

Proses penangkapan yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Bali terhadap Margriet Ch. Megawe dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan nomor Sp. Kap/ 74/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015. Penyidik menilai berdasarkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka penyidik memutuskan untuk menangkap tersangka Margriet Ch. Megawe. Adapun persangkaan pasal yang digunakan pada saat itu adalah bahwa Margriet Ch. Megawe telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 76 B jo 77 B Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Berdasarkan penangkapan tersebut, penyidik kemudian membuat berita acara penangkapan tanggal 14 juni 2015, selain itu penyidik juga membuat Surat Pemberitahuan penangkapan nomor B/ 4638/ VI/ 2015/ Ditreskrimum kepada pihak keluarga Margriet Ch. Megawe.

Penulis menilai, proses penangkapan ini telah sesuai dengan KUHAP dan Perkap 14/2012.

3. Analisis Proses Penahanan

Sebagaimana dijelaskan dalam temuan penelitian, setelah dilakukan penangkapan, penyidik melakukan penahanan terhadap Margriet Ch. Megawe. Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penahanan nomor Sp. Han/ 48/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015 dengan masa penahanan 20 hari terhitung dari tanggal 14 Juni 2015 sampai dengan 4 Juli 2015. Kemudian penyidik menuangkannya dalam Berita Acara Penahanan. Dalam surat perintah

penahanan juga dicantumkan bahwa Margriet Ch. Megawe telah melanggar Pasal 76 B jo 77 B Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana 5 tahun penjara.

Dari uraian diatas, proses penahanan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum terhadap Margriet Ch. Megawe telah memenuhi ketentuan Perkap 14/2012.

4. Analisis Proses Penggeledahan

Tahapan upaya paksa berikutnya yang dilakukan oleh penyidik adalah Penggeledahan. Berdasarkan Surat Perintah Geledah nomor Sp. Geledah/ 03/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015, penyidik melakukan penggeledahan di rumah Margriet Ch. Megawe di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur, kemudian menuangkan hasil penggeledahan dalam Berita Acara Pengeledahan. Dalam hal melakukan proses penggeledahan, penyidik mengirim surat kepada Kepala Pengadilan Negeri nomor B/ 08/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tentang permintaan persetujuan penggeledahan.

Penulis menilai, tindakan yang dilakukan penyidik telah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

5. Analisis Proses Penyitaan

Merujuk pada ketentuan di dalam KUHAP yaitu dalam pasal 38 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (1) huruf a, maka berdasarkan hasil penelitian bahwa tindakan penyidik berupa mengajukan permintaan izin / izin khusus penyitaan barang bukti kepada Ketua Pengadilan Negeri Denpasar melalui surat nomor B/ 99/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 16 Juni 2015, telah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

6. Analisis Proses Pemeriksaan Surat

Pada tahapan pemeriksaan surat, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap : a. Hasil pemeriksaan Polygraph (lie detector) dengan subyek Agustay

Handa May.

b. Hasil Visum Et Reportum dengan Nomor : VER UK. 01.15/ IV.E.19/ VER/ 281/ 2015 tanggal 9 Juli 2015 dari RSUP Sanglah Denpasar.

c. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Gigi dan Mulut atas jenazah tanggal 11 Juni 2015.

d. Hasil Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 438/ KBF/ 2015 tanggal 26 Juni 2015.

e. Laporan Pemeriksaan Psikologis dengan subjek Margriet Ch. Megawe. Tanggal 10 Juni 2015.

Setelah pemeriksaan dilakukan, penyidik menuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Penulis menilai tahapan ini telah sesuai dengan Perkap 14/2012. 5.2.4 Analisis Pemeriksaan Saksi, Ahli dan Tersangka

Dalam Pasal 118 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujuinya. Dan kemudian dalam Pasal ayat (1) 120 KUHAP, dijelaskan bahwa penyidik apabila menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Merujuk pada ketentuan diatas, maka penulis menilai tindakan penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam memeriksa saksi, ahli dan tersangka, telah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Perkap 14/2012. Dimana keterangan para saksi, ahli dan tersangka dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan,

dibuat oleh penyidik atas kekuatan sumpah jabatan, terdapat tanggal dan tanda tangan penyidik atau penyidik pembantu dan pihak yang diperiksa, memuat uraian tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu pidana tersebut dilakukan, identitas penyidik dan saksi yang diperiksa beserta keterangan yang diberikan.

5.2.5 Analisis Gelar Perkara

Sebagaimana telah penulis uraikan dalam temuan hasil penelitian bahwa proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline dengan Margriet Ch. Megawe, penyidik secara berkala melaksanakan gelar perkara, baik secara internal maupun melibatkan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Bali. Didalam Perkap 14/2012, gelar perkara dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu pada awal prosses penyidikan, pertengahan proses penyidikan, dan akhir proses penyidikan. Kemudian dalam pasal 70 ayat (2) huruf d Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Gelar Perkara pada tahap awal penyidikan bertujuan untuk menentukan saksi, dan barang bukti, kemudian pada Pasal 70 ayat (3) huruf e Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Gelar perkara pada tahap pertengahan penyidikan bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka dan barang bukti dengan pasal yang dipersangkakan.

Merujuk pada ketentuan diatas, Gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik pada tanggal 27 Juni 2015 sebanyak 2 kali pada hari yang sama, merupakan gelar perkara awal dan pertengahan penyidikan. Dalam hasil rekomendasi pada gelar perkara yang dipimpin langsung oleh Kapolda Bali itu menjelaskan bahwa :

a. Setelah dilakukan Gelar perkara ini maka penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap Agustay Handa May sebagai saksi.

b. Penyidik supaya berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penerapan pasal.

c. Terhadap Margriet Ch. Megawe sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka dengan dasar alat bukti sebagai berikut : Terdapat kesesuaian antara Keterangan Agustay Handa May sebagai saksi dengan Hasil VER Otopsi, dan Hasil Olah TKP Forensik.

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa Gelar Perkara tahap awal da pertengahan yang dilakukan penyidik sesuai dengan ketentuan dalam Perkap 14/2012.

5.2.6 Analisis Penyelesaian Berkas Perkara

Dalam temuan hasil penelitian telah penulis uraikan bahwa bagian terpenting dalam berkas perkara adalah resume, kemudian didalam resume penyidik memberikan analisis yuridis terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka Margriet Ch. Megawe. Penyidik tidak hanya menuangkan persangkaan Pasal 76 B Jo 77 B Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi terdapat pasal-pasal persangkaan lain yang diterapkan penyidik dalam melengkapi berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum dengan tersangka Margriet Ch. Megawe.

Selanjutnya sesuai dengan Pasal 73 ayat (3) Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Pemberkasan sekurang-kurangnya memuat : Sampul Berkas Perkara, Daftar Isi, Resume, Laporan Polisi, Berita Acara setiap tindakan penyidik atau penyidik pembantu, Administrasi penyidikan, daftar saksi, daftar tersangka dan daftar barang bukti. Yang kemudian penulis lakukan analisis terhadap Berkas Perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum, selanjutnya dapat penulis

simpulkan bahwa berkas tersebut telah sesuai dengan ketentuan Perkap 14/2012.

5.2.7 Analisis Penyerahan Berkas Perkara ke Penuntut Umum

Dalam temuan penelitian, telah penulis jelaskan bahwa penyerahan berkas perkara tahap 1 oleh penyidik, ternyata dinilai belum lengkap dan mendapat petunjuk melalui P-19 Jaksa Penuntut Umum. Penyidik kemudian melaksanakan petunjuk tersebut selama maksimal 14 hari sejak diterima P-19, kemudia pada tanggal 26 Agustus 2015, penyidik mengirimkan kembali berkas perkara tersebut dan sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut umum melalui surat pemberitahuan Kejaksaan Tinggi Bali Nomor B/ 2309/ P.1.4/ Epp.1/ 09/ 2015.

Salah satu mekanisme penyelesaian berkas perkara yang dilakukan penyidik adalah melakukan penggabungan berkas perkara yang ditangani Polresta Denpasar dan Berkas Perkara yang ditangani Ditreskrimum Polda Bali. Hal tersebut merupakan petunjuk Jaksa karena ada kesesuaian antara saksi, terduga pelaku dan barang bukti yang didapat.

Penulis kemudian melihat, walaupun secara eksplisit tidak tertuang dalam KUHAP, mekanisme penggabungan berkas ini merupakan taktik penyidik dan jaksa penuntut umum dalam penyelesaian berkas perkara, bahkan secara administrasi penyidikan berkas perkara telah lengkap, sehingga penulis menilai tahapan proses penyidikan ini telah sesuai dengan KUHAP dan Perkap 14/2012.

5.2.8 Analisis Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP, dijelaskan bahwa dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan

tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b Perkap 14/2012 juga dijelaskan bahwa penyerahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum dalam tahap kedua, penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti setelah dinyatakan lengkap.

Berdasarkan ketentuan diatas tindakan penyidik kemudian menyerahkan tersangka Margrieth Ch. Megawe dan barang bukti kepada Kejaksaan Tinggi Bali dengan surat pengantar B/ 6985/ XI/ 2015/ Ditreskrimum dan daftar barang bukti. Selanjutnya penyidik membuat berita acara penyerahan tersangka dan barang bukti. Penulis menyimpulkan tindakan penyidik telah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Perkap 14/2012.

Dalam dokumen PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHA (Halaman 181-192)

Dokumen terkait