• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Penyidikan

Dalam dokumen PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHA (Halaman 44-49)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.2 Kepustakaan Konseptual

2.2.7 Konsep Penyidikan

Konsep mengenai penyidikan pada penelitian ini mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Penulis akan mendeskripsikan konsep penyidikan tindak pidana berdasarkan :

1. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya dalam skripsi ini disebut KUHAP),

2. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya dalam skripsi ini disebut UU Polri),

3. Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (selanjutnya dalam skripsi ini disebut Perkap 14/2012) dan

4. UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Deskripsi tentang penyidikan merupakan konsep dasar dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu tentang penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban a.n Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Pengertian tentang penyidikan termuat dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP, Pasal 1 butir 13 UU Polri dan Pasal1 butir 2 Perkap 14/2012 yaitu :

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Mengenai penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penyidikan memiliki dua tujuan yaitu mencari dan mengumpulkan alat bukti dan dengan alat bukti itu membuat terang tindak pidana tersebut. Kemudian mencari dan mengumpulkan alat bukti untuk menemukan tersangkanya. Yang bertugas dalam melaksanakan penyidikan adalah penyidik dan dibantu oleh penyidik pembantu. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 angka 1 KUHAP).

Proses Penyidikan Tindak Pidana juga melihat dari tingkat kesulitan dari perkara yang dihadapi. Sehingga dalam rangka mengoptimalkan kinerja penyidik, maka dapat dilakukan mekanisme penggabungan penanganan perkara melalui surat perintah penyidikan gabungan. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 21 Perkap 14/2012 yang menjelaskan bahwa :

Ayat (1) : “Atasan penyidik selaku penyidik wajib mengorganisir seluruh

sumber daya yang tersedia untuk : Pembentukan tim penyidik, dukungan anggaran penyidikan dan dukungan peralatan.”

Ayat (2) : “Pembentukan tim penyidik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) disesuaikan dengan kompetensi penyidik dan kriteria tingkat kesulitan perkara yang ditangani, dan dapat dibentuk tim penyidik gabungan dari beberapa satuan fungsi reskrim (Join Investgation Team).”

Ayat (3) : “Tim penyidik dapat dibantu oleh tim bantuan teknis dan

Dasar dimulainya proses penyidikan oleh penyidik Polri adalah adanya laporan tentang peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana. Dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP, laporan didefinisikan sebagai “pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepda pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.”

Tahapan proses penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Perkap 14/2012 meliputi : 1. Penyelidikan 2. Pengiriman SPDP 3. Upaya Paksa 4. Pemeriksaan 5. Gelar Perkara

6. Penyelesaian Berkas Perkara

7. Penyerahan Berkas Perkara Ke Penuntut Umum 8. Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti dan 9. Penghentian Penyidikan

Proses selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik adalah melakukan upaya paksa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi : pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat.

Tahap Pemanggilan dalam upaya paksa. Ketentuan mengenai pemanggilan terhadap saksi untuk dimintai keterangannya sesuai pasal 112 KUHAP yaitu :

(1) Penyidik melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat pemanggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu harus memenuhi panggilan tersebut;

(2) Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Kemudian dijelaskan juga dalam Pasal 27 Ayat (1) Perkap 14/2012 bahwa Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar laporan polisi, laporan hasil penyelidikan, dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.

Tahapan Penahanan dalam upaya paksa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP, ketentuan tentang penahanan oleh penyidik yaitu :

Ayat (1) : Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagimana dimaksud dlam Pasal 20 hanya berlaku paling lama 20 hari, Ayat (2) : Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesei, dapat diperpanjang oleh penuntut umum ynag berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

Kemudian dalam Pasal 44 Perkap 14/2012 juga diatur tentang pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan terhada tersangka yaitu :

a. Tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri,

b. Tersangka dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya, c. Tersangka dikhawatirkan akan meghilangkan barang bukti, dan d. Tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan.

Dalam hal penyidik menggunakan kewenangannya untuk melakukan penahanan, maka terdapat dua syarat yang harus dipenuhi penyidik, yakni syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat objektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :

Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberia bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal

296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).

Tahapan Penggeledahan dalam upaya paksa. Dalam hal melaksanakan kewenangan melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan barang, penyidik memiliki ketentuan yang dijelaskan pada Pasal 33 KUHAP, yaitu :

a. Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.

b. Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.

c. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.

d. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.

e. Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dati turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

Tahapan Penyitaan dalam upaya paksa. Di dalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP diatur bahwa “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.” Selanjuntnya didalam pasal 39 ayat (1) huruf a KUHAP diuraikan bahwa “yang dapat dikenakan penyitaan adalah

benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.”

Pada tahap Pemeriksaan, Penyidik melakukan pemeriksaan terhadapa Saksi, Ahli dan Tersangka. sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1) Perkap 14/2012 dijelaskan : “Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan oleh penyidik/ penyidik pembantu untuk mendapatkan keterangan tentang apa yang ia dengar, ia lihat, dan ia alami sendiri”.

Pada pasal 65 ayat (1) Perkap 14/2012 dijelaskan “Pemeriksaaan terhadap ahli dilakukan oleh penyidik/ penyidik pembantu untuk mendapatkan keterangan dari seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan penyidikan”.

Selanjutnya pada pasal 66 ayat (1) Perkap 14/2012 dijelaskan “Pemeriksaan terhadap tersangka dilakukan oleh penyidik / penyidik pembantu untuk mendapatkan keterangan tersangka tentang perbuatan pidana yang dilakukan”.

Dalam dokumen PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHA (Halaman 44-49)

Dokumen terkait