• Tidak ada hasil yang ditemukan

13

2.1 Kepustakaan Penelitian

Kepustakaan penelitian adalah literatur yang menyajikan informasi tentang hasil penelitian (terdahulu). Dalam hal ini, hasil penelitian empirik lebih berarti untuk dirujuk dari pada hasil pengkajian yang bersifat konsepsional. Literatur dimaksud dapat berupa dokumen laporan hasil penelitian, jurnal-jurnal ilmiah, majalah polisi, walaupun kenyataannya di Indonesia lebih banyak memuat artikel tentang pendapat dan gagasan daripada hasil penelitian empirik. Selain itu, laporan hasil penelitian pada umumnya dapat ditemukan dalam skripsi kepolisian, tesis kepolisian, atau disertasi kepolisian (Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pembimbingan Skripsi Mahasiswa STIK-PTIK, 2012 : 7)

Kepustakaan penelitian merupakan upaya untuk mendapatkan teori dan konsep dengan cara mengumpulkan buku-buku atau jurnal berdasarkan hasil penulisan yang pernah dilakukan dan relevan dengan penulisan ini. Kepustakaan penelitian sangat berguna dalam suatu penelitian ilmiah, hal ini dimaksudkan supaya penulis dapat membandingkan penelitian yang dibuatnya dengan penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Dalam Kepustakaan Penelitian, penulis akan melakukan pembandingan hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan, yang pada akhirnya terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu.

Kepustakaan Penelitian harus memiliki pokok permasalahan yang hampir sama dan relevan dengan penelitian sebelumnya, sehingga penulis mampu

membandingkan penelitian terdahulu dengan konsep permasalahan yang akan diambil oleh penulis dalam penelitian yang akan dilakukan.

Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang dilakukan, penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian. Kepustakaan penelitian yang penulis pilih untuk dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah karya ilmiah dalam bentuk Skripsi yang disusun oleh : LUKMAN HAKIM HARAHAP (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014) yang berjudul “STUDI TENTANG PROSES PENYIDIKAN KASUS PEDOFILIA DI YOGYAKARTA”

Lukman Hakim Harahap (2014) melakukan penelitian dengan mengangkat Kasus Pedofilia sebagai objek penelitian. Kasus Pedofilia merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang sering terjadi di Indonesia. Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mengalami peningkatan kasus pedofilia setiap tahunnya. Kasus pedofilia dapat menimbulkan korban mengalami gangguan fisik maupu psikis yang dapat mangakibatkan tindakan amoral lainnya, sehingga ada kemungkinan untuk memunculkan korban baru untuk menjadi pelaku selanjutnya. Penanganan hukum pada kasus pedofilia di Yogyakarta sering kali dinilai kurang maksimal. Oleh karena itu Lukman Hakim Harahap (2014) merumuskan persoalan sebagai berikut : Apakah proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana? Kemudian Apa faktor penghambat proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta?

Proses penelitian yang dilakukan oleh Lukman Hakim Harahap (2014) menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian dengan pendekatan undang-undang dan menelaah hukum yang ada permasalahan di dalam praktek. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) seperti pengumpulan data langsung dari lapangan dalam bentuk interview, observasi dan dokumentasi. Lukman Hakim Harahap (2014) juga melakukan Studi Kepustakaan yaitu dengan mengkaji literatur, hasil penelitian hukum dan jurnal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, kemudian Studi Dokumentasi yaitu degan mengkaji berbagai dokumentasi resmi institusional yang relevan dengan penelitian. Lokasi penelitian diambil di lingkungan Polresta Yogyakarta.

Hasil Penelitian Lukman Hakim Harahap (2014) mendeskripsikan proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta telah sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan faktor penghambat proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta adalah biaya administrasi yang mahal.

Dari hasil penelitian Lukman Hakim Harahap (2014), terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun persamaannya mengenai ketentuan hukum atau konsep yang mengatur proses penyidikan yaitu UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu, persamaan berikutnya mengenai pokok permasalahan yang diangkat, sama- sama mengenai proses penyidikan tindak pidana dengan objek anak. Walaupun secara spesifik tidak sama, Lukman Hakim Harahap (2014) membahas tentang Kasus Pedofilia sedangkan penulis membahas tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban a.n Engeline. Beberapa perbedaan

yang terdapat pada penelitian Lukman Hakim Harahap dan penelitian yang akan dilakukan penulis mengenai metode penelitian. Lukman Hakim Harahap melakukan penelitian dengan pendekatan Yuridis Empiris dengan menggunakan metode Penelitian Lapangan, yaitu penelitian dengan pendekatan undang-undang dan menelaah hukum yang ada permasalahan di dalam praktek. Sedangkan penulis melakukan penelitian dengan pendekatan Kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Denzin dan Lincoln, 1987). Selain itu, perbedaan juga mengenai lokasi penelitian, Lukman Hakim Harahab (2014) melakukan penelitian di Polresta Yogyakarta sedangkan penulis melakukan penelitian di Polresta Denpasar.

Tabel 1

Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian Terdahulu 1

Karya Ilmiah kedua yang penulis jadikan kepustakaan penelitian adalah sebuah karya Ilmiah dalam bentuk skripsi yang disusun oleh Mahasiswa

STIK-SKRIPSI PENULIS SKRIPSI LUKMAN HAKIM HARAHAP (2014)

PERSAMAAN

a. KETENTUAN HUKUM TENTANG PENYIDIKAN YAITU UU NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA

b. OBJEK PENELITIAN ADALAH ANAK

PERBEDAAN

a. PENELITIAN DENGAN

PENDEKATAN KUALITATIF

DENGAN METODE STUDI

KASUS

b. LOKASI PENELITIAN

DITRESKRIMUM POLDA BALI c. OBJEK TINDAK PIDANANYA

KEKERASAN TERHADAP ANAK

YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN

a. PENELITIAN DENGAN

PENDEKATAN YURIDIS EMPIRIS

DENGAN METODE PENELITIAN

LAPANGAN

b. LOKASI PENELITIAN POLRESTA YOGYAKARTA

c. OBJEK TINDAK PIDANANYA

PTIK Angkatan 54 BRONTO BUDIYONO (2010). Adapun BRONTO BUDIYONO (2010) mengangkat judul penelitian “PENYIDIKAN KASUS PENCABULAN DENGAN TERSANGKA SUPARMAN BIN HARJOREBO OLEH UNIT PPA POLRES PATI”.

BRONTO BUDIYONO (2010) melakukan penelitian tentang Penyidikan Kasus Pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo oleh unit PPA Polres Pati dengan tujuan untuk mengetahui perlindungan anak oleh Unit PPA Polres Pati dalam penanganan terhadap korban, kemudian menjelaskan pelaksanaan penyidikan kasus pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo oleh Unit PPA Polres Pati, serta memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pencabulan terhadap anak dan penyidikan kasus pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo.

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh BRONTO BUDIYONO (2010) menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah studi kasus. Dalam melaksanakan tehnik pengumpulan data, BRONTO BUDIYONO (2010) melakukan pengamatan (observasi) pada lokasi penelitian, yang kemudian melakukan wawancara untuk mendapatkan data primer. Kemudian Data sekunder diperoleh melalui studi literatur atau studi dokumen dari Unit PPA Polres Pati dan instansi terkait.

Diperoleh tiga temuan dari penelitian tersebut. Pertama, Unit PPA Polres Pati telah memberikan perlindungan untuk menempatkan korban di rumah aman (shelter) ini harus dilakukan untuk menjaga mental korban agar stabil sehingga dalam pelaksanaan penyidikan lebih maksimal, akan tetapi korban pada penelitian ini menolak untuk ditempatka di rumah ama dengan alasan terlalu jauh, kemudian

Unit PPA Polres Pati juga telah memberikan pelayanan kesehatan (pasal 8 UU PA) serta telah memberikan bantuan hukum (pasal 18 UU PA).

Kedua, Unit PPA Polres Pati hanya melakukan langkah-langkah penyidikan seperti pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan dan penggeledahan serta pemberkasan, namun tidak melakukan Olah TKP. Hal ini berdampak pada kesulitan penyidik dalam merekonstruksi peristiwa tindak pidananya.

Ketiga, Faktor yang mempengaruhi pencabulan yang dilakukan oleh Suparman bin Harjorebo karena moralitas, rangsangan media, sulit bertemu istri, minimnya pendidikan dan kurangnya pengawasan oang tua. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikan kasus pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo adalah kualitas penyidik, kerjasama antar instansi, pengawasan dan pengendalian pimpinan, rasio penyidik perempuan dibanding penyidik laki-laki yang minim serta faktor anggaran.

Tabel 2

Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian terdahulu 2

SKRIPSI PENULIS SKRIPSI BRONTO BUDIYONO (2010)

PERSAMAAN

a. OBJEK PENELITIAN ADALAH ANAK

b. MENGGUNAKAN PENDEKATAN KUALITATIF c. MENGGUNAKAN METODE STUDI KASUS

d. TEHNIK PENGUMPULAN DATA MENGGUNAKAN WAWANCARA, STUDI LITERATUR / STUDI DOKUMEN

PERBEDAAN

a. KETENTUAN HUKUM TENTANG

PENYIDIKAN YAITU UU NO. 8 TAHUN

1981 TENTANG HUKUM ACARA

PIDANA, UU NO. 2 TAHUN 2002

TENTANG POLRI, PERATURAN

KAPOLRI NO. 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN b. LOKASI PENELITIAN DITRESKRIMUM

POLDA BALI

c. OBJEK TINDAK PIDANANYA

KEKERASAN TERHADAP ANAK

YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

a. KETENTUAN HUKUM YANG

DIGUNAKAN ADALAH UU NO. 23

TAHUN 2002 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK

b. LOKASI PENELITIAN POLRES PATI

c. OBJEK TINDAK PIDANANYA

2.2 Kepustakaan Konseptual

Pada bagian ini, Kepustakaan Konseptual terdiri dua bagian yaitu Landasan Teori dan Landasan Konsep, yang nantinya akan penulis gunakan untuk menganalisis temuan penelitian sehingga dapat diketahui hasil penelitian ini. Selanjutnya penulis akan menjelaskan uraian terkait teori dan konsep dalam penelitian ini.

Kepustakaan konseptual menyajikan teori, prinsip, pendapat dan/atau gagasan dari seseorang, yakni yang memiliki kompetensi untuk disiplin ilmu atau pengetahuan yang ditekuninya berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Petunjuk Teknis dan Pembimbingan Skripsi Mahasiswa STIK-PTIK, 2012 : 7).

Kerlinger (1973, sebagaimana disadur oleh Sugiyono, 2009 : 41) menguraikan tentang pengertian Teori dalam kajian ilmiah bahwa :

“[t]theory is a set of interrelated constructs (concept), definitions,and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the

phenomena”

(teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yng berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena).

Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Menurut Aristoteles dalam "The Classical Theory of Concepts" menyatakan bahwa :

Konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik. (dikutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia : Konsep, 2015 : URL)

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik pemahaman bahwa teori dan konsep merupakan instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk memahami dan memprediksi fenomena dalam penelitian. Dengan demikian, diharapkan penulis dapat menerapkan teori dan konsep yang tepat sehingga dapat memprediksi dan menjelaskan fenomena tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menimbulkan kematian di masa yang akan datang.

2.2.1 Teori Hukum Pidana

Landasan teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hukum Pidana. Hukum Pidana diartikan oleh berbagai pakar hukum. Salah satu pakar hukum di Indonesia adalah Prof. Moeljatno S.H. Dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Hukum Pidana halaman 1, Moeljatno mengatakan pengertian hukum pidana yaitu :

Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Kemudian dalam melihat suatu perbuatan pidana itu bersifat melawan hukum, maka perbuatan tersebut harus dirumuskan dalam Undang-undang. Dalam hukum pidana dikenal Asas Legalitas, yang mengatakan “Nullum delictum nulla poena

sine previa lege” (tidak ada pidana tanpa peraturan terlebuh dahulu). Asas

Legalitas ini menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan

(Von Feurbach dalam Moeljatno 2008 : 25). Selain itu, dalam pasal 1 ayat (1) KUHP disebutkan “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam udang-undang yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu.”

Selanjutnya Enschede-Heijder (Beginselen van Strafrecht, 1978 : 17 dalam Andi Hamzah, 2008 : 2) menguraikan hukum pidana secara sistematik yaitu meninjau hukum pidana sebagai objek studi. Dalam metodenya, Hukum pidana dapat dibedakan menjadi Hukum Pidana Materiil yaitu Hukum Pidana dan

Hukum Pidana Formil yaitu Hukum Acara Pidana.

Hukum Pidana Materiil mengatur tentang isi atau substansi pidana itu. Disini hukum pidana bermakna abstrak atau dalam keadaan diam.

Hukum Pidana Formil lebih bersifat nyata atau kongkret. Disini kita melihat hukum pidana yang dijalankan atau dalam keadaan bergerak, berada dalam sebuah proses. Sehingga disebut juga Hukum Acara Pidana.

Van Bemmelen (Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, 1987 : 17) menjelaskan sebagai berikut :

Ilmu Hukum Acara Pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana yaitu :

1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran. 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.

3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pelaku dan kalau perlu menahannya.

4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan kemudian membawa terdakwa ke depan hakim tersebut. 5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang

dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.

7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib itu.

Sehingga dapat kita ketahui bahwa hukum pidana materiil mengandung petunjuk tentang uraian delilk sedangkan hukum pidana formil mengatur tentang bagaimana suatu negara melaksanakan proses pemidanaan.

Pembahasan mengenai hukum pidana dan pembagian hukum pidana diatas menjadi titik awal pemahaman tentang serangkaian proses penyidikan terhadap peristiwa kematian Engeline, yang selanjutnya akan penulis sajikan juga teori dan konsep lainnya sebagai pisau analisis dalam penelitian ini.

2.2.2 Teori Manajemen

George R. Terry dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Manajemen yang ditulis kembali oleh Winardi, menjelaskan tentang Manajemen sebagai berikut :

Manajemen merupakan sebuah proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menetukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain (Winardi, 1986 : 4).

Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa proses manajemen merupakan suatu hal yang penting diterapkan oleh setiap organisasi, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan berdasarkan kemampuan yang ada di dalam organisasi tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ini, diperlukan suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian untuk mencapai tujuan penyidikan.

2.2.3 Konsep Tindak Pidana

Dalam melaksanakan penelitian tentang Penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali, penulis merasa perlu memberikan penjelasan tentang Tindak Pidana secara umum dan secara spesifik. Hal ini perlu dilakukan untuk menjawab tujuan pertama dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Moeljatno dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana halaman 59 mengatakan bahwa :

Perbuatan Pidana (strafbaarfeit) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :

1. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.

2. Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

3. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.

Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid van het feit) dan dapat dipidananya orang (strafbaarheid van den person). Sejalan dengan itu memisahkan pengertian perbuatan pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility).

Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa

unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Perbuatan pidana menunjuk kepada sifat perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan ancaman pidana kalau dilanggar.

Perbuatan pidana menurut pakar hukum Belanda Simon yaitu Perbuatan Pidana adalah Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian Ahli Hukum Van Hamel mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan (Chairul Huda dalam Sianturi, 1986 : 2015).

Menurut Simons (Asas-asas Hukum Pidana, 2008), unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).

2. Diancam dengan pidana (statbaar gesteld) 3. Melawan hukum (onrechtmatig)

4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)

5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person).

Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit) yaitu :

1. Unsur Obyektif : a. Perbuatan orang

b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.

c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”

2. Unsur Subyektif

a. Orang yang mampu bertanggung jawab

b. Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan. Sementara menurut Moeljatno (2008) unsur-unsur perbuatan pidana :

1. Perbuatan (manusia)

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil)

Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno (2008) terdiri dari : 1. Kelakuan dan akibat

2. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi :

a. Unsur subyektif atau pribadi yaitu mengenai diri orang yang melakukan perbuatan.

b. Unsur obyektif atau non pribadi yaitu mengenai keadaan di luar si pembuat.

Selain itu, Pengertian tentang Tindak Pidana juga tercantum dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tanggal 11 September 2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana yaitu yang dimaksud tindak Pidana adalah setiap perbuatan atau peristiwa yang diancam hukuman kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun perundang-undangan lain.

2.2.4 Konsep Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak

Setelah memahami pengertian tindak pidana secara umum, penulis ingin memberikan pemahaman tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak. Tindak Pidana kekerasan terhadap anak akan terbagi menjadi beberapa bagian pembahasan seperti dibawah ini.

Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kekerasan menunjukkan kata sifat keras pada suatu kegiatan, kekerasan dapat diartikan sebagai “perihal keras atau perbuatan atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik orang lain” (W.J.S Poerwadarminta, 1990 : 425).

Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak memberikan pengertian yang otentik tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan. Hanya dalam pasal 89

KUHP (R. Soesilo, 1984 : 84) disebutkan bahwa yang disamakan dengan melakukan kekerasan itu, membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Penjelasan pasal 89 KUHP (R.Soesilo, 1984 : 84) dijelaskan bahwa : Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dsb. Yang disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.

Penulis menyadari bahwa belum ada suatu pengertian yang baku atau resmi termuat tentang Tindak Pidana Kekerasan. Oleh karena itu penulis mencoba Memberikan pengertian tentang Tindak Pidana Kekerasan, dengan berdasar dari pengertian tindak pidana kekerasan sebagaimana telah dibahas. Tindak Pidana Kekerasan adalah suatu tindakan bertentangan dengan aturan hukum yang dapat memberikan dampak negatif secara fisik, emosional dan psikologis terhadap orag yang menjadi sasaran.

Didalam KUHP, pengaturan tentang Tindak Pidana Kekerasan tidak disatukan dalam bab khusus, akan tetapi terpisah-pisah dalam bab tertentu. Di dalam KUHP (R. Soesilo, 1981) Tindak Pidana Kekerasan dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Tindak Pidana terhadap nyawa orang lain ; pasal 338-350 KUHP 2. Tindak Pidana penganiayaan, pasal 351-358 KUHP

3. Tindak Pidana pencurian, perampokan pasal 365 KUHP

4. Tindak Pidana terhadap Kesusilaan khususnya pasal 285 KUHP

5. Tindak Pidana karena kelalaian menyebabkan kematian pasal 359-367 KUHP

Adapun bentuk-bentuk tindak pidana kekerasan adalah sebagai berikut : 1. Tindak Pidana Pembunuhan

2. Tindak Pidana Penganiayaan Berat

3. Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan 4. Tindak Pidana Perkosaan

5. Tindak Pidana Kekerasan terhadap Ketertiban Umum.

Dalam rumusan permasalahan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai Bagaimana Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak yang menyebabkan Kematian korban a.n Engeline, terdapat kata “Anak” dalam klausa rumusan permasalahan penelitian tersebut. Sehingga penulis perlu memberikan penjelasan mengenai Anak. Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dalam Pasal 15a UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Kekerasan terhadap anak dapat mengambil beberapa bentuk. Empat bentuk kekerasan terhadap anak adalah :

Dalam dokumen PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHA (Halaman 25-200)

Dokumen terkait