• Tidak ada hasil yang ditemukan

ekologi ...

75

27 Peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam

bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

76

28 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB dimensi

ekonomi ...

80

29 Peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam

bentuk perubahan RMS IkB-SIPT...

80

30 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB dimensi

sosial-budaya ...

83

31 Peran masing-masing atribut ฀sosial-budaya yang dinyatakan

dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

84

32 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai dimensi teknologi

...

87

bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

34 Diagram ฀layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan .. 92

35 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor gabungan antara

existing ฀condition yang berpengaruh terhadap SIPT ...

95

36 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor need analysis yang

berpengaruh pada usaha tani pola SIPT ...

97

37 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor gabungan antara

existing ฀condition dan need analysis yang berpengaruh terhadap SIPT ...

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk

Kabupaten Cianjur ...

122 2 Unit populasi usahatani pola SIPT dan teknik pengambilan sampel

...

123

3 Analisis biaya pembuatan fine compost di P4TK Pertanian

Cianjur ...

124

4 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi ekologi SIPT .. 125

5 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi ekonomi SIPT. 128

6 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi sosial-budaya

SIPT ...

131

7 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi teknologi SIPT

...

Lampiran 2. Tujuan penelitian, Jenis Data yang diperlukan, Cara Pengumpulan Data / Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Keluaran yang diharapkan. N

o

Tujuan Penelitian Digunakan untuk

Jenis data yang dikumpulkan Cara pengumpulan Data

/ Sumber Data

Teknik Analisis Data

Keluaran yang diharapkan

Menilai kinerja PKS terutama yang dihasilkan

Data primer dan sekunder

Survai di lokasi pabrik dan (SPT PKS) dan wawancara dengan direksi dan staf

Kapasitas PKS, input yang digunakan, proses, limbah yang dihasilkan, kinerja lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Sistem penilaian terpadu kinerja pabrik kelapa sawit (SPT-PKS)

Kinerja PKS pada PTPN Perangkat lunak sistem aplikasi yang dapat memberikan penilaian kinerja PKS sec cepat

Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan teknologi

pengelolaan limbah PKS menuju produksi bersih

Kuesioner, dokumentasi, wawancara Peraturan tentang

pengelolaan dan

pengolahan limbah PKS, pendapat stakeholder dan pakar Deskriptif (review kebijakan) Analisis kebutuhan Analisis prospektif

Faktor kunci dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV

Menyusun skenario pengelolaan limbah PKS yang dapat meningkatkan produksi kebun dan diterapkan secara terpadu

Diskusi pakar Preferensi para

stakeholder yg terkait dengan pengelolaan limbah PKS Analisis prospektif Skenario pengelolaan limbah PKS yang dapat

meningkatkan produksi

kebun Merumuskan kebijakan dan strategi

pengelolaan limbah PKS menuju produksi bersih yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja perusahaan sec keseluruhan dgn pemanfataan limbah sec ekonomis

Wawancara terstruktur dan

focus group discussion

Preferensi para

stakeholder yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS focus group discussion Rumusan strategi implementasi skenario optimal secara operasional

yang disepakati oleh

stakeholder

Data Primer SUWANDI

Gambaran umum, analisis kelembagaan observsi Analisis fungsi produksi, finansial n

ekonomi

Pola Usahatani, sarana produksi, produksi idem

Analisis finansial dan ekonomi Pengelolaan limbah padi dan temak idem

Analisis keberianjutan, Analisis Prospektif

Identifikasi faktor2 strategis. Tkt kepentingan

faktor2 strategis, perumusan skenario,

penentuan prioritas.

Responder (Expert/Pakar)

Data Sekunder

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara diskusi, wawancara, pengisian kuesioner, pengamatan langsung UT po!a CLS . Dipilih pakar yang mewakili PEMDA (divas pertanian), PTinggi, KTNA, petani, swasta.

Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber (hasil penelitian terdahulu, hash studi pustaka, dan laporan serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian. Data sekunder mencakup keadaan umum daerah, keragaan usaha tani padi, usaha tani ternak sapi potong, pengelolaan limbah, keberadaan RPH, aspek kelembagaan, permodalan, persepsi masyarakat, dan lainnya yang berkaitan dengan atribut pada setiap dimensi ekologi, ekonomi dan sosial

Gambaran umum wilayah, data dukung Analisis finansial, ekonomi, indek keberlanjutan

Keadaan umum wil: letak geografis,

topografi, jenis tanah, iklim, kpendudukan, infrastruktur, prekonomia

Dinas Pertanian dan Kantor Statistik, instansi Terkait Gambaran umumUTi padi, data dukung

analisis model fungsi produksi keuntungan, finansial, ekonomi kelembagaa, dan indeks keberlanjutan.

Usaha tani padi : luas lahan, prasarana & sarana produksl, produksi, TK, kelembagaan tani, pengelolaan jerami, upah, harga,

Dinas Pertanian

Gambaran umum usaha sapi

potong,data dukung analisis finansial, ekonorni, kelembagaan dan indeks

Usaha tani sapi potong: populasi ternak produksi, pakan, TK, kelembagaan tani, RPH, pengelolaan kompos, harga, kelompok temak

keberlanjutan.

Menganalisis alokasi sumberdaya usahatani

•Data hasil pertanian u/ setiap

lokasi/kecamatan seperti :

• Jumlah n jenis komoditi pertanian, Biaya

produksi,

• Jarak pemukiman kePasar

•Pengamatan lapangan •Data piimer n sekunder •Teknik Optimalisasi (Goal Progrng)

Model Sistem Integrasi Usahatani Tanaman Ternak Berbasis Produksi Bersih

•Kebutuhan stakeholders yg terkait dalam

Sistem UT SIPT Di Lahan Sawah seperti kebutuhan :

• Ekonomi: B. produksi; Hsl produksi pert n

peternkn

• Sosial Budaya : Jumlah penduduk; Usia

produktif

• Lahan :Luas lahan pertanian yang

diusahakan u/ UT

• Teknologi dan Lingkungan

•Wawancara dan

diskusi

•Pengamatan lapangan

•Data primer di setiap

lokasi

•Data sekunder

•Pendekatan

Sistem

•Model Sistem Integrasi

Usahatani Tanaman Ternak Berbasis Produksi Bersih

2 Menyusun Kebijakan dan strategi •Data dari Stakeholders yang terlibat dalam

Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak Di Lahan Sawah

• Masyarakat setempat dan investor

• Dinas Instansi Terkait, Dinas Pertanian,

Bappeda

•Pengamatan lapangan

•Data piimer di setiap

lokasi

•Data sekunder

•Analisis Prospektif

•Alternatif Kebijakan

dan Strategi Sistem Integrasi Usahatani Tanaman-Ternak

iii

ABSTRACT

RULI BASUNI. Assessment On The Crop Livestock System In The Paddy Field: A Case Study in the Cianjur Regency, West Java. Under the direction of MULADNO, CECEP KUSMANA, and SURYAHADI

The crop livestock system (CLS) is an effort to increase paddy production that be integrated with livestock. The integration pattern was the utilization of plant straws as feed and manure for fertilizer. The technology innovations introduced was paddy primary seeds, balanced fertilization, group stall management, organic fertilizer processing, and paddy straw fermentation. The purpose of the assessment was to find out the role of livestock on the farmer income through the integration of crops and livestock livestock system based on the technology innovations. The assessment involved livestock and 5 ha paddy planting area. The farmer consist of 2 groups ie.: cooperator group (integrated system), and control (non integrated). Meanwhile, this assessment was used 20 livestock/group of respondent. The assessment results showed that paddy yield was 5.36 tons/ha, an increase of 10.29% compared to those yielded by other farmers. The use of inorganic fertilizer decreased to 100 kg/ha (N 57.14%), SP-35 50%, KCl 50%. The average of daily weight gain was 790 g/cattle and organic fertilizer 10,02%. The C/N ratio of composted feces was 19.03%. The average organic fertilizer yielded was 4 kg/cattle daily and the rice straw yielded was 7.26 tons/ha/season. The income of farmers with the integrated farming system was Rp. 9,086,867 for 1 ha land and 2 beef cattle with R/C ratio of 1.56.The result of the analysis becomes one of the resources to provide judgments on every sub- dimension in relation to the sustainable CLS farming business within existing condition.Based on the discourse resulted from stakeholder and expert discussions, there are 33 sub-dimensions within four farming business dimensions of CLS in Cianjur. Those are dimenesions of ecology, economy, socio culture, and technology. The status of CLS sustainability in multidimension perspective throughout Cianjur Regency shows sustainability index score of 46.34 within 0 – 100 sustainability scales. The score is categorized as less suatainable. Socio- culture score is 52.37, economics score is 52.38, ecology score is 49.35, and technology dimension score is 31.26.There are 7 key factors as the important factors for stipulating policy and strategy of CLS development in the future – comprises to three keys which have high influence but low dependent, such as (1) farmer group/the Accosiation, (2) Training and supervision frequency, (3) woof supply; and four variables which have high influence and dependet as well, like (1) livestock nursing system, (2) Financial support, (3) Government supports, and (4) inter-sectoral cooperation. An optimistic-moderate scenario means the condition of CLS farming business in the future is predicted through the existing assets and resources. This also aims to increase the proseprity level of the farmer and to contribute to the local economics movement. National massive movement and policy are hoped to be able to push a sustainable agriculture movement thruough the implementation of CLS pattern in specific location with some considering factors to be taken.

1.1 Latar Belakang

Peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman pangan (padi) akan menghadapi tantangan lebih besar di masa mendatang terkait dengan kebutuhan konsumsi dan meningkatnya jumlah penduduk. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah melalui kegiatan pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi dan perluasan areal pertanian tanaman padi. Selain komoditas tanaman padi, subsektor peternakan (sapi) memiliki peranan penting dalam mendukung program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Potensi ternak sapi dikembangkan tidak hanya sebagai penghasil daging, dan sumber protein hewani yang bernilai tinggi, akan tetapi juga penting dilihat dari fungsi non pangan seperti penyerapan tenaga kerja, penyediaan

tenaga kerja ternak, daur ulang nutrisi, serta pupuk kandang (pukan) yang dapat

mengkompensasi kurangnya akses terhadap input modern (pupuk dan gas). Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 ha dan berpenduduk sekitar 2.149.121 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,48 %. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian petani dan memelihara ternak (57,18%). Usaha peternakan rakyat masih mendominasi. Usaha peternakan sapi potong masih bersifat ekstensif, sambilan dan digunakan sebagai tabungan hidup serta belum banyak disentuh paket teknologi (Dinas Peternakan 2009). Kendala utama yang dihadapi petani belum memadukan usaha ini dengan tanaman adalah tidak

tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau (Muzani et al.

2004). Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya

walaupun dengan harga relatif murah (Ilham et al. 2001).

Secara tradisional petani di kabupaten Cianjur berusaha mengintegrasikan ternak sapi ke dalam usahatani tanaman padinya, namun integrasi yang terjadi lebih banyak pada penggunaan sapi sebagai tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan pukan untuk kesuburan tanah, serta jerami padi sebagai pakan ternak tanpa adanya rekayasa tehnologi, baik pada pukan diproses sebagai pupuk organik maupun jerami padi sebagai pakan ternak. Penggunaan pukan hanya terjadi pada saat sapi dipergunakan untuk pengolahan lahan atau saat penggembalaan sapi setelah selesai panen. Dengan demikian, hal ini tidak banyak memberi nilai

tambah pada petani, terutama pada pemanfaatan pukan sebagai pupuk organik. Jerami padi biasanya dibakar terutama menjelang pengolahan tanah.

Dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta meningkatkan kualitas lingkungan, diperlukan suatu strategi keterpaduan antara usaha peternakan (sapi) dengan pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan untuk mengoptimalkan sumber daya pertanian. Diantara komponen usahatani tersebut masing-masing dapat saling berinteraksi, dan terjadi sinergisme positif untuk meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan produk-produk sampingan sehingga dapat memberi hasil optimal

Permasalahan umum yang menghambat terwujudnya kesinergisan yang diharapkan antara lain: (1) keterbatasan modal dan lahan, (2) penurunan produktifitas lahan sawah, penggunaan bahan kimia yang berlebihan, khususnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida, (3) penyediaan pakan hijauan yang terbatas dan berfluktuasi sepanjang tahun dan (4) keterbatasan penyediaan dan produksi pupuk organik karena terbatasnya jumlah pemeliharaan ternak, dan (5) belum optimalnya pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak dan kotoran sapi untuk pupuk organik, serta (6) terbatasnya lokasi tempat pengembangan peternakan yang sesuai beserta pengelolaan limbahnya berimbas mendorong terjadinya kerusakan lingkungan (Makka 2004). Diperlukan upaya intensifikasi peningkatan mutu melalui sistem integrasi padi-ternak (SIPT) untuk mendukung konsistensi peningkatan produktivitas tersebut.

Secara keseluruhan lahan sawah yang berpotensi untuk dapat dikembangkan melalui kegiatan SIPT di Pulau Jawa cukup tersedia. Luas lahan sawah sebanyak 2,87 juta hektar dan luas panen padi sawah seluas 4,70 juta hektar (45,24%) dari luas panen padi di Indonesia dengan kontribusi terhadap produksi gabah nasional mencapai 25,48 juta ton (51,56%) (Suwandi 2006),.

SIPT merupakan usaha meningkatkan produksi padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi. Pemilihan padi dan sapi dalam usaha tani didasarkan pada hubungan timbal balik di mana padi menyediakan jerami dan dedak untuk pakan sapi. Sebaliknya, sapi menghasilkan kotoran yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik bagi tanaman padi. Mengingat besarnya peluang untuk mengembangkan

SIPT maka pemerintah terus melakukan kegiatan percontohan. Berdasarkan urgensi keberadaan dan keberlanjutan usahatani, maka diperlukan penelitian untuk pemecahan permasalahan tersebut di atas

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan tersebut di atas, maka perumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah usahatani pola SIPT meningkatkan produktivitas ?

2. Seberapa besar nilai keberlanjutan SIPT di Kabupaten Cianjur saat ini ?

3. Apa faktor-faktor kunci strategis pengembangan SIPT yang akan datang ?

4. Bagaimana rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di masa

mendatang ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1.Menganalisis kelayakan usahatani pola SIPT ;

2.Menilai keberlanjutan usahatani dengan menggunakan status dan indeks

keberlanjutan SIPT (IkB-SIPT);

3.Mengidentifikasi faktor kunci strategis pengembangan SIPT masa yang akan

datang;

4.Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di

Kabupaten Cianjur.

1.4 Kerangka Pemikiran

Program utama pembangunan pertanian adalah ketahanan pangan dan agribisnis. Sasaran akhir yang ingin dicapai pada program yang telah ditetapkan adalah meningkatnya kesejahteraan petani dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, sehingga keberlanjutan usaha pertanian dapat terjamin. Alternatif yang lebih memungkinkan untuk mendukung keberhasilan kebijakan dimaksud diatas, adalah dengan melakukan pendekatan sistem integrasi padi- ternak (SIPT). SIPT merupakan usaha meningkatkan produksi padi yang

diintegrasikan dengan ternak sapi (Deptan 2005). SIPT dan model usaha penggemukan sudah berkembang terutama di daerah sentra produksi padi seperti di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta, sedangkan di Jawa Barat belum berkembang secara luas, tetapi memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

Sumberdaya usaha pertanian, terutama padi dan sapi, merupakan komoditas ekonomi potensial untuk dikembangkan dan telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan karena berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan. Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pentingnya komoditas tersebut ditunjukkan oleh tingginya permintaan pasar, ketersediaan sumber pakan dan tenaga kerja, kesesuaian agroklimat dan budaya masyarakat, dan dukungan pemerintah daerah (BPS Cianjur, 2010).

Pengelolaan usahatani pola SIPT di tingkat petani sangat beragam dan belum dapat diukur sejauh mana tingkat keberlanjutannya, karena sampai saat ini keuntungan finansial usahatani merupakan salah satu kriteria kelayakan usahatani. SIPT perlu memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan yang mempersekutukan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan guna mendapatkan manfaat yang optimal. Menurut Mershyah (2005) kriteria pembangunan berkelanjutan secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, sosial dan ekonomi (Munashinghe 1994; Susilo 2003). Atribut dari setiap dimensi dapat dianalisis dan digunakan untuk menilai

secara cepat (rapid appraisal) status keberlanjutan pembangunan sektor tertentu

menggunakan metode multi variabel non-parametrik (multidimensional scaling,

MDS). Metode ini pernah dilakukan untuk mengevaluasi pembangunan perikanan

(Fauzy dan Anna 2005) yang dikenal dengan nama RAP-FISH (The Rapid

Appraisal of the Status of Fisheries), peternakan (Mershyah 2005); pertanian

(Iswari 2008), dan transmigrasi (Gatot 2008). Metode MDS yang akan digunakan

untuk menghitung indeks keberlanjutan pengembangan integrasi padi-sapi pada

sistem usahatani akan disebut sebagai Rap-SIPT (Rapid Appraisal-sistem

integrasi padi-sapi).

Hasil evaluasi keberlanjutan usahatani pola SIPT ini akan dipadukan dengan

faktor penting. Faktor-faktor penting dari existing condition dan need analysis di kombinasikan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SIPT yang dikaji. Pada tahap akhir, dapat dirumuskan kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di Kabupaten Cianjur.

Upaya memadukan sapi dengan padi akan membawa dampak budidaya, sosial, dan ekonomis yang positif. Budidaya ternak semakin efisien dengan ketersediaan pakan secara kontinyu, problem sosial akibat limbah yang menimbulkan polusi dapat diatasi dan secara ekonomis petani dapat melakukan efisiensi usaha, sehingga dapat mengurangi ketergantungan sarana produksi dari luar. Secara skematis, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1

Gambar 1. Kerangka pemikiran

T e k nologi

Ek onom i

Sosia l buda ya Ek ologi

Pa di da n Sapi

K om odit as U nggulan Da e rah

Se sua i

Ya

T ida k

Re k om e ndasi K e bijak a n da n Strat e gi Pe nge m ba nga n SI PT

M D S At r ibu t

Sk e na rio

St rat e gi Penge mba ngan SI PT K EBI J AK AN DEPART EM EN PERT AN IAN

SI ST EM I N T EGRASI PADI -T ERNAK

Fa k t or-Fak t or

St rat e gis Pe nge m banga n SI PT M ode l

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pertanian, dan pihak-pihak yang berkepentingan berupa

1. bahan masukan dalam penentuan kebijakan pembangunan pertanian di

masa mendatang di kabupaten Cianjur.

2. acuan bagi pengusaha dan masyarakat dalam upaya pelestarian SDA

dan lingkungan serta manfaat yang akan dinikmatinya

3. sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

pertanian dan peternakan

1.6 Kebaruan (Novelty)

Nilai kebaruan penelitian ini adalah strategi pengelolaan usahatani pola

SIPT yang melibatkan stakeholder dalam perumusan kebijakan dan skenario

strategi pengembangan SIPT berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi guna meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

II TINJAUAN PUSTAKA

Program utama pembangunan pertanian adalah ketahanan pangan dan agribisnis. Sasaran program pembangunan pertanian yang telah ditetapkan adalah meningkatnya kesejahteraan petani dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, sehingga keberlanjutan usaha pertanian dapat terjamin. Salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pertanian pada tahun 2002 adalah melakukan pengembangan usaha pertanian secara terpadu dengan harapan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani. Guna mendukung keberhasilan kebijakan dimaksud, alternatif yang lebih memungkinkan adalah dengan melakukan pendekatan sistem integrasi padi ternak (SIPT). SIPT merupakan bagian dari program pemerintah yang dilaksanakan secara terpadu, lintas sektoral antara Kementerian Pertanian, Kementerian Pemukiman dan Prasarana Wilayah serta Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Program tersebut merupakan salah satu alternatif program terobosan yang diharapkan dapat menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan peternakan yakni kecukupan (swasembada) daging

Menurut Dirjen Peternakan (2009), program SIPT adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak dan kotoran ternak sapi dapat diproses menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga tidak ada limbah yang terbuang (zero waste).

Menurut Diwyanto dan Haryanto (2003), integrasi usahatani pola SIPT mencakup tiga jenis kegiatan usahatani yang saling berkaitan satu sama lain yaitu: (1) budidaya ternak, (2) budidaya padi serta (3) pengelolaan jerami dan kompos. Inovasi yang dikembangkan dalam budidaya ternak mencakup pengandangan temak secara berkelompok, aplikasi budidaya termasuk strategi pemberian pakan, pengelolaan dan pemanfaatan kotoran ternak menjadi kompos untuk tanaman padi. Pengembangan budidaya padi sawah irigasi melalui teknologi pengelolaan, penyimpaman dan peningkatan kualitas jerami sebagai pakan temak.

Selama 10 tahun terakhir (1995-2005), data statistik menunjukkan bahwa luas areal tanam padi di lahan sawah secara nasional sedikit meningkat dari 10,08

juta ha pada tahun 1995 menjadi 10,71 juta ha pada tahun 2005, atau naik rata-rata 0,61 persen/tahun. Di samping itu, produktivitas juga meningkat dari 4,64 ton/ha pada tahun 1995 menjadi 4,78 ton/ha pada tahun 2005, atau tumbuh rata-rata 0,29 persen/tahun. Pertumbuhan produktivitas yang rendah mencerminkan bahwa penerapan teknologi di tingkat petani sudah mendekati kejenuhan, terutama di Jawa. Terlebih lagi dengan sarana produksi yang makin mahal mengakibatkan kemampuan petani untuk membeli sarana produksi makin terbatas. Pertumbuhan luas panen dan produktivitas tersebut menyebabkan produksi padi sawah secara nasional meningkat dari 46,81 juta ton pada tahun 1995 menjadi 51,22 juta ton pada tahun 2005 atau hanya tumbuh rata-rata 0,91 persen per tahun (BPS 2006). Dalam kaitan ini telah dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi ternak sapi dengan tetap melestarikan sumber daya sawah melalui program peningkatan produktivitas padi terpadu dengan Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT) yang didukung oleh penguatan kelembagaan tani.

Pertumbuhan areal dan produktivitas yang rendah terutama terjadi di Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi. Luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Jawa selama 10 tahun terakhir meningkat dengan laju yang rendah, yaitu masing-masing 0,45 persen; 0,07 persen; dan 0,52 persen. Pada periode yang sama di luar Pulau Jawa areal panen tumbuh lebih cepat yaitu rata-rata 0,78 persen/tahun, dan produktivitas tumbuh 0,64 persen/tahun, sehingga produksi meningkat rata-rata 1,43 persen/tahun. Namun karena kontribusi luar Jawa dalam produksi padi sawah hanya sekitar 43 persen, maka pertumbuhan produksi