• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik petani atau kondisi sosial ekonomi petani merupakan atribut yang melekat kepada diri seseorang yang akan menampilkan suatu bentuk perilaku dalam kehidupannya. Kondisi sosial ekonomi melalui umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman serta partisipasi dalam kegiatan kelompok.

Rumah Blantik Jagal Pedagang Pengumpul / Lintas Kabupaten Pedagang Daging RPH Konsumen

Umur Responden

Kemampuan bekerja dalam pengelolaan suatu usahatani sangat tergantung kepada produktivitasnya dalam bekerja, karena kemampuan bekerja seseorang berbeda untuk setiap tingkatan umur. Umur anak, dewasa dan tua masing-masing memiliki produktivitas bekerja yang berbeda-beda. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih kuat, lebih agresif dan lebih tahan bekerja dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua. Rata-rata umur petani 48,34 tahun dengan umur termuda 20 tahun dan tertua 65 tahun, disajikan pada Gambar 15. Umur petani responden paling banyak berada pada selang 41-50 tahun (57.50%).

Gambar 16 Prosentase tingkat umur petani responden

Bila dilihat lebih rinci, sebagian besar responden yang termasuk golongan produktif usia (20-60 tahun) sekitar 115 responden (95.83%) dan usia tidak produktif (lebih dari 60 tahun) ada 5 orang responden (4.17%). Hanya sedikit petani yang berusia muda (dalam selang 20-30 tahun). Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya minat generasi muda yang ingin mengembangkan usahatani di lokasi penelitian. Pemuda di daerah lokasi penelitian secara deskriptif menganggap bahwa pertanian mernbutuhkan waktu yang cukup panjang dan kurang memberikan keuntungan baik secara finansial maupun non finansial. Distribusi umur petani di Kabupaten Cianjur disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kelompok umur

No Kelompok Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1 20 - 30 8 6.67 2 31 - 40 25 20.83 3 41- 50 69 57.50 4 51- 60 13 10.83 5 > 61 5 4.17 Jumlah 120 100 Tingkat Pendidikan

Penerapan cara berusahatani tidak terlepas dari pengetahuan petani responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula produktivitasnya karena semakin cepat dalam penerimaan teknologi baru dan lebih berani mengambil resiko dalam usahataninya. Tingkat pendidikan dan pengetahuan petani sangat berperan dalam rangka kemajuan berusahatani.

Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak sekolah 5 4,17

2 SD 67 72,50

3 SLTP 20 16,67

4 SLTA 8 6,67

Jumlah 120 100

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden hanya tamatan SD sebesar 72,50% (87 orang), diikuti SLTP 16,67% (20 orang), dan 6,67% (8 orang) mencapai SLTA. Petani responden pernah mengikuti pendidikan formal, namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani masih rendah, bahkan responden tidak pernah menempuh pendidikan formal sama sekali sebesar 4,17 persen (5 orang), seperti disajikan di Tabel 17.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga dapat merupakan penunjang usahatani yang sedang dilaksanakan, akan tetapi di sisi lain dapat juga menjadi beban keluarga yang

hanya mengandalkan hasil usahatani yang tidak ditunjang tenaga kerja produktif. Jumlah anggota keluarga rata-rata 5,04 jiwa (5 orang per kepala keluarga) dengan variasi 1 – 8 orang.. Anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja dalam keluarga, namun ketersediaannya belum mencukupi sehingga pada kegiatan- kegiatan tertentu diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga, seperti disajikan pada Gambar 17, terdapat 88 orang (73,33%) responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak 4–6 orang dengan rata-rata tanggungan keluarga pada petani responden adalah 5 orang. Responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak 1–3 orang sebanyak 20 orang (16,67%) dan responden memiliki tanggungan keluarga lebih dari 6 orang sebanyak 12 orang (10%)

Gambar 17 Prosentase jumlah tanggungan keluarga

Tanggungan keluarga petani terutama yang usia produktif merupakan potensi atau sumber tenaga kerja keluarga dalam membantu usahatani. Disamping itu dengan memiliki jumlah tanggungan keluarga di atas 3 orang akan semakin menuntut petani untuk bekerja keras meningkatkan pendapatannya. Artinya mata pencaharian dari usahatani yang dilakukan akan lebih ditingkatkan dengan harapan produksinya meningkat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.

Pengalaman Usahatani

Pengalaman berusahatani dihitung sejak petani pertama kali terjun ke dalam usahatani padi sawah, rata-rata responden di wilayah penelitian telah berusaha tani cukup lama yaitu 27.84 tahun dengan kisaran 5 – 45 tahun.

Gambar 18 Prosentase pengalaman usahatani responden

Sebagian besar responden yang mempunyai pengalaman berusaha tani kurang dari 10 tahun ada 5 orang (4,17%), pengalaman berusaha tani antara 11-20 tahun ada 15 orang (12,50%), pengalaman berusaha tani antara 21-30 tahun ada 51 orang (42,50%), pengalaman berusaha tani antara 21-25 tahun ada 59 orang (49.17%) dan pengalaman berusaha tani lebih dari 40 tahun ada 2 orang (1.67%). Distribusi petani berdasarkan pengalaman dalam berusahatani pada Gambar 18.

Pengalaman usahatani merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan usahatani. Pengalaman yang tinggi khususnya dalam usahatani padi sawah apabila ada introduksi teknologi maka petani akan lebih mudah menerapkan teknologi tersebut sehingga produksi yang dihasilkan akan lebih tinggi lagi. Secara umum, pengalaman usahatani diduga akan berpengaruh terhadap keterampilan dan produksi yang dihasilkan.

Pekerjaan Responden

Tabel 19 menyatakan karakteristik rumah tangga petani bahwa usahatani padi sawah merupakan pekerjaan utama bagi 92 persen responden, dan sisanya 8 persen responden lainnya mempunyai pekerjaan non pertanian (sebagai pedagang dan pensiunan). Hal ini menunjukkan pentingnya sektor pertanian sebagai lapangan kerja di luar sektor industri dan jasa.

Gambar 19. Prosentase pekerjaan pokok responden

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan status usahatani

Status Usaha SIPT % Reguler % Total %

Utama (Padi) 74 62 36 30 110 92

Sampingan 6 5 4 3 10 8

Jumlah 80 40 120

Sebagian besar pekerjaan pokok responden bermata pencaharian di bidang pertanian 110 orang (91.67%), beternak 5 orang (4.17%) dan non pertanian 5 orang (4.17%) yang terdiri atas pensiunan 3 orang (2.5%), dan pedagang 2 orang (1.67%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk berkaitan erat dengan potensi lahan pertanian dan sangat

menggantungkan pada produktivitas lahan pertanian. Prosentase pekerjaan pokok petani responden disajikan di Gambar 19.

Luas Areal Usahatani

Proporsi pekerjaan tambahan terhadap pekerjaan pokok dalam menyumbang penghasilan keluarga berkisar sebesar 30 - 70% yang tiada lain adalah usaha beternak sapi potong. Responden yang menjadikan usaha beternak sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga masih sangat kecil persentasenya (< 5%). Bagi petani, usaha beternak merupakan sumber penghasilan tambahan untuk tabungan keluarga. Dengan demikian, beternak sapi potong tidak sekaligus memberikan pendapatan yang meningkat pada total penghasilan keluarga per bulan secara proporsional, meskipun secara nominal meningkat nyata jumlahnya. Prosentase luas lahan usahatani petani responden disajikan di Gambar 20.

Gambar 20 Prosentase luas lahan

Luas lahan yang dikelola petani responden di lokasi penelitian adalah 0,21 – 1,25 ha, dengan rata-rata 0,32 ha. Rataan luas pemilikan lahan (Tabel 4) petani sempit, yaitu 0,32 ha sehingga diasumsikan bahwa responden dengan lahan tersebut tidak akan bisa mencukupi tanggungan rumah tangga per keluarga dengan rata-rata tanggungan 5,04 jiwa bila diusahakan usahatani secara parsial.

Status Kepemilikan Lahan

Sebagian studi yang dilakukan selama ini sering tidak mengkaji lebih dalam mengenai status kepemilikan atau penguasaan lahan pertanian. Isu penting pembangunan pertanian saat ini adalah menciutnya lahan pertanian akibat tekanan pembangunan sektor lain yang membutuhkan lahan.

Jika dilihat dari banyaknya responder yang mengelola lahan milik sendiri 92 orang (77%), lahan milik sendiri sekaligus menyewa lahan 8 orang (7%), bagi hasil atau menyakap 12 orang (10%) dan gadai 8 orang (7%). Bila ditelusuri lebih jauh, luas lahan sewa tersebut berkisar 0,30 - 0,40 hektar dan

tidak ada yang menyewa lahan ≤ 0,3 hektar, yang berarti petani melakukan

efisiensi produksi dengan tidak menyewa lahan yang kurang dari 0,3 hektar. Prosentase status kepemilikan lahan petani responden disajikan di Gambar 21

Gambar 21 Prosentase status kepemilikan lahan