• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.5 Metode Pengolahan Data

3.5.2 Analisis Status Keberlanjutan SIPT

Tahapan kedua dari penelitian ini adalah menganalisis keberlanjutan usahatani melalui identifikasi faktor-faktor keberlanjutan SIPT yang mencakup 4 dimensi keberlanjutan ialah ekologi, sosial-budaya, ekonomi, dan teknologi. Pemilihan dimensi keberlanjutan ini berdasarkan pengembangan dari tiga dimensi pembangunan keberlanjutan (Munashinghe 1994), yaitu dimensi ekologi, sosial dan ekonomi. Dimensi teknologi merupakan pengembangan dari dimensi ekologi, sosial dan ekonomi yang dimunculkan menjadi dimensi tersendiri. Hal tersebut karena dalam pengembangan SIPT faktor teknologi merupakan hal yang penting, sehingga dengan dimunculkannya faktor tersebut menjadi dimensi tersendiri maka permasalahan-permasalahan, pembahasan dan pemecahannya dapat dibahas secara lebih terfokus.

Analisis ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahapan penentuan atribut pengelolaan usahatani pola SIPT yang mencakup dimensi ekonomi, ekologi, sosial-budaya, dan teknologi. Selanjutnya tahapan penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, analisis

ordinasi Rap-SIPT yang berbasis metode ”multidimensional scaling” (MDS),

penyusunan indeks dan status keberlanjutan SIPT yang dikaji baik secara umum maupun pada setiap dimensi.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hasil analisis ataupun data sekunder yang tersedia, setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan yang bersangkutan. Skor

ini menunjukkan nilai yang ”buruk” di satu ujung dan nilai ”baik” di ujung yang lain. Nilai buruk mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi usahatani pola SIPT. Sebaiknya nilai baik mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Diantara dua ekstrem nilai ini terdapat satu atau lebih nilai antara, tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut

Jumlah peringkat pada setiap atribut akan ditentukan oleh tersedia tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat. Sebagai contoh untuk menentukan tingkat pemanfataan limbah ternak sapi potong masih belum jelas kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan, oleh karena itu akan ditentukan berdasarkan "scientific judgement" dari pembuat skor. Dalam penelitian dibuat empat peringkat yaitu tidak dimanfaatkan, sedikit dimanfaatkan, sebagian besar dimanfaatkan, dan seluruhnya dimanfaatkan. Atribut agroklimat hanya terdiri atas tiga peringkat (sesuai dengan type iklim yang ada di Indonesia), yaitu : ”agroklimat kering” ”agroklimat sedang” dan ”agroklimat basah”. Pada dimensi ekonomi, misalnya atribut kelayakan finansial terdiri dari tiga atribut yaitu ”layak” ”break even point”; dan ”tidak layak”. Berdasarkan hasil analisis finansial kegiatan usahatani pola SIPT layak untuk dilakukan.

Nilai skor dari masing-masing atribut selanjutnya dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan SIPT yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik "baik" ("good') dan titik "buruk" ("bad"). Pada Tabel 4, disajikan atribut-atribut dan skor yang akan digunakan untuk menilai keberlanjutan SIPT pada setiap dimensi. Ilustrasi hasil ordinasi yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dari sistem yang dikaji pada Gambar 10.

0 % 75 % 100 % Gambar 10 Ilustrasi indeks keberlanjutan SIPT di Kabupaten Cianjur

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut, misalnya dimensi ekologi. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis

perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan

dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) disajikan pada Gambar 11.

Gambar' 11 Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi usaha tani pola SIPT Skala indeks keberlanjutan usaha tani pola SIPT mempunyai selang 0 % sampai dengan 100 %. Jika usahatani pola SIPT yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 50 % ( > 50 % ), maka usahatani pola SIPT tersebut sustainable,

dan sebaliknya jika kurang dari 50 % ( < 50 % ), maka SIPT belum sustainable,

Penulis mencoba membuat empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar tersebut,, disajikan pada Tabel 7. Indeks keberlanjutan SIPT akan disebut sebagai lkB-SIPT, yang merupakan singkatan dari Indeks Keberlanjutan SIPT. Tabel 7 Kategori status keberlanjutan SIPT berdasarkan nilai indeks hasil analisis

RAP-SIPT

Nilai Indeks Kategori

0 - 25 Sangat Buruk

26 - 50 Buruk

51 - 75 Cukup

76 - 100 Sangat Baik

Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut apa yang

paling sensitif memberikan kontribusi terhadap IkB-SIPT. Pengaruh dari setiap

atribut dilihat dalam bentuk perubahan ”root mean square” (RMS) ordinasi,

khususnya pada sumbu-x atau skala sustainable. Semakin besar nilai perubahan

atribut tersebut dalam pembentukan nilai IkB-SIPT pada skala sustainable atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam keberlanjutan SIPT.

Evaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi

SIPT digunakan analisis ”Monte Carlo”. Menurut Fauzi dan Anna (2002);

Karvanagh (2004) bahwa analisis Monte Carlo berguna untuk mempelajari hal-

hal berikut ini :

1 Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman

kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor tersebut;

2 Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh

peneliti yang berbeda;

3 Stabilitas proses analisiis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4 Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data);

5 Tingginya nilai ”stress” hasil analisis Rap-SIPT, ( nilai ”stress” dapat diterima jika < 25 % ).

Secara lengkap tahapan analisis Rap-SIPT menggunakan metode MDS

dengan aplikasi Rapfish disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Tahapan analisis Rap-SIPT menggunakan MDS dengan aplikasi

modifikasi Rapfish (Kavanagh 2004)

Mulai

Penentuan Atribut sebagai Kriteria Penilaian Kondisi SITT saat ini

Penilaian (skor) setiap Atribut MDS (ordinasi setiap atribut)

Analisis Sensitivitas Analisis Monte Carlo

Analisis Keberlanjutan 1. Nilai Indeks 2. Atribut sensitif

Analisis Kebutuhan

Pengelolaan usahatani pola SIPT di masa mendatang perlu

memperhatikan kebutuhan stakeholder, pada Tabel 8. Kebutuhan stakeholder

diperoleh dari analisis kebutuhan semua pihak yang berkepent ingan melalui diskusi para pakar dan bantuan kuesioner

Tabel 8 Analisis kebutuhan stakeholders

No Stakeholders Kebutuhan

1 Petani

(Tradisional,Pengusaha)

• Bibit tersedia dengan harga terjangkau

• Peningkatan pendapatan

• Manajemen dan pemeliharaan

• Pelayanan pertanian/peternakan

• Modal pengembangan usahatani

2 Dinas Pertanian/Peternakan • Sarana dan prasarana

• Jumlah SDM berkompeten

• Peningkatan populasi ternak

• Produktivitas tanaman-ternak

• Angka mortalitas ternak menurun

3 Dinas Instansi terkait

(Pekebunan, Perdagangan dan Perindustrian, Tenaga Kerja, Dinas Pendapatan Derah).

• Peningkatan kualitas sumberdaya lokal

• Tidak mengganggu tanaman pertanian

• Pengembangan pertanian organik

• Penyediaan lapangan kerja,

• Peningkatan perekonomian masyarakat

• Peningkatan pendapatan asli daerah

4 Masyarakat / LSM /Peneliti • Penyediaan perluasan lapangan kerja,

• Ternak di kandangkan,

• Lingkungan bersemi

• Peningkatan SDM

Stakeholder tersusun atas individu, kelompok masyarakat, pemerintah, pihak swasta, dan lembaga sosial masyarakat yang memiliki minat dan wewenang untuk berperan dalam kegiatan bidang pertanian dan peternakan.

Dalam tahap analisis kebutuhan, dilakukan inventarisasi kebutuhan

stakeholder melalui pendapat responden sebagai pelaku dan ahli (expert) mengenai usahatani pola SIPT dengan menggunakan kuesioner. Masing-masing responden memiliki kebutuhan dan pandangan yang berbeda dan dapat saling bertentangan terhadap usahatani pola SIPT. Responden akan diminta pendapatnya mengenai faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam usahatani pola SIPT, dan memberi skor pengaruh silang antar faktor tersebut. Pendapat responden selanjutnya dianalisis berdasarkan skor pengaruh silang antar faktor, dengan menggunakan cara matriks, kemudian dipresentasikan secara grafik dalam salib

sumbu Kartesian (Bourgeois, 2002).

Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian di lapangan, stakeholders

yang terlibat dalam pengelolaan usahatani pola SIPT di Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

1. Petani, yaitu baik petani tradisional maupun pengusaha pertanian yang

bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan dari usaha budidaya padi-ternak

2. Dinas Pertanian/Dinas Peternakan, yaitu Dinas Pertanian dan Dinas

Peternakan Kabupaten Cianjur yang bertanggung jawab secara teknis dalam bidang pembangunan pertanian-peternakan di Kabupaten Cianjur

3. Dinas Instansi Terkait, semua dinas instansi pemerintah daerah yang

mempunyai hubungan keterkaitan dengan pembangunan bidang pertanian dan peternakan baik secara langsung maupun tidak langsung

4. Masyarakat, masyarakat Kabupaten Cianjur yang bertindak sebagai konsumen

produk padi dan sapi potong maupun masyarakat yang dalam kehidupan sehari-hari terpengaruh dengan usahatani padi dan usahatani sapi potong

Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan disusun dengan cara mengevaluasi keterbatasan

sumberdaya (limited of resources) yang dimiliki dan atau adanya perbedaan

kepentingan diantara stakeholders (conflict of interest) untuk mencapai tujuan

(Eriyatno 2003). Permasalahan SIPT merupakan gap antara kebutuhan pelaku

kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan stakeholder dan pada kondisi nyata permasalahan tersebut ditunjukkan oleh isu yang terjadi. Berdasarkan analisis kebutuhan dari kondisi sumberdaya yang dimiliki saat ini serta adanya perbedaan kepentingan dari stakeholders, maka permasalahan diformulasikan yaitu:

1 Keterbatasan kemampuan petani dalam manajemen budidaya;

2 Terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Pertanian dan

dinas Peternakan untuk melakukan pelayanan ke masyarakat petani;

3 Perencanaan bersifat sektoral; berakibat rendahnya kerjasama lintas sektor;

4 Tekanan penduduk dan tuntutan perkembangan ekonomi daerah yang

semakin dinamis mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap produk pertanain;

5 Penurunan kualitas lingkungan;