• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tindakan dan Narasional atas Film si Pitung, Mereka Kembali, Ratu Amplop, Samson Betawi, Benyamin Tukang Ngibul, 3 Janggo, dan Memble tapi

MEMBLE TAPI KECE

B. Analisis Tindakan dan Narasional atas Film si Pitung, Mereka Kembali, Ratu Amplop, Samson Betawi, Benyamin Tukang Ngibul, 3 Janggo, dan Memble tapi

Kece

Objet a Fantasi Adegan

Si Pitung Tanah rakyat

Jimat Pitung -Pitung melawan Babah Long Seng, juragan Saidi, dan Babah Bong

- Pitung keluar dari penjara Belanda dan

anteknya menindas rakyat

-Babah Long Seng mengambil tanah rakyat - Juragan Saidi mengambil harta rakyat - Babah Bong suka menindas anak perawan - Belanda melindungi centeng

- Belanda mencari si pitung

- Upaya menikahkan Aisyah dan Demang Meester Aisyah - Setiap Aisyah berjumpa dengan Pitung, suasana

film menjadi sendu Mereka Kembali

Jawa Barat Siliwangi mendukung kemerdekaan Republik

- Seruan komandan untuk mengikuti anjuran Sudirman

- Adegan berdoa. Setiap kepercayaan diberi porsi masing-masing dalam layar

- Penyerangan pos penjagaan Belanda di Jawa Tengah bagian 1 dan 2

- Sikap berani mati para prajurit Siliwangi

- Rela berkorban Sersan Anwar dalam menjaga panji Siliwangi

- Pengibaran panji Siliwangi dan Sang Saka Merah Putih diikuti lagu “Gugur Bunga”

Belanda tidak setuju dengan kemerdekaan Indonesia

- Ungkapan narator mengenai perjanjian Renville - Pemburuan prajurit Republik ke desa-desa

- Penyebutan “inlanders” oleh prajurit Belanda pada saat bertemu di rumah ayah Marni

- Penyebutan “butuh 100 tahun lagi untuk merdeka” dari Van der Klot

- Perbedaan sikap prajurit Belanda dan tentara Indonesia saat perang. Belanda lebih suka membawa bir

Darul Islam sebagai pengkhianat kemerdekaan

- Perundingan antara DI dan Siliwangi gagal karena berbeda “keyakinan”

- DI membunuh (menggorok) tentara Siliwangi - DI membabi buta menembaki warga tanpa pandang

120 bulu

- DI yang berani meracuni tentara DI Keluarga Maya

mendukung Siliwangi

- Ibu Maya berseteru dengan suaminya karena berbeda prinsip

- Maya dan Marni membeli obat lalu bergabung dengan Divisi Siliwangi di desa

Ratu Amplop

Amplop Menjadi Ratu - Juri memenangkan Ratmi dalam kontes kecantikan - Ratmi bersolek sepanjang hari

- Ratmi mengenakan baju ala Marylin Monroe di siang hari saat kencan

Pernikahan - Upaya Ratmi menggaet kelas gedongan (Cukong Direktur)

- Ratmi dijodohkan dengan Benny Ratmi vs Istri

Cukong

- Tempat tinggal Cukong Direktur disorot

- Istri Direktur yang berdandan anggun bak wanita kelas atas

Samson Betawi

Jakarta Kekuatan

Samson

- Ramalan Ce Ampyang dan Mas Sastro

- Samson kecil yang berbuat ulah dan membuat keluarganya baberkencan di bangkrut

- Samson unjuk kekuatan di depan publik mengalahkan musuhnya dengan mudah

Merantau - Pertemuan dengan Sultan Melenggang di Langit Siti Duile - Berkenalan di taman bunga anggrek

- Menyambangi rumah gedongan Duile - Berkencan di pantai

- Mencukur ketiak Samson Si Jabrik - Kekalahan Samson Benyamin Tukang Ngibul

Sepatu boot Desa - Benny memutuskan pergi ke kota Tukang obat - Benny meracik obat untuk eksim

- Benny dan Gombloh bisa masuk ke rumah Hamid - Bertemu dengan petugas kepolisian

Sepatu boot - Memancing sepatu boot

- Sepatu boot membawa Benny ke pihak berwajib - Benny dan Salin mengubur sepatu boot lewat ritual Sepatu boot

dan desa

- Benny membawa sepatu boot ke desa meski dimarahi oleh istrinya

3 Janggo

Bero City Don Lego - Lego mengambil barang warga - Lego hendak menculik anak Marshall - Lego mengacau di bar

121

Gambar 26. Tabel objek a dan fantasi dalam tujuh film Nawi Ismail.

Analisis psikoanalisa untuk film fokus pada penjabaran surplus filmis (filmic excess). Menurut McGowan, surplus filmis ini bisa diandaikan seperti konsep dari Roland Barthes yakni ‘obtuse meaning’, pemaknaan yang melampaui makna denotasi dan konotasi.102 Meskipun sama-sama menekankan pada sisi surplus dalam teks, namun McGowan seperti meranahkan kembali konsep yang sebelumnya diujarkan oleh teoritisi seperti Roland Barthes, Stephen Heath, and Kristin Thompson. Para

102

McGowan, Tood. 2007. The Real Gaze: Film Theory After Lacan. New York: State University of New York. hlm. 27

- Lego melawan Janggo - Lego dikalahkan Janggo

Marshall - Marshall bertanya pada Janggomen dan Benny mengenai surat G30S

3 Janggo - Menangkap Don Lego

Memble tapi Kece Penyanyi

dangdut di dalam TV

Wanita bermotor

- Mirja bermimpi bertemu denga wanita bermotor Hetty Koes

Endang

- Mirja pergi ke studio dan melakukan rekaman dengan Hetty

- Mimpi kesuksesan duet Mirja dengan Hetty Dra.

Ayuningsih

- Mirja ke rumah Ayuningsih untuk mengungkapkan perasaannya

- Mirja ke dukun

- Mirja menari dengan hantu Ayuningsih Emak dan Babe - Mirja menolak untuk menjadi sopir taksi

- Emak dan Babe dipanggil ‘Mama’ dan ‘Papa’ dalam mimpi Mirja

- Emak membangunkan Mirja yang mimpi dikejar hansip

122

teoritisi tersebut justru menggunakan konsep surplus untuk menjabarkan batasan narasi dan batasan interpretasi.103

Surplus filmis atau gaze atau objet a dalam film bukanlah batasan dari narasi menurut McGowan. Ia adalah nonsense yang hadir dalam struktur sense narasi film. Justru narasi film itu mampu menunjukkan surplus dengan dirinya sendiri. Ia bisa muncul pada konten atau pilihan estetis (form) dalam film. Sebagaimana yang McGowan kutip dari Brett Farmer (dari Spectacular Passions, 2000: 81),

“momen surplus muncul sebagai penyimpangan atau melampaui permintaan naratif yang dominan, baik dalam level konten naratif seperti sekuen, ambilan gambar, karakter, atau aksi tidak menentu dalam narasi dan memiliki relasi yang kurang menonjol dengan fungsi dominan, atau pada bentuk tekstual seperti kerja kamera yang tidak sesuai tradisi, penonjolan gaya editing, mise-en-scene yang luar biasa, dan sejenisnya.” 104

Dalam proses identifikasi subjek, objek a dan fantasi adalah dua mata koin. Keduanya memiliki sifat berlainan namun sebenarnya itulah yang membentuk realitas. Film sendiri mampu menghadirkan dua hal ini secara bersamaan pada penonton. Objek a sendiri memiliki sifat tidak cocok (fit) dalam layar. Ia bisa dihadirkan secara terbuka sehingga memantik pengalaman traumatis pada subjek atau bisa ditundukkan dengan penghadiran fantasi. Kata McGowan, film mengkonstruksi fantasi supaya penonton bisa melihat secara terbuka dan gamblang adanya

103

Ibid,. hlm. 28. 104

123

penikmatan tersembunyi (hidden enjoyment) yang membentuk pengalaman subjektif kita.105

McGowan juga menambahkan mengenai dimensi hasrat (desire) dalam sinema. Kehadiran objek a sebagai objek yang mustahil untuk dimaknakan, menjadi daya sinema dalam memproduksi hasrat. Dalam struktur naratif film sendiri, hasrat merupakan bagian yang membuat alur tetap berjalan.106 Subjek berhasrat mencari objek yang mustahil untuk didapat, yakni objek a. Pencarian ini bisa dijawab dengan menghadirkan objek of desire melalui penghadiran fantasi yang menjadi jawaban atas kegelisahan subjek mencari objek. Atau bisa pula tanpa jawaban, membiarkan penonton untuk berjumpa dengan momen ketidakpuasan setelah menonton film.

Untuk mengetahui bagaimana relasi antara objek a, fantasi, dan hasrat dihadirkan dalam film, yang pertama kali harus diketahui adalah subjek dalam film atau tokoh-tokoh dalam film bergerak mengikuti skenario cerita. Subjek dalam film-film Nawi terdiri dari beragam etnis yang tinggal di Jakarta. Tokoh utamanya didominasi oleh etnis Betawi. Pertama adalah rakyat sebagai subjek dalam si Pitung, bertempat tinggal di kawasan Meester Cornelis yang sekarang dikenal sebagai Jatinegara. Pilihan properti yang menegaskan identitas rakyat tersebut dilihat dari pakaian yang dikenakan yakni baju sadariah (koko) dengan sarung digulung. Untuk wanita, mereka mengenakan kemben bagi rakyat jelata dan baju ujung serong yang dikenakan oleh Aisyah selaku anak dari tokoh ternama, Haji Naipin. Dalam Ratu Amplop, Ratmi terlahir dari Pak Maruf sebagai orang Betawi dan almarhum ibunya

105

Ibid,. hlm. 32 106

124

yang lebih condong ke Jawa. Pilihan Ratmi mengenakan pakaian kebaya saat kontes merupakan caranya menegaskan identitas yang ia peroleh dari ibunya. Sedangkan film yang dibintangi oleh Benyamin, tokoh-tokohnya merupakan etnis Betawi yang dijauhkan dari tanah kelahirannya yakni Jakarta seperti dalam film Samson Betawi dan Benyamin Tukang Ngibul. Terakhir adalah Mirja dalam Memble tapi Kece, identitasnya sebagai anak Betawi didukung oleh pengejawantahan rumah khas Betawi, Bapaknya yang muslim, dan Emak yang mengenakan kebaya harian. Mirja berusaha menolak takdirnya sebagai anak Betawi yang harus mengikuti jejak Bapaknya sebagai sopir taksi.

Kemudian dalam Mereka Kembali, yang menjadi subjek adalah Divisi Siliwangi dari Jawa Barat. Kelompok ini tidak mengedepankan etnis tertentu. Justru dalam film ia menjadi wadah bagi tentara yang berasal dari beragam latar belakang seperti muslim dan nasrani. Sedangkan dalam 3 Janggo, meskipun tokoh utamanya adalah Benyamin yang berasal dari etnis Betawi, tetapi ia juga menunjukkan etnis lain seperti Melayu melalui tokoh Janggomen dan Jawa melalui Komi Janggo.

Nawi Ismail dalam tujuh film ini berusaha menunjukkan objek a sebagai kemustahilan. Ada film yang menunjukkan sebuah harapan, dengan menghadirkan kemustahilan gaze bisa ditundukkan dan bisa diakses oleh subjek. Film-film ini berusaha untuk menggambarkan perkawinan yakni penyatuan sepasang kekasih, sebagai jalan untuk mengatasi sisi traumatis yang subjek rasakan ketika berpisah dari objek a. Tetapi di sisi lain, Nawi juga menunjukkan kegagalan dari upaya rekonsiliasi konsep perkawinan sebagai jalan keluar dari pengalaman antagonistik subjek dalam filmnya.

125

a. Patriotisme untuk Mengakses Tanah Kelahiran

Dalam si Pitung, gaze tersebut adalah tanah rakyat yang Pitung tegaskan dalam obrolannya dengan Dji’ih, “Rakyat makin ciut sawehnye. Tuan tanah makin lebar sawehnya. Kagak ada satu manusia pun yang dibanteh.” Dari percakapan ini, bisa disimpulkan bahwa sebelumnya tanah menjadi hal yang mampu memenuhi kebutuhan rakyat. Ketika tanah itu sudah menjadi milik centeng, karena hukum dari Belanda yang memperkenalkan konsep patok tanah dan kepemilikan, Nawi menerjemahkan perasaan kikuk dan nelangsa lewat gambar “patok tanah” yang dilanjutkan dengan adegan ketidaknyamanan para petani yang harus menggarap tanah yang bukan milik mereka. Berubahnya ‘tanah’ menjadi ‘patok tanah’, merupakan bentuk penerjemahan ‘need’ ke ‘demand’ dan ini menimbulkan trauma bagi rakyat. Demi mengikuti aturan main yang telah ditetapkan oleh Belanda, rakyat harus menggadaikan tanah mereka untuk dapat mengakses pengobatan seperti yang ditegaskan dalam adegan saat Pitung memberikan hasil rampasan kepada orang tua yang harus memanggil mantri padahal tanahnya sudah digadaikan pada centeng.

Kehadiran Pitung dan komplotannya dalam film ini diagung-agungkan sebagai penolong rakyat. Pitung mampu memberikan janji manis, mengupayakan pada rakyat supaya mereka dapat bertahan di bawah pemerintahan kolonial Belanda yang kehadirannya selalu merugikan rakyat. Pitung digambarkan sebagai pemuda yang taat, rajin shalat, baik budinya, jago silat, dan suka menolong. Ia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh Belanda yakni jimat, berfungsi memberikan pembebasan terhadap mara bahaya. Meskipun Pitung tidak dapat memberikan semua

126

tanah yang diambil oleh centeng, tetapi ia memberikan objek pengganti supaya permintaan rakyat terpenuhi. Pitung memberikan perhiasan, mengembalikan tanah rakyat, dan menolong gadis yang hendak dimiliki Babah Long Seng secara paksa. Setiap adegan Pitung memberikan harta rampasan, suasana film berubah menjadi haru penuh kemenangan. Adegan rakyat yang tutup mulut, atau adegan ketika Siti memberitahu jalan yang salah pada Scott, menjadi bukti bagaimana rakyat memilih untuk selalu mempertahankan hal yang membuat mereka merasa aman.

Dalam film ini, Belanda menjadi penjamin identitas dan pembuat aturan main bagi rakyat. Belanda –lah yang menciptakan pembagian kelompok sosial dalam film ini. Hal ini ditunjukkan melalui sekuen film yang fokus pada penyerangan terhadap kelompok yang “ditinggikan” oleh Belanda (penyerangan Pitung terhadap Babah Long Seng, Tuan Tanah Saadin, dan Babah Bong). Upaya Pitung melakukan penyerangan ini sendiri didasari oleh ketidakpuasan terhadap hukum Belanda yang menyengsarakan rakyat, yang lebih menekankan pada penyebaran ketakutan supaya rakyat tunduk. Selain itu, terdapat “orang-orang terpandang” dari kalangan pribumi, yang semakin menegaskan posisinya sebagai Hukum di hadapan rakyat. Hukum Belanda bersifat memaksa dan inilah sisi negatif dari kehadiran tatanan simbolik yang ditunjukkan dalam film ini. Kehadiran Pitung sendiri bisa dianggap sebagai upaya untuk melemahkan kekuasaan Belanda di hadapan rakyat sehingga pengejaran terhadap Pitung menjadi sebuah keniscayaan. Inilah yang membuat film bergulir, mengikuti skenario Belanda dalam mendapatkan Pitung.

Di sisi lain, Belanda juga berusaha menunjukkan simpatinya terhadap kebudayaan Betawi. Hal ini merupakan cara lain, selain dengan paksaan yang bersifat

127

negatif tentunya, untuk mendapatkan kepercayaan rakyat. Dalam sekuen terakhir, Nawi menampakkan usaha perkawinan kebudayaan Belanda dan Betawi lewat adegan Demang Meester yang meminang Aisyah. Dalam mise-en-scene pernikahan Demang Meester Cornelis dan Aisyah, Belanda membuat arak-arakan, menggabungkan tradisi tanjidor Betawi dan menyandingkannya dengan bendera Belanda. Upaya penyatuan dua budaya ini juga tercermin dalam upaya menikahkan Aisyah, perwakilan dari etnis Betawi, dan Demang Meester sebagai perwakilan dari Belanda. Ini adalah penggambaran upaya Belanda untuk membangun fantasi bagi rakyat, dengan kata lain menunjukkan bahwa perkawinan antara Belanda dan Betawi bisa dimungkinkan.

Penonjolan Pitung yang digambarkan selalu menolong rakyat merupakan upaya Nawi untuk menghadirkan fantasi patriotisme. Dengan adanya Pitung, rakyat yang semula bingung menentukan pilihan, seperti dalam adegan kekakuan gestur petani saat melihat Djiih melawan centeng Babah Long Seng, akhirnya secara masif mau memilih untuk mendukung Pitung. Karena Pitung dan komplotannya pula, rakyat tersadar bahwa tanah mereka telah terampas. Mereka mengupayakan supaya pernikahan Demang Meester dan Aisyah gagal. Bagi rakyat, mendukung Pitung adalah pilihan supaya mereka terus mendapatkan kenikmatan. Pitung adalah jaminan. Kehadiran Pitung sebagai fantasi, baik bagi rakyat dalam cerita ini sekaligus dalam film, ditunjukkan oleh Nawi melalui beberapa adegan yang memberikan perasaan nyaman dan lega. Pertama, saat adegan ketika akhirnya Pitung memberikan perintah supaya rakyat bisa menggarap tanahnya kembali. Rakyat bersuka cita. Kedua, saat ia menyelamatkan seorang gadis dari tangan Babah Bong, perasaan lega dan aman

128

tercurahkan melalui gambar. Sedangkan yang lainnya, tentu saja penekanan pada kisah cinta Aisyah dan Pitung. Setiap adegan yang menampilkan Pitung dan Aisyah selalu ditampilkan penuh keindahan, haru, dan ia bisa menetralisir ketegangan yang dihadirkan dalam adegan-adegan sebelumnya.

Sedangkan dalam Mereka kembali, gaze hadir melalui ujaran yang selalu didengungkan, sebuah tempat yang memantik kerinduan. Hal itu dilihat dari seruan para prajurit Siliwangi, “Jawa Barat! Jawa Barat!”, yang menjadi permulaan Long March. Ketika ia didengungkan, objek a ini berubah menjadi objek yang membuat Siliwangi berhasrat. Siliwangi sebagai subjek yang lack, menginginkan keutuhan identitas yang saat ini tidak bisa lagi diberikan oleh Republik. Lewat Jenderal Besar Sudirman yang memerintahkan supaya para pasukan Siliwangi kembali ke daerahnya, menjadi sebuah janji manis bagi Siliwangi dengan memaknai kemerdekaan dan upaya kembalinya pasukan ke Jawa Barat sebagai hal yang akan memberikan identitas penuh pada diri mereka.

Fantasi sebagai jalan untuk melihat kenikmatan tersembunyi yang mendampingi kekuatan tatanan simbolik diperlihatkan oleh Nawi melalui montase pada sekuen Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ambilan gambar Nawi pada Van der Klot dengan posisi kamera lebih rendah, lalu mengambil gambar rakyat melalui sudut kaki Van der Klot, dan menyematkan “Kalo kowe udah pinter, kowe bisa merdeka, tapi 100 tahun lagi,” menjadi pernyataan bombastis yang menunjukkan bagaimana Belanda menikmati untuk merendahkan mental bumi putera. Kenikmatan tersembunyi, atau hal yang tidak bisa dilihat dalam keseharian, itu juga dihadirkan melalui montase penyerangan markas, saat adegan Van der Klot menikmati

129

penyiksaan prajurit Siliwangi sembari minum bir.107 Fantasi semacam ini memberikan kenikmatan bagi subjek dengan mengimajinasikan semacam ancaman yang tidak hadir dalam realitas.

Darul Islam (DI) juga dihadirkan sebagai sebuah ancaman. Nawi memberikan gambar-gambar penyiksaan yang sulit dilogikakan di dunia nyata. Misalnya melalui fungsi negosiasi DI dan Siliwangi, saat algojo menjilat pedang berlumuran darah setelah menghunus prajurit Siliwangi atau kemampuan DI yang tidak pandang bulu menembaki warga, tanpa melihat di sana ada wanita dan anak-anak, menjadi sesuatu yang tidak bisa diterima oleh subjek. Ini menjadi harga yang harus dibayar oleh subjek saat ingin mengakses kembali objek a, berjumpa dengan hal yang tidak bisa dilogikakan. Fantasi semacam ini, menurut McGowan, adalah sebuah bentuk pengakuan adanya kekuatan Liyan yang mengganggu dan mengancam, dimensi Liyan yang tidak sesuai dengan identitas simbolik yang telah ditentukan.108

107

Kenikmatan tersembunyi (hidden enjoyment) merupakan hal-hal yang jarang muncul dalam keseharian. Kekuatan dari sinema adalah menghadirkan hal yang tak bisa kita akses ke dalam layar lebar. Mengapa adegan ini menunjukkan kenikmatan tersembunyi? Pengandaiannya, sebagai penonton Indonesia yang memiliki modal pengetahuan kekejaman Belanda selama masa penjajahan dan revolusi seperti saya misalnya, akan mudah bagi saya mencerna adegan prajurit Indonesia yang ditembaki prajurit Belanda. Namun ketika saya sebagai penonton dihadapkan pada adegan “penyiksaan prajurit Indonesia oleh pasukan Belanda yang minum bir”, saya telah memasuki dimensi lain, atau hal-hal yang belum pernah ditransferkan pada saya. Minum bir bagi kebiasaan sekarang, saya identikkan dengan hal untuk mendapatkan kesenangan. Inilah yang membuat adegan ini menjadi kenikmatan surplus karena ia menunjukkan hal yang “tak lazim” dalam keseharian (minum bir + penyiksaan pada tentara Indonesia). Sisi fantasmatis dalam adegan ini minimal akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, “benarkah tentara Belanda berbuat demikian, melalukan penyiksaan sembari minum bir?”. Efek bagi penonton mungkin bermacam-macam. Tetapi satu hal yang pasti, penonton akan mengidentikkan minum bir dengan adegan kekejaman ini sehingga yang terjadi adalah bir dimitoskan dengan dekan kekejaman tentara Belanda.

108

130

Keunikan fantasi dalam menghadirkan dimensi lain dari Liyan, yang menurut McGowan dapat digunakan untuk memposisikan kembali identitas kita,109 digunakan oleh Nawi untuk mendukung patriotisme Siliwangi. Penonton diijinkan untuk melihat kenikmatan tersembunyidi balik keputusan Siliwangi bahwa perang merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan kemerdekaan. Memang kengerian yang dihadirkan Belanda dan Darul Islam bukanlah sesuatu yang mudah dicerna oleh akal sehat, namun Nawi justru memolesnya dengan penghadirankepuasan pada akhir adegan di fungsi yang menyiratkan adu kekuatan antara Siliwangi dan musuh. Semisal setelah fungsi negosiasi antara Siliwangi dan DI, Marni dan Maya mendatangi Siliwangi, mengikrarkan diri untuk mengikuti revolusi dan meninggalkan kehidupan kota mereka yang nyaman. Ini merupakan cara Nawi dalam membalut kengerian itu dengan sesuatu yang berbau optimistik. Raut kesedihan karena kehilangan keluarga dan rekan seperjuangan tidak dikelola sebagai kesedihan yang pasrah, namun ia selalu diselipi dengan lagu perjuangan pembangkit semangat.

Meskipun film ini menonjolkan tragedi Siliwangi yang harus menghadapi dua musuh sekaligus, tetapi unsur kepuasan tetap dominan. Siliwangi akhirnya dapat mengakses kembali Jawa Barat, seperti yang mereka inginkan, sekaligus bisa menjadikan dirinya keluar sebagai pendukung Republik Indonesia. Ini tersirat dalam adegan pengibaran panji Siliwangi dan Sang Saka Merah Putih, saat Sersan Anwar dan rekan perjuangan lainnya dikebumikan. Rekonsiliasinya bukan dalam bentuk pasangan kekasih, tetapi justru dari metafora pengibaran panji Siliwangi dan bendera Merah Putih untuk mengatasi pengalaman antagonis subjek.

109

131

b. Ketika Indonesia Memiliki Samson dan Koboi

Samson Betawi dan Tiga Janggo bisa disebut sebagai film Nawi yang dibanjiri oleh fantasi. Berbeda dari dua film yang telah dijabarkan sebelumnya, fantasi dalam dua film ini lebih menekankan pada bagaimana subjek (dalam film) belajar untuk berhasrat. Banjir fantasi itu hadir lewat properti yang melekat dalam gambar yang berfungsi untuk membungkus tubuh-tubuh tokoh. Nawi menyokong kisah dalam dua film ini dengan meminjam mitos Samson dari Alkitab dan koboi dari film genre Western Spaghetti. Secara sekilas peniruan terjadi secara masif, baik dari jalan cerita, pemilihan nama, dan kehadiran adegan percintaan sebagai bumbu. Namun menariknya, Nawi bisa membuat tokoh-tokohnya membumi dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Salah satu adegan yang cukup membuat saya tertawa adalah saat Hamid memberi nama ‘Samson’ karena dilatarbelakangi oleh ramalan dari tabib dan dukun. Hamid mengolok-olok nama ‘Doel’ dan ‘Robert’ yang ditawarkan oleh dukun beranak dalam sekuen pembuka, seolah-olah ia ingin menertawakan karakter kuno dan terlalu modern yang melekat dalam nama tersebut. Atau bisa jadi, Nawi melalui Hamid, ingin mengolok-olok film Si Doel anak Betawi karya Sjumandjaya.110 Tetapi

110

Sjumandjaja membuat dua film dengan karakter utama bernama Doel yakni Si Doel Anak Betawi dan Si Doel Anak Modern. Justru setelah membintangi film ini, nama Benyamin diperhitungkan di dunia film. Dalam Festival Film Indonesia 1977, Benyamin mendapatkan penghargaan sebagai Pemeran Pria Terbaik. Tidak seperti film-film Nawi yang ceritanya lebih membumi dan kualitas filmnya cenderung raw, kedua film ini memiliki gambar-gambar yang mapan dengan dialog yang santun. Meskipun sama-sama mengangkat etnis Betawi ke dalam film, namun Sjumandjaja justru memilih mengakhiri kisah filmnya, membiarkan Doel sukses secara finansial dan ia bisa menikahi Christine Hakim yang kelasnya jauh berbeda dari

132

apapun intensi di belakang Nawi, yang pasti sutradara ini sedang berusaha