• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antena Dipole dengan Pembebanan Resistif dan Layer Dielektrik untuk Ground Penetrating Radar (GPR)

Dalam dokumen Prosiding.Seminar.Radar.Nasional.2009 (Halaman 142-147)

Y.Wahyu

1)

, A.Kurniawan

2)

, Sugihartono

2)

, A.S Ahmad

2)

, A A Lestari

3)

1) Puslit Elektronika dan Telekomunikasi-LIPI 2) Sekolah Teknik Elektro dan Informatika-ITB

3) IRCTR-TU DELFT The Netherland Email : yuyu@ppet.lipi.go.id

ABSTRAK

Pantulan dari bidang batas medium merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan pada antena GPR.yang menyebabkan energi yang berhasil ditransmisikan ke dalam medium menjadi lebih kecil. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya amplituda gelombang yang ditransmisikan. Untuk meminimalisasi pantulan ini digunakanlah layer dielektrik sebagai media transisi dari antena ke medium yang diharapkan amplituda dari sinyal yang sampai ke medium akan semakin tinggi. Selain dari amplitud perlu juga diperhatikan level ringing. Antena yang baik mempunyai level ringing yang kecil. Oleh karena itu digunakan pembebanan resistif yang diharapkan gelombang pantulan dari ujung antena dapat diperkecil. Jadi adanya pembebanan resistif dan layer dielektrik diharapkan sinyal yang ditransmisikan ke dalam medium mempunyai level ringing yang rendah dan juga mempunyai amplituda yang tinggi.

Kata kunci : antena GPR, ringing, layer dielektrik.

1. PENDAHULUAN

GPR merupakan device yang berguna untuk proses pendeteksian objek yang terkubur di bawah permukaan tanah hingga kedalaman tertentu tanpa perlu dilakukan penggalian tanah. GPR dapat memberikan berbagai kegiatan atau penelitian untuk mengetahui informasi tentang keadaan di bawah permukaan tanah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.

Dalam sistem GPR antena memainkan peran yang sangat penting karena performansi umum dari GPR yang menggunakan impuls radar sangat ditentukan oleh kemampuan antena untuk meradiasikan impuls ke tanah dengan tingkat loss dan distorsi yang seminimal mungkin. Ini berarti bahwa impuls antena GPR harus mampu meminimalkan late-time

ringing. Pembebanan resistif digunakan untuk

mengatasi refleksi internal tersebut [1].

Salah satu kemungkinan untuk adaptasi didepan antenna adalah melekatkan lempengan dilektrik yang berlapis diantara antena dan tanah yang diilustrasikan pada gambar 2.

Tujuan pendekatan ini meciptakan transisi yang optimal penjalaran gelombang elektromagnetik dari antena kedalam tanah sehingga antena tidak sensitif dengan kehadiran tanah. Dengan demikian pendekatan ini akan memaksimalkan energi yang dipancarkan oleh antena ke dalam tanah sebagaimana transisi yang optimal yang akan meminimalkan refleksi dari permukaan tanah. Masalah yang utama pada pendekatan ini adalah

mendaptkan profil optimal dari lapisan dielektrik untuk pulsa tertentu

Untuk menganalisa bentuk amplituda yang sampai ke dalam medium digunakan pemodelan numerik dengan metode finite-difference time-domain

(FDTD) dengan menggunakan software FDTD3D. Pemilihan metode ini dengan pertimbangan bahwa hasil yang ingin didapatkan adalah bentuk gelombang dalam domain waktu. Keuntungan lain penggunaan FDTD diantaranya : FDTD bekerja efektif pada sistem yang menggunakan pulsa monocycle sebagai sumber eksitasi, kemudian FDTD memungkinkan pengguna untuk mendefenisikan sifat material pada semua titik dalam domain komputasi sehingga antena yang didesain lebih realistis [2].

2. DESAIN SISTEM ANTENA

Antena GPR yang diusulkan yaitu antena dipole

dengan pembebanan resistif dan layer dielektrik. Penggunaan antena dipole tak lain adalah karena antena dipole merupakan antena yang sering digunakan untuk aplikasi GPR terutama karena kesederhanaannya [3]. Permasalah utama antena dipole untuk aplikasi GPR adalah sifatnya yang

narrowband, padahal untuk aplikasi GPR

dibutuhkan antena dengan karakteristik ultra

wideband. Untuk mengatasi hal ini pada lengan

antena dilakukan pembebanan resistif (sebut saja lengan ini lengan beban) dengan profil Wu-King untuk mengurangi late-time ringing akibat multiple

Geometri antena dapat dilihat pada gambar 1. Garis putus-putus menggambarkan lengan beban sedangkan celah yang memisahkan garis merupakan tempat pembebanan resistif dengan menyisipkan elemen lumped resistor sesuai dengan profil Wu-King. Jumlah resistor yang digunakan 65 buah dengan resistansi awal 200 ohm. Dari [5] diketahui bahwa jarak antara feedpoint dengan resistor pertama dipilih sejauh dimana c merupakan kecepatan cahaya, f merupakan frekuensi tengah pulsa dan merupakan permitifitas relatif substrat (εr = 4.34) agar radiasi dari resistor pertama saling menguatkan dengan radiasi dari feedpoint pada arah broadside antena.

134

4 cm Resistor 132 cm Substrat FR-4 Feedpoint Main section (6 cm) Loaded section (57.9 cm)

Gambar 1: Geometri antena dipole dengan pembebanan resistif

Selanjutnya pada antena dipasang 6 layer dielektrik sebagai transisi dari antena ke medium seperti terlihat pada gambar 2. Profil layer dielektrik yang digunakan adalah linear dimana selisih εr antar layer dielektrik yang berurutan sama besar. Alasan pemilihan profil linear ini adalah karena kesederhanaannya. Nilai εr dari masing – masing layer dielektrik dan tebalnya dapat dilihat pada tabel 1. Untuk simulasi ini digunakan 6 titik pengamatan seperti terlihat pada gambar 3. Titik 1 dan 2 digunakan untuk menghasilkan grafik impedansi input dan VSWR karena program FDTD3D tidak menghasilkan langsung impedansi input dan VSWR. Data yang dihasilkan dari titik 1 dan 2 harus diolah lebih lanjut dengan menggunakan Matlab agar dapat menghasilkan grafik impedansi input dan VSWR. Titik 3, 4, 5 dan 6 digunakan untuk melihat amplituda peak to peak sinyal dan ringing yang dihasilkan. Medium yang digunakan memiliki εr = 10 dan σ = 0.05)

Feed Line Layer dielektrik Medium Antena

Gambar 2 : Antena dengan layer dielektrik

Tabel 1: Profil layer dielektrik yang digunakan

Layer Tebal 1 2.28 1.67 cm 2 3.57 1.67 cm 3 4.85 1.67 cm 4 6.14 1.67 cm 5 7.42 1.67 cm 6 8.71 1.67 cm X Z

1 2 Antenna Under Test (AUT)

3 5 4 6 10 cm 12 cm 15 cm Layer dielektrik Medium 7 cm

Gambar 3: Titik-titik pengamatan simulasi

Gambar 4: Model Antena dengan FDTD

3. HASIL SIMULASI

a. Pengaruh pembebanan resistif

Tabel 2: Level ringing tanpa pembebanan dan dengan pembebanan resistif Titik Level ringing tanpa pembebanan resistif (%) Level ringing dengan pembebanan resistif (%) Titik 3 160.54 1.14 Titik 4 108.33 1.06 Titik 5 168.67 1.11 Titik 6 110.23 1.09

Gambar 4: Impedansi input tanpa pembebanan resistif

Gambar 5: VSWR tanpa pembebanan resistif (Z0=200

ohm)

Gambar 6: Impedansi input dengan pembebanan resistif (resistansi awal 200 ohm)

Gambar 7: VSWR dengan pembebanan resistif (resistansi awal 200 ohm)

Gambar 8: Impedansi input dengan pembebanan resistif (resistansi awal 40 ohm)

Gambar 9: Impedansi input dengan pembebanan resistif (resistansi awal 40 ohm)

b. Pengaruh penambahan layer dielektrik

dan pembebanan resistif

Tabel 3: Level ringing dan kanaikan peak to peak pulsa utama dengan penambahan layer dielektrik dan pembebanan resistif Titik Level ringing (%) Kenaikan peak to peak pulsa utama (%) Titik 3 5.23 304.62 Titik 4 4.56 278.66 Titik 5 5.22 270.46 Titik 6 4.60 250.93

135

Gambar 10: Impedansi input dengan layer dielektrik dan pembebanan resistif (resistansi awal 200 ohm)

Gambar 11: VSWR dengan layer dielektrik dan pembebanan resistif (resistansi awal 200 ohm)

Gambar 12: Impedansi input dengan layer dielektrik dan pembebanan resistif (resistansi awal 40 ohm)

Gambar 13: VSWR dengan layer dielektrik dan

pembebanan resistif (resistansi awal 40 ohm)

4 . ANALISIS

Pengaruh pembebanan resistif dapat dilihat dari tabel 2. Dari tabel didapat bahwa dengan penambahan pembebanan resistif maka level ringing dapat ditekan menjadi sekitar 1% (-40dB). Pada aplikasi GPR resolusi tinggi diperlukan syarat level ringing maksimal 1% (-40dB). Hasil simulasi menunjukkan pembebanan resistif mampu memenuhi persyaratan resolusi tinggi. Namun pembebanan resistif ini akan memberikan dimensi antena yang lebih besar. Dari segi impedansi input, ketika tidak ada pembebanan resistif maka impedansi input fluktuatif pada range 0 – 2.5 GHz. Hal ini menunjukkan sifat antena dipole yang

narrowband. Sedangkan untuk aplikasi GPR

dibutuhkan antena yang ultrawideband.Dengan penambahan pembebanan resistif grafik yang dihasilkan lebih flat. Dengan Z0 = 200 ohm dapat dilihat VSWR pada gambar 7. Frekuensi resonannya berada di sekitar 830 MHz. Range frekuensi VSWR = 2 adalah 666 – 1233MHz. Bandwidth yang didapat sekitar 567 MHz

(fractional bandwidth = 0.59). Syarat

ultrawideband adalah fractional bandwidth lebih besar dari 0.25. Oleh karena itu antena yang diusulkan sudah memenuhi syarat ultrawideband. Pada gambar 6 dan 7 digunakan resistansi awal 200 MHz dan mengikuti profil Wu-King. Jika resistansi awal diubah menjadi 40 ohm dan tetap mengikuti profil Wu-King maka hasil yang didapat seperti terlihat pada gambar 8 dan 9. Impedansi input yang didapat lebih flat daripada menggunakan resistansi awal 200 ohm. Dengan resistansi awal 40 ohm didapat range frekuensi VSWR = 2 adalah 508 – 2910 MHz. Bandwidth antena sekitar 2.4 GHz (fractional bandwidth 1.40) dan frekuensi resonan 800 MHz. Impedansi input yang dihasilkan oleh profil Wu-King dengan resistansi awal 40 ohm lebih flat daripada dengan resistansi awal 200 ohm karena dengan resitansi awal 40 ohm pantulan yang terjadi dari ujung antena semakin kecil. Namun dalam simulasi untuk melihat efek penambahan layer dielektrik penggunaan pembebanan resistif dengan resistansi awal 40 ohm hanya digunakan untuk menganalisa impedansi input dan VSWR saja. Hal ini karena ketika menggunakan FDTD untuk mensimulasikan resistansi yang kecil maka waktu yang diperlukan makin besar. Apalagi untuk menganalisa ringing maka data yang dihasilkan harus sampai lebih besar daripada 2 kali durasi pulsa yaitu 3.2 ns sejak awal pulsa dimulai. Titik observasi yang berada di dalam medium membuat selang waktu yang diperlukan agar sinyal merambat sampai ke medium juga bertambah sehingga menambah waktu simulasi. Jadi dengan pertimbangan di atas efek dari penambahan layer dielektrik tidak dilakukan untuk resistansi awal 40 ohm.

137

Kemudian setelah melihat pengaruh penambahan pembebanan resistif, dilihat juga pengaruh penambahan layer dielektrik dan pembebanan resistif sekaligus. Dari tabel 3 dapat dilihat kenaikan level ringing dan peak to peak pulsa utama jika dibandingkan dengan tanpa penambahan layer dielektrik. Level ringing rata-rata naik menjadi 4.56% - 5.23% sedangkan kenaikan pulsa utama bervariasi di setiap titik dari 304% pada titik 3 sampai 250% di titik 6. Kenaikan level pulsa utama ini menunjukkan energi yang berhasil ditransmisikan ke dalam medium semakin besar. Kenaikan level ringing terjadi akibat banyak pantulan pada bidang batas 2 medium berbeda. Oleh karena cepat rambat dalam setiap medium juga berbeda maka ada sebagian sinyal yang sampai mendahului pulsa lain. Sinyal yang sampai lebih daripada 3.2 ns sejak awal pulsa dimulai akan dianggap sebagai ringing. Impedansi input dan VSWR dengan resistansi awal 200 ohm dapat dilihat pada gambar 10 dan 11. Dari gambar jika dibandingkan dengan gambar 6 dan 7 dapat dilihat bentuk grafik masih mirip. Perbedaannya adalah dengan layer dielektrik terjadi pergeseran sebesar 130 MHz ke arah frekuensi yang lebih kecil. Range frekuensi VSWR = 2 adalah 584 – 1050 MHz. Bandwidth yang didapat sekitar 466 MHz

(fractional bandwidth 0.57). Kemudian jika

digunakan pembebanan resistif dengan resistansi awal 40 ohm maka didapat pergeseran frekuensi resonan 110 MHz menjadi 690 MHz. Range frekuensi VSWR = 2 adalah 397 – 2637 MHz. Bandwidth yang didapat menjadi 2240 MHz (fractional bandwidth 1.47).

5. KESIMPULAN

Dari keseluruhan simulasi di atas dapat diketahui bahwa dengan penambahan pembebanan resistif dapat menekan level ringing yang diinginkan. Penambahan layer dielektrik akan menaikkan amplituda peak to peak pulsa utama namun akan menaikkan juga level ringing. Dari segi impedansi input dan VSWR, pembebanan resistif dapat membuat impedansi input yang dihasilkan lebih flat. Penambahan layer dielektrik yang diusulkan tidak merubah bentuk impedansi input dan VSWR yang dihasilkan secara keseluruhan namun akan menggeser grafik tersebut sekitar 100 MHz ke arah frekuensi lebih kecil.

Level ringing yang dihasilkan dengan layer dielektrik berprofil linear ini belum dapat memenuhi aplikasi GPR resolusi tinggi yang mengharuskan level ringing lebih kecil dari 1% (- 40dB). Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi profil layer dielektrik dan pembebanan resistif yang optimal sehingga dapat memberikan amplituda peak to peak yang tinggi namun dapat tetap menjaga level ringing dibawah 1% (-40dB).

DAFTAR REFERENSI

[1].

A.A. Lestari, A.G. Yarovoy, L. P. Ligthart, Adaptive Antenna for Ground Penetrating Radar , Delft University of Technology, The Netherlands.

[2].

D.J.Daniels, Ground Penetrating Radar 2nd edition, The Institution of Electrical Engineers, London, United Kingdom.

[3].

TP.Montoya, G.S.Smith,”A study of pulse radiation from several broad-band loaded monopoles”,IEE Trans. Antennas

Propagat., vol.44,no.8, pp.1172-1182,

Aug.1996-a.

[4].

A.A.Lestari,D.Yulian,A.B.Sukmono, E.Bharata, A.G.Yarovoy, and L.P.Ligthart,

Rolled Dipole Antenna for Low-resolution GPR, Progress In Electromagnetics

Research Symposium 2007, Beijing,

China.

[5].

A.A. Lestari, A.G. Yarovoy, L.P. Ligthart, “RC loaded bow-tie antenna for improved pulse radiation,IEEE Trans. An-tennas Propagat., vol. 52, no. 10, pp. 2555-2563, Oct. 2004.

Kajian Mengenai Radar Clutter Dan Pengaruhnya

Dalam dokumen Prosiding.Seminar.Radar.Nasional.2009 (Halaman 142-147)