• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apakah Pembiayaan melalui Hutang akan Membebani Generasi Mendatang?

Dalam dokumen DAFTAR ISI. iii. Prakata Daftar Isi (Halaman 119-124)

Pembahasan yang berhati-hati dilakukan terhadap pertanyaan apakah pembiayaan melalui hutang akan menimbulkan beban bagi generasi mendatang. Pengalihan beban kepada generasi mendatang adalah layak, sebagai suatu keadilan antar generasi, untuk pembiayaan atas pengeluaran modal publik. Terdapat berbagai mekanisme pengalihan beban, di antaranya termasuk a) pembentukan modal yang berkurang, b) pengalihan melalui tumpang tindih generasi, dan c) pengalihan beban dari hutang luar negeri.

Lebih lanjut, pengandalan pada sumber daya luar tidak harus melibatkan penyerapan hutang luar negeri, tetapi dapat mengambil bentuk arus modal masuk dan surplus impor yang berkaitan. Menimbang bahwa ketakutan terhadap kebangkrutan fiskal adalah tidak realistik, timbul pertanyaan apakah pembelanjaan dengan hutang tidak akan membebani generasi mendatang?

Bagaimana pengalihan (transfer) beban itu terjadi dan apa pengaruhnya pada ekuitas fiskal?

Pengalihan Beban melalui Pembentukan Modal yang Berkurang

Jika sumber daya sepenuhnya dimanfaatkan, kenaikan dalam jasa publik akan memindahkan sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik, sehingga sumber daya yang tersedia untuk produksi barang-barang swasta akan berkurang. Dalam pengertian pelepasan sumber daya, beban tersebut haruslah dipikul oleh generasi sekarang. Tetapi tidak demikian halnya jika pemindahan beban dipandang dalam artian konsumsi masa berjalan (current consumption).

Mekanisme pertama dari pengalihan beban diberikan melalui pembentukan modal yang berkurang. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme ini bekerja, kita kembali ke kerangka sistem klasik dimana investasi menyesuaikan dirinya sendiri secara otomatis terhadap tingkat tabungan yang akan datang, pada tingkat pendapatan full-employment. Dalam sistem tersebut, setiap pengalihan sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik mengakibatkan sumber daya sektor sawsta berkurang. Dalam pengertian sempit ini, beban dari pengeluaran sekarang harus dipikul oleh generasi sekarang. Tetapi sumber daya yang ditarik dari sektor swasta mungkin berasal dari konsumsi atau pembentukan modal. Dalam kasus pertama, kesejahteraan dari generasi sekarang, yang diukur dengan konsumsinya dikurangi, dan pendapatan generasi mendatang tidak dipengaruhi. Dalam kasus kedua, kesejahteran konsumsi dari generasi sekarang tidak diganggu sementara generasi mendatang akan mewarisi stok modal yang lebih kecil dan menikmati pendapatan yang lebih rendah.

Dalam pengertian ini, generasi mendatang akan dibebani. Jika kita selanjutnya mengasumsikan bahwa pembelanjaan dengan pajak berasal dari konsumsi, sedangkan pembelanjaan dari pinjaman berasal dari tabungan (sehingga menurut asumsi sistem klasik; berasal dari investasi maka selanjutnya pembelanjaan dengan pinjaman akan membebani generasi masa depan.

Mengikuti prinsip bahwa jasa publik harus dibiayai atas dasar manfaat, sifat pengeluaran, yang harus dibiayai menjadi sangat panting. Dalam hal pengeluaran modal, manfaat akan terbawa ke masa depan sehingga pengalihan beban diperlukan sebagai suatu keseimbangan antar generasi. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, ini merupakan penalaran untuk membagi anggaran menjadi komponen masa berjalan dan komponen modal, dengan yang pertama dibiayai oleh pajak dan yang terakhir oleh pinjaman.

Beberapa kualifikasi dari argumen yang berlaku perlu dikemukakan;

1. Tergantung pada jenis pajak yang digunakan, pembiayaan dengan pajak sebagian dapat berasal dari tabungan. Demikian pula, pembiayan dengan pinjaman sebagian dapat berasal dari konsumsi. Tidak perlu semua transfer menaikkan konsumsi. Oleh sebab itu, defisit hanya memberikan suatu taksiran kasar mengenai penarikan sumber daya dari pembentukan modal swasta.

2. Pendekatan harapan yang rasional (the rational expectation approach), seperti yang dikemukakan pada Bab X, mempertanyakan apakah tanggapan setiap individu terhadap pembiayaan melalui pajak dan pinjaman akan berbeda. Ketika generasi sekarang (sebagai individu yang rasional) meminjam kepada pemerintah, mereka diasumsikan dapat mengantisipasikan pajak masa depan (yang terhutang oleh pewarisnya) yang harus dipenuhi untuk melunasi hutang itu. Oleh karena itu, pembiayaan dengan pinjaman akan membuat keaadaan generasi pertama seperti pada pembiayaan dengan pajak. Tetapi apakah kekayaan bersih wajib pajak berkurang sedangkan pemberi pinjaman dikompensasikan ketika menerima obligasi pemerintah? Jawabannya adalah tidak, atau begitulah menurut pandangan aliran harapan rasional. Karena keuntungan ini akan dibatalkan oleh adanya asumsi kewajiban pajak masa depan. Jadi kekayaan bersih sektor swasta akan berkurang oleh pengeluaran publik, apapun metode pembiayaan (pajak atau hutang) yang digunakan. Berdasarkan argumen 'Ricardan Equivalence' ini, tidak dapat lagi dikemukakan bahwa pembiayaan melalui pinjaman akan mengakibatkan pengalihan beban sedangkan pembiayaan melalui pajak tidak seperti yang dinyatakan sebelumnya, hal ini merupakan asumsi yang hampir tidak realistis.

3. Penalaran kita didasarkan atas asumsi sistem klasik yang terlaksana baik, di mana tingkat pemintaan agregat tidak dipengaruhi oleh pilihan antara pembiayaan melalui pajak dan melalui pinjaman. Jika asumsi ini tidak berlaku, pilihan antara pembiayaan melalui pajak dan melalui pinjaman seperti halnya bauran kebijakan fiskal-moneter mungkin harus ditentukan untuk memberikan tingkat permintaan agregat yang tepat, bukan mengakomodasikan pertimbangan keseimbangan antar generasi. Pertimbangan ini khususnya penting pada tingkat nasional, yang memikul tanggung jawab terhadap kebijakan stabilisasi; dan kurang penting pada tingkat lokal. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada tingkat lokal lebih sesuai menggunakan anggaran modal.

Pengalihan Beban Melalui Tumpang Tindih Generasi

Bila tidak ada tumpang tindih generasi (generation overlap), pembentukan modal swasta yang berkurang merupakan satu-satunya mekanisme di mana pinjaman domestik dapat dialihkan kepada generasi masa depan. Tetapi tidak demikian halnya jika terdapat dua generasi yang tumpang tindih dalam suatu waktu. Andaikan bahwa generasi 1 hidup dari tahun satu sampai tahun lima puluh, sedangkan generasi 2 hidup dari tahun dua puluh lima sampai tahun tujuh puluh lima. Juga andaikan bahwa semua pajak berasal dari konsumsi. Sekarang generasi 1, dalam tahun satu, dikenakan pajak sebesar $200.000 untuk memikul biaya gedung pemerintah ymg memiliki kegunaan selama lima puluh tahun. Hal itu dilakukan dengan mengorbankan konsumsi generasi tersebut dalam jumlah yang sama. Akan tetapi terdapat pula kemungkinan dalam tahun dua puluh lima sampai lima puluh untuk memungut pajak sebesar $100.000 dari generasi 2 guna membayar generasi 1, jadi melibatkan pengalihan konsumsi swasta dari generasi 2 ke generasi 1. Dengan cara ini generasi 1, sekalipun pada awalnya memikul keseluruhan beban tembut, namun kemudian dapat mengalihkan sebagian dari

beban itu ke generasi 2. Untuk maksud memastikan kembali, generasi 1 dapat diberi janji pembayaran kembali dalam bentuk obligasi, yang akan ditebus kemudian dengan pajak yang dikenakan pada generasi 2. Transfer antar generasi yang tumpang tindih seperti itu dapat berfungsi, sekalipun tidak ada pengaruh pada pembentukan modal sektor swasta.

Kebalikan dari kasus ini, generasi 1 dapat memberi hadiah kepada generasi 2 dan menanggung semua beban tanpa menghasilkan generasi 2 untuk membayar hutang di masa mendatang. Hal ini persis sama dengan mekmisme yang diterapkan ketika pensiun hari tua diberlakukan dan yang pensiun pertama kali diberi tunjangan tanpa harus memberi sumbangan.

Pengalihan Beban Melalui Hutang Luar Negeri

Setelah membahas peranan pinjaman domestik, sekarang kita beralih pada pinjaman dari sumber-sumber luar. Mekanisme pengalihan beban melalui pinjaman luar negeri berbeda dalam beberapa hal. Perbedaan pertama adalah bahwa sekarang tidak ada keharusan bagi generasi 1 untuk mengurangi pengeluarannya. Pengeluaran sektor swasta tetap tidak berubah karena sumber daya tambahan yang diperlukan diperoleh dari luar negeri melalui surplus impor. Pembiayaan melalui pinjaman sekarang menimbulkan beban pada generasi 2 bukan dalam bentuk pembentukan modal yang berkurang, tetapi dengan membebani mereka dengan kewajiban untuk melunasi hutang kepada luar negeri. Pajak sekarang dipakai untuk membayar bunga kepada pihak luat negeri, bukan kepada pemegang hutang domestik. Generasi 2 tidak lagi berhutang kepada dirinya sendiri. Beban hutang luar negeri ini menggantikan kerugian pendapatan modal yang harus ditanggung oleh generasi 2, bila pembiayaan dilakukan melalui pinjaman domestik dan berakibat pengurangan dalam pembentukan modal. Sekarang bandingkanlah tiga sumber pembiayaan: (1) pajak, (2) pinjaman domestik dan (3) pinjaman luar negeri. Asumsikan bahwa metode I diambil dari konsumsi dan 2 diambil dari pembentukan modal, maka metode I akan membebani gcnerasi sekarang sedangkan metode 2 dan 3 akan membebani masa depan. Sekalipun metode 2 dan 3 sama dalam hal ini (dalam masalah beban), tetapi pilihan diantara keduanya tidak berarti harus persis sama. Jawabanya tergantung pada biaya pinjaman di dalam negeri dan di luar negeri. Jika biayanya sama (jika pengembalian pada modal domestik sama dengan tingkat bunga di luar), beban yang ditanggung generasi 2 akan sama dalam kedua kasus tersebut. Tetapi jika biaya domestik lebih tinggi, pinjaman luar mungkin akan lebih disukai. Pengandalan pada sumber daya luar negeri tidak harus melibatkan penempatan langsung hutang di luar negeri, tetapi dapat mengambil bentuk yang tidak langsung. Hasil yang sama bisa diperoleh jika hutangnya ditempatkan secara domestik, yaitu dengan menaikkan tingkat bunga yang menyebabkan arus masuk modal dan sekali lagi merupakan surplus impor. Jika disalurkan pada konsumsi, generasi 1 sekali lagi lepas dari beban sedangkan generasi 2 membayar pelunasan hutang pada dirinya sendiri, tetapi mereka harus membagi sebagian pendapatan nasional dengan pemilik luar negerinya.

Peminjaman oleh Pemerintah Daerah

Masalah keadilan antar generasi muncul paling serius pada tingkat lokal, karena pada tingkat inilah sejumlah besar pengeluaran investasi publik dilakukan dan dibiayai. Andaikan suatu kotapraja bermaksud membangun gedung sekolah, yang akan mempunyai usia kegunaan selama tiga puluh tahun. Pengeluaran ini dengan demikian menyebabkan kenaikan tajam dalam total pengeluaran kotapraja. Bila pengeluaran itu akan dibiayai dari pajak, kenaikan sementara yang tajam dalam tarif pajak mungkin diperlukan, Kenaikan ini dengan sendirinya tidak diinginkan, karena wajib pajak merasa lebih mudah untuk membayar tarif pajak yang kurang lebih stabil. Lagipula, dan yang lebih penting adalah bahwa tidak adil menimpakan semua beban kepada mereka yang membayar pajak dalam tahun tersebut. Karena usia kegunaan fasilitas itu akan berlangsung selama tiga puluh tahun, cara yang paling adil adalah menyebarkan beban itu di antara generasi-generasi berikutnya dari warga kota yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut. Prinsip pemajakan berdasar kaidah manfaat ditempatkan dalam mengalokasikan beban di antara generasi-generasi.

Untuk melaksanakan pemajakan berdasarkan manfaat, biaya awal ditutup dengan pinjaman yang biasanya diperoleh dari pasar luar, Dalam tahun-tahun berikutnya, generasi mendatang, warga kota dan penerima manfaat akan dipajaki setiap tahun sesuai dengan bagian manfaat yang diterimanya dalam masa berjalan. Dalam proses itu, hutang diamortisasi dan dibayar kembali pada saat fasilitas itu digunakan. Sekali lagi, keadilan antar generasi terjamin, dengan setiap generasi membayar untuk bagian manfaatnya sendiri. Sebuah kotapraja yang membiayai bangunan sekolahnya dengan meminjam dan mengamortisasikan hutang itu selama usia kegunaan aktiva itu, oleh karenanya memberikan suatu pola pembagian beban yang seimbang. Pembagian beban itu tidak hanya terjadi di antara kelompok umur, tetapi juga di antara kelompok-kelompok warga kota yang berubah dengan berubahnya populasi jurisdiksi akibat migrasi ke dalam dan migrasi ke luar.

Pengalihan Beban dalam Pembiayaan Pembangunan

Pembahasan sebelumnya memberi implikasi yang kurang menyenangkan terhadap pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun mekanisme pengalihan beban dapat digunakan untuk menyebarkan biaya investasi publik, namun hal itu tidak dapat digunakan untuk menyebarkan biaya program pembangunan dalam arti luas, karena tujuan pokok program terebut mensyaratkan bahwa pembentukan modal secara total (publik atau swasta) harus naik. Tetapi tidak ada keuntungan yang diperoleh dalam pencapaian tujuan ini jika pembentukan modal publik dibiayai dengan pinjaman, karena hal ini akan mengakibatkan penurunan tingkat pembentukan modal swasta. Sayangnya, mekanisme pengalihan beban pembiayaan dari pinjaman intern dengan demikian tidak dapat ditempatkan dalam situasi di mana seharusnya sangat tepat. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan pinjaman luar negeri, yaitu topik, yang akan kita bahas nanti pada saat membicarakan pembiayaan pembangunan.

Dalam dokumen DAFTAR ISI. iii. Prakata Daftar Isi (Halaman 119-124)