• Tidak ada hasil yang ditemukan

Insentif Perpajakan

Dalam dokumen DAFTAR ISI. iii. Prakata Daftar Isi (Halaman 105-109)

Tujuan pemerintah yang berupa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan paling bisa dicapai dengan berpedoman pada pajak kosumsi progresif. Disamping itu pendekatan keadilan menuntut agar pendekatan ini dipadukan dengan penarikan pajak atas pendapatan modal dengan tarif progresif. Karena adanya kemungkinan timbulnya konflik antara pajak penghasilan progresif dengan insentif untuk inventasi maka tidak mengherankan bahwa telah diupayakan berbagai cara untuk meminimumkan pengaruh masalah justifikasi sampai dimana pemerataan dan pertumbuhan didahulukan terhadap satu sama lain. Kebijakan perpajakan harus memperhatikan bahwa kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi

tidak akan memperparah pemerataan. Keringanan pajak untuk investasi yang tidak berdiri sendiri dalam meningkatkan pertumbuhan, bukan hanya menyebabkan hilangnya penerimaan pemerintah tetapi juga memperbesar ketimpangan apabila keringanan itu diberikan kepada masyarakat berpendapatan tinggi.

Dengan alasan alasan ini insentif pajak bagi investasi pada umumnya merupakan pemborosan dan tidak adil, sehingga banyak pengamat sampai sampai terdorong untuk menolak semua bentuk insentif. Namun meskipun demikian, penolakan total tidak bisa diterima. Tekanan politik agar diberikan insentif pajak akan tetap ada; dan karena ini tidak bisa dielakkan, maka sebaiknya insentif dirancang seefisien mungkin. Lebih jauh lagi, beberapa kelonggaran bagi pertumbuhan mungkin layak asalkan hal itu dilaksanakan dengan cara terbaik.

Insentif Domestik

Dalam menangani masalah insentif, ada baiknya kita membedakan antara insentif domestik dan masalah insentif yang berkaitan dengan modal asing. Insentif domestik bisa dikaitkan dengan investasi pada umumnya, atau dibatasi pada industri atau wilayah tertentu. Insentif bisa dirancang untuk menggalakkan ekspor dan memperkuat neraca pembayaran.

Insentif Umum

Intensif investasi umum bisa berupa kredit pajak atas investasi atau penyusutan yang dipercepat seperti lazim digunakan dinegara-negara maju. Selain itu di beberapa negara sering kali diberikan pembebasan pajak (tax holiday) untuk jangka waktu tertentu misalnya selama lima atau tujuh tahun, dimana selama jangka waktu itu pajak atas laba di bebaskan. Metode ini merupakan insentif bagi investasi yang memberikan laba yang tinggi pada tahap awal dan hal ini bertentangan dengan kebutuhan akan investasi yang stabil dan bersifat jangka panjang. Bagi perusahaan lama yang mengadakan investasi lama dan baru, masalah ini bisa diatasi dengan pendekatan kredit investasi atau bantuan investasi. Lebih jauh lagi, tidaklah bijaksana jika pemerintah mengadakan komitmen jangka panjang untuk mensubsidi pajak, teristimewa jika diperkirakan bahwa subsidi semacam itu tidak akan di perlukan di masa mendatang.

Apapun masalahnya, insentif investasi umum tidak bisa efektif guna menaikkan tingkat investasi menyeluruh kecuali jika peningkatan tabungan juga mendapat perhatian. Ini bisa tercapai dengan mendorong perusahaan untuk menahan laba atau dengan memberikan kredit pajak bagi tabungan atas pendapatan perorangan. Tentu saja masalahnya adalah bagaimana mencapai suatu jumlah tabungan tertentu tanpa mengurangi tabungan di sektor lain.

Daftar Skala Prioritas

Meskipun keefektifan investasi umum di ragukan, namun insentif yang dibatasi pada sektor atau industri tertentu kiranya bisa lebih efektif dalam mengalokasikan modal data ekspor industri tersebut. Masalah utama di sini adalah bagaimana memilih industri yang akan diberi perlakuan istimewa tersebut. Dapat diduga

bahwa industri yang akan dipilih adalah industri yang memainkan peranan strategis dalam pembangunan dan yang tidak akan berkembang jika tidak mendapat bantuan khusus. Tidak dapat dipungkiri bahwa proses pembangunan mengandung dampak eksternal (external economies) yang tidak diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi swasta; dan pasar modal yang tidak sempurna bisa mengacaukan investasi meskipun tanpa eksternalitas. Karena itu investasi semacam itu perlu dikoreksi. Tetapi pengalaman menunjukkan bahwa hal itu sangat sukar untuk dilaksankan. Seiring daftar skala prioritas sedemikian luas sehingga hampir tidak ada yang patut di pilih. Sedangkan dipihak lain, pemilihan industri tertentu selalu di barengi dengan teknan politik dari kelompok tertentu; dan dalam kesempatan lain lagi kita akan melihat bahwa insentif diberikan untuk mempertahankan pasar bagi perusahaan negara, seperti pabrik baja, yang seharusnya tidak mendapat prioritas utama. Meskipun pada prinsipnya insentif yang selektif itu baik, namun penerapannya secara efisien sukar untuk dilaksanakan.

Insentif Regional

Insentif selektif lainnya dapat kita temukan dalam kebijakan regional. Seperti telah kita ketengahkan sebelumya, kebijakan pajak bisa mempengaruhi keputusan lokasi investasi, apakah itu untuk tenaga kerja atau modal dan umumnya diharapkan agar kebijakan pajak bersifat netral. Namun keadaan negara negara berkembang bisa menuntut lain. Tenaga kerja mungkin tidak bisa berpindah secara luwes, atau mungkin juga tenaga kerja ingin dipertahankan di suatu daerah tertentu karena terlalu banyaknya perpindahan penduduk ke kota atau karena alasan non ekonomis yang menghendaki pemerataan tingkat pembangunan daerah. Karena itu, insentif khusus bisa diberikan demi pembangunan daerah tersebut. Masalahnya adalah apakah insentif itu lebih baik diberikan dengan mensubsidi investasi atau mensubsidi perusahaan pekerja di wilayah bersangkutan. Jawabannya tergantung pada tujuan yang hendak dicapai, yaitu apakah peningkatan produksi atau nilai tambah didaerah tersebut, atau apakah peningkatan upah atau standar hidup masyarakatnya. Untuk tujuan terakhir ini, subsidi upah akan lebih efektif, khususnya jika terdapat banyak penganggur atau penganggur tak kentara di sektor pertanian yang dapat di tarik kesektor industri apabila biaya upah berkurang.

Insentif Bagi Modal vs Insentif bagi Tenaga Kerja

Penggunaan bentuk investasi yang insentif modal didorong oleh distorsi harga yang menyebabkan biaya buruh terlalu tinggi dan biaya modal menjadi rendah. Biaya buruh yang tinggi umumnya disebabkan oleh peraturan upah minimum dan berbagai tuntutan serikat pekerja; biaya modal yang rendah disebabkan oleh kurs valuta yang menguntungkan, pembebasan bea masuk, dan pengenaan pajak atas laba yang tidak efektif. Guna mengembalikannya ke keseimbangan semula, subsidi upah bisa diberikan entah secara langsung atau tidak melalui kredit atas daftar upah yang pada prinsipnya mirip dengan kredit investasi. Bisa juga pajak atas laba diperingan dengan syarat peralatan yang digunakan harus padat tenaga kerja. Cara-cara semacam itu mungkin akan tepat dalam kaitannya dengan insentif regional di mana tujuannya adalah untuk menaikkan tingkat pendapatan di daerah terbelakang. Hal itu juga mungkin tepat untuk menanggulangi

pengangguran akibat berjubelnya perpindahan penduduk ke kota. Cara lain untuk mendorong investasi yang padat kerja adalah dengan memberikan insentif pajak bagi pekerjaan gilir kerja (shift) malam.

Insentif bagi Modal Asing

Dari sudut pandang nasional, peranan insentif pajak bagi modal asing berbeda dari insentif pajak bagi modal domestik. Insentif bagi modal domestik hanyalah melibatkan transfer dari pemerintah ke investor, tetapi keringanan pajak yang diberikan kepada investor asing akan mengurangi jatah keseluruhan negara atas laba yang dihasilkan modal asing tersebut. Karena itu, kerugian ini harus dikompensasi oleh keuntungan yang diperoleh akibat pelipatgandaan modal tersebut agar insentif pajak tersebut bisa diterima. Perancangan insentif mungkin akan bisa mengarahkan investasi tersebut pada sektor yang menguntungkan negara bersangkutan. Keuntungan tersebut adalah berupa kenaikan penghasilan faktor-faktor produksi domestik akibat adanya modal asing. Tidak ada manfaatnya bagi suatu negara untuk menerima modal asing lengkap dengan sumber dayanya dan hanya meminjam lokasi pada negara tersebut. Karena itu, insentif pajak harus dikaitkan dengan nilai tambah domestik sebagai akibat adanya modal asing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa insentif tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga mendorong dilakukannya reinvestasi dan operasi permanen, dan menghambat investasi yang hanya ingin mengeruk keuntungan sesaat.

Apapun masalahnya, suatu negara membutuhkan kerja sama dari negara asal investor asing agar insentif yang efektif bisa diberikan. Jika negara sumber modal tersebut menarik pajak penghasilan yang diperoleh dari luar negeri dengan tarifnya sendiri sambil tetap memberikan kredit pajak luar negeri, maka pajak yang lebih rendah di negara tersebut hanya akan menjadi transfer ke negara lain tanpa adanya manfaat bagi investor yang mengirimkan labanya ke negara asalnya. Dalam hal ini, penundaan pajak akan menjadi sangat penting. Hal itu tidak hanya berfungsi sebagai penarik modal ke suatu negara yang menawarkan insentif pajak tetapi juga mendorong terlaksananya reinvestasi di negara tersebut. Karena itu, cukup beralasan untuk mempertahankan penundaan atas investasi di suatu negara yang sedang berkembang dan meniadakannya untuk investasi di negara maju.

Cara lain untuk membuat insentif menjadi efektif bagi investor asing yang akan mengirimkan labanya ke negara asal adalah apa yang disebut sebagai kesepakatan pajak bersama (tax-sparing arrangement). Dengan pendekatan ini, negara asal modal akan memberikan kredit atas laba yang direpatriasi sebesar pajak yang dikenakan di negara tujuan meskipun tidak ada pajak yang dibayar menurut kesepakatan insentif tersebut. Akan tetapi, pendekatan ini tidak menggairahkan reinvestasi; dan karena tekanan politik akan menuntut agar insentif tersebut diberlakukan secara umum bagi investasi domestik, maka penarikan pajak atas laba secara umum bagi investasi domestik harus dipertimbangkan.

Persoalan terakhir yang timbul dalam kaitannya dengan persaingan di antara negara sedang berkembang untuk memperebutkan modal asing adalah jika

suatu negara mengalahkan yang lain dengan menawarkan insentif yang lebih besar, maka negara sedang berkembang sebagai suatu kelompok akan dirugikan. Untuk mengatasi hal semacam itu diperlukan semacam kerja sama antar negara sedang berkembang. Salah satu peran utama pasar bersama antar negara sedang berkembang adalah untuk menghindarkan hal semacam itu.

Insentif Ekspor

Insentif pajak untuk ekspor merupakan kebijakan umum guna membantu pengembangan pasar luar negeri dan memperkuat neraca pembayaran. Agar efektif, insentif semacam itu tidak harus dikaitkan dengan total penjualan di luar negeri atau laba yang dihasilkannya, seperti lazimnya kita hadapi, tetapi dengan nilai tambah domestik. Hanya nilai tambah domestiklah yang menambah hasil perdagangan luar negeri bagi suatu negara. Pengeksporan kembali atas barang yang diimpor atau barang dalam transito tidak memberikan nilai tambah domestik.

Dalam dokumen DAFTAR ISI. iii. Prakata Daftar Isi (Halaman 105-109)