• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Regresi Data Panel

3.1 Metode Analisis

3.1.3 Aplikasi Regresi Data Panel

Pembahasan mengenai aplikasi regresi data panel dalam sub bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu data panel statis, data panel dinamis non spasial dan data panel spasial dinamis, dengan landasan teoritis mengenai ketiganya telah disampaikan pada bab sebelumnya. Setiap bagian akan membahas beberapa kendala yang dihadapi oleh masing-masing model dan bagaimana perlakuan yang diterapkan untuk mengatasinya.

Analisis data panel umumnya menggunakan data dalam bentuk level dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian penelitian menggunakan data dengan series yang yang mengandung tren, maka perlu dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level, maka seperti biasanya, harus dilakukan pembedaan pertama (first differencing) untuk menghindari terjadinya hasil yang misleading. Perlu diingat bahwa karena data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel, maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode yang biasa, tetapi menggunakan panel unit root. Pengujian ini disarankan oleh Baltagi (2005) untuk data panel dengan N dan T yang relatif tidak besar.

Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama seperti pada pengujianunit rootuntuk data time seriesmurni, hanya saja statistik uji yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji Augmented Dickey–Fuller (ADF) dan Phillips–Perron (PP). Statistik uji yang digunakan dalam mengujipanel unit rootterdiri dari dua jenis, yaitucommon unit root yang terdiri dari statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung’s test; serta individual unit root yang terdiri statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS), ADF – Fisher test dan PP – Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang menyatakan bahwa series dari data panel tidak mengandung unit root maka estimasi bisa dilaksanakan.

3.1.3.1 Model Data Panel Statis

Estimasi dengan model regresi data panel statis dapat menggunakan data level sepanjang tidak mengandung unit root. Secara umum model estimasi dari data panel statis untuk data pada bentuk level dapat dituliskan sebagai berikut :

it F 1 j jit j 1 t i 1 0 it a a p a x p

 , ... (3.1)

denganpitdanpi,t–1menyatakan tingkat harga pada datacross sectionke-i periode t, dan sebelumnya, sementara xjit adalah variabel eksogen ke-j, pada data cross section ke-i periode t, dan F + 1 menyatakan seluruh jumlah variabel penjelas termasuk variabelpi,t–1.

Jika kemudian terdapat unit root pada data level, maka persamaan (3.1) harus dilakukanfirst differencing, sehingga akan diperoleh persamaan berikut :

it F 1 j jit j 1 t i 1 it p x p   

, ... (3.2)

Metode data panel statis yang digunakan untuk mengestimasi salah satu dari persamaan (3.1) atau (3.2) adalah Fixed Effect Model (FEM) dan Random

Effect Model (REM). Model FEM dibatasi hanya akan menggunakan within

estimator dan Pooled Least Squared (PLS), sementara pada model REM akan menggunakan GLS estimator saja. Statistik uji Hausman akan digunakan untuk membandingkan model FEM dengan model REM, sementara uji Chow digunakan untuk membandingkan FEM dengan PLS. Tujuan penggunaan kedua statistik uji ini adalah untuk mendapatkan model terbaik pada metode data panel statis.

3.1.3.2 Model Data Panel Dinamis Non Spasial

Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa model data panel dinamis diperoleh dari data level sebagaimana dapat dilihat pada persamaan (2.22) untuk tinjauan teoritis dan persamaan (3.1) atau persamaan (3.2) untuk aplikasinya. Secara umum, permasalahan utama dalam aplikasi regresi data panel dinamis adalah penentuan variabel instrumen yang akan digunakan untuk estimasi model empiris. Tahap awal dalam menentukan instrumen variabel adalah seluruh variabel penjelas (explanatory variable) selain lag dari variabel dependen diasumsikan strictly exogenous. Berdasarkan asumsi tersebut, maka matriks instrumen (Wi) pada persamaan (2.26) hanya terdiri dari sekumpulan data level untuk variabel dependen atau dalam persamaan (3.1) secara eksplisit dinyatakan oleh variabel “p”. Instrumen ini tentu saja hanya tepat digunakan untuk model FD-GMM, karena secara teoritis tidak mensyaratkan adanya intial condition sebagaimana dibutuhkan pada model SYS-GMM (Baltagi, 2005).

Sedikit berbeda dengan instrumen yang digunakan pada model FD-GMM, maka untuk model SYS-GMM dibutuhkan intial condition dalam suatu sistem

persamaan. Bentuk sistem persamaan dari metode ini adalah dengan

menggabungkan persamaan (3.1) dan (3.2) dengan mengeliminasi intersep (a0) dari persamaan (3.1). Jika variabel penjelas lainnya masih diasumsikan strictly exogenous, maka variabel instrumennya adalah data first differencing untuk persamaan pada level dan data level untuk persamaan first difference. Di bawah sistem persamaan dari SYS-GMM, secara eksplisit, variabel instrumen untuk persamaan (3.1) adalah “pit”, sedangkan “pit” merupakan variabel instrumen untuk persamaan (3.2), dengant=1, 2, … , T – 2.

Khusus pada model SYS-GMM, variabel instrumen dapat ditambah dengan memasukkan lag dari variabel instrumen awal, yaitu “pit-1” dan “pit-1”. Dasar penambahan variabel instrumen ini adalah adanya keterkaitan antara variabel dependen dan lag dari variabel dependen yang berada pada sisi kanan sistem persamaan. Meski dapat ditambahkan variabel instrumen, termasuk pada model FD-GMM, namun perlu dipastikan terlebih dahulu apakah variabel instrumen yang digunakan adalah valid. Pengujian validitas variabel instrumen yang digunakan adalah menggunakan statistik uji Sargan, dengan hipotesis nol

yang menyatakan bahwa variabel instrumen yang digunakan adalah valid. Hasil pengujian yang diharapkan adalah hipotesis nol diterima, artinya tidak ada cukup bukti untuk menolak bahwa variabel instrumen yang digunakan adalah valid. Sebaliknya, jika kemudian hipotesis nol ditolak, maka perlu ditambahkan beberapa variabel instrumen lainnya, salah satunya dengan membuat kombinasi pasangan dengan variabel penjelas lainnya yang sebelumnya diasumsikan strictly exogenous.

Selanjutnya, pengujian tambahan perlu dilakukan untuk model FD-GMM, selain menggunakan uji Sargan. Pengujian tambahan dimaksud adalah dengan menggunakan statistik uji Arelano-Bond “m1” dan “m2”. Hipotesis nol dari uji Arelano-Bond adalah terjadi autokorelasi padaerror, dengan hipotesis untuk “m1” menyatakan bahwa rata-rata autocovariance dari error pada ordo 1 adalah nol sedangkan hipotesis untuk “m2” adalah rata-rata autocovariance dari error pada ordo 2 adalah nol. Hasil pengujian yang diharapkan adalah hipotesis untuk “m1” ditolak, sebaliknya hipotesis untuk “m2” harus diterima.

3.1.3.3 Model Data Panel Spasial Dinamis

Ide dasar dari dari model data panel spasial adalah keterkaitan antar wilayah yang kemungkinan akan berpengaruh pada hasil estimasi. Hal ini setidaknya mengikuti First Law of Geography dari Tobler yang menyatakan bahwa “everything is related to everything else, but near things are more related than distant things” (World Development Report 2009). Baik secara teoritis maupun secara empiris, keterkaitan tersebut memang tidak dapat disangkal, namun ukuran keterkaitan itu sendiri yang mungkin menjadi sumber perdebatan mengingat keterkaitan dimaksud bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang.

Terkait dengan model data panel spasial dinamis, salah satu permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menentukan matriks penimbang spasialW untuk model spatial lag dan M untuk model spatial error atau untuk model gabungan dari keduanya (lihat persamaan (2.45) dan (2.46)). Kukenova dan Monteiro (2009) menggunakan dua pendekatan untuk menentukan matriks penimbang spasial W, yaitu pertama, bersandarkan pada kondisi ideal keterkaitan antar wilayah di seluruh dunia akibat perbedaan derajat penyebarannya (degree of sparseness), sebagaimana penelitian Kelejian dan Prucha (1999) dan Kapooret al. (2007), dan

kedua, berdasarkan kondisi riil yang terjadi yang dinyatakan sebagai jarak riil (jarak Euclidean) antar ibukota negara/negara bagian. Penelitian Baltagi et al. (2010) tentang kurva upah di Jerman dengan modelspatial error menggunakan 5 pendekatan untuk matriks penimbang spasial M, yaitu berdasarkan letak yang berdampingan antar dua wilayah (contiguity), arus ulang-alik commuter, jarak, waktu tempuh perjalanan dan berdasarkan penimbang tingkat penyerapan tenaga kerja dari dua wilayah yang berdampingan (employment weighted contiguity).

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada intinya pendekatan untuk matrik penimbang spasial W dan M menggunakan variabel-variabel yang mewakili jarak riil dan variabel-variabel yang menyiratkan adanya spillover antar wilayah. Beberapa variabel yang digunakan untuk menangkap adanya spilloverseperti dinyatakan dalam penelitian Baltagi et al. (2010) sepertinya cukup masuk akal, namun penggunaan jarak

Euclidean perlu dipertanyakan, khususnya untuk kasus Indonesia yang

notebenenya merupakan negara kepulauan yang masih terkendala dengan masalah infrastruktur yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya divergensi harga dan inflasi. Terkait dengan masalah tersebut, sepertinya untuk variabel jarak harus dilakukan redifinisi sehingga matrik penimbang spasial W yang nantinya terbentuk akan menggambarkan keterkaitan secara spasial yang kuat selainjuga karena akan digunakan sebagai salah satu variabel instrumen dalam estimasi model.

Definisi jarak menurut World Development Report 2009 adalah sesuatu yang dapat menunjukkan mudah atau sulitnya barang, jasa, tenaga kerja, modal, informasi dan ide-ide untuk melintasi ruang, sehingga mencerminkan bagaimana kemudahan perpindahan arus modal, mobilitas tenaga kerja dan bagaimana aliran barang dan jasa bisa sampai dari satu tempat ke tempat lainnya. Berdasarkan definisi tersebut, istilah jarak lebih merujuk pada konsep ekonomi dan bukan sekedar jarak secara fisik. Terkait definisi tersebut, maka untuk menangkap keterkaitan spasial yang kuat yang mewakili konsep ekonomi, pada penelitian ini digunakan matrik penimbang yang berasal dari koefisien matriks penggunaan barang domestik Inter-Regional Input Output (IRIO) Indonesia tahun 2005.

Koefisien matriks tersebut kemudian dilakukan ditranspose sehingga secara baris menyatakan pengaruh penggunaan input.

Permasalahan lain dalam model data panel spasial dinamis adalah bagaimana membuat sistem persamaan simultan dengan beberapa instrumen tambahan agar terpenuhi kondisi momen pada persamaan (2.49) di bawah prosedur Arellano-Bond atau Blundell-Bond, sebagaimana syarat yang disarankan oleh Kukenova dan Monteiro (2009). Hal ini tentu berbeda dengan prosedur untuk metode data panel dinamis non spasial yang tidak mensyaratkan sistem persamaan simultan dan sebagainya dalam penggunaannya. Terkait dengan penggunaan metode data panel dinamis, akan digunakan prosedur Arellano-Bond terlebih dahulu. Jika hasilnya menunjukkan statistik uji m1 dan m2 dari Arellano-Bond serta uji Sargan sesuai dengan harapan dan cukup konsisten dengan teori ekonomi maka tidak perlu menggunakan prosedur Blundell-Bond. Selanjutnya, guna menanggulangi terjadinyadownward biased dari estimator GMM murni, estimasi dari standar error akan mengikuti prosedur dari Windmeijer (2005) untuk menjagarobustnesshasil penelitian.