• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Kebijakan

Merujuk pada hasil penelitian dan kesimpulan yang diuraikan sebelumnya, beberapa arah kebijakan yang disarankan dirangkum pada Tabel 19 berikut.

Tabel 19. Implikasi kebijakan berdasarkan rumusan hasil penelitian

No. Kesimpulan Hasil Penelitian Implikasi Kebijakan

1. Peran inflasi inersia yang cukup besar dan signifikan terhadap pembentukan inflasi di Indonesia untuk periode tahun 2000 – 2009 menandakan tingginya tingkat persistensi inflasi dan mengindikasikan perilaku backward looking yang dominan dalam ekspektasi inflasi serta kurang berhasilnya kebijakan moneter dalam memengaruhi inflasi melalui jalur ekspektasi inflasi.

Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah hendaknya lebih akurat dalam menetapkan target inflasi agar mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi dapat bekerja semestinya. Berdasarkan pengalaman di negara lain, diusulkan agar membentuk tim khusus yang ditugaskan untuk menyusun target inflasi dalam 1 – 2 tahun ke depan. Tim ini terdiri dari beberapa grup, yaitu grup dari grup Bank Indonesia, grup pemerintah dan beberapa grup yang berasal dari beberapa perguruan tinggi yang masing-masing bekerja secara independen. Secara periodik, seluruh grup dikumpulkan dan membuat rumusan target inflasi berdasarkan keputusan bersama-sama.

2. Laju depresiasi nilai tukar rupiah akan menyebabkan peningkatan volatilitas inflasi. Besarnya pengaruh volatilitas tersebut menunjukkan derajat exchange rate pass through (ERPT) dan hal tersebut terkait erat dengan besarnya proporsi impor untuk kategori bahan baku dan bahan penolong.

Upaya penurunan derajat ERPT bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah adalah strategi pengurangan impor seperti :

a. substitusi bahan baku dari bahan baku impor ke bahan baku lokal b. himbauan penggunaan produk domestik dan

c. kewajiban bagi setiap pelaku usaha yang ingin membuat perizinan usaha baru untuk menggunakan bahan baku yang sebagian besar merupakan produksi lokal/domestik.

151

Indonesia, sedangkan pengaruh kebijakan pemerintah daerah yang

berupa penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP) dan

desentalisasi fiskal melalui pengeluaran belanja pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan dalam memicu terjadinya gejolak inflasi di Indonesia.

untuk melakukan penyesuaian BBM dilakukan secara berkala, setiap enam bulan atau setahun sekali untuk meminimumkan dampak buruk dari ekspektasi yang tidak diantisipasi atas kebijakan fiskal tersebut.

b. Pemerintah pusat seyogyanya mempertimbangkan besarnya penyesuaian gaji pengawai pemerintah karena sejak tahun 2006 peningkatan gaji tersebut ternyata lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi yang ditargetkan maupun tingkat inflasi aktual dan hal ini akan menyebabkan ekspektasi yang tinggi terhadap inflasi. c. Meskipun penyesuaian UMP dan belanja pemerintah daerah tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi, namun perumusan kebijakan tersebut tetap harus dilakukan secara seksama, mengingat dampaknya tidak saja terkait dengan inflasi tetapi juga berhubungan dengan variabel makro ekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran yang menjadi perhatian dari pemerintah pusat.

4. Pengaruh kebijakan moneter berupa penyesuaian BI rate relatif kecil terhadap volatilitas inflasi, sementara kebijakan penetapan jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) dan kebijakan kerangka kerja penargetan inflasi (ITF) tidak berpengaruh signifikan dalam menekan gejolak inflasi.

Kebijakan penyesuaian BI rate dengan penargetan inflasi sebaiknya dirumuskan dengan lebih akurat, seperti dengan menjaring informasi yang lebih mendalam dari praktisi dunia usaha, pihak akademis dan pemerintah, selain mempertimbangkan juga kondisi makro ekonomi secara umum. Melalui perumusan kebijakan yang lebih akurat tersebut, kredibilitas Bank Indonesia diharapkan akan meningkat dan mekanisme kebijakan moneter melalui jalur ekspektasi inflasi serta beberapa jalur transmisi lainnya dapat bekerja sesuai dengan harapan, sehingga secara bertahap akan menurunkan level inflasi, volatilitas inflasi, persistensi inflasi dan besarnya derajatpass through.

5. Laju peningkatan kondisi infrastruktur secara bersama-sama dengan laju peningkatan derajat perdagangan akan menurunkan volatilitas inflasi.

Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sudah seharusnya fokus terhadap

a. Masalah peningkatan kondisi infrastruktur, utamanya kondisi infrastruktur jalan raya. Peningkatan kondisi infrastruktur, selain akan menurunkan biaya transportasi terkait dengan lancarnya arus barang, juga berpotensi untuk meningkatkan volume perdagangan suatu wilayah serta memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan informasi yang lebih cepat antar wilayah, sehingga akan memicu terjadinya inovasi. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota disarankan agar meningkatkan alokasi dana untuk

1. pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan kualitas infrastruktur jalan raya yang sudah ada

2. membangun infrastruktur jalan raya baru yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru atau alternatifnya, dari jalan raya yang sudah ada, ditingkatkan statusnya, misalnya dari jalan poros kecamatan menjadi jalan kabupaten/kota, dari jalan kabupaten/kota menjadi jalan provinsi dan seterusnya menjadi jalan negara.

b. peningkatan daya saing produk domestik atau produk lokal karena dengan peningkatan daya saing maka ekspor neto akan terus meningkat dan akan memicu terjadinya apresiasi nilai tukar rupiah, sehingga secara tidak langsung akan menurunkan ERPT.

1. Upaya peningkatan daya saing yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat adalah

memacu ekspor non migas untuk komoditas unggulan dan sebaiknya komoditi unggulan tersebut tidak dalam bentuk bahan baku tetapi barang jadi / barang setengah jadi

menurunkan atau menghapuskan pajak ekspor untuk komoditi unggulan barang jadi / barang setengah jadi

153

menghasilkan komoditas unggulan daerah berdaya saing ekspor khususnya kategori barang jadi / barang setengah jadi

melakukan pembinaan secara intensif terhadap usaha-usaha yang menghasilkan komoditas unggulan berdaya saing ekspor

melakukan kajian mengenai potensi daerah secara mendalam untuk memperoleh informasi komoditi unggulan alternatif yang bisa dikembangkan di daerah, utamanya komoditi unggulan yang memiliki daya saing ekspor yang tinggi 6. Perbedaan laju perubahan kondisi infrastruktur dengan laju

perubahan derajat perdagangan secara simultan menyebabkan volatilitas inflasi yang lebih tinggi untuk wilayah luar Jawa dan KTI, namun perbedaan tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan

Pemerintah pusat sudah seharusnya

a. fokus terhadap pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan kualitas infrastruktur jalan raya yang menjadi urat nadi perekonomian daerah, utamanya jalan raya yang menghubungkan ibukota-ibukota provinsi di luar Jawa

b. mengambil alih tanggung jawab dari pemerintah daerah untuk pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan kualitas infrastruktur jalan raya yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berpengaruh besar dalam perekonomian regional di luar Jawa

7. a. Indikasikan terjadinya dominasi kebijakan fiskal dalam memengaruhi inflasi dan variabel makro ekonomi lainnya dan hal ini akan menyebabkan mekanisme transmisi dari kebijakan moneter tidak berjalan semestinya.

b. Sumber inflasi lebih disebabkan oleh sisi penawaran dibanding sisi permintaan.

Pemerintah dan Bank Indonesia seharusnya melakukan komunikasi yang baik terkait dengan perumusan kebijakan masing-masing sebagaimana telah disarankan sebelumnya, namun tidak mengurangi independensi dari Bank Indonesia selaku otoritas moneter.