• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Kausalitas Granger

Tujuan dari pengujian kausalitas granger antara inflasi dengan beberapa variabel yang diteliti adalah untuk mengetahui variabel-variabel mana yang lebih dahulu memengaruhi inflasi atau sebaliknya inflasi yang lebih dahulu memengaruhi variabel-variabel lainnya. Hasil pengujian kausalitas granger juga dapat menyatakan bahwa variabel-variabel yang diteliti saling memengaruhi dengan inflasi atau sebaliknya tidak saling memengaruhi. Satu hal yang perlu difahami, meski dalam pengujian kausalitas granger dinyatakan bahwa suatu variabel signifikan memengaruhi inflasi, bukan berarti secara otomatis variabel tersebut akan memberi pengaruh signifikan dalam model data panel.

Merujuk pada hasil pengujian kausalitas granger sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11, didapati empat pola arah hubungan antara inflasi dengan beberapa variabel yang diteliti dan secara tidak langsung merepresntasikan perilaku hubungan tersebut dari sudut pandang teoritis dan praktis. Pertama, arah hubungan dua arah atau saling memengaruhi, dalam hal ini antara inflasi dengan penyesuaian suku bunga acuan (IR), perubahan jumlah uang beredar riil (M1), perubahan nilai tukar riil (XR), penyesuaian gaji PNS (W2), dengan penyesuaian harga BBM (BM) dan variabel interaksi antara perubahan kondisi infrastruktur dan perubahan derajat keterbukaan perdagangan (OP  IS). Kedua, arah hubungan searah dari variabel yang diteliti memengaruhi inflasi, yaitu output gap (OG), kenaikan pengeluaran konsumsi pemerintah (G) dan perubahan kondisi infrastruktur (IS), namun tidak berlaku hubungan yang memengaruhi dari inflasi terhadap ketiga variabel tersebut. Ketiga, arah hubungan searah dari inflasi memengaruhi penyesuaian UMP (W1) dan perubahan derajat keterbukaan perdagangan (OP), tetapi tidak sebaliknya. Terakhir adalah tidak ada hubungan antara inflasi dan interaksi antara perubahan kondisi infrastruktur dengan penyesuaian UMP (W1 IS).

Tabel 11. Ringkasan hasil pengujian kausalitas granger antara inflasi dengan beberapa variabel yang diteliti

No. Hipotesis Nol F-Statistic

1. OG does not granger causeP 5.6529 ***

P does not granger cause OG 0.4419

2. IR does not granger causeP 7.0209 ***

P does not granger causeIR 47.9498 *** 3. M1 does not granger causeP 14.6428 ***

P does not granger causeM1 23.5896 *** 4. XR does not granger causeP 3.4712 **

P does not granger causeXR 16.8271 *** 5. G does not granger causeP 9.2563 ***

P does not granger causeG 1.5591

6. W1 does not granger causeP 1.9668

P does not granger causeW1 26.3641 *** 7. W2 does not granger causeP 6.2858 ***

P does not granger causeW2 34.4923 *** 8. BM does not granger causeP 5.4710 ***

P does not granger causeBM 33.1914 *** 9. IS does not granger causeP 3.4801 **

P does not granger causeIS 1.5523 10. OP does not granger causeP 0.0971

P does not granger causeOP 3.7852 ** 11. (W1 IS)does not granger causeP 0.7191

P does not granger cause(W1 IS) 1.0030 12. (OP IS)does not granger cause dp 5.1231 ***

P does not granger cause(OP IS) 3.6457 **

Keterangan : *** = signifikan pada=01%

Keterangan : *** = signifikan pada=05%

Keterangan : *** = signifikan pada= 10%

Hubungan saling memengaruhi antara inflasi dengan suku bunga acuan memang tidak dapat dipungkiri karena penetapan suku bunga acuan pada praktiknya bertujuan untuk mencapai tingkat inflasi yang ditargetkan, sedang di sisi lain, dalam proses penentuan besarnya suku bunga, pihak otoritas moneter memperhatikan kondisi makro ekonomi terkini, salah satunya dengan mengamati inflasi yang terjadi. Berdasarkan tinjauan teoritis, hubungan saling memengaruhi antara inflasi dengan suku bunga acuan juga dinyatakan dalam aturan suku bunga (interest rate rule) atau lebih dikenal dengan Taylor rule (Romer, 2006).

Keterkaitan antara inflasi dengan perubahan nilai tukar riil pada praktiknya bekerja dari jalurimported inflation, yaitu ketika nilai tukar memengaruhi inflasi sementara inflasi akan memengaruhi nilai tukar riil melalui perbedaan tingkat harga di dalam dan di luar negeri atau karena perbedaan tingkat inflasi. Secara teoritis, inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar riil melalui paritas suku bunga. Berbeda dengan mekanisme hubungan antara inflasi dan nilai tukar riil, hubungan saling memengaruhi antara inflasi dengan perubahan jumlah uang beredar (M1) riil sedikit rumit jika dirunut jalur transmisinya.

Merujuk pada kerangka analisis AD – AS untuk jangka pendek, inflasi akan membuat jumlah stok uang riil berubah dan hal ini akan menyebabkan perubahan tingkat output (Blanchard, 2004). Adanya perubahan output ini akan kemudian akan direspon oleh pasar tenaga kerja dengan melakukan penyesuaian tingkat penyerapan tenaga kerja atau dengan kata lain akan memengaruhi tingkat pengangguran dalam pendekatan hukum Okun (Okun’s law). Dalam analisis kurva Phillips, perbedaan tingkat pengangguran tersebut kemudian akan memicu terjadinya inflasi. Demikian seterusnya, mekanisme tersebut terus terjadi sehingga baik inflasi maupun perubahan jumlah uang riil saling memengaruhi satu dengan lainnya.

Hasil pengujian kausalitas granger juga menyatakan bahwa terjadi proses saling memengaruhi antara inflasi dengan penyesuaian gaji pegawai pemerintah. Layaknya penentuan upah minimum, penyesuaian gaji PNS/TNI/Polri, utamanya untuk golongan terendah, merupakan salah satu cara untuk menjaga daya beli dari pegawai pemerintah tersebut agar tidak tergerus oleh inflasi, meski di sisi lain diharapkan juga akan meningkatkan kinerja mereka. Penyesuaian tingkat gaji tersebut, pada praktiknya tentu saja harus mempertimbangkan besarnya inflasi untuk menghindari terjadinya money illusion. Sebaliknya, kenaikan gaji pemerintah merupakan salah satu faktor yang membentuk ekspektasi masyarakat atas inflasi (Solikin dan Sugema, 2004). Seperti telah dibahas sebelumnya, mekanisme kenaikan gaji PNS/TNI/POLRI ini memengaruhi inflasi melalui permintaan agregat.

Variabel selanjutnya pada pola hubungan pertama adalah penyesuaian harga BBM, dalam hal ini harga BBM bersubsidi yang terdiri dari bensin premiun,

solar dan minyak tanah. Baik secara teoritis maupun secara empiris, sudah tidak dapat disangsikan bila terjadi penyesuaian pada harga BBM akan memicu terjadi inflasi, namun kondisi sebaliknya tidak mudah dijelaskan. Dalamm praktiknya, inflasi akan menambah berat beban subsidi yang kelak harus ditutup dengan penerimaan negara yang bersumber dari pendapatan sektor pajak dan non pajak jika subsidi terus diterapkan. Apabila penerimaan negara pada tahun berjalan tidak dapat mencukupi beban subsidi tersebut, maka akan terjadi defisit fiskal yang pada saat itu juga harus ditutup. Beberapa pilihan dalam menutup defisit fiskal tersebut adalah melakukan pinjaman, yaitu dengan meluncurkan surat utang negara untuk hutang yang berasal dari dalam negeri atau melalui pinjaman luar negeri, menerapkan kebijakan pengurangan subsidi atau bahkan pemerintah meminta otoritas moneter untuk melakukan pencetakan uang. Semua pilihan tersebut pada akhirnya akan berujung pada terjadinya inflasi, termasuk pilihan penyesuaian harga BBM untuk mengurangi subsidi.

Variabel terakhir pada hubungan pertama adalah interaksi antara perubahan kondisi infrastruktur dan perubahan derajat keterbukaan perdagangan (OP IS). Pada pembahasan selanjutnya, akan dijelaskan hubungan searah dari perubahan kondisi infrastruktur dalam memengaruhi inflasi dan inflasi dalam memengaruhi derajat keterbukaan berdasarkan kausalitas granger. Berdasarkan dua arah hubungan tersebut, maka interaksi antara perubahan kondisi infrastruktur dan perubahan derajat keterbukaan perdagangan dengan inflasi akan menjadi hubungan dua arah yang saling memengaruhi satu dengan lainnya.

Selanjutnya, untuk pola hubungan yang kedua, yaitu output gap, perubahan pengeluaran pemerintah dan perubahan kondisi infrastruktur memengaruhi inflasi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Secara umum, pada bab sebelumnya telah sesungguhnya telah membahas bagaimana ketiga variabel tersebut memengaruhi inflasi, namun tidak dijelaskan apakah inflasi dapat memengaruhi keduanya. Terkait dengan output gap yang merupakan deviasi dari output aktual terhadap output potensialnya yang menggambarkan tren output riil dalam jangka panjang sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh variabel nominal. Hal ini tentu sejalan dengan landasan teoritis yang telah disampaikan pada bab sebelumnya. Sementara untuk pengeluaran pemerintah daerah, tidak dipengaruhi

oleh inflasi karena dalam melakukan belanja pengeluaran pemerintah sudah diatur dalam APBD yang notebenenya disyahkan oleh DPRD terlebih dahulu sesuai dengan tujuan, sasaran, target dan program pembangunan yang sudah digariskan dan wajib untuk dilaksanakan. Oleh karenanya, pengeluaran belanja pemerintah tidak terlalu terpengaruh oleh tingkat inflasi. Kemudian, untuk perubahan kondisi infrastruktur, dalam teori pertumbuhan regional sebagaimana telah disampaikan pada sebelumnya dinyatakan secara implisit bahwa kondisi infrastruktur merupakan variabel eksogen yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya, termasuk oleh inflasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, wajar jika analisis kausalitas granger menyatakan hubungan yang searah dari perubahan kondisi infrastruktur memengaruhi inflasi namun tidak terjadi hubungan yang sebaliknya.

Pola hubungan ketiga menyatakan bahwa inflasi memengaruhi upah minimum provinsi (UMP) dan perubahan derajat keterbukaan perdagangan (trade openness) tetapi tidak berlaku sebaliknya. Alasan UMP tidak memengaruhi inflasi akan dijelaskan kemudian pada saat pembahasan model, sementara pada bagian ini hanya akan dibahas mengenai bagaimana inflasi memengaruhi UMP. Penyesuaian UMP dilakukan setiap tahun melalui proses negosiasi antara perwakilan pihak perusahaan dan serikat pekerja dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi. Salah satu indikator ekonomi yang umumnya digunakan dalam proses tersebut adalah tingkat inflasi. Terkait dengan kausalitas Granger yang digunakan, maka lag dari inflasi yang memengaruhi perubahan UMP tahun berjalan. Sepertinya, hal ini terkait dengan perilaku backward looking dari wage setter dalam menentukan besarnya UMP. Sedangkan pengaruh dari inflasi terhadap perubahan derajat keterbukaan bekerja melalui transmisi jalur nilai tukar riil yang tentu saja dipengaruhi oleh inflasi seperti telah dijelaskan sebelumnya. Satu hal yang sedikit mengherankan adalah bagaimana perubahan derajat keterbukaan perdagangan tidak memengaruhi inflasi sebagaimana ramalan dari teori standar perdagangan internasional. Hal ini bisa terjadi ketika dampak bauran dari keterbukaan perdagangan menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor dan impor secara bersamaan sehingga tidak berpengaruh terhadap harga.

Hasil pengujian kausalitas yang terakhir menyatakan bahwa tidak hubungan saling memengaruhi antara inflasi dengan interaksi antara perubahan

kondisi infrastruktur dengan penyesuaian UMP (W1  IS). Tidak adanya keterkaitan ini terkait erat dengan pola hubungan kedua yaitu inflasi tidak dapat memengaruhi perubahan kondisi infrastruktur namun yang terjadi adalah hubungan sebaliknya dan pola hubungan ketiga yang menyatakan penyesuaian UMP tidak memengaruhi inflasi, tetapi inflasilah yang memengaruhi penyesuaian UMP. Akibat dari kedua pola hubungan tersebut secara serentak, maka interaksi antara perubahan kondisi infrastruktur dengan penyesuaian UMP tidak memengaruhi inflasi.

5.4 Hasil Estimasi