• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Arahan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir

Dari hasil analisis-analisis sebelumnya dibuat matriks untuk dilakukan analisa sintesis (Tabel 24). Berdasarkan analisis daya dukung berbasis kemampuan lahan, perencanaan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kabupaten Batang khususnya untuk wilayah daratan sebagian besar wilayah pesisir di Kabupaten Batang masih sesuai dengan daya dukungnya, kecuali untuk Kecamatan Subah sebesar 2.86% dan Tulis sebesar 3.90% dari wilayahnya tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Wilayah yang tidak sesuai ini terletak di

bagian tengah, dimana kendala yang menjadi penyebab ketidaksesuaian untuk peruntukan tersebut adalah lahan yang berlereng curam yaitu 25-40%, sehingga berdasarkan daya dukungnya, sebagian besar wilayah pesisir Kabupaten Batang masih dapat mendukung berbagai aktivitas manusia maupun kegiatan pembangunan.

Tabel 24 Matriks sintesis pengelolaan wilayah pesisir

No Kecamatan / Evaluasi Inkonsistensi Pemahaman Tingkat Abrasi Desa (KL vs RTRW) LU vs RTRW masyarakat partisipasi

1. Tulis -Kenconorejo -Ponowareng -Kd. segog (3.90%) 23.15 45.24 Informasi Konsultasi Informasi Ringan Ringan Sedang 2. Subah -Sengon -Kuripan (2.86%) 41.10 34.76 Informasi Informasi Sedang Ringan 3. Gringsing -Ketanggan -Sidorejo -Yosorejo sesuai 25.36 29.00 Informasi Konsultasi Terapi Ringan Sedang Ringan 4. Banyuputih -Kedawung sesuai 18.67 29.53 Konsultasi Sedang 5. Kandeman -Depok -Ujungnegoro -Kr geneng sesuai 16.66 37.62 Informasi Konsultasi Konsultasi Sedang Ringan Ringan 6. Batang -Dnasri Kuln -Kasepuhan -Krasem Utra -Klidanglor sesuai 9.04 28.57 Terapi Informasi Terapi Informasi Tdk ada Sedang Ringan Berat

Jika dilihat dari penggunaan lahan, kondisi di kedua kecamatan tersebut juga hampir serupa, diketahui bahwa tingkat inkonsistensinya terhadap rencana pola ruang RTRW juga lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Tingkat inkonsistensi tinggi juga terdapat di Kecamatan Gringsing. Untuk Kecamatan Subah, hampir setengah dari wilayahnya menunjukkan penggunaan lahan tidak konsisten dengan RTRW, sedangkan untuk Kecamatan Tulis dan Gringsing seperempat wilayahnya penggunaan lahan tidak konsisten. Jika dilihat dari pemahaman masyarakat di Subah dan Tulis cukup tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lain, artinya masyarakat cukup mengerti tentang penggunaan lahan di wilayah mereka maupun tata ruangnya. Kecamatan Batang merupakan kecamatan dengan tingkat inkonsistensi paling rendah dibandingkan kecamatan lain. Rencana pemanfaatan ruang di kecamatan ini sebagian besar adalah dialokasikan sebagai kawasan permukiman kota, sehingga berbagai penggunaan lahan terkait sosial ekonomi masyarakat masih sesuai/diperbolehkan.

Untuk wilayah pesisir/pantai, permasalahan yang terjadi saat ini antara lain berkurangnya tanaman pelindung pantai, abrasi/erosi pantai dan banjir/rob yang terjadi tiap tahun dengan tingkat kerusakan yang bervariasi. Tingkat abrasi paling tinggi/parah terjadi di pantai Sigandu, Desa Klidang Lor. Akibat abrasi ini selain menyebabkan rusak dan berkurangnya tanaman mangrove dan pelindung pantai lainnya, juga merusak infrastruktur yang ada di sekitar kawasan tersebut. Meskipun abrasi dominan terjadi karena faktor alam, namun seharusnya

pemerintah dapat mengantisipasi atau membuat tindakan pencegahan sehingga tingkat kerusakan/kerugian juga dapat diminimalkan.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir di desa wilayah pesisir, berada pada kategori terapi hingga konsultasi. Tingkat partisipasi dalam kategori ini dapat dikatakan masih rendah karena komunikasi antara pemerintah dan masyarakat hanya bersifat satu arah. Secara formal pemerintah sudah melakukan sosialisasi maupun konsultasi publik kepada masyarakat dan memberikan masukan namun untuk pengambilan keputusan masih berada di tangan pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten belum dilakukan dengan baik dan terpadu. Pemerintah kurang melibatkan masyarakat dan kurang memperhatikan permasalahan-permasalahan lingkungan yang terjadi dalam menyusun berbagai bentuk kebijakan. Masih rendahnya pemahaman masyarakat menunjukkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah, sehingga muncul pelanggaran maupun ketidaksesuaian dalam pemanfaatan ruang. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terlihat dari tingkat partisipasi yang rendah dapat menyebabkan masyarakat tidak peduli dan tidak bertanggungjawab terhadap kondisi wilayahnya, yang akibatnya kerusakan lingkungan akan semakin bertambah.

Arahan Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Batang hendaknya diselaraskan dengan RTRW Kabupaten Batang 2011-2031, yang terbagi menjadi kawasan pemanfaatan/budidaya, kawasan konservasi/lindung dan kawasan strategis.

Kawasan pemanfaatan/budidaya

Kawasan pemanfaatan/budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan dengan memperhatikan persyaratan- persyaratan lingkungan dan faktor pendukung lainnya. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Batang, peruntukan ruang di wilayah pesisir yang paling dominan yaitu peruntukan perkebunan, permukiman, pertanian, hutan produksi dan perikanan.

a. Perkebunan

Dalam dokumen RTRW Kabupaten Batang 2011-2013, peruntukan kawasan perkebunan tersebar di 6 kecamatan pesisir. Berdasarkan analisis kemampuan lahan, sekitar 97% peruntukan perkebunan masih sesuai dengan kelas kemampuan lahannya, sedangkan sisanya berada pada kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai yang terletak di Kecamatan Subah dan Tulis. Ini berarti untuk wilayah pesisir Kabupaten Batang masih mendukung bagi peruntukan perkebunan, untuk wilayah yang tidak sesuai dapat dialihkan untuk peruntukan lain, misalnya sebagai hutan produksi/hutan cagar alam. Jika tetap diarahkan untuk perkebunan maka harus dilakukan tindakan pengelolaan dan konservasi yang berat dan hal ini membutuhkan biaya yang lebih banyak.

b. Permukiman

Secara keruangan, kawasan permukiman ini terdiri dari permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan. Dalam dokumen RTRW Kabupaten

Batang 2011-2013, lokasi peruntukan kawasan permukiman tersebar hampir merata di semua kecamatan wilayah pesisir, baik itu wilayah kecamatan bagian tengah maupun di wilayah bagian utara (mendekati pantai). Dari hasil analisis kemampuan lahan, untuk permukiman perdesaan terdapat beberapa wilayah, terutama di wilayah kecamatan bagian tengah tidak sesuai dengan kemampuan lahannya yang masuk pada Kecamatan Tulis dan Subah. Ketidaksesuaian ini disebabkan terletak pada kemampuan lahan kelas VI dengan kendala kelerengan sampai dengan 40%, sehingga diarahkan agar wilayah ini tidak diperuntukkan sebagai kawasan permukiman, mengingat bahaya longsor yang kemungkinan dapat terjadi.

Sebagian wilayah permukiman yang dialokasikan di wilayah kecamatan bagian utara (mendekati pantai) yaitu di desa-desa pesisir juga kurang sesuai untuk peruntukan ini, seperti permukiman di Desa Karangasem Utara dan Denasri Kulon Kecamatan Batang, Desa Sengon Kecamatan Subah, Desa Kedawung Kecamatan Banyuputih, dan Desa Ketanggan, Sidorejo dan Yosorejo Kecamatan Gringsing. Sebagian wilayah di desa-desa tersebut mempunyai potensi terjadinya banjir dan rob yang cukup sering dan ditetapkan sebagai kawasan rawan banjir dan rob, oleh karena itu kurang sesuai jika dijadikan sebagai kawasan permukiman. Hal ini selain beresiko akan terjadinya bahaya yang lebih besar juga akan menurunkan daya dukung lingkungan di wilayah tersebut, sehingga sebaiknya diarahkan untuk peruntukan lain, mengingat besarnya biaya yang akan dikeluarkan untuk perbaikan.

c. Pertanian

Kawasan pertanian terdiri dari pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. Dalam dokumen RTRW Kabupaten Batang 2011-2013, peruntukan kawasan pertanian baik lahan basah maupun lahan kering dialokasikan di semua kecamatan, kecuali kecamatan Batang. Berdasarkan analisis kemampuan lahan, dari luasan peruntukan pertanian lahan basah di wilayah pesisir 0.04% berada pada kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai, sedangkan peruntukan pertanian lahan kering sekitar 6.66% dari luasannya berada pada kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai. Wilayah yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahannya masuk kedalam Kecamatan Subah dan Tulis. Ketidaksesuaian ini disebabkan terletak pada lahan dengan kelerengan 25-40%, sehingga masuk kemampuan lahan kelas VI. Penggunaan lahan pada kemampuan lahan kelas VI tidak sesuai untuk penggunaan pertanian, karena mempunyai ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangka. Oleh karena itu untuk wilayah yang tidak sesuai dapat dialihkan untuk peruntukan lain, misalnya sebagai hutan produksi/hutan cagar alam.

d. Hutan produksi

Sebaran kawasan hutan produksi berada di Kecamatan Gringsing, Banyuputih, dan Subah serta sebagian kecil berada di Kecamatan Kecamatan Tulis. Berdasarkan analisis kemampuan lahan, peruntukan hutan produksi masih sesuai dengan kemampuan lahannya. Ini berarti untuk wilayah pesisir Kabupaten Batang masih mendukung bagi peruntukan hutan produksi.

e. Perikanan

Kawasan peruntukan perikanan dibedakan menjadi peruntukan perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Berdasarkan RTRW Kabupaaten Batang 2011-

2031, kawasan peruntukan perikanan budidaya ditetapkan di Kecamatan Batang, Subah, Banyuputih, dan Gringsing. Berdasarkan analisis kemampuan lahan, peruntukan perikanan budidaya masih sesuai dengan kemampuan lahannya, artinya wilayah pesisir Kabupaten Batang masih mendukung untuk kegiatan perikanan budidaya. Peruntukan perikanan budidaya ini mencakup budidaya tambak (air payau) dan budidaya air tawar (kolam), sedangkan untuk budidaya laut, diperlukan analisis lebih lanjut untuk melihat kesesuaian lahan/perairannya.

Kawasan peruntukan perikanan tangkap meliputi perairan umum dan perairan laut. Peruntukan perikanan tangkap di perairan umum meliputi seluruh perairan badan sungai yang ada, sedangkan untuk perikanan tangkap di perairan laut meliputi wilayah perairan laut. Kabupaten Batang memiliki wilayah perairan laut yang pada dasarnya mempunyai potensi sumberdaya perikanan tangkap yang cukup besar dan dukungan sarpras yang cukup memadai, antara lain Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) berjumlah 1 buah dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebanyak 4 buah yakni TPI Klidang Lor, TPI Roban, TPI Seklayu dan TPI Celong.

Kawasan Lindung/Konservasi

Kawasan lindung di wilayah pesisir Kabupaten Batang terdiri dari kawasan lindung di wilayah daratan dan di wilayah perairan. Kawasan lindung di wilayah daratan antara lain kawasan hutan bakau, sempadan pantai dan sempadan sungai, sedangkan untuk perairan Kabupaten Batang, pemerintah juga telah menetapkan kawasan konservasi perairan.

a. Kawasan hutan bakau

Hutan bakau memiliki peran yang sangat penting di wilayah pesisir, dimana salah satu fungsinya dapat meredam gelombang dari laut sehingga dapat mengurangi terjadinya abrasi. Berdasarkan pengamatan dan data-data dari instansi terkait, kondisi yang terjadi saat ini untuk tanaman bakau (mangrove) di wilayah pesisir Kabupaten Batang jumlahnya makin berkurang. Dalam dokumen RTRW Kabupaten Batang 2011-2031, untuk kawasan hutan bakau dialokasikan di wilayah pesisir Kecamatan Subah. Di wilayah pesisir Kecamatan Subah masih terdapat tanaman bakau (mangrove) maupun tanaman pelindung pantai lainnya sehingga sesuai jika dijadikan sebagai kawasan lindung hutan bakau.

Mengingat wilayah pesisir terutama di daerah pantai sangat rentan terhadap terjadinya kerusakan, salah satunya karena abrasi, maka keberadaan tanaman bakau (mangrove) perlu dipertahankan dan dilestarikan. Oleh karena itu peruntukan kawasan hutan bakau ini bilamana mungkin dapat diperluas, tidak hanya pada 1 kecamatan saja. Kawasan hutan bakau dapat dialokasikan di sepanjang pantai dan pesisir Kabupaten Batang, kecuali untuk wilayah pesisir Desa Karangasem Utara Kecamatan Batang, Desa Karanggeneng Kecamatan Kandeman, Desa Ponowareng Kecamatan Tulis dan Desa. Wilayah pesisir di ketiga desa akan diperuntukkan bagi pembangunan pelabuhan niaga dan pembangkit listrik. Dalam rangka pelestarian tanaman bakau maupun tanaman pelindung pantai lainnya, pemerintah dapat melibatkan masyarakat setempat untuk kegiatan penghijauan dan rehabilitasi pantai dan memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjaga dan melestarikannya, karena kegiatan

pelestarian sumberdaya wilayah pesisir merupakan salah satu bentuk kegiatan yang paling sering diikuti masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir.

b. Sempadan pantai dan sungai

Kawasan sempadan pantai di Kabupaten Batang ditetapkan selebar 100 m (diukur dari garis pasang tertinggi) sepanjang pantai, tidak termasuk kawasan pelabuhan, sedangkan kawasan sempadan sungai ditetapkan selebar 50 m dari tepi sungai. Kawasan sempadan pantai/sungai berfungsi sebagai perlindungan kawasan pesisir dan pantai dari kegiatan budidaya yang merugikan maupun mengurangi dampak dari kerusakan akibat faktor alam seperti abrasi, gelombang pasang dan tsunami. Namun kondisi yang terjadi saat ini di beberapa kawasan sempadan pantai/sungai masih digunakan untuk pemanfaatan/kegiatan lain yang tidak mendukung terhadap perlindungan pantai, seperti perkebunan, permukiman dan pertanian. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pantai semakin parah dan menurunkan daya dukung lingkungan wilayah pesisir/pantai. Kawasan sempadan pantai dan sungai harus difungsikan sebagaimana mestinya agar kerusakan wilayah pesisir/pantai dapat dikurangi. Pemerintah harus lebih mensosialisasikan/menginformasikan kepada masyarakat dan sekaligus memberikan sanksi bagi siapa saja yang melanggar.

c. Kawasan konservasi perairan

Kawasan ini ditetapkan di perairan sebelah utara Kecamatan Kandeman untuk melindungi ekosistem terumbu karang yang ada. Di dalam kawasan konservasi ini terbagi menjadi beberapa subzona dengan tingkat pemanfaatan yang berbeda. Masyarakat masih dapat memanfaatkan/melakukan aktivitas di dalam kawasan konservasi ini namun pemanfaatannya juga terbatas. Agar kawasan konservasi ini tetap terjaga dan tidak terjadi pelanggaran, pemerintah dapat melibatkan masyarakat di sekitar kawasan konservasi ini untuk terlibat dalam kegiatan pelestarian dan pengawasannya, apalagi di lokasi kawasan ini telah terbentuk kelompok masyarakat pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup aktif dalam kegiatannya.

Kawasan Strategis

Peruntukan kawasan strategis di wilayah pesisir Kabupaten Batang meliputi: kawasan pelabuhan niaga dan sekitarnya, kawasan pengembangan wisata pantai, kawasan peruntukan industri dan kawasan peruntukan pembangkit listrik tenaga uap.

a. Kawasan pelabuhan niaga dan sekitarnya

Kawasan Pelabuhan Niaga dan sekitarnya merupakan kawasan yang berpotensi untuk pengembangan ekonomi karena memiliki daya tarik bagi investasi. Kawasan ini mencakup pelabuhan niaga itu sendiri, pelabuhan batubara dan pelabuhan pendaratan ikan. Dalam RTRW Kabupaten Batang 2011-2031 kawasan ini dialokasikan di Kecamatan Batang. Selain kemudahan akses, faktor lainnya adalah adanya dukungan sarana prasarana yaitu dekat dengan pintu masuk dan keluar jalan tol, dekat dengan jalur kereta api dan stasiun, ditunjang dengan daya dukung fisik dan sosial yang memungkinkan, serta kedekatan dengan Kota Pekalongan. Saat ini untuk pembangunan pelabuhan niaga sudah mulai dilakukan oleh pihak swasta/investor. Pada umumnya masyarakat setempat di sekitar

kawasan ini mendukung pembangunan kawasan ini karena akan berdampak positif terhadap perekonomian mereka. Namun Pemerintah dan masyarakat juga harus terus ikut mengawasi kegiatan pembangunan kawasan ini agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan baik di kawasan tersebut maupun wilayah sekitarnya.

b. Kawasan pengembangan wisata pantai

Kawasan pengembangan pariwisata yang masuk dalam pengembangan kawasan strategis ekonomi di Kabupaten Batang meliputi: wisata Pantai Sigandu, Desa Klidang Lor Kecamatan Batang dan Pantai Ujungnegoro Desa Ujungnegoro Kecamatan Kandeman, dengan daya tarik utama keindahan pantai dan hamparan pasir serta adanya atraksi lumba-lumba dan pengembangan fasilitas wisata. Kondisi yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, di kawasan Pantai Sigandu sering terjadi abrasi dengan tingkat kerusakan cukup parah. Akibat abrasi yang terjadi di sepanjang pantai ini telah merusak tanaman pelindung pantai dan berbagai infrastruktur yang ada, seperti bangunan dermaga, jalan paving, shelter dan bangunan kios. Parahnya tingkat abrasi di pantai ini selain disebabkan faktor alam yang buruk, tampaknya juga ikut dipengaruhi oleh dampak pembangunan pelabuhan niaga di Desa Karangasem yang letaknya bersebelahan.

Mengingat Pantai Sigandu telah menjadi salah satu daya tarik wisata di Kabupaten Batang yang cukup berkontribusi bagi pendapatan daerah, maka permasalahan abrasi yang terjadi di wilayah ini harus segera ditangani secara serius oleh Pemerintah. Selain ditetapkan sebagai daerah wisata pantai, wilayah pesisir di Desa Klidang Lor juga dapat dikembangkan untuk kawasan rehabilitasi/konservasi ekosistem yang ada di pesisir, karena di wilayah ini juga masih dijumpai berbagai tanaman pelindung pantai (bakau) yang sudah cukup besar.

c. Kawasan peruntukan industri

Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria sudah adanya embrio, kedekatan dengan dukungan sarana prasarana, sesuai dengan tujuan penataan ruang yang dikembangkan serta kecenderungan arah pergerakan perkembangan kawasan-kawasan industri dan menangkap peluang dari daerah- daerah sekitar yang sudah tidak dapat menampung kegiatan industri. Sebaran lokasi peruntukan industri ini berada di Kecamatan Gringsing, Banyuputih, Subah, Tulis dan Kandeman. Namun pengembangan kawasan industri ini juga tidak boleh dilakukan secara sembarangan, tidak merusak lingkungan dan tidak menggangu aktivitas pembangunan lainnya. Pengembangan industri yang tidak didasarkan atas pertimbangan kelayakan dan kesesuaian dapat menimbulkan degradasi terhadap wilayah pesisir dan laut.

d. Kawasan peruntukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Kawasan peruntukan pembangkit listrik tenaga uap ditetapkan di Desa Ujungnegoro dan Desa Karanggeneng Kecamatan Kandeman serta Desa Ponowareng Kecamatan Tulis. Rencana pembangunan PLTU ini banyak mendapat tanggapan pro kontra dari masyarakat, namun penetapan lokasi di ketiga desa tampaknya sudah melalui kajian/studi sebelumnya. Agar rencana pembangunan ini tidak menimbulkan dampak yang besar khususnya bagi

lingkungan pesisir di sekitarnya, pemerintah dan terutama pihak investor harus benar-benar memperhatikan dan mematuhi kajian AMDAL yang dibuat.

Masyarakat di ketiga desa ini cukup terlibat aktif dalam kegiatan pengawasan dan pelestarian lingkungan, sedangkan tingkat partisipasi di desa- desa ini berada tahap konsultasi, yang artinya sudah ada komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengawasan wilayah dan sumberdayanya, apalagi jika pembangunan PLTU sudah mulai berjalan, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk ikut mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir

Strategi umum yang dakap dilakukan dalam pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Batang yaitu:

a. Meningkatkan koordinasi antar lembaga pemerintah

Salah satu faktor penyebab terjadinya konflik serta mempercepat kerusakan sumberdaya pesisir adalah lemahnya koordinasi antar lembaga terkait. Untuk mengatasi kondisi tersebut harus dilakukan peningkatan koordinasi kelembagaan yang melibatkan dinas/instansi pemerintah seperti Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, BPN dan lain-lain. Upaya yang harus dilakukan adalah menghilangkan ego sektor dengan penegasan kembali fungsi dan kewenangan masing-masing dinas/instansi terkait, serta harus ada selalu diadakan rapat-rapat koordinasi untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.

b. Mengembangkan dan meningkatkan partisipasi dan pengawasan masyarakat Dari hasil analisis tingkat partisipasi masyarakat, secara umum tingkat partisipasi masyarakat masih rendah. Pemerintah kurang melibatkan masyarakat dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah dalam menyusun suatu kebijakan masih bersifat top down. Oleh karena itu dalam merencanakan dan membuat kebijakan pemerintah harus lebih melibatkan dan mendengarkan aspirasi dari masyarakat, sehingga rencana pembangunan juga sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan wilayah pesisir karena akan menghasilkan kebijakan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan kepentingan masyarakat. Kebijakan yang berbasis pada potensi masyarakat akan mendorong keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam. Selain itu juga memberikan keuntungan ganda, yaitu: pertama, dengan mengakomodasi aspirasi masyarakat maka pengelolaan wilayah pesisir akan menarik masyarakat sehingga akan mempermudah proses penataan. Kedua, memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab atas kelestarian dan keamanan pesisir dan laut. Pemerintah harus mulai mengubah sikap dengan memberikan tanggungjawab kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam perencanaan hingga monitoring kegiatan. Pelibatan masyarakat yang bersifat tidak partisipatif dan tidak diikuti dengan pemberian wewenang tidak akan bermanfaat dalam peningkatan kinerja suatu program.

Dalam pengelolaan wilayah pesisir, pemerintah dapat memanfaatkan kearifan-kearifan lokal yang ada di masyarakat. Di beberapa desa di Kecamatan Batang, Kandeman, Tulis dan Gringsing telah terbentuk kelompok-kelompok masyarakat pengawas sumberdaya perikanan dan kelautan. Pemerintah dapat bekerjasama dan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat ini dalam kegiatan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir. Keberadaan sistem pengawasan yang efektif merupakan syarat utama keberhasilan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

c. Ketersediaan dan kemudahan mengakses informasi bagi masyarakat

Informasi merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan masyarakat pesisir sebagai bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Ketersediaan informasi mengenai potensi dan perkembangan kondisi wilayah dan sumber daya alamnya sangat berharga untuk penyusunan kebijakan, program dan kegiatan di wilayah tersebut. Hasil analisis pemahaman masyarakat menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Agar pengelolaan wilayah pesisir dapat berjalan optimal, maka pemerintah harus lebih terbuka dan memberikan kemudahan untuk mengakses informasi bagi masyarakat. Pemerintah juga harus lebih mensosialisasikan kebijakan yang sudah dibuat kepada masyarakat. Ketersediaan informasi pada masyarakat umum dan kejelasan mengenai berbagai kebijakan/peraturan merupakan salah satu indikator pelaksanaan kegiatan pengelolaan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.