• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Daya Dukung dan Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Evaluasi Daya Dukung dan Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir

5.1.1 Pola ruang wilayah pesisir

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai. Kabupaten Batang sebagian wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sehingga secara administratif memiliki 6 kecamatan pesisir.

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kabupaten Batang telah melakukan penataan ruang untuk seluruh wilayah kabupaten, yang telah disahkan melalui Peraturan Daerah nomor 7 tahun 2011. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tersebut, maka Peraturan Daerah ini hanya mengatur wilayah pesisir untuk daratannya saja, sedangkan untuk wilayah perairannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, Kabupaten Batang belum mempunyai peraturan daerah untuk mengatur penataan ruang wilayah perairan.

Berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten Batang tahun 2011-2031, rencana pola ruang di wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Batang terbagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pemanfaatan ruang di kecamatan pesisir Kabupaten Batang dalam dokumen RTRW Kabupaten Batang, diketahui bahwa alokasi pemanfaatan untuk kawasan lindung seluas 2 159.78 ha atau sekitar 6.41% dari luasan total, sedangkan kawasan budidaya peruntukannya sekitar 31 537.73 ha atau 93.59%. Luasan alokasi pola ruang berdasarkan lokasi di kecamatan pesisir Kabupaten Batang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Pola ruang wilayah pesisir dalam RTRW Kabupaten Batang berdasarkan lokasi/kecamatan

No Kecamatan Budidaya Lindung Jumlah

ha % ha % 1. Batang 3 779.54 11.22 86.06 0.26 3 865.60 2. Kandeman 3 987.44 11.83 75.09 0.22 4 062.52 3. Tulis 4 072.66 12.09 332.25 0.99 4 404.91 4. Subah 8 212.08 24.37 932.16 2.77 9 144.24 5. Banyuputih 4 062.85 12.06 171.23 0.51 4 234.08 6. Gringsing 7 423.16 22.03 562.99 1.67 7 986.15 Jumlah 31 537.73 93.59 2 159.78 6.41 33 697.51

Peruntukan kawasan lindung di wilayah pesisir Kabupaten Batang antara lain: hutan cagar alam, kawasan hutan bakau, sempadan sungai, sempadan pantai dan rawan tanah longsor, sedangkan kawasan budidaya terdiri dari: hutan produksi, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan basah, sawah tadah hujan, pertambangan, perikanan, wisata pantai, peruntukan industri kawasan, permukiman desa dan permukiman kota (Tabel 11).

Tabel 11 Alokasi peruntukan ruang wilayah pesisir berdasarkan pola ruang RTRW Kabupaten Batang

No Pola ruang RTRW Budidaya Lindung Jumlah

ha % ha % ha

1. Hutan cagar alam 92.41 0.27 92.41

2. Hutan bakau 23.22 0.07 23.22

3. Rawan tanah longsor 635.08 1.88 635.08

4. Sempadan pantai 349.49 1.04 349.49

5. Sempadan sungai 1 076.30 3.19 1 076.30

6. Hutan produksi 3 955.77 11.74 3 955.77

7. Perkebunan 8 785.64 26.07 8 785.64

8. Pertanian lahan kering 1 721.08 5.11 1 721.08

9. Pertanian lahan basah 5 120.58 15.20 5 120.58

10. Sawah tadah hujan 50.20 0.15 50.20

11. Pertambangan 3.22 0.01 3.22 12. Perikanan 608.76 1.81 608.76 13. Wisata pantai 130.38 0.39 130.38 14. Industri 1 045.08 3.10 1 045.08 15. Permukiman desa 3 093.12 9.18 3 093.12 16. Permukiman kota 7 007.17 20.79 7 007.17 Jumlah 31 537.73 93.59 2 159.78 6.41 33 697.51

Berdasarkan luasan tersebut dapat diketahui bahwa wilayah pesisir di Kabupaten Batang lebih difokuskan untuk kawasan budidaya, dimana peruntukan dominan adalah perkebunan, yaitu seluas 8 785.64 ha. Dalam dokumen RTRW Kabupaten Batang 2011-2031 disebutkan bahwa pengembangan kawasan peruntukan perkebunan di Kabupaten Batang didasarkan pada kondisi eksisting kawasan dan kontribusi tiap komoditas terhadap produksi nasional. Secara keruangan, peruntukan kawasan perkebunan ini sebagian besar terdapat di Kecamatan Subah dan Gringsing (Gambar 5).

Alokasi peruntukan ruang dominan di wilayah pesisir Kabupaten Batang selanjutnya adalah peruntukan kawasan permukiman kota seluas 7 007.34 ha. Alokasi kawasan permukiman kota terbesar adalah di Kecamatan Batang dan sebagian berada di Kecamatan Kandeman. Kecamatan Batang merupakan ibukota Kabupaten Batang, dalam rencana tata ruang hampir seluruh wilayahnya dialokasikan sebagai kawasan permukiman kota untuk 20 tahun mendatang. Kebijakan ini dibuat dengan pertimbangan proyeksi pertumbuhan penduduk sampai dengan tahun 2029 dan jumlah kebutuhan permukiman di kecamatan ini paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Namun disayangkan untuk alokasi peruntukan kawasan permukiman kota ini, harus dilakukan alih fungsi lahan karena pemanfaatan/penggunaan lahan eksisting di wilayah ini sebagian besar merupakan lahan pertanian (sawah irigasi) dan perkebunan.

Peruntukan hutan produksi dan pertanian lahan basah di kawasan pesisir Kabupaten Batang mempunyai persentase yang hampir sama dan cukup luas. Alokasi peruntukan kawasan pertanian lahan basah seluas 5 120.58 ha. Kawasan ini diperuntukkan bagi penanaman padi secara terus menerus. Dalam RTRW Kabupaten Batang, alokasi kawasan pertanian lahan basah berada menyebar di hampir seluruh wilayah kabupaten pada masing-masing kecamatan (kecuali Kecamatan Batang).

Peruntukan kawasan hutan produksi dialokasikan seluas 3 955.77 ha. Berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten Batang, kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik hasil hutan kayu maupun non kayu. Kawasan ini merupakan kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya pembangunan, mendukung pengembangan industri dan ekspor.

Kawasan hutan produksi meskipun merupakan kawasan budidaya tetapi juga memiliki fungsi perlindungan sebagai daerah resapan air. Kawasan ini tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan lain, dan harus dikendalikan secara ketat. Hutan produksi di Jawa Tengah yang dikelola Perum PERHUTANI meliputi hutan jati dan hutan rimba. Hutan jati dibudidayakan untuk diambil hasil hutan kayunya, sedangkan hutan rimba dibudidayakan untuk diambil hasil hutan non kayu meliputi: damar, rotan dan hasil hutan lainnya. Secara keruangan peruntukan huutan produksi dialokasikan di Kecamatan Subah dan Gringsing, dan sebagian kecil di Kecamatan Tulis.

Peruntukan kawasan budidaya lainnya di wilayah pesisir Kabupaten Batang luasnya relatif tidak begitu luas. Apabila dibandingkan dengan peruntukan kawasan budidaya, peruntukan kawasan lindung di wilayah pesisir masih sangat terbatas luasannya. Jumlah luasan terbanyak untuk kawasan lindung adalah sempadan sungai sebesar 1 076.30 ha.

Selain penataan ruang sebagai kawasan lindung dan budidaya, pemerintah Kabupaten Batang juga menetapkan kawasan strategis yang sebagian besar dialokasikan di wilayah pesisir. Penetapan kawasan strategis di wilayah pesisir meliputi kawasan strategis dari sisi pertumbuhan ekonomi, kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi dan kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sisi pertumbuhan ekonomi meliputi: 1) kawasan pelabuhan niaga yang dialokasikan di Kecamatan Batang, kawasan pengembangan wisata (wisata pantai Sigandu-Ujungnegoro di Kecamatan Batang dan Kandeman), kawasan peruntukan industri yang dialokasikan di Kecamatan Gringsing, Banyuputih, Subah, Tulis dan Kandeman;

2) kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi adalah kawasan Peruntukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap, direncanakan di Kecamatan Kandeman; dan 3) kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup yaitu kawasan konservasi perairan berada di perairan Kecamatan Batang dan Kandeman.

Kabupaten Batang juga telah mengalokasikan salah satu kawasan pesisir dan lautnya sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yakni Kawasan Konservasi Perairan Ujungnegoro-Roban, yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati nomor: 523/283/2005 tentang Penetapan kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang. Selanjutnya kawasan konservasi perairan ini telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor: KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa Tengah yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya pesisir yang masih tersisa, terutama untuk perlindungan ekosistem terumbu karang di wilayah perairan Ujungnegoro-Roban. Kawasan

konservasi perairan ini terbagi menjadi beberapa zona, yaitu: zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona pemanfaatan lainnya.

Zonasi dalam kawasan ini mempunyai potensi yang saling berkaitan. Zona inti merupakan kawasan perlindungan terhadap habitat penting di Kabupaten Batang. Zona inti terdapat pada ekosistem karang Maeso. Ekosistem karang Maeso memiliki potensi sebagai habitat biota sedentary dan potensi larva sebagai daerah nursery ground, serta berperan sebagai perisai pantai yang dapat meredam ancaman gelombang dan arus. Zona pemanfaatan terbatas adalah kawasan yang dijadikan tempat penelitian, pendidikan, wisata maupun perlindungan habitat. Selain itu untuk mendukung zona inti di Karang Maeso perlu disangga oleh zona pemanfaatan terbatas yakni sub-zona penyangga. Zona pemanfaatan lainnya meliputi wilayah perairan dan daratan di Ujungnegoro dan sekitarnya. Pada zona lainnya ini terdapat stok ikan yang cukup untuk kegiatan perikanan tangkap tradisional serta terdapat lahan yang cukup sesuai untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012).

Untuk wilayah perairan Kabupaten Batang, selain dialokasikan sebagai kawasan konservasi perairan, pemanfataan lainnya adalah sebagai kawasan wisata pantai dan daerah tangkapan ikan bagi nelayan setempat, namun nelayan ini adalah nelayan yang menggunakan peralatan-peralatan sederhana/nelayan tradisional. Rencana pola ruang wilayah pesisir Kabupaten Batang, dapat dilihat pada Gambar 5.

5.1.2 Penggunaan/pemanfaatan lahan wilayah pesisir

Penggunaan/pemanfaatan lahan adalah bentuk fisik atau cerminan aktivitas manusia yang terkait dengan fungsi suatu lahan, yang ditentukan oleh kondisi fisik dan non fisik dan menggambarkan sistem pengelolaannya (Rustiadi et al. 2010). Pemanfaatan lahan dominan di wilayah pesisir Kabupaten Batang adalah perkebunan (43.42%), disusul dengan sawah irigasi (25.46%) dan permukiman (11.99%), sedangkan untuk pemanfaatan lahan lainnya relatif kecil.

Secara keruangan, lahan perkebunan sebagian besar berada di sebelah timur yaitu di Kecamatan Subah, Banyuputih dan Gringsing, dimana kurang lebih 50% dari luas wilayahnya merupakan lahan perkebunan. Komoditi tanaman perkebunan di Kabupaten Batang mencakup tanaman karet, kapuk/randu, kakao dan lain sebagainya. Kawasan perkebunan ini sebagian besar dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IX Siluwok. Pemanfaatan lahan untuk sawah irigasi tersebar merata di 6 kecamatan. Kecamatan Batang, Kandeman dan Gringsing merupakan kecamatan dengan pemanfaatan lahan untuk sawah irigasi terluas dibandingkan dengan kecamatan lainnya dan sebagian besar merupakan sawah irigasi teknis.

Secara keruangan, lahan permukiman sebagian besar berada di wilayah barat dengan pemanfaatan lahan terbesar berada di Kecamatan Batang dan Kandeman, yaitu kurang lebih seperempat dari luas wilayahnya. Kecamatan Batang merupakan ibukota Kabupaten Batang, sedangkan Kecamatan Kandeman lokasinya berdekatan dengan Kecamatan Batang, sehingga pemanfaatan lahan untuk permukiman sebagian besar terpusat di kedua wilayah ini. Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir beserta luasannya disajikan pada Tabel 12 dan secara keruangan ditampilkan pada Gambar 6.

Tabel 12 Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir

No Pemanfaatan Luas ha % 1. Air tawar 333,04 0,99 2. Belukar/semak 929,08 2,76 3. Rumput 225,84 0,67 4. Penggaraman 12,04 0,04 5. Empang 833,16 2,47 6. Sawah irigasi 8.578,19 25,46

7. Sawah tadah hujan 2.106,42 6,25

8. Perkebunan 14.632,86 43,42

9. Tegalan 1.975,47 5,86

10. Permukiman 4.040,94 11,99

11. Gedung 30,65 0,09

Gambar 6 Pemanfaatan/penggunaan lahan di wilayah pesisir 5.1.3 Kemampuan Lahan

Kelas kemampuan lahan adalah adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat yang sama jika digunakan untuk pertanian pada umumnya (Sys et al. 1991 dalam Arsyad 2011). Kelas kemampuan lahan memiliki tingkat kesamaan faktor-faktor pembatas dengan 8 kelas kemampuan lahan yang dikelompokkan ke dalam kelas I sampai dengan kelas VIII.

Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan untuk kecamatan pesisir, maka wilayah pesisir Kabupaten Batang terbagi atas 4 kelas kemampuan lahan, yaitu kemampuan lahan kelas II, III, IV dan VI. Luasan kelas kemampuan lahan II, III, IV dan VI berturut-turut adalah 5 988.38 ha (17.77%), 20 156.45 ha (59.82%), 6 655.91 ha (19.75%) dan 896.95 ha (2.66%). Luasan masing-masing kemampuan lahan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Kemampuan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Batang

No Kecamatan

Kelas kemampuan lahan

Jumlah II III IV VI ha % ha % ha % ha % 1. Batang 883.25 2.62 2 982.52 8.85 0.00 0.00 0.00 0.00 3 865.76 2. Kandeman 982.57 2.92 2 778.55 8.25 301.42 0.89 0.00 0.00 4 062.55 3. Tulis 1 270.94 3.77 1 568.62 4.65 1 317.24 3.91 248.11 0.74 4 404.91 4. Subah 790.58 2.35 5 864.80 17.40 1 840.02 5.46 648.84 1.93 9 144.24 5. Banyuputih 0.00 0.00 3 739.25 11.10 494.82 1.47 0.00 0.00 4 234.08 6. Gringsing 2 061.04 6.12 3 222.70 9.56 2 702.41 8.02 0.00 0.00 7 986.15 5 988.38 17.77 20 156.45 59.82 6 655.91 19.75 896.95 2.66 33 697.69

Kemampuan lahan kelas II dengan kemiringan lereng >3%-8% memiliki tingkat erosi yang ringan dan kedalaman tanah yang sedang, masih memiliki pilihan penggunaan yang relatif banyak tetapi untuk penggunaan lahan yang sangat intensif sangat tidak disarankan pada kelas kemampuan lahan ini. Kemampuan lahan kelas III memiliki pilihan penggunaan lahan yang lebih sedikit dari kelas kemampuan lahan II karena memiliki faktor pembatas yang lebih berat seperti kemiringan >8%-15%, tingkat erosi sedang dan kedalaman tanahnya dangkal. Kemampuan lahan kelas IV memiliki faktor pembatas yang lebih berat lagi, seperti memiliki kemiringan lereng >15%-30% dan kepekaan erosi yang sangat tinggi. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), untuk kemampuan lahan kelas VI sudah tidak cocok digunakan untuk penggunaan lahan pertanian karena memiliki faktor pembatas yang berat, yaitu kemiringan >30%-45% dan telah tererosi berat.

Secara keruangan, penyebaran klasifikasi kemampuan lahan dapat dilihat pada Gambar 7. Kelas kemampuan lahan II terdapat di Kecamatan Batang, Kandeman, Tulis dan sebagian di Kecamatan Gringsing. Kelas kemampuan lahan III menyebar di semua kecamatan, sedangkan untuk kelas kemampuan lahan IV terdapat di Kecamatan Kandeman, Tulis, Subah, Banyuputih dan Gringsing. Untuk kelas kemampuan lahan VI hanya terdapat di 2 kecamatan saja yaitu Kecamatan Tulis dan Subah.

Gambar 7 Kelas kemampuan lahan wilayah pesisir Kabupaten Batang 5.1.4 Evaluasi daya dukung wilayah pesisir berbasis kemampuan lahan terhadap

RTRW Kabupaten Batang

Evaluasi daya dukung dalam kaitan RTRW dilihat berdasarkan rencana pola ruang dikaitkan dengan kemampuan lahan. Evaluasi ruang dikaitkan dengan

kemampuan lahan ditujukan untuk melihat sejauh mana perencanaan alokasi sudah mempertimbangkan kemampuan lahan.

Berdasarkan kemampuan lahan, alokasi pola ruang wilayah pesisir dalam RTRW sebagian besar sudah menunjukkan kesesuaian yaitu seluas 33 264.68 ha atau sebesar 98.72%, sedangkan alokasi peruntukan yang tidak sesuai seluas 432.97 ha atau sebesar 1.28%. Peruntukan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya berada di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Tulis (3.90%) dan Subah (2.86%) (Tabel 14).

Tabel 14 Evaluasi pola ruang RTRW Kabupaten Batang terhadap kemampuan lahan berdasarkan lokasi

No Kecamatan Sesuai Tidak sesuai Jumlah

ha % ha % 1. Batang 3 865.75 100.00 0.00 0.00 3 865.75 2. Kandeman 4 062.52 100.00 0.00 0.00 4 062.52 3. Tulis 4 233.28 12.56 261.34 3.90 4 404.91 4. Subah 8 882.90 25.94 171.63 2.86 9 144.24 5. Banyuputih 4 234.08 100.00 0.00 0.00 4 234.08 6. Gringsing 7 986.15 100.00 0.00 0.00 7 986.15 Jumlah 33 264.68 575.89 33 697.66

Dari 16 tipe peruntukan, terdapat 4 peruntukan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya, yaitu perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan basah dan permukiman desa (Tabel 15).

Tabel 15 Evaluasi pola ruang RTRW Kabupaten Batang terhadap kemampuan lahan

No Pola ruang Sesuai Tidak sesuai Jumlah

ha % ha %

1. Hutan cagar alam 92.41 100.00 0.00 0.00 92.41

2. Hutan bakau 23.22 100.00 0.00 0.00 23.22

3. Rawan tanah longsor 635.08 100.00 0.00 0.00 635.08

4. Sempadan pantai 344.49 100.00 0.00 0.00 344.49

5. Sempadan sungai 1 076.30 100.00 0.00 0.00 1 076.30

6. Hutan produksi 3 955.77 100.00 0.00 0.00 3 955.77

7. Perkebunan 8 545.64 92.27 240.00 2.73 8 785.64

8. Pertanian lahan kering 1 606.41 93.34 114.67 6.66 1 721.08

9. Pertanian lahan basah 5 118.60 15.19 1.98 0.01 5 120.58

10. Sawah tadah hujan 50.20 100.00 0.00 0.00 50.20

11. Pertambangan 3.22 100.00 0.00 0.00 3.22 12. Perikanan 608.76 100.00 0.00 0.00 608.76 13. Wisata pantai 130.38 100.00 0.00 0.00 130.38 14. Industri 1 045.08 100.00 0.00 0.00 1 045.08 15. Permukiman desa 3 016.76 97.53 76.33 0.23 3 093.12 16. Permukiman kota 7 007.31 100.00 0.00 0.00 7 007.31 Jumlah 33 264.68 98.29 575.89 1.28 33 697.66

Kendala yang menjadi penyebab ketidaksesuaian untuk peruntukan tersebut adalah lahan yang berlereng curam yaitu berada pada lereng dengan kecuraman

25-40%. Lereng yang curam memunculkan potensi membuat tanah menjadi tidak stabil jika tetap dijalankan peruntukan yang ada. Namun jika kendala tersebut dianggap dapat dikendalikan maka zonasi menjadi sesuai. Kendala yang ada dapat ditanggulangi dengan ilmu dan teknologi. Secara keruangan daerah yang tidak sesuai kemampuannya perlu dilakukan perubahan kawasan atau perubahan pengelolaan tanah.

Secara keruangan hasil evaluasi kesesuaian pola ruang dalam RTRW dengan kemampuan lahan ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Evaluasi pola ruang RTRW Kabupaten Batang terhadap kemampuan lahan

5.1.5 Kondisi Perairan

Kondisi perairan Kabupaten Batang ditampilkan dalam Gambar 8. Untuk mengetahui kondisi perairan didapatkan dari data-data parameter fisika dan kimia perairan yang disesuaikan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, khususnya baku mutu air laut untuk biota laut. Beberapa parameter fisika dan kimia yang digunakan antara lain: suhu, salinitas, pH, DO, ortofosfat, amonia, nitrat dan sulfida (Tabel 16).

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam menganalisis suatu kualitas air, karena suhu dapat mempengaruhi seluruh kehidupan biota perairan. Kondisi suhu perairan lebih banyak dipengaruhi oleh temperatur udara yang terabsorbsi ke dalam air. Pengambilan data parameter fisika dan kimia perairan ini dilakukan pada Bulan Juni 2012, dimana pada bulan ini di Indonesia terjadi musim Timur yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau dan umumnya suhu perairan relatif tinggi. Suhu di perairan Kabupaten Batang berada pada kisaran nilai 30.00-31.30 0C. Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup nomor 51 tahun 2004, maka kisaran suhu perairan di Kabupaten Batang masih dikategorikan sesuai bagi kelangsungan biota perairan di dalamnya.

Kisaran nilai untuk parameter kimia salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO) di perairan Kabupaten Batang berturut-turut adalah: 25.00-31.00 0/00; 7.40-8.20 dan 5.80-7.30 mg/l. Nilai baku mutu untuk salinitas yaitu berada pada kondisi alami sampai dengan 34.00 0/00, baku mutu pH yaitu 7.00-8.50 dan baku mutu untuk oksigen terlarut yaitu >5.000 mg/l (KLH 2004). Berdasarkan nilai baku mutu, kisaran nilai untuk salinitas, pH dan DO di perairan Kabupaten Batang masih layak bagi pertumbuhan biota perairan.

Tabel 16 Data parameter perairan di Kabupaten Batang

No Bujur Lintang Suhu

(0C) Salinitas (0/00) pH DO (mg/l) Orto Fosfat (mg/l) Amonia (mg/l) Nitrat (mg/l) Sulfida (mg/l) 1. 366251 9238492 31.100 29.000 7.480 6.500 0.014 0.109 0.022 <0.001 2. 366036 9238921 31.200 31.000 8.010 6.300 0.013 0.113 0.029 <0.001 3. 364716 9238703 31.200 29.000 7.500 6.800 0.013 0.192 0.012 <0.001 4. 363334 9238976 31.300 30.000 8.000 7.000 0.024 0.244 0.055 <0.001 5. 363517 9239591 31.200 31.000 7.580 7.100 0.007 0.155 0.165 <0.001 6. 361644 9239862 31.400 25.000 7.590 7.300 0.016 0.225 0.028 <0.001 7. 360078 9239981 31.400 31.000 7.680 7.300 0.011 0.276 0.055 <0.001 8. 360413 9240780 31.100 31.000 8.100 5.900 <0.005 0.236 0.029 <0.001 9. 367634 9238065 31.100 30.000 7.670 6.600 0.015 0.238 0.055 <0.001 10. 368155 9238251 30.900 31.000 7.920 6.200 0.011 0.146 0.165 <0.001 11. 371904 9236694 31.000 21.000 7.380 6.300 0.027 0.308 0.029 <0.001 12. 373623 9236299 31.100 29.000 7.450 6.300 0.014 0.356 0.055 <0.001 13. 376018 9235905 31.100 31.000 7.400 5.800 <0.005 0.354 0.014 <0.001 14. 378229 9235419 30.500 29.000 7.590 6.100 0.009 0.167 0.055 <0.001 15. 381389 9236225 30.000 31.000 8.230 6.400 <0.005 0.027 0.020 <0.001 16. 383783 9236138 30.000 31.000 8.010 7.200 <0.005 0.022 0.029 <0.001 17. 384460 9235187 30.400 30.000 7.500 7.300 <0.005 0.022 0.055 <0.001 18. 385995 9235160 31.000 30.000 7.730 6.700 <0.005 0.034 0.165 <0.001 19. 388911 9234951 30.000 28.000 7.980 6.500 0.017 0.113 0.061 <0.001 20. 390445 9235292 30.000 30.000 8.000 5.800 0.006 0.034 0.029 <0.001

Sumber: Loka PSPL Serang, KKP (2012)

Kadar Amonia di perairan Kabupaten Batang menunjukkan nilai yang bervariasi, yaitu berkisar antara 0.022-0.356 mg/l. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, kadar amonia di sebagian besar perairan Kabupaten Batang masih berada di bawah baku mutu, namun ada lokasi yang menunjukkan kadar amonia sudah melebihi baku mutu, meskipun nilainya tidak terlalu jauh melebihi baku mutu yaitu di sekitar perairan Kecamatan Tulis dan Subah (Gambar 9a).

Unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) merupakan unsur hara (nutrisi) yang diperlukan oleh fitoplankton maupun tumbuhan laut lainnya untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Unsur-unsur tersebut ada dalam bentuk nitrat dan fosfat. Nilai nitrat di perairan Kabupaten Batang berkisar antara 0.012-0.165 mg/l (Gambar 9b). Apabila mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 yang menyebutkan nilai baku mutu untuk nitrat adalah sebesar 0.008 mg/l, maka kadar nitrat di perairan Kabupaten Batang sudah melebihi baku mutu.

Untuk kadar ortofosfat di perairan Kabupaten Batang, nilainya berkisar antara <0.005-0.020 mg/l (Gambar 9c). Secara umum kadar ortofosfat di perairan Kabupaten Batang nilainya masih berada di bawah baku mutu, yaitu 0.015 mg/l

: Baku Mutu : Baku Mutu : Baku Mutu 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920 Nilai ( m g/l ) Titik Pengamatan

Grafik Sebaran Nilai Amonia di Perairan Kabupaten Batang

: Baku Mutu 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920 Nilai ( m g/l ) Titik Pengamatan Grafik Sebaran Nilai Nitrat di Perairan Kabupaten Batang

: Baku Mutu 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920 N il a i (m g /l ) Titik Pengamatan

Grafik Sebaran Nilai Ortofosfat di Perairan Kabupaten Batang

(KLH 2004). Namun ada beberapa lokasi yang nilai ortofosfatnya melebihi baku mutu, yaitu berada di perairan Kecamatan Batang, Tulis dan Gringsing. Nilai ortofosfat yang tinggi ini disebabkan oleh tingginya kadar ortofosfat yang terkandung dalam air sungai yang bermuara ke laut, yang berasal dari limbah, baik dari rumah tangga maupun industri.

(a) (b)

(c)

Gambar 9 Sebaran nilai Amonia, Nitrat dan Ortofosfat di perairan Kabupaten Batang

5.1.6 Evaluasi penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan

Dalam kaitan dengan penggunaan lahan, semakin tinggi kelas kemampuan lahannya maka semakin sedikit pilihan penggunaan lahannya, dengan pertimbangan kualitas lahan yang semakin buruk dan memiliki faktor pembatas yang besar. Semakin rendah kelas kemampuan lahannya maka kualitas lahannya semakin baik dan memiliki faktor pembatas yang kecil, sehingga sesuai untuk banyak penggunaan lahan. Menurut Rustiadi et al. 2010a, penggunaan lahan yang dievaluasi dengan kemampuan lahan menunjukkan bahwa lahan yang mempunyai kemampuan lahan tinggi akan mempunyai pilihan penggunaan lahan yang lebih banyak, sedangkan kemampuan lahan rendah mempunyai pilihan penggunaan lahan terbatas.

Hasil overlay peta penggunaan lahan dengan kemampuan lahan didapatkan luas kesesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan sebesar 32 831.79 ha (97.43%) dan sebesar 865.70 ha (2.57%) menunjukkan ketidaksesuaian (Tabel 17). Ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan kemampuan lahannya yaitu penggunaan lahan untuk perkebunan, tegalan, permukiman, sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Ketidaksesuaian penggunaan lahan ini disebabkan karena terletak pada lereng yang curam.

Tabel 17 Evaluasi penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan

No Penggunaan lahan Sesuai Tidak sesuai Jumlah

ha % ha % 1. Air tawar 333.04 0.99 0.00 0.00 333.04 2. Belukar/semak 929.08 2.76 0.00 0.00 929.08 3. Rumput 225.84 0.67 0.00 0.00 225.84 4. Penggaraman 12.04 0.04 0.00 0.00 12.04 5. Empang 833.16 2.47 0.00 0.00 833.16 6. Sawah irigasi 8 577.02 25.45 0.97 0.00 8 577.99

7. Sawah tadah hujan 2 088.93 6.20 17.49 0.05 2 106.42

8. Perkebunan 14 131.93 41.94 500.93 1.49 14 632.86

9. Tegalan 1 719.50 5.10 255.97 0.76 1 975.47

10. Permukiman 3 950.60 11.72 90.34 0.27 4 040.94

11. Gedung 30.65 0.09 0.00 0.00 30.65

Jumlah 32 831.79 97.43 865.70 2.57 33697.49

Secara keruangan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan tersebut menyebar di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Tulis (0.74%) dan Subah (1.92%), sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 10. Daerah yang berwarna merah adalah daerah yang penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuannya.

5.1.7 Evaluasi pola ruang RTRW Kabupaten Batang terhadap penggunaan lahan Hasil overlay antara peta penggunaan lahan dengan peta pola ruang RTRW menunjukkan inkonsistensi penggunaan lahan wilayah pesisir terjadi sebesar 25.65% dari luasan total. Hal ini berarti bahwa lebih dari 70% penggunaan lahan di wilayah pesisir masih sesuai dengan peruntukan dalam RTRW atau dapat dikatakan penggunaan lahan pada umumnya masih konsisten dengan peruntukan RTRW. Tabel 18 menyajikan evaluasi pola ruang RTRW Kabupaten Batang terhadap penggunaan lahan.

Tabel 18 Evaluasi pola ruang RTRW Kabupaten Batang terhadap penggunaan lahan

No Pola ruang RTRW Konsisten Inkonsisten Jumlah

ha % ha %

1. Hutan cagar alam 0.00 0.00 92.41 0.27 92.41

2. Hutan bakau 0.00 0.00 23.22 0.07 23.22

3. Rawan tanah longsor 0.00 0.00 635.08 1.88 635.08

4. Sempadan pantai 19.58 0.06 329.91 0.98 349,49

5. Sempadan sungai 93.05 0.28 983.25 2.92 1 076,30

6. Hutan produksi 93.58 0.28 3 862.19 11.46 3 955,77

7. Perkebunan 8 063.04 23.93 722.60 2.14 8 785,64

8. Pertanian lahan kering 1 312.45 3.89 408.63 1.21 1 721.08

9. Pertanian lahan basah 3 705.58 11.00 1 415.00 4.20 5 120.58

10. Sawah tadah hujan 46.42 0.14 3.79 0.01 50.21

11. Pertambangan 0.00 0.00 3.22 0.01 3.22 12. Perikanan 574.15 1.70 34.61 0.10 608.76 13. Wisata pantai 0.03 0.00 130.35 0.39 130.38 14. Industri 1 045.08 3.10 0.00 0.00 1 045.08 15. Permukiman desa 3 093.12 9.18 000 0.00 3 093.12 16. Permukiman kota 7 007.17 20.79 0.00 0.00 7 007.17 Jumlah 25 053.23 74.35 8 644.27 25.65 33 697.51

Inkonsistensi pola ruang RTRW terhadap penggunaan lahan terbesar secara umum adalah peruntukan hutan produksi yaitu sebesar 11.46% dari luasan total. Peruntukan hutan produksi saat ini sebagian besar masih digunakan sebagai perkebunan, permukiman, sawah irigasi, tegalan, sawah tadah hujan, semak/belukar dan rumput. Untuk kawasan lindung, peruntukan lahan untuk sempadan sungai dan hutan cagar alam juga menunjukkan nilai inkonsisten yang tinggi, dimana kawasan tersebut masih digunakan untuk perkebunan, sawah, tegalan dan permukiman (Lampiran 1).

Pola ruang di wilayah pesisir seperti peruntukan hutan bakau, sempadan pantai, wisata pantai dan perikanan juga menunjukkan inkonsistensi yang cukup