• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.2 Potensi Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut

Sesuai kondisi geografisnya, Kabupaten Batang mempunyai potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang beraneka ragam sebagai pendukung pembangunan. Sumber daya alam tersebut meliputi sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti hutan, terumbu karang, ikan, ternak, tumbuhan, dan lain-lain, serta sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti bahan tambang, air, hujan, dan tanah.

4.2.1 Kondisi Fisik Wilayah 4.2.1.1 Jenis tanah

Jenis tanah di Kabupaten Batang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang berbeda yaitu meliputi : tanah Aluvial coklat tua, Aluvial Hidromorf, Aluvial kelabu tua, Assosiasi andosol dan regosol coklat, Asosiasi litosol merah, Kompleks litosol merah kekuningan, Kompleks podsolik merah kekuningan, serta Litosol coklat tua kemerahan. Ditinjau dari geologinya, sebagian besar tanah di Kabupaten Batang berasal dari breksi gunung api andesit muda. Pengelompokan jenis-jenis tanah untuk kecamatan pesisir di Kabupaten Batang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis tanah di kecamatan pesisir Kabupaten Batang N

o Jenis Tanah

Kecamatan

Batang Kandeman Tulis Subah Banyuputih Gringsing

1. Aluvial coklat tua 0.00 0.00 448.01 0.00 0.00 0.00

2. Aluvial hidromorf 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 688.54

3. Aluvial kelabu tua 781.88 988.39 918.14 1 177.70 0.00 0.00

4. Asso andosol coklat regosol

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1 189.66

5. Asso litosol merah 1 986.95 2 017.43 1 539.87 4 856.88 3 113.54 2 769.32

6. Komplek litosol merah kekuningan 786.74 1 143.08 0.00 0.00 0.00 0.00 7. Komplek potsolit merah kekuningan 0.00 0.00 1 320.50 2 254.55 1 264.65 2 788.24

8. Litosol coklat tua kemerahan

40.22 55.59 269.22 524.66 166.39 0.00

Jml wilayah (ha) 3 595.78 4 204.50 4 495.74 8 813.79 4 544.58 7 435.75

Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009)

Susunan tanah tersebut mempengaruhi pemanfaatan tanah yang sebagian besar ditujukan untuk budidaya hutan, perkebunan dan pertanian. Adapun penguasaan hutan dan perkebunan mayoritas di tangan negara, sedangkan pertanian baik kering maupun basah (irigasi sederhana dan irigasi teknis) dilakukan oleh warga setempat.

4.2.1.2 Ketinggian dan kelerengan

Secara garis besar Kabupaten Batang terletak pada ketinggian 0-2 565 m dari permukaan air laut, namun untuk kecamatan pesisir ketinggian lahan hanya mencapai 500 m di atas permukaan laut. Kabupaten Batang memiliki relief yang bervariasi, berupa dataran rendah, dataran tinggi dan berbukit dengan pegunungan landai hingga curam dan daerah pantai. Kondisi ketinggian di kecamatan pesisir Kabupaten Batang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Ketinggian lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Batang

No Kecamatan Ketinggian Jumlah (ha) 0-25 25-100 100-250 250-500 1. Batang 3 041.193 668.143 3 709.336 2. Kandeman 161.357 859.747 4 560.251 3. Tulis 782.499 2 419.599 1 192.879 214.519 4 609.496 4. Subah 973.877 1 276.526 5 730.907 898.106 8 879.416 5. Banyuputih 2 177.457 1 976.187 91.418 4 245.062 6. Gringsing 2 947.720 2 268.779 2 189.969 23.120 7 429.588 Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009)

Atas dasar kemiringan lahan, wilayah Kabupaten Batang merupakan daerah perbukitan yang terhampar di daerah Selatan. Secara keseluruhan wilayah Kabupaten Batang memiliki kemiringan lahan beragam, yang berkisar 0-8% sampai dengan kemiringan lebih dari 40%, sedangkan untuk wilayah kecamatan pesisir kemiringan lahan hanya mencapai 40%. Kondisi kemiringan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Batang dikelompokkan kedalam empat kelas yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kemiringan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Batang

N o Kecamatan Kemiringan Jumlah (ha) 0-8% 8-15% 15-25% 25-40% 1 Batang 3 709.336 3 709.336 2 Kandeman 4 010.451 549.800 4 560.251 3 Tulis 2 900.672 1 507.682 201.142 4 609.496 4 Subah 6 344.017 985.236 857.936 692.227 8 879.416 5 Banyuputih 3 906.406 338.656 4 245.062 6 Gringsing 4 898.989 1 320.339 1 210.259 7 429.588 Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009)

4.2.2 Kondisi Oseanografi 4.2.2.1 Pasang surut

Pasang surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka laut yang disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan dan matahari. Gaya penggerak pasang surut di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh penetrasi gelombang panjang pasut pasut dari Samudera Pasifik yang melalui Selat Makasar yang membawa gelombang pasut bertipe diurnal dan juga dipengaruhi oleh gelombang pasut dari Samudera Hindia yang mempunyai kecenderungan bertipe pasut semidiurnal. Pengaruh astronomis seperti bentuk pantai, topografi dasar dapat memodifikasi pasang surut. Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut dalam satu kail (24 jam). Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari, maka perairan tersebut tergolong bertipe pasut tunggal dan jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari maka pasutnya tergolong tipe ganda. Selain dua tipe pasang surut tersebut terdapat tipe pasang surut campuran. Di Utara Jawa, karena adanya pengaruh dari dua jenis tipe yang berbeda tersebut dan adanya perubahan kedalaman, maka amplitudo gelombang pasang mengalami percampuran sehingga perairan mempunyai tipe pasut campuran yang condong ke diurnal (tunggal) (Bappeda 2011).

Menurut Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL, untuk Perairan Kabupaten Batang didapatkan jenis pasang surutnya adalah tipe campuran condong ke diurnal, dimana air pasang dan surut terjadi dua kali per hari serta ada bentuk asimetris antara gelombang sinusoidal pertama dan yang kedua dengan bentuk mendekati pasut tipe diurnal (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012).

4.2.2.2 Arus Laut

Arus musiman di perairan pantai Kabupaten Batang mengikuti pola arus di Laut Jawa yang bergantung pada beda tinggi muka laut Samudera Pasifik dibanding dengan Samudera Hindia. Pada musim Barat yaitu bulan Desember- Februari, arus laut di perairan secara umum bergerak dari Barat/Barat Laut ke arah Timur/Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0.5-0.75 m/det. Pola arus yang terjadi ini merupakan akibat dari pergerakan massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke Selatan melewati Selat Karimata dan Selat Gaspar yang kemudian dibelokkan ke arah Tenggara karena adanya Pulau Sumatera, kemudian menyusur ke Tenggara/Timur melewati Laut Jawa menuju Laut Flores. Pola arus musiman ini juga dipengaruhi oleh adanya pola angin yang terjadi sepanjang musim barat ini, dimana angin bertiup dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke arah Barat Daya yang kemudian dibelokkan ke Tenggara menyusur Selat Karimata dan Laut Jawa. Pola arus yang terjadi pada musim Barat yaitu massa air bergerak ke arah Timur laut menyusuri topografi pesisir perairan Jepara dengan kecepatan berkisar antara 0.5-0.65 m/det (Bappeda 2011).

Pada musim peralihan Barat ke timur yaitu bulan Maret-Mei, arus laut di perairan Batang secara umum bergerak dari Barat Laut ke arah Tenggara dengan kecepatan berkisar anatara 0.3-0.5 m/det. Pola arus yang terjadi ini merupakan akibat dari pergerakan massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke selatan melewati Selat Gasper yang kemudian dibelokkan ke arah Tenggara kemudian menyusur ke Tenggara/Timur melewati Laut Jawa menuju Laut Flores. Pola arus yang terjadi pada musim peralihan ini yaitu massa air masih bergerak menyusur pantai ke arah Timur Laut menyusuri topografi pesisir perairan Jepara dengan kecepatan berkisar antara 0.25-0.40 m/det.

Pada musim Timur yaitu bulan Juni-Agustus, arus laut di perairan Semarang secara umum bergerak dari Timur ke arah Barat/Barat Laut dengan kecepatan berkisar antara 0.3-0.5 m/det. Pola arus yang terjadi ini merupakan akibat dari pergerakan massa air yang berasal dari Samudera Pasifik yang melewati Selat Makasar dan Laut Banda yang diteruskan melalui Laut Flores menuju perairan Utara Jawa yang selanjutnya bergerak melewati Selat Karimata dan Selat Gasper menuju Laut Cina Selatan. Pola arus musiman ini dipengaruhi pula oleh adanya pola angin yang terjadi sepanjang musim timur ini. Pola arus yang terjadi di sepanjang pesisir Batang, massa air bergerak dari arah Timur Laut menuju Barat Daya menyusur mengikuti bentuk topografi pantai dengan kecepatan berkisar antara 0.3-0.45 m/det (Bappeda 2011).

Pada musim peralihan Timur ke Barat yaitu buln September-Nopember, arus laut di perairan Batang secara umum bergerak dari Barat/Barat Laut ke arah Timur/Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0.25-0.5 m/det. Fenomena ini sama halnya pada musim peralihan dari musim Barat ke Timur, dimana pola arus yang terjadi ini merupakan akibat pergeseran massa air yang berasal dari Laut

Cina Selatan yang bergerak ke Selatan melewati Selat Gasper yang kemudian dibelokkan ke arah Tenggara, kemudian menyusur ke Tenggara/Timur melewati Laut Jawa menuju Laut Flores. Namun terdapat fenomena juga bahwa terdapat pola arus di selatan Pulau Kalimantan yang bergerak ke arah Barat menyusur Selat Karimata. Adanya pola yang berbeda tersebut akibatnya menghambat (melemahkan) kecepatan dan mempengaruhi arah arus yang terjadi di perairan Jepara. Pola arus yang terjadi pada musim peralihan ini yaitu massa air masih bergerak menyusur pantai ke arah Timur Laut menyusuri topografi pesisir perairan Batang dengan kecepatan berkisar antara 0.15-0.40 m/det (Bappeda 2011).

4.2.2.3 Gelombang

Gelombang laut merupakan energi pokok dalam proses pergerakan sedimen di pantai dan perairan dangkal. Gelombang merupakan energi utama pengangkutan sedimen ke arah pantai lepas dalam bentuk arus balik dan sejajar pantai dalam bentuk arus sepanjang pantai. Beberapa faktor yang mempengaruhi gelombang adalah kecepatan arah angin bertiup dan panjang angin. Karakteristik gelombang di Laut Jawa bervariasi terhadap musim. Pada musim Barat, tinggi gelombang lebih besar daripada musim Timur. Tinggi gelombang pada musim Barat 0.44-1.83 m dengan periode 2-5 detik, sedangkan tinggi gelombang pada musim Timur 0.35-1.06 m dengan periode yang sama yaitu 2-5 detik (Hadi et al. 2005 dalam Bappeda 2011).

4.2.2.4 Bathimetri

Bathimetri perairan Kabupaten Batang mempunyai kemiringan dasar pantai yang landai. Kedalaman 2 m masih dapat ditemui hingga jarak 1 000 m dari garis pantai. Kedalaman 5 m ditemui hingga jarak 1 500 m dari garis pantai, sedangkan pada jarak 2 300 m dari garis pantai berkedalaman 10 m dan kedalaman 45 m berada pada jarak 28.481 m dari garis pantai. Kontur kedalaman laut hampir sejajar pantai mengarah utara–barat daya. Hal ini mengindikasikan arah datang gelombang hampir tegak lurus pantai (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012).

4.2.3 Sumberdaya Hayati 4.2.3.1 Terumbu karang

Terumbu karang/pantai berbatu merupakan ekosistem khas di perairan laut tropis dan merupakan lingkungan laut yang memiliki peran penting secara ekologis. Desa di Kabupaten Batang yang mempunyai ekosistem karang atau pantai berbatu/terumbu karang massif antara lain: Desa Ujungnegoro dengan panjang garis pantai 1.3 km, Desa Kedawung dengan panjang garis pantai 5 km, dan Desa Ketanggan dengan panjang garis pantai 3 km.

Pantai Celong merupakan pantai berbatu, dimana batu tersebut berfungsi sebagai penahan arus dan gelombang, meredam abrasi, serta sebagai habitat biota laut tipe Psammophil (menyukai pantai berpasir) dan Lithophil (menyukai pantai berbatu). Pantai berbatu juga ditemui di antara Pantai Ujungnegoro dengan Pantai Sigandu, yang terkenal dengan sebutan Karang Maeso. Karang Maeso terletak

lebih 500 m. Di perairan sekitarnya dijumpai banyak ubur-ubur yang menandai bahwa daerah tersebut kualitas airnya baik dan belum banyak tercemar. Selain itu juga terdapat Karang Kretek yang terletak ±1.2 km dari pantai desa Ponowareng Kecamatan Tulis dan secara geografis berada pada 06° 53’31.8” LS dan 109°49’ 7.3” BT.

Berdasarkan monitoring terumbu karang pada akhir tahun 2007 yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) di perairan Ujungnegoro didapatkan persentase tutupan karang (hard coral) mencapai 15.70%. Jenis hewan karang yang ditemukan di lokasi adalah Porites dan Favites. persentase tutupan karang mati beralga (DCA) di Karang Kretek berkisar 43.8- 73.2%. Sementara hasil monitoring terumbu karang tahun 2012 menunjukan bahwa tutupan karang hidup di perairan Karang Kretek semakin menurun dibandingkan dengan hasil monitoring tahun 2007. Sebagian besar dasar perairan Karang Kretek didominasi oleh karang mati beralga. Biota invertebrata yang ditemukan antara lain Spon, Gastropoda, Sea Whip, Cacing laut dan Ascidian, Bivalvia (Tiram Kapak).

Spesies ikan karang di Perairan Karang Kretek yang ditemukan antara lain dari Famili Pomacentridae, Siganidae, Labridae, Lethrinidae, Pempheridae, Serranidae dan Engraulidae. Ikan-ikan karang tersebut memanfaatkan keberadaan Karang Kretek sebagai habitat hidupnya mengingat sebagian besar dasar Perairan Ujung Negoro di tutupi lumpur. Sementara itu, di Perairan Karang Maesa ditemukan ikan karang ekonomis penting dari Famili Serranidae, Famili Lethrinidae (yaitu Lethrinus sp.), ikan teri dan sejenisnya (yaitu Stolephorus sp. dan Parapriachantus sp.) (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012).

4.2.3.2 Mangrove

Ekosistem mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Batang terdapat di pantai Desa Denasri Kulon, Karangasem Utara, Kasepuhan dan Klidang Lor (Kecamatan Batang), Dusun Sigandu-Desa Depok (Kecamatan Kandeman), Desa Sengon dan Kuripan (Kecamatan Subah), Desa Kedawung (Kecamatan Banyuputih), Desa Ketanggan Sawangan, Dusun Seklayu-Desa Sidorejo, dan Desa Yosorejo (Kecamatan Gringsing).

Spesies yang menyusun eksosistem mangrove di Kabupaten Batang dapat digolongkan dalam 3 komponen, yaitu mangrove komponen major, minor dan asosiasi. Spesies yang termasuk dalam komponen major yang ditemukan di lapangan antara lain Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia marina dan Bruguiera cylindrica. Spesies ini menyusun sebagian besar vegetasi mangrove yang ada di Kabupaten Batang. Spesies komponen minor yang ada di ekosistem mangrove yang ditemukan di Kabupaten Batang hanya Excoecaria agallocha. Spesies asosiasi yang ditemukan antara lain waru, ketapang dan cemara laut. Waru dan Ketapang dapat ditemukan di Pantai Kuripan, sedangkan cemara laut banyak ditemukan di pantai Dusun Sigandu-Desa Depok.

Hasil interpretasi citra satelit menunjukkan penurunan luasan mangrove yang terjadi antara tahun 2003-2006, yaitu dari 363.842 ha pada tahun 2003 menjadi 28.810 ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2011). Penurunan luasan ekosistem mangrove ini, antara lain disebabkan oleh aktivitas

penebangan yang dilakukan oleh pemilik tanah, karena akan dimanfaatkan untuk kegiatan yang lain.

4.2.4 Sosial Budaya

Jumlah penduduk Kabupaten Batang berdasarkan hasil registrasi akhir tahun 2011 tercatat sejumlah 712 881 jiwa yang terdiri dari 356 066 jiwa penduduk laki- laki dan 356 814 jiwa penduduk perempuan. Dari sejumlah jiwa tersebut, tercatat penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Batang sejumlah 330 996 jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Batang yaitu sejumlah 112 308 jiwa atau sebesar 33.93% dari jumlah penduduk di kecamatan pesisir. Jumlah penduduk di kecamatan pesisir menurut jenis kelamin berdasarkan perhitungan tahun 2011 selengkapnya disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah penduduk di kecamatan pesisir menurut jenis kelamin tahun 2011

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Batang 56 151 56 157 112 308 2. Kandeman 22 914 23 583 46 497 3. Tulis 17 296 17 851 35 147 4. Subah 23 718 24 072 47 790 5. Banyuputih 16 616 16 768 33 384 6. Gringsing 28 060 27 810 55 870 Jumlah 164 755 166 241 330 996

Sumber: BPS Kabupaten Batang (2012)

Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Batang tahun 2011 tertinggi pada kelompok usia 10 sampai 14 tahun, yaitu mencapai 77 067 jiwa, dengan rincian 9 348 jiwa laki-laki dan 37 719 jiwa perempuan. Dari catatan umum tersebut, jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011 di wilayah pesisir Kabupaten Batang tertinggi pada kelompok usia 10 sampai 14 tahun, yaitu 36 500 jiwa dengan rincian 18 638 jiwa laki-laki dan 17 862 jiwa perempuan.

Laju pertumbuhan penduduk tahun 2010-2011 di wilayah pesisir Kabupaten Batang untuk Kecamatan Batang sebesar 0.49, Kecamatan Kandeman sebesar 0.23, Kecamatan Tulis sebesar 0.18, Kecamatan Subah sebesar -0.10, Kecamatan Banyuputih sebesar 0.44 dan Kecamatan Gringsing sebesar 0.38.

Dibidang ketenagakerjaan, berdasarkan perhitungan tahun 2011 sektor pertanian masih menjadi gantungan hidup tenaga kerja di Kabupaten Batang pada umumnya dan di kecamatan pesisir pada khususnya. Sebanyak 19.53% dari jumlah penduduk di kecamatan pesisir bekerja pada sektor pertanian dalam arti luas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian lainnya). Sektor lain yang banyak diminati adalah sektor perdagangan sebesar 8.76% dan sektor industri sebesar 8.43%.

Di bidang pendidikan, persentase penduduk berumur 5 tahun keatas dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan terdapat 35.86% penduduk yang tidak/belum tamat SD, tamat SD 41.77%, tamat SMP 12.78%, tamat SMA/SMK 7.60% serta 1.99% tamat Diploma, Akademi dan Perguruan Tinggi.

Dibidang keagamaan, suasana kerukunan kehidupan beragama terasa sejuk dan kondusif terbukti sampai sepuluh tahun terakhir belum pernah terjadi konflik antar pemeluk agama dan kepercayaan. Pemeluk agama Islam sebanyak 99.44% tertinggi di antara agama-agama lainnya. Disusul pemeluk agama Protestan sebanyak 0.28%, agama Katolik 0.25% serta pemeluk agama Budha dan Hindu sebesar 0.01%.

Kehidupan adat-istiadat yang ada di Kabupaten Batang, khususnya pada kecamatan pesisir, tergolong masih kental. Di beberapa kecamatan, mata pencaharian penduduknya relatif sama, yaitu bekerja pada sektor perikanan. Oleh karena itu, pola kehidupan diantara mereka juga tidak akan berbeda jauh, sehingga perilaku masyarakatnya masih tergolong pada masyarakat pedesaan, karena mereka lebih mengutamakan dan menjunjung tinggi kebersamaan dan kekeluargaan, terkecuali pada Kecamatan Batang. Pada kecamatan ini, perilaku masyarakatnya merupakan perpaduan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan (kosmopolit), yang mana masyarakatnya sudah memulai pada sektor perdagangan jasa dan industri. Hal tersebut dipengaruhi pula dengan jumlah penduduknya yang paling banyak dibanding dengan kecamatan pesisir lainnya.