• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Pengantar

2.5.2 Arena Budaya

Arena budaya dalam novel Damar Kambang karya Muna Masyari ditunjukkan dengan persaingan antara individu secara fisik maupun metafisika (magis/guna-guna).

Arena budaya yang pertama adalah arena budaya yang berbentuk persaingan antara individu secara fisik. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan dan penjelasan berikut ini.

(79) Celurit yang lain lagi menyimpan sejarah berdarah, dijadikan senjata membela hak dan harga diri ketika petaruh yang dikalahkan tak mau menyerahkan motor taruhan, Yamaha RX 135 hitam. Untung lawannya hanya putus tangan serta luka-luka di pipi dan dada. Suamiku kemudian menjual dua ekor sapi untuk tebusan damai pada polisi. Yamaha RX 135 ditukar sepasang sapi, tentu rugi. Tapi, yang dia lakukan itu untuk mempertahankan harga diri. Pantang bagi seorang belater melakukan apalagi menerima pengkhianatan janji (Masyari, 2020: 5).

Pada kutipan (79) terlihat bahwa Nom Samukrah terlibat dalam arena budaya dalam bentuk persaingan secara fisik. Nom Samukrah melakukan perkelahian dengan celurit yang ia miliki sebagai belater untuk menebas tangan seseorang yang tidak menepati perkataannya. Selain Nom Samukrah, terdapat Sakrah yang juga masuk dalam persaingan fisik. Berikut ini kutipan dan penjelasannya.

(80) “Oba’-mu terlibat carok. Katanya luka parah. Orang-orang membawanya ke rumah sakit,” katanya, setengah menangis (Masyari, 2020: 190).

(81) Sakrah terlibat carok di dekat Pasar Keppo. Dia bersepakat duel setelah melihat istri mudanya dibonceng lawan duelnya, yang tak lain adalah bekas suami istri mudanya.

Istri muda Sakrah memang minggat ke rumah orangtuanya setelah peristiwa penamparan pagi itu. Sakrah melihat perempuan itu dibonceng bekas suaminya ketika ia sedang melacak keberadaan sapi tetangganya yang hilang dicuri maling. Terinjak harga diri Sakrah. Dengan darah mendidih dia menantang lelaki itu berduel (Masyari, 2020: 191).

(82) Tanpa sempat mendatangi Nom Samukrah untuk menyepuh kekuatan, Sakrah menyiapkan senjata dengan jiwa terluka. Menurut saksi, dia menyerang terlebih dahulu secara membabibuta, tetapi semua serangannya meleset.

Serangan balik dari pihak musuh yang justru mengenainya dan membuatnya tumbang tak berdaya di pinggir jalan. Tak ada yang berani melerai sebelum ada yang tumbang (Masyari, 2020: 191).

Kutipan (80) memperlihatkan bahwa Sakrah masuk rumah sakit karena terlibat perkelahian dengan orang lain. Dijelaskan bahwa perkelahian tersebut terjadi akibat Sakrah yang melihat istri mudanya pergi dengan mantan suaminya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan (81) dan (82). Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa dalam arena budaya terdapat persaingan dalam bentuk fisik yang dilakukan oleh Nom Samukrah dan Sakrah untuk menjaga harga dirinya sebagai seorang laki-laki.

Di dalam novel Damar Kambang, arena budaya juga disimbolkan dengan hal-hal metafisika (magis/guna-guna). Hal ini terlihat saat Sakrah meminta bantuan Nom Samukrah (dukun) untuk membantunya memenangkan taruhan di gubeng dan mengembalikan Bu Sum (istri pertamanya) yang pergi karena ia membawa perempuan lain sebagai istri sahnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(83) Yang kudengar, Nom Samukrah adalah dukun yang selalu berhasil membantu Sakrah memenangkan taruhan di gubeng. Jangan heran bila lelaki bertubuh kekar itu tak pernah menolak taruhan apa pun yang ditantangkan lawannya.

Bukan hanya memenangi tantangan lawan, kabarnya, dia pun pandai menaklukkan hati perempuan. Itu kebanggaan tersendiri bagi seorang belater (Masyari, 2020:57).

(84) Gara-gara menikahi perempuan muda itu, Buk Sum minggat entah ke mana.

Namun, atas bantuan Nom Samukrah pula, Buk Sum kembali tanpa kemarahan sama sekali.

Sakra mengapusinya dengan berkata, “Aku hanya ingin punya anak.”

Buk Sum tak bisa berkata-kata. Lebih tepatnya, tak berdaya. Hampir 20 tahun menikah, perempuan itu tidak berhasil menghadiahi buah hati untuk suaminya. Tidak heran jika Sakrah begitu dekat dengan Kacong, keponakan satu-satunya (Masyari, 2020:57).

Kutipan (83) dan (84) menunjukkan adanya arena budaya yang disimbolkan dengan metafisika (magis/guna-guna). Di sini ditunjukkan bahwa Buk Sum terkena guna-guna dari Sakrah atas bantuan Nom Samukrah yang merupakan dukun kepercayaan Sakrah.

Kemudian arena metafisika (magis/guna-guna) juga terlihat saat Chebbing dibawa pergi oleh Nom Samukrah. Chebbing dipengaruhi dengan hal magis (guna-guna) yang dilakukan oleh Nom Samukrah dan tidak dapat berbuat apa-apa. Berikut ini kutipannya.

(85) Lelaki itu membuka pejaman matanya. Mengangkat sabut yang masih membara dan meniupkan asap beraroma dupa ke wajahku. Air kembang dalam batok kelapa diiminum tanpa ditelannya, lalu disemburkan ke tubuhku.

Sesaat aku tersentak.

Lalu, dia membungkus helai-helai rambut dan memasukkannya ke kantong kain yang sudah kusam, bersama celana dalam, cermin, kutang, dan boneka (Masyari, 2020:178).

(86) Menjelang senja, sementara aku disuruh mandi, dia membakar dupa di ambang pintu. Mulutnya komat-kamit. Tiga celurit diasapkan di atas sabut.

Setelah selesai, tiga celurit dikembalikan ke gantungannya. Sabut berbakar

dupa dibawa ke tengah-tengah halaman. Tidak jauh dari pohon mangga yang sedang berbuah lebat. Tidak berapa lama, kembali dibawa masuk (Masyari, 2020:180).

Kutipan (85) menunjukkan saat Chebbing terpengaruh kekuatan metafisika, yaitu guna-guna yang dilakukan oleh Nom Samukrah untuk membantu mantan istrinya (Marinten). Hal tersebut dilakukan juga untuk menyingkirkan Chebbing dan membalas dendam pada Ke Bulla.

Arena metafisik (magis/guna-guna) juga terlihat saat Ke Bulla berusaha membantu Madlawi untuk menemukan Chebbing. Di sini terjadi pertarungan antara kekuatan Ke Bulla dan Nom Sakrah dalam hal metafisika (magis). Hal tersebut ditunjukkan oleh kutipan (87) dan (88) berikut ini.

(87) “Nanti malam akan kucoba melacak keberadaannya.”

“Apakah ada yang bisa kami lakukan?”

“Coba pastikan, apakah ada pakaian dalamnya yang hilang? Jika benar, kalau belum dibuang ke laut masih ada kemungkinan untuk menyelamatkannya dari pengaruh jahat permanen asal kita bertindak cepat.”

“Baik, Kiai!”

Dibuang ke laut? Dahiku mengerut. Aku tak mengerti dunia klenik (Masyari, 2020:186).

(88) Ada kekuatan silih berganti mempengaruhi, di luar kendalimu sendiri, sebagaimana adu kekuatan petaruh dalam arena gubeng.

Satu kekuatan berasal dari pihak Kacong. Dia dan oba’-nya Sakrah, sekarang sedang menemui dukun andalannya di Bluto sana, sedang mempersoalkan kekuatan mereka yang mendapat hambatan (Masyari, 2020:126).

Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa dalam arena budaya terdapat persaingan secara metafisika dengan bentuk guna-guna. Hal tersebut dilakukan oleh Nom Samukrah, Ke Bulla, dan Sakrah terhadap pihak perempuan yang tertindas serta tidak

dapat melawan. Persaingan tersebut dilakukan demi mempertahankan apa yang ingin dimiliki tanpa melihat adanya korban, yaitu Chebbing dan Buk Sum.

Di dalam novel Damar Kambang karya Muna Masyari terdapat arena domestik dan arena budaya. Arena domestik di sini memaparkan mengenai persaingan dalam kehidupan pernikahan dan arena budaya dibagi menjadi dua, yaitu arena persaingan secara fisik dan arena persaingan secara metafisika yang berbentuk guna-guna. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Arena dalam Novel Damar Kambang Karya Muna Masyari No. Jenis Arena Tokoh Bentuk Keterangan 1. Arena

Domestik

Chebbing Pernikahan Menikah dengan Ke Bulla untuk penyembuhan. Akan tetapi, mengalami persaingan dengan Marinten yang merupakan istri kedua Ke Bulla.

Marinten Mengalami persaingan dengan

istri pertama Ke Bulla untuk mendapatkan kelas yang lebih tinggi.

Bersaing dengan Chebbing dengan membuat Chebbing keluar dari rumah Ke Bulla dengan bantuan

Fisik Melakukan perkelahian yang menyebabkan tangan saingannya

Sakrah Fisik Melakukan persaingan secara fisik

“angin kiriman” dan mencarinya yang pergi dari rumah akibat terkena guna-guna (hal magis).

Chebbing Korban dari kegiatan metafisika dengan bentuk guna-guna yang dilakukan oleh Nom Samukrah, Sakrah, dan Kacong.

Buk Sum Korban dari kegiatan metafisika:

guna-guna yang dilakukan oleh Sakrah dan Nom Samukrah.

Dokumen terkait