• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Pengantar

2.4.3 Habitus Kelas Populer

Habitus kelas populer merupakan kebalikan dari kelas dominan. Di sini kelas populer mendapatkan atau menerima penindasan dari kelas dominan. Kelas populer menerima hal tersebut karena mereka tidak memiliki kuasa atas modal yang ada.

Berikut ini kutipan yang menunjukkan habitus kelas populer dalam novel Damar Kambang.

(61) “Setelah aku keluar dari rumah ini, kita bukan siapa-siapa lagi. Aku tak akan pernah kembali.” (Masyari, 2020:6).

(62) “Aku kalah taruhan.” Dia menjawab datar. Tidak membalas tatapanku.

Matanya lurus, melesat keluar anak panah yang sengaja dibidikkan ke titik sasaran.

“Apa yang sampean taruhkan?”

Tak ada jawaban.

“Apa yang sampean taruhkan?” Kuulang dengan suara sedikit mendaki (Masyari, 2020:6).

(63) “Tunggu! Sampean itu mau ke mana? Bagaimana dengan saya ini?”

Namun, dia keburu menghilang di balik tikungan jalan ketika aku tiba di pintu pagar. Saat itulah aku seperti kehilangan ruh. Mulutku ternganga. Mataku terbuka tak berkedip hingga sekian detik. Akalku seolah dicerabut paksa dari tempatnya (Masyari, 2020:9-10).

Kutipan (61), (62), dan (63) menunjukkan kepasrahan Marinten saat ditinggal oleh suaminya karena telah menjadikannya sebagai bahan taruhan. Marinten yang tidak ingin bersama orang-orang yang memenangkan taruhan tersebut mengejar suaminya, tetapi ia ditinggal dan dibiarkan.

Tokoh lain yang masuk dalam habitus kelas populer adalah Chebbing. Berikut ini kutipan dan penjelasannya.

(64) “Kau menyetujui pernikahan ini?” Tatap perias dengan alis terangkat.

Aku mengangguk ragu. Tersipu malu. Menurutku, pernikahan adalah tahap yang harus dijalani—sebagaimana teman-temanku juga—sesuai keinginan orangtua, meski aku tak begitu mengenal lelaki yang akan menjadi suamiku (Masyari, 2020:35).

(65) Tanpa banyak mengumpat lagi, Ayah menyeretku turun dari mobil. Bilah kayu sebesar dan sepanjang lengannya dipukulkan ke betisku berkali-kali. Ibu menjerit dan mencoba menghentikan pukulan Ayah. Aku hanya meringis kesakitan. Kadang mengaduh tertahan. Tanpa tangis. Tanpa minta ampun (Mayari, 2020:97).

(66) Sejak diseret pulang dari rumah Kacong, aku kembali mencari kesempatan pergi dari rumah. Setiap memergokiku di pintu pagar, Ayah mendaratkan kayu yang sudah dipenuhi luka memar (Masyari, 2020:101).

(67) Barangkali karena lelah mengawasiku, Ibu diam saja mendapati Ayah hendak memasung kakiku agar tidak berusaha kabur. Sekuat apa pun aku berusaha berontak, tenaga Ayah, Ibu, dan Nom Matrah yang dimintai bantuan tak sanggup aku lawan. Aku hanya mampu meraung-raung histeris ketika balok kayu mengimpit betis dan rantai mengikat kaki dan kedua tanganku.

Raunganku mengundang tetangga dan pekerja genting, tetapi mereka tidak diizinkan masuk (Masyari, 2020:105).

Kutipan (64) menunjukkan Chebbing yang pasrah saat akan dinikahkan dengan seorang laki-laki sesuai keinginan orangtuanya. Chebbing juga terlihat tidak dapat melawan ayahnya (Madlawi) saat ia dipukul dan dipasung karena ingin bertemu dengan Kacong terlihat pada kutipan (66) dan (67). Chebbing tunduk atas keputusan sepihak orangtuanya, terutama ayahnya.

Berikut ini kutipan dan penjelasan dari tokoh Buk Sum yang merupakan istri dari Sakrah.

(68) Gara-gara menikahi perempuan muda itu, Buk Sum minggat entah ke mana.

Namun, atas bantuan Nom Samukrah pula, Buk Sum kembali tanpa kemarahan sama sekali.

Sakra mengapusinya dengan berkata, “Aku hanya ingin punya anak.”

Buk Sum tak bisa berkata-kata. Lebih tepatnya, tak berdaya. Hampir 20 tahun menikah, perempuan itu tidak berhasil menghadiahi buah hati untuk suaminya. Tidak heran jika Sakrah begitu dekat dengan Kacong, keponakan satu-satunya (Masyari, 2020:57).

Pada kutipan (68) terlihat Buk Sum yang pasrah saat suaminya, Sakrah menikah lagi dengan perempuan lain. Hal ini disebabkan karena Sakrah menginginkan anak, tetapi Buk Sum tidak dapat memberikannya keturunan.

Berikutnya ada Ibu Kacong yang masuk ke dalam habitus kelas populer. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan dan penjelasan di bawah ini.

(69) Sebagaimana biasa, suamiku mengangguk setuju tanpa banyak debat. Meski agak keberatan, aku tidak bisa berkata apa-apa. Suara perempuan seakan selalu tenggelam di balik wajan, dandang, dan perabot dapur lainnya.

Percuma saja mendebat panjang (Masyari, 2020:59).

Kutipan (69) ditunjukkan bagaimana ibu Kacong yang tidak dapat membantah apapun yang dikatakan atau diperbuat oleh suaminya (Ji Bahrawi adik dari Sakrah). Ia

tunduk pada keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh suaminya dan pasrah akan segala perlakuan yang ia dapatkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, ditemukan habitus dari masing-masing kelas. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3. Habitus dalam Novel Damar Kambang Karya Muna Masyari No. Jenis

Habitus

Tokoh Bentuk Keterangan

1. Habitus sendiri,, seperti saat memaksa Chebbing untuk menikah dengan Ke Bula dan berlaku kasar kepada Chebbing. memberikan Ke Bulla keturunan supaya dapat menduduki posisi di keluarganya. Ia berkeinginan untuk menyingkirkan posisi istri pertama Ke Bulla supaya ia tidak lagi dipandang sebelah mata oleh

Di habitus kelas populer diisi oleh Marinten, Chebbing, Buk Sum, dan ibu Kacong. Mereka tidak dapat melawan dan hanya bisa

Ibu Kacong

yang dikatakan oleh pihak dominan.

pasrah menerima segala perlakuan dari pihak laki-laki.

2.5 Arena

Menurut Haryatmoko (2016: 50), arena merupakan tempat persaingan dan perjuangan. Modal akan dipertaruhkan oleh seseorang ataupun kelompok sesuai dengan aturan-aturan dan kode etik yang ada. Di dalam arena, setiap orang berusaha untuk lebih unggul daripada yang lain dan mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.

Arena atau ranah yang dimaksud dalam teori Bourdieu seperti arena sosial, arena budaya, arena ekonomi, arena politik, arena pendidikan, dan lainnya. Di dalam novel Damar Kambang ditemukan arena domestik dan arena budaya. Arena domestik merupakan persaingan di dalam pernikahan/rumah tangga. Sedangkan arena budaya adalah arena publik tempat berlangsungnya persaingan antara manusia , baik yang berbentuk persaingan fisik maupun metafisika (magis/guna-guna). Hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut ini.

Dokumen terkait