• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arti Penting Munas Partai Golkar ke VIII dalam Pandangan

Dalam dokumen Partai Golkar dalam Bingkai Khalayak (Halaman 118-123)

BAB III PARTAI GOLKAR DALAM BINGKAI MEDIA DAN KHALAYAK

2. Arti Penting Munas Partai Golkar ke VIII

2.1 Arti Penting Munas Partai Golkar ke VIII dalam Pandangan

Berita di Kompas yang bertema Arti penting Munas Partai Golkar ke VIII diantaranya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Berita Bertema Arti Penting Munas Partai Golkar VIII

No Judul Berita Tgl Terbit

1 Penentuan Nasib Partai (3) 2 Oktober

2 Musyawarah Nasional di Riau Titik Kritis Golkar (4) 5 Oktober

131

Selengkapnya lihat Kompas, Golkar Harus Manfaatkan Munas untuk Kebangkitan, terbit 9 September 2009

132

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Usaha, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal: 628

cxix

Berita (3) dan berita (4) sama-sama merupakan berita soft news.

Persamaan lain dari dua berita ini karena keduanya merupakan rangkuman pendapat mengenai Partai Golkar dari para ahli. Jika berita (3) berisi ragam pendapat para pengamat politik pada saat pelaksanaan sebuah acara diskusi tentang Partai Golkar, maka berita (4) adalah rangkuman pendapat yang dikumpulkan Kompas dari para pinisepuh atau senior Partai Golkar.

Judul pada berita (3), “Penentuan Nasib Partai”, merupakan penegasan bahwa munas VIII memang merupakan momentum yang sangat menentukan bagi hidup mati Partai Golkar. Hal tersebut dikuatkan kembali pada penjelasan lead berita yang menggunakan unsur skrip yang cukup lengkap yakni what (apa), when (waktu), where (tempat), dan who (siapa).

Musyawarah Nasional VIII Partai Golkar di Pekanbaru, Riau, 5-9 Oktober 2009 akan menjadi penentuan nasib partai itu pada masa depan. Yaitu apakah Golkar akan kembali merebut kejayaan seperti pada era Orde Baru atau semakin terpuruk.

Sintaksis narasumber yang ditulis Kompas cukup banyak, yakni Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar yang juga pendukung Aburizal Bakrie, Rully Chairul Azwar, kader Partai Golkar yang juga pendukung Yuddy Chrisnandi, Indra J Piliang, Pengamat Lingkaran Survey Kebijakan yang juga pendukung Surya Paloh, Sunarto Ciptohardjono, Anggota Dewan Penasihat Partai Golkar Sultan Hamengku Buwono X, dan Yuddy Chrisnandi.

Alur berita pada berita (3) lebih banyak mengevaluasi kekurangan Partai Golkar, sehingga momentum munas harus dijadikan patokan untuk mengembalikan kejayaan partai. Perbaikan Partai Golkar ini utamanya dengan pemilihan ketua umum yang sesuai dengan kebutuhan partai.

cxx

“Permasalahannya sekarang adalah siapa calon pemimpin yang karakternya paling sesuai dengan kebutuhan Golkar?” kata Rully Chaerul Azwar.

Menurut Wartawan Kompas Suhartono, ada dua karakter calon ketua umum yang bertolak belakang dan membuat munas menjadi sangat penting untuk diberitakan.

“…Prosesi suksesi dari calon ketum golkar didukung penguasa (SBY) versus calon independen Golkar yang mewakili oposisi (rakyat).”

(Wawancara dengan Suhartono)

Selanjutnya Kompas menuliskan, pemilihan Ketua Umum Partai Golkar ini terbentur oleh beberapa permasalahan internal. Pertama, terdapat tiga kelompok dominan yang ada di dalam Partai Golkar, yakni kelompok yang menginginkan berkoalisi dengan pemerintah, kelompok yang menginginkan menjadi oposan, dan kelompok muda yang memiliki idealisme tinggi. Kedua, adanya motif yang berbeda ketika memilih ketua umum partai, yakni memilih kandidat yang mampu memberi imbalan, kandidat yang kemungkinan besar menang, atau kandidat yang akan membesarkan partai.

Sikap Kompas tampak menonjol pada subjudul “Bangun Idealisme”. Dalam isi beritanya, Kompas menekankan pernyataan Sultan Hamengku Buwono (HB) X bahwa permasalahan yang tengah menimpa Partai Golkar sebenarnya karena telah hilangnya idealisme partai. Penyebabnya tidak lain karena pragmatisme politik para kader dan anggota Partai Golkar yang meresahkan. Maka, jika persoalan pragmatisme ini dapat dihapuskan, munas bisa menjadi titik tolak kejayaan Partai Golkar pada pemilu mendatang.

cxxi

Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar, Sultan Hamengku Buwono X menilai, Golkar harus bisa membangun idealisme sesuai keberadaan roh partai. Pragmatisme yang berkembang telah melemahkan idealisme partai.

Konsolidasi internal membangun idealisme menjadi salah satu tantangan terbesar Partai Golkar yang harus bisa dipikul pengurus baru. …dst

Sementara itu, berita (4) menggambarkan bahwa pelaksanaan munas kali ini adalah pengharapan baru agar Partai Golkar bisa bangkit dari titik kritisnya. Bagian judul berita, “Musyawarah Nasional di Riau Titik Kritis Golkar”, memberi kesan bahwa Partai Golkar saat sebelum munas tengah berada pada kondisi memrihatinkan. Untuk itu, momentum nasional partai seperti munas ini menjadi penentu eksistensi partai ini di dunia politik.

Leksikon “kritis” yang digunakan Kompas mengandung arti bahwa posisi politik Partai Golkar usai pemilu presiden seperti berada diantara hidup dan mati. Analoginya, jika mampu melalui masa berat ini, Partai Golkar pasti kembali berjaya, namun jika tidak sanggup bertahan, partai tertua di Indonesia ini akan mati. Kekalahan Partai Golkar dalam pemilu presiden adalah akumulasi permasalahan internal partai. Maka dari itu, hasil dari munas diharapkan mampu membuat Partai Golkar melewati masa kritisnya.

Rendahnya perolehan suara Golongan Karya pada pemilihan umum Juli 2009 dinilai karena lemahnya kepemimpinan partai. Oleh karena itu, Munas Partai Golkar pada 5-8 Oktober 2009 di Pekanbaru Riau menjadi penting untuk melahirkan pemimpin baru yang kuat dan solid. Jika tidak, partai ini akan semakin terpuruk dalam pemilihan umum ke depan.

Unsur sintaksis narasumber yang digunakan Kompas cenderung merupakan pihak-pihak netral yang tidak memiliki kepentingan tertentu di munas. Mereka adalah JB Sumarlin (mantan Menteri Keuangan), Cosmas

cxxii

Batubara (mantan Menteri Tenaga Kerja), dan Sulasikin Murpratomo (mantan Menteri Urusan Peranan Wanita).

Kompas membuat alur berita yang bersifat evaluatif, dimana narasumber yang ditampilkan Kompas pada awalnya memberikan penilaian terhadap kekurangan Partai Golkar selama ini. Akan tetapi pada bagian akhir, terutama pada subjudul pertama “Masih diperhitungkan”, Kompas berusaha menunjukkan sisi bahwa Partai Golkar sebenarnya masih punya harapan besar untuk bangkit dari keterpurukan dan seharusnya tetap harus bertahan dengan kekuatan yang dimiliki saat ini, misalnya dari sisi kualitas kader dan pengalaman partai. Lihat potongan berita berikut.

Munculnya persaingan para calon ketua Partai Golkar dari kalangan mapan dan cukup dikenal masyarakat dalam Munas mendatang, menurut Cosmas, mengindikasikan bahwa Partai Golkar masih diperhitungkan sebagai pilihan sosial politik bangsa.

Hingga saat ini, menurut Sulasikin, Golkar adalah satu-satunya partai lama yang masih bertahan utuh. “Golkar jangan sampai mengikuti partai- partai lain yang mau dipecah. Meskipun didalam partai ada konflik kepentingan, partai harus tetap utuh,” ujarnya.

Namun pada kenyataannya, Sutta Dharma dan Suhartono merasa sangat kecewa dengan tata cara dan peristiwa yang terjadi pada saat munas berlangsung. Suhartono sebenarnya mengharapkan munas berlangsung demokratis dan tidak ada intervensi dari penguasa agar harapan-harapan terhadap munas dapat tercapai. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

“Mengecewakan, karena intervensi penguasa melalui berbagai cara seperti tekanan kepada pimpinan partai golkar di daerah yang menjabat pimpinan, intervensi di panitia munas golkar, kehadiran konsultan politik Fox, yang pernah meng-arrange SBY-Boediono saat pilpres, tekanan pejabat militer, termasuk kehadiran sekretaris kabinet Sudi Silalahi di malam pemilihan ketum golkar. Kehadiran Sudi baru diketahui beberapa jam setelah pemilihan usai.” (Wawancara dengan Suhartono)

cxxiii

Pernyataan hampir serupa diungkapkan Sutta Dharma. Sutta berharap, Partai Golkar sebagai partai tua seharusnya bisa memanfaatkan Munas sebagai proses demokrasi yang bisa dicontoh partai lain. Namun pada pelaksanaannya, momentum tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh Partai Golkar.

“Golkar sebagai partai yang memiliki pengalaman panjang seharusnya memelopori menjadikan Munas partai sebagai puncak pelaksanaan berdemokrasi yang sesungguhnya. Munas seharusnya dimulai dari proses berdemokrasi dari tingkat ranting, cabang, daerah, wilayah, sampai ke pusat. Pembicaraan bukan dimulai dari orang tapi dimulai dari evaluasi, perumusan tantangan bangsa ke depan dan program untuk menjawab tantangan tersebut. Berdasarkan itu semua, figur pimpinan baru dipilih, bukan karena faktor perkoncoan, primordialisme, melanggengkan kekuasaan, atau uang.” (Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra)

3. Isu Politik Uang dan Pragmatisme dalam Pemilihan Ketua Umum

Dalam dokumen Partai Golkar dalam Bingkai Khalayak (Halaman 118-123)