• Tidak ada hasil yang ditemukan

Framing sebagai Bagian dari Paradigma Konstruktivisme

Dalam dokumen Partai Golkar dalam Bingkai Khalayak (Halaman 38-46)

Paradigma konstruksionis pertama kali diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif yang banyak meneliti mengenai konstruksi sosial atas realitas, Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Bagi Berger realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.46

Sebagai hasil dari konstruksi sosial, realitas dalam berita merupakan realitas subyektif dan realitas obyektif sekaligus. Dalam realitas subyektif, realitas menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dengan obyek. Sedangkan realitas obyektif, yakni sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada diluar, misalnya rumusan, institusi, aturan, dan lain sebagainya.47

Dalam menerapkan gagasan Berner pada berita, sebenarnya teks berita tidak bisa disamakan dengan realitas, ia harus dilihat sebagai sebuah konstruksi atas realitas. Karenanya, sebuah peristiwa yang sama bisa dikonstruksi secara berbeda. Wartawan dimungkinkan mempunyai pandangan yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan pandangan tersebut dapat dicermati melalui konstruksi peristiwa yang diwujudkan dalam teks berita.

46

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, LKiS, Yogyakarta, 2002, hal: 15

47

xxxix

Ada dua karakteristik dalam pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pesan tidak menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas. Komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberi pemaknaan terhadap peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya sendiri.48

Salah satu jenis analisa yang didasarkan pada pendekatan konstruksionis adalah analisis framing. Secara umum, framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media.49 Proses framing terjadi melalui proses konstruksi terhadap sebuah realitas atau peristiwa. Orang media kemudian memberikan pemaknaan tertentu terhadap peristiwa tersebut. Pemaknaan ini membuat wartawan memilih angle berita apa yang akan ia tulis dan siapa saja narasumber yang akan dia wawancara dengan lebih mendalam.

Pada dasarnya wartawan media massa cenderung memilih seperangkat asumsi tertentu yang berimplikasi bagi pemilihan judul berita, struktur berita, dan keberpihakan kepada seseorang atau sekelompok orang, meskipun keberpihakan tersebut sering bersifat subtil dan tidak sepenuhnya disadari.50

48 Ibid, hal: 40-41 49 Ibid, hal: 66 50

xl

Pemahaman media mengenai makna dari realitas sosial serta bagaimana cara media menampilkan hasil pemaknaannya ini menjadi fokus analisis framing.

Framing dapat digunakan untuk melihat siapa yang mengendalikan siapa dalam struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, siapa penindas dan siapa tertindas, tindakan politik mana yang konstitusional dan yang inkonstitusional.51

Konsep framing sesungguhnya dapat dibedakan menjadi dua: frame media (media framing) dan frame khalayak (audience framing).52 Konsep ini berdasarkan pendapat Kinder and Sanders (1990) yang menilai bahwa frame menunjukkan “maksud tersembunyi dalam sebuah wacana politik” yang setara dengan konsep bingkai media, dan sebagai “struktur internal dari pikiran” yang setara dengan bingkai individu.53

Keberadaan frame media sangat penting, karena frame media membuat sebuah peristiwa tampak penting dan memiliki arti. Hal ini menurut Robert M. Entman karena proses framing dapat dipandang dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas atau isu tersebut.54 Framing dilihat sebagai seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi. Dalam banyak hal, itu berarti menyajikan secara khusus definisi terhadap

51

Ibid, hal: XV 52

Pawito, Ph.D, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKiS, Yogyakarta, 2007, hal: 186 53

Dietram A. Scheufele, Framing as Theory of Media Effect, Journal of Communication, Vol. 49, Internasional Communication Assosiation, 1999, hal: 106

54

Bimo Nugroho, Eriyanto, Frans Surdiasis, Politik Media Mengemas Berita, Institut Studi Arus Informasi, Yogyakarta, 1999, hal: 21

xli

masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral, dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah itu digambarkan.55

Pembingkaian media dilakukan dengan memilih isu yang akan dimunculkan di media serta mengaburkan isu yang tidak dikehendaki untuk dimuat, kemudian menonjolkan isu yang terpilih menggunakan berbagai strategi wacana, antara lain dengan penempatan spot berita (headline atau penulisan judul dengan huruf besar), pengulangan berita, pencantuman foto atau grafis yang mendukung salah satu pihak, penggunaan label yang mendiskreditkan pihak tertentu, dan lain sebagainya.

Untuk melihat strategi media mengemas berita dibutuhkan elemen- elemen sebagai perangkat untuk menafsirkan isi berita. Secara umum, ada tiga kategori besar elemen framing menurut Jisuk Woo56. Pertama, level makrostruktural yakni pembingkaian tingkat wacana. Wacana merupakan tingkat isu paling umum yang tampak tersirat (latent). Kedua, level mikrostruktural yakni penonjolan sisi-sisi berita sehingga mengaburkan sisi- sisi lainnya. Level ini dapat dicermati pada pemilihan fakta, angle, serta narasumber. Ketiga, level retoris yakni penekanan fakta yang ditonjolkan, yaitu dengan pemilihan kata, kalimat, retorika, gambar, atau grafik.

Ada empat model framing yang dapat digunakan untuk menganalisa frame media, antara lain model framing Murray Edelman, Robert N. Entman, William A Gamson, serta Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki (Pan dan Kosicki). Model framing yang memiliki dimensi yang paling lengkap adalah

55

Robert Entman, Framing: Toward Clarification of a Fractured Paradigm, Journal of Communication, Vol. 43, No. 4, 1993, hal: 52 dalam Ibid, hal: 20

56

xlii

model framing Pan dan Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki ada dua konsepsi framing yang saling berkaitan, yakni konsepsi psikologis dan konsepsi sosiologis57. Perangkat framing Pan dan Kosicki dibagi menjadi empat struktur besar, yakni struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Selain frame media, kajian framing tidak bisa dipisahkan dari frame individu atau frame khalayak (audience frame). Frame individu menurut Entman adalah “Sekumpulan ide yang tersimpan dalam diri individu yang membimbing individu untuk memproses informasi”. Pan dan Kosicki menambahkan, isu yang berkaitan dengan frame of reference individu dapat memiliki dampak signifikan pada persepsi, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap informasi yang masuk dalam diri individu.58

Oleh karena itu, penelitian menggunakan pendekatan framing, menurut Dietram Aren Scheufele, seharusnya tidak hanya berpijak pada bagaimana media membuat bingkai keberpihakan terhadap suatu peristiwa. Akan tetapi pendekatan framing juga dapat menentukan mana diantara media frame dan

audience frame yang akan dijadikan variabel independen dan mana yang akan menjadi variabel dependen.

Jika media frame ditempatkan sebagai variabel independen atau variabel bebas, maka bingkai yang dibentuk media dipercaya memiliki pengaruh terhadap bingkai yang dibuat khalayak yang menjadi variabel dependen. Namun jika bingkai media ditempatkan sebagai variabel dependen,

57

Konsepsi psikologis lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Sedangkan konsepsi sosiologis menekankan bagaimana seseorang mengklarifikasikan, mengorganisasikan dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Secara lengkap lihat Eriyanto, ibid, hal: 252-253

58

xliii

maka bingkai media merupakan sesuatu yang muncul karena berbagai faktor dalam internal media. Faktor-faktor tersebut bisa berupa ideologi media, kepentingan pemilik media, ataupun individu wartawan.

Tabel 1.1

Variabel Independen dan Variabel Dependen pada Frame

Bentuk/Variabel Frame Sebagai Variabel

Independen

Frame Sebagai Variabel Dependen

Frame Media Bagaimana bentuk frame media yang mempengaruhi persepsi khalayak dari sebuah wacana? Bagaimana proses pembentukan frame tersebut bekerja?

Faktor apa saja (dalam internal media) yang menyebabkan perangkat frame tertentu ada dalam pemberitaan? Bagaimana proses pembuatan frame dan frame apa yang digunakan media?

Frame Individu Apa pengaruh skema kognisi individu pada pembingkaian? Bagaimana individu menggunakan skema individu untuk memproses informasi? Bagaimana efek realitas yang terbentuk oleh skema individu tersebut?

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembentukan frame individu? Apakah frame individu sama dengan frame media? Bagaimana cara khalayak dalam mengkonstruksi atau menolak frame media?

Sumber: Olahan Peneliti59

Scheufele membuat sebuah model proses framing, yang dibagi menjadi inputs, proses dan hasil (outcomes). Pada Gambar 1.1 dapat terlihat bahwa hasil dari sebuah proses, menjadi input untuk proses yang lain. Secara lebih spesifik Scheufele membagi proses itu menjadi empat yaitu : frame

59

xliv

building, frame setting, individual effect of framing, dan hubungan individual framing dengan media frames.60

Gambar 1.1

A Process Model of Framing Research

Frame Building. Pokok utama dari proses pembentukan frame adalah bagaimana nilai-nilai struktural dan organisasional dalam sistem media, serta karakteristik wartawan yang mana yang mempengaruhi isi berita. Ada tiga hal yang mempengaruhi frame building, yakni: Pertama, wartawan itu sendiri. Wartawan secara aktif mengkonstruksi frame dan membuat pemahaman tertentu terhadap informasi. Pembentukan frame ini dipengaruhi ideologi, aturan tingkah laku, dan norma profesional yang berlaku. Kedua, adalah frame sebagai hasil dari acuan kerja rutin organisasi media. Ketiga, adalah faktor eksternal dari media seperti: aktor politik, kekuasaan, atau kelompok

60

xlv

kepentingan. Frame yang tercipta oleh eksternal media ini–yang kemudian menjadi sumber berita–diadopsi oleh jurnalis ketika mengkonstruksi berita.

Frame Setting. Terminologi ini hampir sama dengan Agenda Setting

yang dikemukakan McComb dan Shaw. Agenda setting dan frame setting,

sebenarnya berdasarkan pada proses yang hampir sama. Agenda setting

memusatkan perhatian pada isu mana yang lebih penting. Frame setting

sebagai level kedua agenda setting, lebih memperhatikan pada hal-hal penting dari sebuah isu. Frame mempengaruhiopini publik dengan menekankan nilai- nilai yang spesifik, fakta-fakta dan pertimbangan-pertimbangan lain, menjelaskan keterkaitan yang lebih jelas dengan isu.

Individual level effect of framing. Merupakan proses penghubung antara audience framing dan hal-hal yang ada dalam individu, seperti kebiasaan, ideology, tanggung jawab dan sebagainya. Kebanyakan penelitian menguji hasil pada individu dari framing media memiliki hubungan langsung, yang diantaranya dijembatani audience frame.

Journalis as Audience. Jurnalis juga merupakan audience. Ia memiliki serangkaian nilai, ideologi, norma-norma tingkah laku, dan sebagainya. Seperti khalayak biasa, hal itu mempengaruhi dalam menjelaskan sebuah peristiwa atau isu. Ia juga mudah terpengaruh frame dari media itu sendiri.

Dari model tersebut dapat dilihat bahwa antara media frames dan

audience frames pada dasarnya merupakan proses yang saling berhubungan.

Audience frame dipengaruhi oleh media frames dan begitu pula sebaliknya

xlvi

Keduanya berinteraksi dalam sistem yang lebih besar, yang dipengaruhi oleh ideologi, nilai-nilai, norma yang berlaku dan sebagainya

Perlu ditekankan disini, bahwa penelitian ini memusatkan perhatian pada audience frames, dengan tidak mengaburkan media frames. Dalam pemberitaan suatu peristiwa atau realitas sosial yang baru, seperti pelaksanaan Munas Golkar ke VIII, media tentu memiliki sudut pandang yang berbeda- beda. Frame yang dibentuk oleh media justru menegaskan bahwa media– dengan segala faktor yang melatarbelakanginya–berada pada posisi tertentu terhadap isu tersebut. Sedang pembaca, dengan latar belakang individualnya membuat sebuah frame tertentu atas sebuah isu, yang sedikit banyak juga mendapat pengaruh dari media frame tersebut.

Dalam dokumen Partai Golkar dalam Bingkai Khalayak (Halaman 38-46)