• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arwah penasaran seorang hostes di hotel

Dalam dokumen V e rs i Indonesia (Halaman 134-138)

Saya selalu merasakan bahwa banyak hal hal yang aneh terjadi pada diri saya. Mungkin ini dikarenakan oleh kemampuan gaib saya yang khas. Menguntungkan atau merugikan, sulit sekali menilainya. Namun saya senantiasa menjaga ketenangan jiwa serta tidak sembarangan mengkhayal. Dan dari sudut pandangan yang obyektif, saya meneliti alam yang penuh dengan misteri ini. Banyak orang bertanya kepada saya, apakah semua ini benar benar terjadi? Saya tidak mau menjawab pertanyaan ini. Saya meneliti dengan obyektif pula. Benar atau palsu, tidak perlu dijawab? Yang benar tidak mungkin dipalsukan, begitu pula yang palsu tidak mungkin dibenarkan. Untuk menghadapi pertanyaan begini saya cukup membalas dengan senyuman saja.

Pada suatu hari di bulan Juni, begitu saya tiba di kota Kau Siung, malam sudah cukup larut. Saya tidak ingin mengganggu teman disana. Dengan menumpang taksi, dibawah hujan gerimis, saya menelusuri jalan raya. Setelah melintasi beberapa wilayah yang cukup ramai, tibalah saya didepan sebuah hotel yang cukup mewah. Hujan masih saja turun; tampaknya tidak akan berhenti dalam waktu singkat. Saya melihat ke arloji; waktu menunjukkan tepat tengah malam. Dengan perasaan kantuk, saya memasuki lift. Pelayan di lantai lima membantu saya membukakan kamar bernomor 502, dan setelah menuangkan secangkir teh, ia pun pergi meninggalkan saya.

Saya betul betul merasa lelah setelah sekian jam lamanya menghabiskan waktu di perjalanan. Setelah mengeluarkan pakaian yang hendak disalin, saya membuka pintu kamar mandi. Dan pada saat itulah, indra ke 6 saya bereaksi. Seketika itu pula, saya telah melihat jelas seluruh isi yang ada didalam kamar mandi itu. Saya melihat air ledeng di kran sedang mengalir; bak mandi (bathtub) setengah berisi; dan didalamnya terbaring sesosok mayat wanita. Dalam waktu yang singkat itu, saya bahkan bisa melihat mata mayat wanita itu yang besar dan terang, memandangi saya terus. Namun, ilusi ini hanya berlangsung beberapa detik saja. Menghilang dalam waktu singkat.

Saat itu, didalam kamar mandi, kran ledeng lama sekali tidak mengeluarkan air; bak mandipun kering tidak berisikan air. Ilusi itu meskipun telah lenyap, namun sorotan matanya yang begitu tajam masih tersisa dibenak saya. Alangkah cantiknya wanita itu. Saya telah menutup pintu serta menarik gorden. Setelah air terisi penuh di ember, saya mulai mengelap badan dengan handuk yang dibasahi air. Selesai mengenakan pakaian yang bersih, sayapun segera berbaring diatas tempat tidur yang hangat. Saya tidak menyangkal, didalam hati saya juga timbul sedikit perasaan gusar, dan itulah sebabnya saya tidak jadi mandi didalam bak mandi.

Sekitar pukul dua dini hari, saya terjaga oleh deringan telpon. "Hello." Saya bergumam.

"Anda siapa?" Saya pikir, malam ini saya baru tiba di Kao Hsiung, tidak seorangpun yang mengetahuinya. Lalu siapakah dia?

"Nama saya Li Tai Yi, alias Nana." Disertai suara tawa yang manja.

Mendengar nama alias semacam itu, barulah saya sadar. Didalam hotel, kalau tengah malam begini ditelpon seorang wanita yang bersuara manja, bahkan ia tahu nama kita, pastilah ia seorang wanita panggilan. Saya berpikir, seharusnya bagian reception tidak boleh sembarangan memberitahu nama tamu hotel kepada wanita semacam ini.

"Maaf, saya sangat lelah."

"Tidak apa-apa. Saya menemani anda tidur saja, ya?"

"Kita tidak saling mengenal. Saya tidak biasa. Maaf." Jawab saya. Saya merasa terganggu. Apalagi wanita itu cukup bawel. Ini lebih meyakinkan dugaan saya.

"Kita pernah bertemu, Mr. Lu."

"Tidak." Kata saya. Semenjak memasuki hotel, selain beberapa orang wanita yang duduk di sofa ruangan lobby, saya tidak pernah bertemu dengan siapapun.

"Kalau begitu bolehkah anda membantu saya menghubungi bagian reception?"

"Maaf, silahkan anda hubungi sendiri saja." Saya segera menutup telpon. Tiba tiba saya merasa kaki saya menjadi dingin; udara seolah olah bertambah dingin. Setelah membenamkan diri kedalam selimut, sayapun segera tertidur. Hanya suara tawa yang manja bagaikan bunyi lonceng mungil tadi seakan akan masih tersisa dalam benak. Udara di keesokan paginya cukup cerah. Saya membuka gorden jendela, membiarkan sinar matahari masuk kedalam kamar. Semalaman saya tidur dengan pulas; rasanya badan sangat segar. Dengan menenteng koper, saya mendatangi reception untuk chek- out.

"502, mau chek out."

"502". Pelayan wanita itu mengulangi kalimat saya sambil memandangi saya.

"Sus, kebiasaan kalian cukup mengganggu tamu yang sedang beristirahat. Kiranya perlu diperbaiki." Kata saya sambil bergurau.

"Apa maksud anda? Saya tidak mengerti." Wanita itu memandang saya dengan curiga. "Li Tai Yi, Nana, telpon pada tengah malam. Saya sangat terganggu."

"Oh!" Tampaknya ia sangat terperanjat mendengar nama yang saya sebut tadi. Mukanya kelihatan pucat. Tampaknya dengan terpaksa ia bertanya lebih lanjut, "Dia menelpon anda?"

"Tidak mungkin." Jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Mengapa?"

"Karena nama anda tidak pernah kami beritahukan kepada siapapun."

"Kalau begitu Li Tai Yi atau Nana, apa yang telah terjadi?" Saya juga merasa aneh. "Maaf, saya tidak mau berbicara banyak tentang dia. Kalau mau lebih jelas silahkan anda bertanya kepada nenek tua yang menjaga stand rokok di ujung sana. Dia pasti dapat memberi banyak informasi."

Disudut serambi luar, ternyata memang ada seorang nenek tua yang menjaga stand rokok. Mendengar pertanyaan saya, ia kelihatannya begitu bersemangat, bahkan bertanya kepada saya, apakah tamu dari kamar 502? Dan sayapun membenarkan. "Apakah anda tertindih sakit sewaktu tidur?"

"Bukan, telpon tengah malam."

"Wah! Berita yang belum pernah ada."

Menurut nenek tua itu, Li Tai Yi betul adalah Nana, yaitu seorang hostes yang sangat ayu. Ada yang menyebutnya nomor 16 sebab dia pernah memberi pelayanan di sebuah hotel mewah dan mendapat nomor urutan ke 16. Li adalah seorang hostes kenamaan dan banyak menghasilkan uang. Namun ia dipaksa kumpul kebo dengan seorang tukang pukul. Suatu ketika ia jatuh cinta pada seorang pedagang. Pedagang itu berjanji akan menikahinya, tetapi rupanya pedagang itu adalah seorang penipu. Tak lama kemudian uang tabungan Li pun habis ditipu. Pada saat itulah ia dipaksa tukang pukul tadi menjadi WTS. Li merasa sangat terpukul dan putus asa. Dan akhirnya ia menghabisi nyawanya sendiri di kamar 502 dengan menenggak minuman beracun. "Didalam kamar mandi?"

"Betul, ia terbaring di bak mandi. Hari itu banyak yang berkerumun di tempat kejadian. Saya juga ikut menyaksikannya. Memang menyedihkan! Usianya masih muda; matinya pasti penasaran. Katanya sejak kejadian itu kamar 502 menjadi angker. Setiap ada tamu yang menginap disitu, pasti malam malam terasa kena tindihan berat."

Kemudian saya mendatangi hotel bekas tempat Nana bekerja; seorang pelayan tua sedang menyapu lantai didekat pintu masuk. Hari masih pagi; jam kerja belum tiba; kelihatannya sangat sepi. Saya berkata, "Saya datang mencari nomor 16, Nana."

"Nana! Biar mampus kamu; pagi pagi begini datang mencari setan; dia sudah tahun meninggal. Nomor 16 sekarang bukan lagi bernama Nana. Namanya Lili. Kalau mau cari Nana datang saja ke kuburan, Huh!"

Saya benar pernah bertemu muka satu kali dengan Li Tai Yi. Berarti bukan sama sekali tidak kenal.

orang yang belum ia kenal?

Keringkanlah tubuhmu yang basah, dan hapuskanlah hutangmu di dunia ini! Pergilah, dan kamu akan menemukan alam dimensi milikmu.

(diterjemahkan dari buku "Flying Carpet of The East" yang diterbitkan pada September 1977 dalam bahasa Mandarin)

Dalam dokumen V e rs i Indonesia (Halaman 134-138)