• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Karma: Rambut yang aneh

Dalam dokumen V e rs i Indonesia (Halaman 62-65)

Ketika aku memasuki pintu kantorku aku melihat seorang pria berdiri diluar dibawah sebuah pohon tua. Ia berusia sekitar 50 tahun, dan ia memakai sebuah topi Sherlock Holmes (tokoh legenda Inggris yang terkenal sebagai detektif ulung yang selalu memakai topi yang khasnya sewaktu bepergian). Ketika ia melihatku, ia memanggil manggil, "Pak Lu! Pak Lu!"

Aku biasanya tidak menghiraukan orang yang tidak kukenal. Sejak buku buku karya tulisanku diterbitkan, terlalu banyak orang yang datang mencariku. Kadang kadang aku sampai takut untuk pulang ke rumah! Setiap kali orang mencariku, aku mendengar begitu banyak kesulitan. Mereka memintaku untuk menggunakan kekuatan batin menolong mereka. Terlalu sering mengalami hal ini mengganggu kehidupanku. Aku sering pindah dari satu tempat tinggal ke tempat tinggal lain untuk menghindar, tapi orang selalu akhirnya menemukanku lagi.

"Saudara Lu! Tunggu sebentar. Ada sesuatu hal yang lain daripada yang lain yang ingin kubicarakan dengan anda."

"Ada urusan apa?"

"Mengenai rambutku yang aneh." Ia terlihat sangat pucat. "Rambut aneh?"

Ia melepaskan topinya. Aku lihat diatas kepalanya terdapat bagian rambut yang berwarna seperti kopi. Bagian rambutnya yang lain hitam seperti normal. Wajahnya juga terlihat aneh. Aku melihat rambutnya dan kemudian kembali memandang wajahnya dengan seksama. Mulailah kulihat perubahan di expresi mukanya. Matanya mencekung lebih dalam. Hidungnya menjadi lebih pesek. Bibirnya menjadi lebih besar. Wajah yang tadinya kelihatan halus telah hilang. Sebagai gantinya, wajahnya sekarang terlihat seperti monyet.

"Itu rambut monyet!" Aku berkata dengan agak terperanjat. Aku tercengang.

"Betul. Memang rambut monyet," jawabnya sambil memakai topinya lagi. "Aku telah memberikan contoh rambutku kepada dokter untuk diperiksa. Betul betul terbukti bahwa ini adalah rambut monyet."

Inilah kisah tentangnya:

Namanya adalah Hung Tsu-Wang. Ia tinggal di kota Yi-lan. Ia berusia 54 tahun dan dalam keadaan sehat. Tiga tahun yang lalu ia mendapat kecelakaan terjatuh dan

terbentur kepalanya. Sejak saat itu sebagian rambutnya menjadi berwarna kopi dan tumbuh dengan cepat. Bersamaan dengan datangnya rambut aneh tersebut, tingkah lakunya pun berubah. Sifatnya yang tadinya tenang dan lembut menjadi liar. Bahkan, setiap malam antara jam 10 dan 11, Pak Hung berubah wajahnya dan meloncat loncat seperti seekor monyet. Kadang kadang menjadi lebih serius dimana ia akan bersuara seperti monyet. Ia menjadi sangat suka dengan kacang, pisang, dan anggur.

Bila ia tidak dapat menguasai diri lagi, keluarganya akan menguncinya di kamar. Setelah kira kira 1 jam, ia kembali normal.

"Apakah kau pernah mempunyai hubungan badan dengan monyet monyet?" tanyaku. "Tidak."

"Tidak bohong?" "Sama sekali tidak."

"Hmmm, kalau kau tidak pernah bersetubuh dengan monyet, maka ini kemungkinan disebabkan oleh karma masa lalumu. Aku akan menyelidikinya malam ini dalam waktu meditasiku. Pulanglah. Besok aku akan memberikan jawaban."

"Besok! Aku tidak dapat tinggal di hotel! Aku harus pulang kerumah. Mungkin aku kembali saja dalam beberapa hari. Aku harap anda dapat menolongku karena orang lain tidak ada yang bisa. Setiap malam pada jam 10 aku harus disuntik dengan obat penenang. Tidak ada obat lain."

Malam itu aku duduk dan didalam hati membaca mantra serta menyebut namanya, tanggal lahirnya, dan alamat rumahnya. Kemudian aku berkonsentrasi. Aku mulai melihat sebuah lingkaran sinar kuning. Didalam lingkaran itu muncullah lautan. Kemudian, aku melihat sebuah pulau dengan pohon pohon kelapanya. Aku melihat sebuah perahu di pelabuhan. Ada banyak serdadu Jepang turun dari perahu itu.

Aku melihat sekelompok serdadu serdadu Jepang itu sedang makan dan minum

Seorang dari serdadu serdadu itu telah menyandera dan mengikat seekor monyet. Seorang serdadu lainnya berdiri, mengeluarkan pisau belatinya, dan kemudian membunuh monyet itu. Monyet itu berteriak. Darahnya muncrat keluar. Serdadu serdadu itu berteriak teriak dengan penuh semangat dan kegembiraan. Mereka bermaksud memakan daging monyet itu.

Aku mengamati serdadu yang memegang pisau itu dengan lebih seksama. Ternyata ia adalah Pak Hung.

Beberapa hari kemudian Pak Hung datang lagi mencariku. "Apakah anda pernah menjadi serdadu Jepang?"

"Ya, sebelum Perang Dunia II, sebelum Jepang menyerah. Kami direkrut." (Catatan: Taiwan dijajah Jepang selama 60 tahun. Penjajahan tersebut berakhir ketika Perang Dunia II usai. Pria pria Taiwan direkrut untuk berperang membela Jepang selama

Perang Dunia II.)

"Kemana kau ditugaskan sewaktu menjadi serdadu?" "Sumatra."

"Kau membunuh seekor monyet di Sumatra? Benar, kan?"

"Astaga!" Hung berteriak keras. Wajahnya menjadi pucat. Alisnya basah dengan keringat. Ia berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Sekarang aku ingat! Pada saat itu tidak ada yang berani membunuh monyet itu! Aku masih muda. Aku yang membunuh monyet itu dan semuanya ikut memakan dagingnya. Ya! Itulah kejadiannya. Apa yang dapat aku lakukan sekarang? Apa yang harus aku lakukan?"

Untuk hal seperti ini aku tidak mempunyai jalan keluar. Ini adalah hukuman dari perbuatan membunuh. Aku hanya heran bahwa hukuman karma ini datang begitu cepat kepadanya.

"Sebelum kau mengalami kecelakaan terjatuh, kemana engkau pernah pergi?"

"Sehari sebelumnya, aku pergi ke Chi-lung menemui temanku. Ia adalah seorang pelaut. Ia baru saja kembali dari Sumatra. Apakah ini ada hubungannya dengan kasus ini?"

"Hal itu mempercepat proses pembayaran karma," kataku. "Dapatkah anda menolongku?"

"Maaf, tidak bisa." Ketika aku memandang rambutnya yang aneh, aku merasa menyesal tidak dapat menolongnya. Tak ada sesuatu yang dapat kukatakan.

Meskipun aku dapat melihat kejadian kejadian masa lalu dengan jelas, aku tidak dapat mengubah karma seseorang.

Aku hanya dapat berdoa untuknya dan berharap semoga karma ini dapat diselesaikan sesegera mungkin.

"Ini adalah karmamu," aku berkata dengan suara halus. "Engkau harus melunasi karma burukmu."

"Bagaimana caranya?" ia berkata dengan suara kecewa. "Ikutilah hati nuranimu. Berdoalah kepada Budha."

Dalam dokumen V e rs i Indonesia (Halaman 62-65)