• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kecerdasan Emosi

5. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Berdasarkan definisi kecerdasan emosi yang dirumuskan oleh

2005), keduanya mencetuskan teori Four Branch Model on Emotional

Intelligence yang membagi kecerdasan emosi ke dalam empat area.

Keempat area tersebut disusun dari area dengan proses psikologis yang

lebih rendah menuju area dengan proses psikologis yang lebih tinggi.

Keempat area tersebut, sebagai berikut :

1. Mempersepsi emosi (perceiving emotion)

Kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi emosi pada

wajah, gambar, suara, atau artifak (Salovey dan Grewal, 2005).

Kemampuan ini mulai dipelajari sejak masih bayi, dimulai dengan

mengidentifikasi keadaan emosi pada diri sendiri dan orang lain serta

belajar untuk membedakan emosi-emosi yang ada. Individu yang

matang secara emosi dapat dengan teliti memantau perasaan yang

terjadi di dalam dirinya (Mayer & Salovey, 1997). Lebih jauhnya,

individu menyadari mood yang sedang ia alami dan pikiran-pikirannya

terkait mood tersebut (Goleman, 1995). Anak yang berkembang

dengan sesuai akan mulai mampu untuk mengevaluasi di mana saja

emosi dapat diekspresikan, baik pada orang lain, arsitektur, maupun

hasil karya seni (Mayer & Salovey, 1997).

Selanjutnya, individu juga mampu untuk mengekspresikan

perasaan secara akurat serta mampu mengekspresikan kebutuhan yang

mengikuti perasaan yang ada. Hal ini terjadi karena individu yang

sehingga mereka menjadi sensitif terhadap kejanggalan atau ekspresi

yang manipulatif (Mayer & Salovey, 1997).

Goleman (1995) menyatakan bahwa mereka yang memiliki

kepastian tentang perasaan mereka – menyadari sepenuhnya perasaan yang ada dalam diri mereka lebih baik dalam mengarahkan hidup

mereka, merasa lebih yakin tentang bagaimana perasaan mereka terkait

keputusan pribadi yang mereka ambil. Mempersepsi emosi adalah

representasi yang paling dasar dari kecerdasan emosi karena

mempersepsi emosilah yang memungkinkan terjadinya pemrosesan

informasi yang terkait emosi (Salovey & Grewal, 2005).

2. Menggunakan emosi (using emotion)

Kemampuan untuk memanfaatkan emosi untuk memfasilitasi

berbagai macam aktivitas kognitif, seperti berpikir dan penyelesaian

masalah (Salovey & Grewal, 2005). Emosi merupakan sebuah sistem

kewaspadaan sejak lahir. Artinya, emosi ini beroperasi sejak awal

untuk menandakan perubahan-perubahan penting, baik pada diri

individu maupun pada lingkungan. Seiring dengan kematangan

seseorang, emosi mulai membentuk dan meningkatkan pikiran dengan

mengarahkan perhatian individu pada perubahan-perubahan yang

penting. Contohnya, ketika seorang anak khawatir dengan pekerjaan

rumahnya, tetapi tetap menonton tv. Sementara seorang guru yang

menyelesaikan pekerjaannya sebelum perhatiannya teralihkan pada

hal-hal yang menyenangkan (Mayer & Salovey, 1997).

Selain itu, menggunakan emosi juga termasuk di dalamnya

menempatkan emosi yang ada di dalam diri seakan-akan kita adalah

orang lain, layaknya “teater pikiran”. Dengan demikian, emosi dapat lebih mudah dipahami. “Teater pikiran” inilah yang dapat digunakan

untuk membangkitkan perasaan untuk membantu perencanaan (Mayer

& Salovey, 1997). Individu yang cerdas secara emosi tahu bagaimana

melibatkan atau memisahkan emosi dari pikiran (Mayer, Roberts, &

Barsade, 2008). Dengan demikian, individu dapat mengantisipasi

bagaimana perasaan mereka ketika mereka masuk ke sekolah baru,

mengambil pekerjaan baru, atau saat menghadapi kritik sosial. Dengan

mengantisipasi perasaan yang ada, individu dapat lebih mudah

memutuskan bilamana, misalnya ia akan mengambil suatu pekerjaan

atau tidak (Mayer & Salovey, 1997).

Terakhir, emosi juga dapat memfasilitasi pikiran dengan

membuat individu mempertimbangkan banyak perspektif (Mayer &

Salovey, 1997). Misalnya, ketika individu harus menyelesaikan tugas

yang sulit dan membosankan yang membutuhkan penalaran deduktif

dan perhatian terhadap detail dalam waktu yang singkat, manakah

yang lebih baik, mengerjakan tugas tersebut dengan mood senang atau

mood sedih? Berada dalam sedikit mood sedih akan membantu

mood senang dapat menstimulasi pikiran yang kreatif dan inovatif.

Dengan demikian, individu yang cerdas secara emosi dapat menguasai

seutuhnya perubahan mood-nya agar sesuai dengan tugas atau

pekerjaan yang mereka miliki (Salovey & Grewal, 2005).

3. Memahami dan menganalisa emosi

Kemampuan memahami dan menggunakan pengetahuan terkait

emosi, serta mengerti relasi di antara emosi yang kompleks.

Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk sensitif dengan berbagai

macam emosi yang berbeda tipis, seperti merasa senang (happy) dan

sangat senang (ecstatic) (Salovey & Grewal, 2005).

Selain itu, aspek ini juga mencakup kemampuan untuk mengenali

dan mendeskripsikan bagaimana emosi berkembang seiring waktu,

seperti bagaimana terkejut dapat berubah menjadi duka (Salovey dan

Grewal, 2005). Kemampuan ini berkembang, segera setelah anak

mampu mengenali emosi, anak akan melabel dan memahami relasi di

antara label-label yang ada. Kemudian, anak mulai belajar persamaan

dan perbedaan antar emosi, seperti menyukai dan mencintai, kesal dan

marah, dst. Anak juga akan belajar secara otomatis makna relasi dari

setiap perasaan, seperti kesedihan dan kehilangan. Individu yang

tumbuh dan berkembang juga akan mulai mengenali adanya emosi

yang kompleks dan kontradiktif yang mungkin muncul pada situasi

untuk mempersepsi cinta dan benci terhadap orang yang sama (Mayer

& Salovey, 1997).

Pada tahap perkembangan ini, individu juga akan belajar tentang

campuran atau kombinasi emosi. Misalnya, takjub terkadang dilihat

sebagai kombinasi dari takut dan terkejut, harapan dianggap sebagai

kombinasi kepercayaan dan optimisme (Mayer & Salovey, 1997).

Selain itu, emosi cenderung terjadi dalam rangkaian yang

berpola, misalnya amarah yang semakin intens meningkat, lalu

diekspresikan, dan kemudian berubah menjadi rasa puas atau rasa

bersalah, tergantung pada situasi dan kondisinya. Penalaran terhadap

urutan emosi pun terjadi, misalnya individu yang merasa tidak dicintai

akan menolak perhatian dari orang lain karena ia merasa takut dengan

penolakan di masa mendatang. Penalaran tentang perkembangan emosi

dalam relasi interpersonal inilah yang merupakan pusat dari

kecerdasan emosi (Mayer dan Salovey, 1997).

4. Mengatur atau meregulasi emosi

Kemampuan ini adalah kemampuan dalam area yang paling

tinggi dalam kecerdasan emosi. Kemampuan ini terkait kemampuan

meregulasi emosi secara sadar, baik dalam diri sendiri ataupun dalam

orang lain untuk meningkatkan perkembangan emosi dan kecerdasan

individu. Reaksi emosi harus ditoleransi, bahkan diterima ketika

terjadi, terlepas dari apabila reaksi tersebut menyenangkan atau tidak.

belajar tentang suatu hal terkait perasaan mereka. Oleh karena itu, area

ini dimulai dengan kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan

(Mayer & Salovey, 1997).

Dalam perkembangannya, anak akan belajar emosi-emosi yang

pantas dan tidak pantas untuk diekspresikan pada publik. Oleh karena

itu, anak belajar bahwa emosi dapat dipisahkan dari perilaku.

Misalnya, tetap tersenyum saat berhadapan di publik meski mungkin

individu sedang merasa sedih atau marah, atau menyendiri terlebih

dahulu atau masuk ke dalam kamar jika sedang merasa marah. Sebagai

konsekuensi, anak pun belajar untuk mengikuti atau tidak mengikuti

emosi pada waktu-waktu yang tepat. Merasa marah pada seseorang

atau karena ketidakadilan dapat berguna bagi penalaran terkait situasi

yang ada, tetapi akan lebih berkurang daya gunanya ketika rasa marah

mencapai titik klimaks. Individu yang matang secara emosi akan tahu

bahwa ia harus menahan dirinya dan mendiskusikan permasalahan

yang ada dengan orang kepercayaan yang lebih tenang (cool-headed).

Selanjutnya, insight-insight emosi dan energi yang didapatkan dari

pengalaman tersebut dapat digunakan untuk proses penalaran, yaitu

untuk memotivasi dan memfasilitasi, misalnya memicu kemarahan

seseorang untuk melawan ketidakadilan (Mayer & Salovey, 1997).

Dengan demikian, individu yang cerdas secara emosi mampu

memanfaatkan emosi, termasuk yang negatif, dan mengelolanya untuk

Seiring dengan kematangan individu, akan muncul juga

meta-experience mood dan emosi. Meta-experience (Mayer & Salovey,

1997) ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a) Meta-evalution, yaitu seberapa besar perhatian individu terhadap

moodnya, dan seberapa jelas, tipikal, dapat diterima, dan

pengaruhnya mood individu tersebut.

b) Meta-regulation, yaitu ketika individu mencoba untuk

memperbaiki mood yang buruk, meredakan mood yang baik, atau

meninggalkan moodnya.

Meta-experience ini berkaitan dengan fenomena-fenomena penting,

seperti seberapa lama seseorang tinggal dalam

pengalaman-pengalaman traumatis (Mayer & Salovey, 1997). Individu yang sedang

dalam mood sedih akan lebih mudah berpikir tentang hal-hal yang

semakin meningkatkan intensitas mood sedih yang ia rasakan. Hal

yang sama juga terjadi pada individu yang depresi, pikiran-pikiran

terkait mood sedih akhirnya membuat indivdu kesulitan untuk

menekan mood sedih (Goleman, 1995).

Salah satu cara untuk dapat membuat emosi menjadi lebih positif

adalah dengan melakukan reframing cognitive. Reframing cognitive

terjadi ketika individu mulai memunculkan pikiran-pikiran lain yang

kontradiktif atau berpikir dengan melihat alternatif lain terkait situasi

yang sedang dialaminya (Goleman, 1995). Misalnya, ketika remaja

mungkin berpikir bahwa “setelah ini, aku akan terus sendiri.” Namun,

ketika remaja mencoba melihat kejadian tersebut dengan cara berpikir

yang berbeda, seperti hubungannya selama ini jarang membuatnya

bahagia, ia lebih sering bertengkar daripada akur dengan pasangannya

akan membuat mood sedih berkurang. Dengan kata lain, melihat

kehilangan secara berbeda, yaitu dengan sudut pandang yang lebih

positif merupakan penawar rasa sedih. Dengan demikian,

meta-experience ini juga memungkinkan individu memahami emosi tanpa

harus membesar-besarkan atau mengecilkan kepentingan emosi

Skema 1

Kemampuan-kemampuan dalam area-area kecerdasan emosi

Kecerdasan Emosi Mengatur dan Meregulasi Emosi Kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Kemampuan untuk terlibat atau tidak

melibatkan diri dalam emosi berdasarkan penilaian informasi atau kegunaannya Memonitor secara reflektif emosi dalam relasi dengan diri sendiri dan orang

lain.

Kemampuan mengatur emosi dalam diri & orang

lain dengan menjembatani emosi negatif & meningkatkan

emosi yang menyenangkan, tanpa menekan atau melebih-lebihkan informasi yang

dikandungnya.

Memahami dan Menganalisa

Emosi

Melabel emosi dan mengenali relasi

antara kata dan emosi , sep-erti hubingan antara menyukai dan mencintai. Menginterpretasi makna bahwa emosi berubah tergantung relasi, seperti kesedihan sering muncul bersamaan dengan kehilangan. Mengerti perasaan yang kompleks, misalnya perasaa

cinta dan benci yang muncul bersamaan. Mengenali transisi di antara emosi, seperti perubahan marah menuju puas atau marah menuju rasa malu.

Menggunakan Emosi Emosi menentukan prioritas pikiran dan mengarahkan perhatian pada informasi yang penting. Digunakan sebagai bantuan untuk menilai dan sebagai ingatan terkait perasaan.

Mood swing dapat mengubah perspektif individu, mendorong adanya pertimbangan dari beberapa sudur pandang. Menguasai perubahan-perubahan mood yang terjadi dalam diri. Mempersepsi Emosi Mengidentifikasi emosi pada keadaan fisik, perasaan dan pikiran diri sendiri. Mengidentifikasi emosi pada orang lain, desain, karya seni

lewat bahasa, suara, penampilan dan perilaku. Mengekspresikan emosi secara akurat dan kebutuhan yang berkaitan dengan perasaan. Membedakan akurat atau tidak

akurat atau jujur atau tidak jujur

suatu ekspresi perasaan.

Dokumen terkait