• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMIKIRAN TEOLOGI IMĀM AṬ-ṬAḤĀWĪ

A. Teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī

3. Aspek Hari Akhir

“Iman adalah: beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kita-bNya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Qadar yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, (semuanya) adalah dari Allah swt.”64

Wajib beriman kepada semua ini, dan jika seseorang mengingkari sesuatu dari rukun-rukun tersebut, maka dia bukanlah seorang Mukmin; karena dia telah mengurangi salah satu dari rukun-rukun Iman.

3. Aspek Hari Akhir

Percaya kepada hari akhir adalah merupakan satu dari rukun atau sendi dari berbagai rukun keimanan dan merupakan bagian utama sekali dari beberapa bagian akidah. Hari akhir adalah percaya bahwa akan datang satu hari yang penghabisan bagi penghidupan alam ini, di hari itu binasa semua makhluk, lalu Allah bangkitkan manusia kembali di alam akhirat untuk dibalas segala perbuatan di dunia mulai dari amal baik dan perbuatan buruk.65

Fenomena kiamat adalah masalah yang gaib. Umat Islam seluruhnya meyakini bahwa semua manusia akan mengalami hari akhirat. Fenomena surga dan neraka di akhirat adalah di antara peristiwa hari akhirat yang dibicarakan. Akan tetapi, pembahasan tentang hari akhir, tidak lepas dari pembahasan tentang peristiwa kematian dan kebangkitan.66 Oleh sebab itu, Al-Qur’an memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap penetapan keimanan kepada hari akhir, sebagaimana firman-Nya berikut:

63 Shalih bin Fauzan al-Fauzan. Penjelasan Matan Al-Aqidah Ath- Thahawiyah, h. 202.

64 Imām Abū Ja’far Aṭ-Ṭaḥāwī, Matnu al-‘Aqīdah Aṭ-Ṭaḥāwīyah, h. 22.

65 Hassan, Ringkasan, h. 45.

66 Di antara contoh fenomena yang terjadi pada hari kiamat adalah azab kubur, kebangkitan, hisāb, mīzān, ṣirāṭ, surga, neraka dan lain-lain.

َم َْيِٕ ِباَّصلاَو ىٰرٰصَّنلاَو اْوُداَه َنْيِذَّلاَو اْوُ نَمٰا َنْيِذَّلا َّنِا ِهٰ للاِب َنَمٰا ْن

امِلْاَص َلِمَعَو ِرِخْٰلْا ِمْوَ يْلاَو

ْمِِّبَِّر َدْنِع ْمُهُرْجَا ْمُهَلَ ف َنْوُ نَزَْيَ ْمُه َلَْو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ َلَْو ۗ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. al-Baqarah [2]: 62).67 Ayat di atas menjelaskan tentang adanya alam akhirat dengan ditandai adanya kebangkitan, surga dan neraka dan pertanggung jawaban manusia atas amalnya. Hari akhirat itu adalah tujuan manusia yang sebenarnya. Pada hari itulah manusia akan menerima balasan atas amalnya di dunia.68

Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa hari akhir adalah hari kiamat yang didahului musnahnya alam semesta. Jadi, pada hari itu akan matilah seluruh makhluk yang masih hidup. Bumi pun akan bertukar, bukan bumi atau langit yang sekarang ini. Selanjutnya, Allah Swt., menciptakan alam lain yang disebut alam akhirat. Sesudah itu, seluruh makhluk akan dibangkitkan yakni dihidupkan kembali setelah mereka mati.69 Oleh karena itu, dalam persoalan ini, akan diuraikan secara lebih lengkap pada pembahasan berikutnya, yakni kebangkitan di akhirat dan surga dan neraka.

a. Kebangkitan di Akhirat

Iman kepada Hari Kebangkitan kembali termasuk perkara yang ditetapkan oleh al-Qur`an, as-Sunnah, akal, dan fitrah. Allah swt mengabarkan tentangnya dalam kitab-Nya yang mulia, menegakkan bukti-bukti atasnya, membantah orang-orang yang mengingkarinya dalam banyak surat al-Qur’an. Para nabi sepakat di atas iman kepada Hari Kiamat. Hal itu karena pengakuan terhadap Tuhan adalah sesuatu yang umum pada manusia, bersifat fitrah, semua manusia mengakui Rabb, kecuali siapa yang ngotot (bengal) seperti Fir’aun. Berbeda dengan Iman kepada Hari Akhir, pengingkarnya banyak, dan karena Nabi Muhammad adalah penutup para

67 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 10.

68 Hadiyah Salim, Dua macam Kehidupan Yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat (Bandung: Angkasa, 1995), h. 43.

69 Sayid Sabiq, “Al-Aqāid”, h. 429-430.

nabi, beliau diutus di hadapan Hari Kiamat seperti ini, beliau adalah al-Hasyir dan al-Muqaffi, maka beliau menjelaskan perincian kehidupan akhirat dengan penjelasan yang belum ada pada kitab-kitab para nabi sebelum beliau.70

Oleh karena itu, sekelompok orang dari ahli filsafat dan orang-orang yang seperti mereka menyangka bahwa yang berbicara secara terbuka tentang kebangkitan badan hanya Nabi Muhammad, lalu mereka menjadikannya sebagai hujjah bagi mereka bahwa apa yang beliau katakan hanya semacam ilusi dan pembicaraan kepada orang-orang awam agar mereka memahaminya. Ini dusta, karena Hari Kiamat sudah dikenal di kalangan nabi-nabi sejak Nabi Adam, Nabi Nuh hingga Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan seterusnya. Allah telah mengabarkannya saat menurunkan Nabi Adam as.71 Allah berfirman,

ِل ْمُكُضْعَ ب اْوُطِلْها َلاَق

“Allah berfirman, ‘Turunlah kalian, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu memiliki tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan’.” Allah berfirman, ‘Di bumi itu kalian hidup dan di bumi itu kalian mati, dan dari bumi itu (pula) kalian akan dibangkitkan’.”

(Al-‘A‘raf: 24-25).72

Di antara hujjah-hujjah Al-Qur'an dalam menetapkan kebangkitan kembali sesuai dengan firman Allah, kejadiannya, dia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yāsīn: 78),73 hingga akhir surat.

Seandainya manusia paling berilmu, paling fasih dan paling ahli menjelaskan ingin menghadirkan hujjah yang lebih unggul dari hujjah ini atau sepadan dengannya dengan kata-kata yang semisal dengannya dari sisi keringkasan,

70 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 379-380.

71 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 380.

72 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 153.

73 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

keakuratan, dan kebenaran bukti, niscaya tidak akan mampu. Allah membuka hujjah ini dengan sebuah pertanyaan yang disodorkan oleh orang yang mengingkari yang menuntut jawaban,74 Firman Allah,

هَقْلَخ َيِسَنَّو ُُ ۗ

"Dan dia lupa kepada kejadiannya." (QS. Yāsīn: 78).75

Hal ini merupakan jawaban yang sangat memadai. Allah menegakkan hujjah dan mengikis syubhat, sekalipun Allah tidak hendak menegaskan hujjah.

Dan menguatkan penetapannya, Allah berfirman,

ْيِذَّلا اَهْ يِيُْيَ ْلُق اَهَاَشْنَا ۗ

ٍةَّرَم َلَّوَا ۗ

“Katakanlah, ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama’,” (QS. Yāsīn: 79).76

Allah swt berhujjah kepada awal penciptaan atas kebangkitan, kepada kehidupan pertama atas kehidupan lainnya. Setiap orang berakal mengetahui secara mendasar bahwa siapa yang mampu melakukan yang pertama, maka dia mampu melakukan yang keduanya, dan seandainya dia tak sanggup melakukan yang kedua, niscaya dia lebih laik tidak sanggup melakukan yang pertama. Manakala penciptaan menuntut kodrat Sang Khaliq atas makhluk-Nya dan ilmu-Nya terhadap rincian makhluk-Nya,77 maka Allah menyusulkan Firman-Nya,

ٌمْيِلَع ٍقْلَخ ِّلُكِب َوُهَو

“Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yāsīn: 79).78 Allah Maha Mengetahui perincian penciptaan pertama, bagian-bagiannya, bahan-bahannya dan bentuknya, demikian juga dengan yang kedua. Bila ilmu Allah sempurna dan Kuasa-Nya lengkap, bagaimana Dia tidak sanggup menghidupkan tulang belulang yang sudah lapuk? Kemudian Allah menegaskan urusan dengan

74 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 382.

75 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

76 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

77 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 383.

78 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

sebuah hujjah yang telak dan bukti yang nyata, mengandung jawaban terhadap pertanyaan pengingkar lain yang berkata bahwa bila tulang belulang sudah menjadi lapuk, maka tabiatnya menjadi dingin kering, padahal bahan kehidupan dan pembawanya haruslah tabiatnya yang panas lagi basah yang menunjukkan adanya perkara kebangkitan, ia mengandung dalil dan jawaban sekaligus,79 maka Allah dan berfirman,

امراَن ِرَضْخَْلْا ِرَجَّشلا َنِّم ْمُكَل َلَعَج ْيِذَّلا اَذِاَف ۗ

ْمُتْ نَا ۗ َنْوُدِقْوُ ت ُهْنِّم

“Yaitu Tuhan yang menjadikan untuk kalian api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kalian nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS. Yāsīn: 80).80

Allah swt mengabarkan bahwa Dia mengeluarkan unsur api yang sangat panas dan kering dari kayu hijau yang sangat dingin dan basah, Allah Yang kuasa untuk mengeluarkan sesuatu dari lawannya, bahan-bahan dan unsur-unsur makhluk tunduk kepada-Nya, maka tidak sulit bagi-Nya melakukan apa yang diingkari oleh pengingkar tersebut dan ditolaknya, yaitu menghidupkan tulang belulang yang sudah lapuk. 81

Kemudian Allah menegaskan perkara ini dengan menyebutkan sesuatu yang lebih besar dan lebih agung atas sesuatu yang lebih kecil dan lebih mudah, karena setiap orang yang berakal mengetahui bahwa siapa yang kuasa (mampu) atas sesuatu yang besar dan agung, maka dia lebih kuasa dan lebih kuasa atas sesuatu yang di bawahnya, barangsiapa mampu membawa setumpuk harta, maka dia lebih mampu membawa satu peser perak.82 Allah swt berfirman,

ٰلَع ٍرِدٰقِب َضْرَْلْاَو ِتٰوٰمَّسلا َقَلَخ ْيِذَّلا َسْيَلَوَا ْمُهَلْ ثِم َقُلَّْيُ ْنَا ى ۗ

“Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur itu?” (QS. Yāsīn: 81).83

Allah mengabarkan bahwa Dia yang menciptakan langit dan bumi, padahal keduanya adalah makhluk yang besar, agung, luas, ajaib, tentu Dia lebih mampu

79 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 383.

80 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

81 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 384.

82 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 384.

83 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

menghidupkan tulang belulang yang sudah lapuk, lalu Dia mengembalikannya kepada keadaanya semula.

Kemudian Allah menegaskan hal itu dan menjelaskannya dengan penjelasan yang lain, yaitu bahwa perbuatan Allah bukan seperti perbuatan selain-Nya yang bekerja dengan alat dan usaha, lelah dan payah, tidak independen dalam berbuat, sebaliknya dia memerlukan alat dan pembantu, berbeda dengan Allah yang cukup dengan kehendak-Nya itu sendiri dalam menciptakan sesuatu yang Dia hendak ciptakan dan Firman-Nya untuk apa yang Dia ciptakan, “Jadilah”, dan ia pun jadi sebagaimana yang Allah kehendaki dan inginkan. Kemudian Allah menutup hujjah dengan mengabarkan bahwa kerajaan atas segala sesuatu adalah di Tangan-Nya, Allah bertindak terhadapnya dengan Firman dan perbuatan-Nya.84

َنْوُعَجْرُ ت ِهْيَلِاَّو

"Dan kepada-Nya kalian dikembalikan." (QS. Yāsīn: 83).85

Pendapat yang dipegang oleh Salaf dan mayoritas orang-orang berakal adalah bahwa jasad berubah dari satu keadaan ke keadaan lain, ia berubah menjadi tanah, kemudian Allah menghidupkannya kembali, sebagaimana jasad berubah pada penciptaan pertama, ia adalah setetes air, kemudian berubah menjadi segumpal darah kemudian sepotong daging, kemudian tulang yang terbungkus daging kemudian terbentuk makhluk yang sempurna. Demikian juga penciptaan kembali, Allah blamengembalikannya sesudah semuanya fana, kecuali tulang sulbi (Ajb adz-Dzanab).86 Sebagaimana dalam ash-Shahih dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda,

َبَّكَرُ ي هنمو ،َمَدآ ُنْبا َقِلُخ ُهْنِم ، ِبَنَّذلا َبْجَع َّلِْإ ىَلْ لَ ي َمَدآ ِنْبا ُّلُك

“Semua bagian dari anak Adam fana kecuali tulang sulbi, darinya dia diciptakan dan padanya dia disusun kembali.”87

84 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 385.

85 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 445.

86 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 386.

87 Hadis diriwayatkan oleh Al-Bukhari, No. 4814; Muslim, no. 2955; Abū Dawun, no. 4743.

Kedua penciptaan adalah dua bentuk di bawah satu jenis, keduanya sama dan semisal dari satu sisi, dan berbeda dan tidak sama dari sisi lain. Yang dihidupkan kembali adalah yang pertama itu sendiri, sekalipun di antara konsekuensi pengembalian dengan konsekuensi penciptaan awal terdapat perbedaan, hanya tulang sulbi yang tersisa, adapun selainnya, maka ia berubah, lalu ia dikembalikan dari materi yang ia berubah kepadanya. Sudah dimaklumi bahwa siapa yang melihat seseorang yang masih kecil, kemudian melihatnya kembali saat dia sudah tua, maka dia mengetahui bahwa dia adalah dia, padahal dia selalu berubah dan tidak dalam satu keadaan, demikian juga hewanhewan dan tumbuh-tumbuhan, siapa yang melihat satu pohon saat ia masih kecil, kemudian dia melihatnya saat sudah besar, dia akan berkata ini adalah itu.

b. Surga dan Neraka

Perkataan surga dan neraka dalam bahasa Arab dikenal dengan jannah, dan nār atau jahannam. Jika Allah Swt., akan memberikan balasan kepada orang-orang yang taat dan berbakti itu dengan kenikmatan (surga), maka kepada orang yang durhaka dan bersalah tentulah akan diberi balasan pula yaitu berupa siksa (neraka).

Menurut Hassan, pengertian jannah adalah satu negeri atau tempat kesenangan yang Allah sediakan bagi orang-orang mukmin dan nār adalah satu negeri atau tempat siksaan yang Allah sediakan bagi orang-orang kafir.88

Setelah mengetahui tujuan keberadaan surga dan neraka, sebagaimana disebutkan di atas, maka yang menjadi perdebatan di kalangan ulama adalah keberadaan surga dan neraka telah ada ataukah tidak, ataukah surga dan neraka adalah kekal. Sebagian dari ulama-ulama Islam dan mutakallīmūn berpendapat bahwa surga dan neraka sekarang belum Allah ciptakan. Mereka berpendirian bahwa tidak ada ayat Al-Qur’an yang secara tegas menerangkan bahwa surga dan neraka telah ada. Kebanyakan ayat Al-Qur’an menerangkan tentang surga dan neraka seperti: “telah disediakan surga bagi orang-orang yang berbakti” dan “telah disediakan neraka bagi orang-orang kafir”. Berdasarkan perkataan telah disediakan itu, belum berarti bahwa surga dan neraka sudah ada sekarang. Menurut mereka,

88 A. Hassan. Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama (Bandung: Diponegoro, 2007), jilid III, h. 1238.

perkataan telah disediakan bisa berarti sudah ada dan terkadang belum ada.

Demikianlah Aḥmad Hassan menerangkan secara ringkas tentang golongan yang berpendapat bahwa surga dan neraka belum ada.89

Sementara itu, menurut Imām Aṭ-Ṭaḥāwī menegaskan bahwa,

َّنَْلْاَو َو ،ِناَدْيِلَت َلَْو امدَبَأ ِناَيَ نْفَ ت َلْ ،ِناَتَ قْوُلَْمَ ُراَّنلاَو ُة ِإ

ا َّن َقَلَخَو ،ِقْلَْلْا َلْلَ ق َراَّنلاَو َةَّنَْلْا َقَلَخ َلل

ملَْهَأ اَمَُلَ

“Surga dan neraka adalah makhluk, yang keduanya tidak akan fana dan tidak akan musnah. Dan bahwasanya Allah swt telah menciptakan surga dan neraka sebelum menciptakan makhluk lain, dan menciptakan penghuni bagi keduanya.”90

Ahlus Sunnah sepakat bahwa surga dan neraka telah diciptakan dan telah ada sekarang. Ahlus Sunnah sepakat di atas itu sebelum lahir sekelompok orang yang bernama Mu’tazilah dan Qadariyah yang mengingkari hal itu. Mereka berkata,

“Allah swt baru akan menciptakan keduanya pada Hari Kiamat.” Mereka berpendapat demikian karena didorong oleh prinsip mereka yang rusak, yang mereka tetapkan sebagai syariat bagi apa yang Allah lakukan, bahwa Allah patut melakukan ini, tidak patut melakukan ini. Mereka menyamakan Allah dengan makhluk-Nya dalam perbuatan mereka, mereka adalah orang-orang yang menyamakan dalam perbuatan, lalu akidah Jahmiyah menyusup kepada mereka, akibatnya mereka pun menjadi ahlu ta'ṭil yang menolak Sifat-sifat Allah. Mereka berkata, “Menciptakan surga sebelum saat pembalasan adalah sia-sia, karena ia nganggur dalam masa yang panjang.” Mereka menolak dalil-dalil yang bertentangan dengan syariat yang mereka tetapkan untuk Allah, mereka menyelewengkan dalil-dalil dari tempatnya, menyesatkan dan membid’ahkan siapa yang menyelisihi syariat mereka.91

Dalil-dalil yang menetapkan bahwa surga dan neraka sudah ada sekarang Allah swt berfirman tentang surga,

89 A. Hassan, Soal-Jawab, Jilid III, h. 1238.

90 Imām Abū Ja’far Aṭ-Ṭaḥāwī, Matnu al-‘Aqīdah Aṭ-Ṭaḥāwīyah, h. 26.

91 Imām Ibnu Abil Izz al-Ḥanafī. Tahzib Syarah Thahawiyah, h. 407-408.

ْيِقَّتُمْلِل ْتَّدِعُا َُ ۗ

“Disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS, Alī ‘Imran: 133).92 Allah juga berfirman tentang neraka,

َنْيِرِفٰكْلِل ْتَّدِعُا

“Disediakan bagi orang-orang yang kafir.” (QS. ‘Alī ‘Imran: 131).93 Allah juga berfirman,

“Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha324, di dekatnya ada surga tempat tinggal.” (QS. An-Najm: 13-15).94