• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMIKIRAN TEOLOGI IMĀM AṬ-ṬAḤĀWĪ

B. Corak Teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī

Penulis menemukan beberapa keutaman dari ajaran teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī yang terdapat dalam karyanya “Aqidah al-Aṭ-Ṭaḥāwīyah”.95

Pertama, kitab Aqidah Aṭ-Ṭaḥāwīyah adalah sebagai salah satu kitab akidah tertua dalam khazanah Ulama Salaf. Meskipun tidak sepopuler karya-karya Imām Abū al-Ḥasan al-Asy‘arī, tetapi ajaran akidah mereka tidak jauh berbeda, padahal tidak terdapat riwayat yang melaporkan bahwa mereka pernah bertemu. Secara sanad, Abū Ja’far Aṭ-Ṭaḥāwī lebih tinggi (‘ali) daripada Abū al-Ḥasan al-Asy‘arī.

Ini dikarenakan ia langsung dapat dari al-Muzanī, al-Murādī, dan lainnya. Adapun Abū al-Ḥasan al-Asy'arī mendapatkannya dari generasi murid murid al-Muzāni, yaitu Zakariyā al-Sāji. Begitu juga, dari tahun kelahiran maka Abū Ja'far Aṭ-Ṭaḥāwī lahir lebih awal, yaitu pada tahun 239 H, sedangkan Abū al-Ḥasan al-Asy'arī diperkirakan lahir setelah tahun 250-an. Namun, popularitas Abū Ḥasan

92 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 67.

93 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 66.

94 Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 526.

95 Arrazy Hasym. Akidah Salaf Imām Al-Ṭaḥāwī: Ulasan dan Terjemah (Banten: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2020), h. 3-6.

Asy'arī memang lebih kuat daripada Abū Ja'far Aṭ-Ṭaḥāwī. Barangkali popularitas tersebut dikarenakan Abū Ja'far al-Tahāwi tidak berdomisili di kota metropolitan, seperti Baghdad. Ini berbeda dengan Abū al-Ḥasan al-Asy‘arī yang berasal dari Basrah dan hijrah ke Baghdad. Di samping itu, ada faktor lain seperti keterlibatan dua tokoh tersebut dalam perdebatan teologis. Abū al-Ḥasan al-Asy‘arī lebih sering terlibat dalam perseteruan teologis dibandingkan Abū Ja'far Aṭ-Tähāwi.

Kedua, secara manhaj Aqidah Aṭ-Ṭaḥāwīyah tidak berbeda dengan akidah Abū al-Ḥasan alAsy'arī. Dalam hal ini, Imām al-Subki menilai akidah dua Imām tersebut sama secara konten, kecuali beberapa hal kecil. Ini sebagaimana dikemukakan dalam kitab Mu’id al-Ni’am wa Mubid al-Niqam. Adapun di dalam kitab Ṭabaqāt al-Syāfi'iyah al-Kubra, Imām al-Subki junior menyebutkan bahwa pandangan yang menilai kesamaan tersebut adalah ayahnya sendiri, Imām Taqi al-Dīn al-Subkī. Setelah itu, ia meneliti sendiri, sehingga mendapatkan sebagaimana dikatakan oleh ayahnya.

Ketiga, ajaran yang terkandung dalam Aqidah Aṭ-Ṭaḥāwīyah merupakan akidah yang diwariskan oleh Imām Salaf pendiri mazhab Ḥanafīyah, yaitu Imām Abū Ḥanifah (w. 150 H.) dan kedua muridnya Muhammad Ibn Ḥasan Syaybānī dan Abū Yusuf Anṣārī. Ini yang membedakannya dengan Abū al-Ḥasan al-Asy'arī yang diwariskan oleh Imām Mālik, al-Syāfi’i, dan lebih khusus Aḥmad Ibn Ḥanbal.

Keempat, sosok Abū Ja’far Aṭ-Ṭaḥāwī “diperebutkan” oleh aliran-aliran setelahnya, Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Ibn Abū al-‘Izz murid Ibn Qayyim al-Jawzīyah mensyarah kitabnya. Ini dilanjutkan oleh Salafi kontemporer seperti ‘Abdu ‘Azīz Ibn Bāz, Rājihi, Ibn Jibrin, Ibn ‘Utsaymīn, Ṣāliḥ al-Fawzān, al-Albānī dan tokoh lainnya. Bahkan dari kalangan Asy‘arīyah terdapat

‘Abdulāh al-Ḥarari pendiri gerakan Ahbasy yang sangat ketat dan kritis. Tidak lupa juga terdapat al-Sayyid Ḥasan al-Saqqāf, seorang ahli Hadis yang semi Asy‘arīyah-Zaydīyah.

Kelima, kitab akidah Abū Ja'far Aṭ-Ṭaḥāwī dapat dijadikan sebagai panduan untuk menimbang kevalidan aliran mana pun yang mengaku bermanhaj Salaf.

Keenam, kitab Abū Ja’far Abū Ja’far Aṭ-Ṭaḥāwī menunjukkan bahwa akidah Salaf Salih tidak hanya satu manhaj, tetapi mempunyai banyak sistem berpikir (manāhij), tetapi dalam satu lingkaran Ahl al-Sunnah.

Uraian di atas telah menyimpulkan beberapa pemikiran teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī. Peneliti berpendapat bahwa pemikiran teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī bercorak kepada teologi tradisional dan fundamental. Pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī dapat digolongkan kepada Ahl as-Sunnah wa al-Jamā’ah dalam kelompok Salafiah dan Asy‘arīyah karena beberapa pemikiran teologinya sesuai dengan kedua paham tersebut, selain itu, ia cenderung tekstualis dan literalis.

71 A. Kesimpulan

Imām al-Allāmah al-Ḥafiẓ Abū Ja’far Aḥmad bin Muḥammad bin Salāmah bin Abdu al-Mālik al-Azdī al-Hajrī al-Miṣri Aṭ-Ṭaḥāwī, nisbat ke Ṭaḥa, sebuah desa di Ṣa’id Mesir yang merupakan bagian dari provinsi Minya saat ini. Ia lahir pada tahun 239 H. Sumber lain mengatakan lahir pada tahun 237 H. Sejak kecil beliau tumbuh dikeluarga yang dikenal dengan ilmu dan keutamaan, sangat kondusif dengan suasana ibadah dan amal shaleh. Imām Aṭ-Ṭaḥāwī adalah orang yang berilmu yang memiliki keutamaan. Beliau menguasai sekaligus ilmu fiqih dan hadits, serta cabang-cabang keilmuan lainnya. Salah satu karya beliau mengenai teologi adalah kitab Al-Aqīdah Aṭ-Ṭaḥāwiyyah. Karya tersebut menjadi inti penelitian ini adalah bagian terpenting dalam pemikiran Islam yang mengantarkan kepada kemantapan akidah. Berdasarkan perspektif Imām Aṭ-Ṭaḥāwī tentang teologi Islam, maka dapat ditemukan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī mengenai persoalan ketuhanan, yaitu:

a. Permasalahan teologi tentang wujud dan sifat Tuhan, Imām Imām Imām Aṭ-Ṭaḥāwī berpendapat bahwa meyakini esensi dan eksistensi Allah harus sepenuhnya tanpa ada keraguan sedikitpun. Allah tidak akan fana dan tidak akan punah. Dia disifati sebagai Maha Hidup, yang kekal dan abadi. Allah menyandang sifat kesempurnaan. Maka sifat-sifat-Nya adalah azali dan abadi; sebagaimana Dia Yang Maha Awal tanpa permulaan, maka demikian pula sifat-sifat-Nya, semuanya ikut kepada-Nya. Allah adalah Tuhan yang patut disembah, tiada Tuhan selain Allah.

b. Persoalan teologi mengenai kalam Allah, Imām Aṭ-Ṭaḥāwī menganggap bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang hakiki, tidak secara majas.

Al-Qur’an ini bukan perkataan Nabi Muhammad dan bukan perkataan Jibril, akan tetapi ia adalah Firman Allah, yang mana Allah berfirman dengannya.

Jibril menerima (mendengarnya) dari Allah, dan Nabi Saw. menerimanya dari Jibril yang kemudian dari Nabi Saw. Menurutnya, al-Qur’an bukan makhluk sebagaimana perkataan makhluk.

2. Pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī mengenai aspek kemanusiaan, yaitu:

a. Persoalan teologi tentang Rasul dan wahyu, Imām Aṭ-Ṭaḥāwī berpendapat bahwa rasul lebih khusus dari nabi, setiap rasul adalah nabi, dan tidak semua nabi adalah rasul. Tetapi kerasulan lebih umum dari sisi dirinya, kenabian adalah bagian dari kerasulan, sebab kerasulan mencakup kenabian dan selainnya, berbeda dengan para rasul, mereka tidak mencakup para nabi dan selain mereka, dan yang benar adalah sebaliknya, kerasulan lebih umum dari sisi dirinya. Rasul adalah yang Allah perintahkan melalui wahyu agar menyampaikan risalah-Nya, kepada kaum yang menentang perintah Allah dan terjatuh ke dalam kesyirikan.

b. Megenai perbuatan manusia Imām Aṭ-Ṭaḥāwī menyatakan bahwa amal perbuatan manusia adalah perbuatan mereka berdasarkan kehendak dan kemauan mereka, akan tetapi bersama itu amal perbuatan tersebut adalah makhluk ciptaan Allah. Maka Allah swt adalah sebagai yang mencipta dan menetapkan takdir, dan manusia memiliki kehendak dan kemauan, serta memiliki perbuatan.

c. Teologi tentang posisi pelaku dosa besar menurut Imām Aṭ-Ṭaḥāwī adalah para pelaku dosa-dosa besar dari umat Nabi Muhammad masuk neraka, tapi mereka tidak kekal, apabila mereka mati dalam keadaan bertauhid. Pelaku dosa-dosa besar tersebut, selama itu bukan syirik, tidak tidak akan mengeluarkan seseorang dari Iman, akan tetapi dia tetap seorang Mukmin yang kurang imannya, atau bisa juga dinamakan orang fasik.

d. Persoalan tentang konsep iman, menurut Imām Aṭ-Ṭaḥāwī iman tidak hanya pada pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati, tetapi juga diamalkan dengan anggota badan. Maka amal masuk dalam hakikat Iman, dan bukan sesuatu yang lebih dari Iman. Imām bukan satu, dan orang-orang yang beriman tidaklah sama, akan tetapi Iman saling mengungguli, dapat bertambah dan berkurang.

3. Pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī berkaitan dengan aspek hari akhir, yaitu:

a. Persoalan mengenai kebangkitan di akhirat, Imām Aṭ-Ṭaḥāwī mengatakan bahwa iman kepada hari kebangkitan termasuk perkara yang benar dan telah ditetapkan oleh al-Qur’an, akal, dan fitrah. Allah telah mengabarkan melalui kitab-Nya, menegakkan bukti-bukti atasnya dan membantah orang-orang yang mengingkarinya.

b. Persoalan teologi tentang surga dan neraka, menurut Imām Aṭ-Ṭaḥāwī surga dan neraka adalah makhluk, yang keduanya tidak akan fana dan tidak akan musnah. Dan bahwasanya Allah swt telah menciptakan surga dan neraka sebelum menciptakan makhluk lain, dan menciptakan penghuni bagi keduanya.

Uraian di atas telah menyimpukan beberapa pemikiran teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī. Peneliti berpendapat bahwa pemikiran teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī bercorak kepada teologi tradisional dan fundamental. Pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī dapat digolongkan kepada Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah dalam kelompok Salafiah dan Asy‘arīyah karena beberapa pemikiran teologinya sesuai dengan kedua paham tersebut, selain itu, ia cenderung tekstualis dan literalis.

B. Saran

1. Diharapkan dengan penelitian tentang teologi dalam pandangan Imām Aṭ-Ṭaḥāwī, tinjauan kitab al-Aqīdah aṭ-Ṭaḥāwiyyah, dapat dikembangkan dan digali lebih lanjut.

2. Diharapkan kepada mahasiswa yang ingin menkaji tologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī secara khusus, tulisan ini hanya sebagai pengantar awal untuk melihat pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī. Namun, untuk melihat sosok Imām Aṭ-Ṭaḥāwī lebih dalam harus ada upaya yang lebih serius.

3. Harapan untuk Fakultas Ushuluddin, khususnya jurusan Aqidah dan Falsafah Islam dapat mengembangkan dan melakukan kajian intelektual tentang teologi Imām Aṭ-Ṭaḥāwī, karena pemikiran Imām Aṭ-Ṭaḥāwī banyak memberikan kontribusi terhadap khazanah intelektual dalam Islam.

4. Dan penulis mengharapkan penelitian sederhana ini bisa memberikan loncatan awal terhadap dinamika pemikiran Islam, khususnya untuk kaum akademisi, serta dapat menjadi bagian amal sholeh yang dicatat oleh Allah SWT.

75 Jakarta: Erlangga, 2006.

Al-Arnauth, Syu’aib dan Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki. Syarh Aqidah Thahawiyah. Riyadh, Daar’Alimal Kutub Lit Tiba’ah Wan Nasyr Wat Tauzi, 2001.

Connolly, Peter. Approaches to The Study of Religion. Terj. Imām Khoiri. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LKIS, 2009.

Effendi, Djohan. Konsep-Konsep Teologis: Kontekstualisasi Doktrin-Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1994.

Esposito, John L. The Oxpord Encyclopedia of The Modern Islamic World. Oxford:

Oxford University Perss, 1995. Jilid ke-4.

Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. Penjelasan Matan Akidah Ath- Thahawiyah: Akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Jakarta: Darul Haq, 2014. Cet. Ke-6.

Ferm, Virgilius. Encyclopedia of Religion. USA: Greenword Press Publisher, 1976.

Glasse, Cyril. The Concise Encyclopedia of Islam. London: Staceny International, 1989.

Al-Ghunaimi, Abdul Akhir Hammad. Tahdzib Syarh Aṭ-Ṭaḥāwīyah – Dasar-dasar

‘Aqidah Menurut Ulama Salaf, terj. Abū Umar Basyir Al-Medani, (Solo:

Pustaka At-Tibyan, 1999.

Ḥanafī, Aḥmad. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989. Cet.

ke-3.

_____________. Theology Islam (Ilmu Kalam). Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

Al-Ḥanafī, Imām Ibnu Abil Izz. Tahzib Syarah Thahawiyah. Jakarta: Darul Haq, 2016.

Harahap, Syahrin. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada, 2011.

Hassan, A. Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama. Bandung: Diponegoro, 2007. Jilid ke-3.

_____________. Ringkasan Tentang Islam. Bangil: al-Muslim, 1980.

Hasyim, Arrazy. Akidah Salaf Imām al-Ṭahawi,Ulasan dan Terjemahan. Ciputat:

Maktabah Darus-Sunnah, 2020.

Ilhamuddin, Ilmu Kalam Arus Utama Pemikiran Islam. Bandung: Citapustaka Media, 2013.

Al-Jurjānī, Ali bin Muḥammad al-Sayyid al-Syarīf. Mu’jam al-Ta„rīfāt. Kairo: Dār al-Fadīlah, t.t.

Karim, Muhammad Nazir. Dialektika Teologi Islam: Analisis Pemikiran Kalam Syeikh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari. Bandung: Nuansa, 2004.

Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Al-Fatih, 2012.

Madjid, Nurcholish. Khazanah intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1985.

________________. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakal Paramadina, 1992.

________________. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 1999.

Mukhtar, Kamal dkk. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Dana Bhakti, 1995. Jilid ke-2.

Muthahhari, Murtadha. Pengantar Ilmu-Ilmu Islam: Ushul Fiqh, Hikamh Amaliah, Fiqh, Logika, Kalam, Irfan, dan Filsafat. Jakarta: Pustaka Zahra, 2003.

Nasution, Harun. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. Jakarta: UI Press, 1987.

_______________. Islam Rasional. Bandung: Mizan, 1996.

_______________. Sejarah Pemikiran dalam Islam. Jakarta, Pustaka Antara, 1996.

_______________. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 2009. Jilid ke-2.

_______________. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan.

Jakarta: UI Press, 2010.

Nasr, Sayyed Hussein dan Olover Leaman. Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam.

Bandung: Mizan, 2003. Cet. Ke-1.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Cet. Ke-1

Rasyidi, H. M. Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang: Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Al-Rāzī, Abū al-Ḥusain Aḥmad bin Fāris bin Zakariyā al-Qazwīnī. Mu’jam Maqāyīs al-Lugah. Beirut; Dār al-Fikr, 1991. Jilid ke-3.

Reese, William L. Dictionary of Philosophy and Religion. New York: Humanity Books, 1996.

Ridha, Ali dan Aḥmad Thaurân, Mu’jam al-Târîkh. Kayseri: Dar el-‘Aqabah, 2001.

Romas, Chumadi Syarif. Wacana Teologi Islam Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000..

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Rumadi. Masyarakat Post Teologi Wajah Baru Agama dan Demokratisasi Indonesia. Bekasi: PT Gugus Press, 2002.

Sabiq, Sayid. “Al-Aqāid al-Islāmiyyah”, terj. Moh. Abdai Rathomy, Aqidah Islam.

Bandung: Diponegoro, 1993.

Salim, Hadiyah. Dua macam Kehidupan Yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat.

Bandung: Angkasa, 1995.

Siregar, Maria Ulfa. Pemikiran Teologis Badiuzzaman Said Nursi. Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utama Medan 2015.

Sou’yb, Joesoef. Perkembangan Teologi Modern. Jakarta: Rainbow, 1987

Subhāni, ‘Allāmah asy-Syaikh Ja’far. “Buhuṡ fil Milal wan Nihal Dirasah Mauwḍū‟iyyah Muqarinatun lil Mażahibil Islāmiyyah”, terj. Hasan Musawa, Al-Milal Wan Nihal Studi Tematis Mazhab Kalam. Pekalongan: Al-Hadi, 1997.

Al-Syahrastānī, Muḥammad Bin Abdūl Karīm. “Al-Milal Wa Al-Nihal”, terj.

Asywadie Syukur, Al-Milal Wa Al-Nihal. Surabaya: Bina Ilmu, 2003.

Al-Ṣiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

Aṭ-Ṭaḥāwī, Imām Abū Ja’far. Matnu al-‘Aqīdah Aṭ-Ṭaḥāwīyah. Bairut: Dar Ibnu Hazm, 1995.

Watt, W. Montgomery. “Islamic Philosophy and Theology”, terj. Umar Basalim, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. Jakarta: P3M, 1987.

Zahrah, Imām Muḥammad Abū. “Tārīkh al-Maẓāhib al-Islāmiyyah”, terj. Abd.

Rahman Dahlan dan Aḥmad Qarib, Aliran Politik Dan ‘Aqidah dalam Islam.

Jakarta: Logos Publishing House, 1996.

Al-Zhahabi, Syamsuddin. Tazkirah Huffaz. Kairo: Mushthafa Babi al-Halabi, 1390 H. Jilid ke-3

Al-Zhahabi, Husein. Dzikr Man Yu’tamad Qaulah fi al-Jarh wa al-Ta’dil. Lahore:

al-Maktabah al-'Ilmiyyah, 1980.

https:/www.academia.edu/34678683/ath_thahawi_pdf. Diakses pada 29 September 2020, pukul 22.16.

https:/www.academia.edu/34678683/ath_thahawi_pdf. Diakses pada 29 September 2020, pukul 22.47.

https://afkaruna.id/Imām-thahawi-muhaddis-dan-teolog-islam-awal. Diakses pada 03 Oktober 2020, pukul 22.16.