Pembangunan wilayah yang menerapkan konsep minapolitan selain mempertimbangkan aspek genrik yang berupa aspek kelembagaan dan bisnis; aspek masyarakat; aspek sumberdaya dan tata ruang; aspek kebijakan dan governance dan aspek infrastruktur, harus juga memperhatikan aspek khusus seperti komoditas unggulan; kesesuian lahan, sistem usaha, konsumsi dan kebocoran serta perubahan iklim. Keterkaitan kedua aspek tersebut diharapkan dapat menciptakan multiplier effect terhadap perubahan regional.
Penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Gresik berdasarkan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya, kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (seseuai kearifan lokal) dan mempunyai skala ekonomi yang menungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi lokal (Bappeda, 2008). Berdasarkan hal tersebut maka udang dan bandeng ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dalam perkembangan, ikan nila banyak diusahan oleh masyrakat karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Dalam menentukan komoditas tentunya juga memperhatikan kesesuian lahan budidaya. Wadah budidaya yang terdapat di Kabupaten Gresik adalah tambak air payau dan air tawar. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu udang, bandeng dan ikan nila dapat berkembang dengan baik di tambak air tawar dan air payau. Pengembangan produksi perikanan budidaya di Kabupaten Gresik telah terdapat kesusuaian lahan dengan komoditas unggulan yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, permasalahan aspek khusus yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sistem usaha. Sistem usaha yang dimaksud adalah input benih, input pakan, input lainnya serta tenaga kerja. Pada sistem usaha yang menjadi permasalah utama adalah input benih dan input pakan. Input benih yang
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 150 digunakan oleh responden berasal pihak swasta berasal dari luar Kabupaten Gresik seperti berasal dari Kabupaten Tuban, Situbondo, Lamongan bahkan dari luar propinsi Jawa Timur benih berasal dari Kabupaten Jepara dan Kabupaten Rembang (Jawa Tengah). Kabupaten Gresik memperoleh benih dari luar kabupaten dikarenakan ketidaksesuaian lahan untuk memproduksi benih udang. Sementara yang dibudidayakan di Kabupaten Gresik adalah benih dalam glondongan/tongkolan.
Begitu pula dengan input pakan, tidak terdapat pakan di Kabupaten Gresik. Input pakan berasal dari Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Jombang. Dikarenakan letak Kabupaten Gresik yang berdekatan dengan ibu kota Propinsi, distribusi input pakan tidak menjadi kendala. Walaupun demikian, di lokasi penelitian sudah terdapat pedagang pengumpul pakan yang menjadi perantara bagi pembudidaya untuk memperoleh input pakan dengan harga pabrik. Sementara input sarana produksi perikanan laiinya telah tercukupi dalam kabupaten sendiri. Banyak poultry shop yang menyediakan sara produksi perikan, bahkan untuk kebutuhan probiotik terdapat pabrik PT. Petrokimia Gresik yang memproduksi probiotik tersebut. Sedangkan untuk kebutuhan tenaga kerja berasal dari dalam Kabupaten juga, dan tenaga kerja untuk pembudidaya di Kecamatan Sidayu juga berasal dari Kecamatan Sidayu.
Oleh karena input pakan benih dan input pakan, berasal dari luar Kabupaten Gresik permasalahan aspek khusus laiinya yang muncul adalah terjadinya kebocoran. Kondisi ini menyebabkan perputaran uang yang seharusnya bisa menambah pendapatan daerah terserap oleh daerah lain. Untuk mngurangi kebocoran yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan penumbuhan unit pembenihan rakyat dalam skala rumah tangga, meskipun kondisi ini belum mampu memenuhi kebutuhan input benih setidaknya mengurangi tingkat kebocoran. Untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga meskipun di Kabupaten Gresik sudah tersedia sarana pertokoan, perbelanjaan dan pasar untuk kebutuhan sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat terkadang membeli kebutuhan rumah tangga di Kota Surabaya karena lokasi yang berdekatan. Demikian halnya dengan kebutuhan non konsumsi rumah tangga seperti pendidikan, kesehatan, hiburan dan pariwisata, masyarakat memenuhi kebutuhan tersebut di Kota Surabaya ataupun kabupaten/kota disekitar Kabupaten Gresik.
Dalam melakukan usaha budidaya, struktur biaya budidaya udang dan bandeng untuk rata-rata luasan budidaya 4 ha memerlukan investasi sebesar Rp 83.521.824; biaya tidak tetap Rp 12.291.748; biaya tetap Rp 6.737.236. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 19.028.984, dengan penerimaan Rp 20.150.097 dan keuntungan sebesar Rp 1.121.113 dalam satu siklus produksi. Diketahui bahwa usaha
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 151 budidaya pada skala usaha kecil memiliki nilai keuntungan dan R/C ratio yang paling rendah yaitu 1. Struktur biaya budidaya udang dan bandeng tergambar pada tabel 99.
Tabel 99. Struktur Biaya Budidaya Udang dan Bandeng, 2010
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Peningkatan komoditas unggulan dapat dilakukan dengan melakukan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Di lokasi penelitian CBIB tidak semua pembudidaya melakukan CBIB. CBIB hanya dilakukan oleh pembudidaya yang mempunyai skala usaha besar (semi intensif dan intensif). Permodalan menjadi kendala dalam menerapkan CBIB. Penerapan CBIB akan mempengaruhi pengelolaan budidaya, kondisi alam saat ini yang cenderung mulai jenuh menyebabkan timbulnya banyak penyakit pada ikan dan kondisi lahan. Meskipun belum menerapkan CBIB dalam pengelolaannya, pembudidaya tidak menggunakan obat-obat untuk mempercepat panen. Obatan-obatan dan vitamin digunakan untuk mengatasi penyakit dan memperbaiki kondisi lahan budidaya. Gambar 16 berikut menujukkan jalur distribusi sarana input produksi dan pemasaran komoditas unggulan di calon kawasan minapolitan.
Gambar 16. Jalur Distrubusi Sarana Input Produksi dan Pemasaran Komoditas Unggulan di Calon Kawasan Minapolitan
No KATEGORI BIAYA NILAI (RP) KETERANGAN
1 Investasi 83.521.824
2 Biaya tetap 6.737.236 3 Biaya tidak tetap 12.291.748
4 Total Biaya 19.028.984
5 Penerimaan 20.150.097
6 Margin 1.121.113
7 R/C 1
Rata-rata luasan lahan produktif 4 ha dengan komoditas udang & bandeng
Kecamatan Sidayu Kab. Gresik Kec. Bungah Jawa Tengah Pasa r Loka l Kec. Dukun La monga n Tuba n Tulungagung Je pa ra Rembang Regiona l Ekspor Sidoa rjo Jomba ng Surabaya Jawa Timur PAKAN Benih Pemasaran Keterangan :
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 152 Terkait dengan perubahan iklim, dapat menyebabkan berbagai dampak baik terhadap lingkungan biofisik, sosial dan ekonomi. Dampak perubahan iklim terhadap usaha budidaya adalah penyakit pada udang, salinitas dan kondisi lahan yang kekurangan unsur hara. Pola adapatasi yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penurunan jumlah pada tebar, pengaturan sirkulasi air, serta panen sebelum waktunya. Penyakit pada ikan sampai saat ini menjadai kendalan utama bagi pembudidaya, karena pengobatan untuk penyakit udang belum bisa diatasi secara maksimal. Permasalah aspek khusus secara sederhana digambarkan pada tabel 100.
Tabel 100. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Gresik
Aspek Khusus Permasalahan
Kesesuaian Komoditas unggulan Komoditas unggulan yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi lahan yg tersedia
Sistem Usaha - Input Benih didapatkan dari luar kabupaten, kualitas benih masih belum bersertifikat - Mortalitas ikan cukup tinggi
- Hama penyakit
Konsumsi dan Kebocoran - Adanya kebocoran PAD karena Sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan sandang di Kota Surabaya. Karena jaraknya yang lebih dekat ke Kota Kota Surabaya
Dampak Perubahan Iklim - Dampak perubahan iklim menimbulkan perubahan suhu dan timbulnya berbagai penyakit
Sumber: Data Primer diolah tahun 2010
4.2.7. Kabupaten Jambi A. Aspek Generik
Pada aspek sumberdaya dan tata ruang, kecamatan Pemayung yang menjadi kawasan minapolitan sudah sesuai dengan RTRW Kab. Batanghari. Terdapat 8 desa yang menjadi kawasan minapolitan, yaitu Desa Kubu Kandang, Kuap, Teluk Ketapang, Lubuk Ruso, Ture, Senaning, Pulau Betung dan Lopak Aur. Dari ke-8 desa tersebut berada di satu kawasan DAS Batanghari, dan yang menjadi sentra minapolis adalah Desa Lubuk Ruso. Kawasan tersebut terdapat lokasi yang belum dimanfaatkan. Berdasarkan sumberdaya air, di kawasan tersebut sumberdaya air berasal dari air tanah dan hujan. Para pembudidaya di kawasan minapolitan terutama di Desa Lubuk Ruso memulai usaha budidaya ikan Patin sejak tahun 2008. Komoditas yang dibudidayakan adalah ikan Patin dan juga Nila. Berdasarkan hasil budidaya, sumberdaya air di kawasan tersebut cocok untuk budidaya ikan Patin dan Nila. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di Desa Lubuk Ruso, terkadang terjadi banjir di beberapa wilayah terutama di Desa Lubuk Ruso. Hal ini terjadi jika air
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 153 sungai Batanghari meluap. Kasus banjir ini pun terjadi di Desa Pulau Betung pada saat siklus I budidaya Patin (sekitar tahun 2010).
Pada aspek masyrakat dan bisnis, sebagian besar latar belakang pekerjaan para pembudidaya adalah sektor pertanian dan perkebunan. Usaha budidaya di kawasan minapolitan dimulai pada tahun 2008. Sehingga pengalaman usaha budidaya di kawasan minapolitan masih relatif baru. Sehingga teknik budidaya belum dikuasai secara keseluruhan. Dalam hal ini diperlukan tambahan pengetahuan dan wawasan melalui pelatihan budidaya. Selama berbudidaya, para pembudidaya di kawasan minapolitan selalu didampingi oleh penyuluh.
Pada aspek infrastruktur, di kawasan minapolitan infrastruktur yang sudah dibangun adalah sarana pendukung budidaya (kolam), sarana umum (jalan, listrik) dan sarana kesejahteraan (sekolah, mesjid, perpustakaan, puskesmas). Infrastruktur yang sangat diperlukan di kawasan ini adalah listrik di kawasan perkolaman. Listrik sudah dibangun di wilayah permukiman. Selain itu belum ada sarana pendukung usaha budidaya yaitu pasar ikan, pasar benih dan pabrik pakan.
Di Desa Lubuk Ruso, terdapat 5 (lima) kelompok pembudidaya, yang masing-masing beranggotakan rata-rata 10 orang pembudidaya. Masing-masing-masing kelompok mengelola kolam yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota. Sedangkan pembagian hasil tergantung masing-masing kelompok. Di Lubuk Ruso, masing-masing kolam berada di lahan masing-masing anggota, sehingga setiap anggota mandapatkan hasil berdasarkan hasil panen dari kolamnya, sedangkan di Desa Tore, areal kawasan kolam dimiliki oleh 3 orang anggota, sehingga pembagian hasilnya adalah 10% untuk pemilik lahan, 70% untuk anggota dan 20% untuk kas kelompok. Selain kelompok pembudidaya, belum terbentuk kelembagaan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pembentukan kelembagaan lain terutama penyedia input, lembaga pemasaran dan jasa permodalan. Hal yang dapat dilakukan adalah pembentukan koperasi.
Pada aspek kebijakan, Pemerintah daerah Kabupaten Batanghari sangat mendukung program minapolitan. Hal ini diwujudkan dalam SK Bupati Batanghari No. 286.A tahun 2008 Tentang Kawasan Minapolitan Kab. Batanghari, SK Bupati Batang Hari No. 609 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Pengembangan Kawasan Minapolitan dan Masterplan Kawasan dan Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Minapolitan Pemayung tahun 2009-2013. Selain itu Pemda Batanghari mengalokasikan APBD untuk pelaksanaan program minapolitan ini. Berikut adalah tabel kondisi aspek-aspek generik yang ada di Kabupaten Batang Hari;
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 154 Tabel 101. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Jambi
Aspek Generik Permasalahan
Kelembagaan - Kelembagaan pelaku utama sudah terbentuk namun ketrampilan teknologi budidaya dan manajemen wirausaha masih kurang. Hal ini karena pengalaman budidaya masih baru
- Kelembagaan permodalan/keuangan belum terbentuk
- Belum tersedianya kelembagaan pemasaran ikan. - Ikan dijual ke pedagang pengumpul dan pengecer
yang dating ke kolam - Koperasi belum terbentuk
Masyarakat dan Bisnis - Seluruh pembudidaya masih pada level pemula - Teknologi masih tradisional
- Informasi pasar masih terbatas, pemasaran melalui pengumpul
- Produk olahan ikan Patin (Patin Asap) masih sangat kurang
Sumberdaya dan Tata Ruang - Perlu diperhatikan kondisi lingkungan, karena termasuk daerah yang rawan banjir.
- Terintegrasinya hirarki fungsional antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung sudah terjalin tetapi belum optimal (penyediaan benih oleh desa pendukung)
Kebijakan dan Governance - Adanya komitmen dari pemerintah daerah khususnya di level kabupaten untuk mensukseskan program minapolitan
- Koordinasi antara level pemerintahan dana antar instansi (co: PU) sudah terjalin baik
Infrastruktur - Belum ada penerangan jalan di dalam desa - Tidak tersedia sarana transportasi umum,
sehingga pembudidaya harus menyediakan transportasi sendiri
- Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra
Sumber: Data Primer diolah tahun 2010
B. Aspek Khusus