2. Minapolitan Perikanan Budidaya (MPB)
3.1.3. Model Konseptual
Sebagai langkah awal dalam membangun model paraktikal minapolitan pada penelitian ini, dilakukan review dari berbagai model yang sudah ada (model existing). Hasil review kemudian disempurnakan dengan masukan-masukan dari narasumber
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 27 ahli melalui focus group disscussion untuk membangun model konseptual (conceptual model).
Berdasarkan hasil review, secara konseptual, pembangunan wilayah dengan menerapkan konsep minapolitan budidaya perlu mempertimbangkan aspek-aspek generik sebagai berikut: 1) aspek kelembagaan dan bisnis, 2) aspek masyarakat, 3) aspek sumberdaya dan tata ruang, 4) aspek kebijakan dan governance dan 5) aspek infrastruktur. Aspek-aspek generik tersebut terkait dengan sistem produksi minabisnis dan pusat-pusat pelayan (service). Jika dilihat dari pendekatan kawasan, pembangunan selalu dilihat dari dua sisi; demand side dan supply side. Sisi demand menitikberatkan pada pentingnya akses pada pusat-pusat pelayanan dan pemukiman untuk menciptakan income multiplication. Dari sisi supply menekankan adanya sektor basis yang memiliki comparattive dan competitive advantage, pengembangan sektor unggulan yang menciptakan multipier effect terhadap perubahan regional (khususnya kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja) dan peningkatan produksi sektor-sektor unggulan serta diversivikasi hulu-hilir sektor/ komoditas unggulan. Kebocoran terjadi jika dan kegiatan produksi dikuasai/dimiliki oleh penduduk di luar kawasan dan orientasi mengkonsumsi barang dan jasa banyak dilakukan di luar daerah.
Belakangan, muncul isu-isu tentang perubahan iklim, sehingga ini merupakan salah satu aspek yang mungkin dapat mempengaruhi minapolitan. Perubahan iklim menyebabkan berbagai dampak baik terhadap lingkungan biofisik, social dan ekonomi. Menurut WWF (2007) perubahan iklim menyebabkan potensi bencana alam yang dipicu oleh curah hujan menjadi semakin tinggi, seperti: banjir, longsor, pelupaan sungai, dan penyebaran vektor penyakit. Sedangkan pada kondisi curah hujan yang mengecil dapat terjadi potensi bencana seperti: kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih, dan berbagai permasalahan sosial yang mungkin timbul, seperti monopoli air.
Di samping itu, dampak perubahan iklim pada ekosistem pesisir terkait dengan kenaikan paras muka laut, perubahan suhu permukaan laut, perubahan kadar keasaman air laut dan meningkatnya frekuensi serta intensitas kejadian ektrim berupa badai tropis dan gelombang tinggi. Kemudian, dampak susulannya berupa penggenangan kawasan budidaya, kehilangan aset ekonomi dan infrastruktur, meningkatnya erosi dan rusaknya situs budaya di wilayah pesisir serta keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil (Anonim, 2007).
Sejalan dengan itu, Wibowo (1996) menyatakan dampak yang merugikan akibat perubahan iklim antara lain perubahan pada lingkungan fisik maupun biota sehingga menimbulkan kerusakan pada komposisi, ketahanan, serta produktivitas ekosistem
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 28 alami. Dampak perubahan iklim untuk perikanan budidaya, seperti penggenangan kawasan budidaya, penurunan kualitas air, peningkatan penyakit akan mengganggu produksi perikanan. Hal ini dapat mempengaruhi sistem produksi minabisnis dan konsumsi melalui proses adaptasi. Secara diagramatik, kerangka konseptual minapolitan dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Kerangka Model Konseptual Minapolitan 3.1.4. Ruang Lingkup
Berdasarkan model konseptual, ruang lingkup kegiatan penelitian ini adalah identifikasi kondisi aspek-aspek generik dan aspek khusus di lokasi budidaya perikanan, mengkaji hubungan/keterkaitan antara masing-masing aspek, mengkaji kesesuaian antara kondisi dan hubungan antar aspek tersebut dengan kondisi dan hubugan antar aspek sebagaimana dipersyaratkan dalam model konseptual, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi aspek-aspek tersebut, prediksi hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan indikator keberlanjutan, prediksi hubugan antara keterkaitan antar faktor dengan indikator keberlanjutan, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengkajian aspek-aspek, peluang dan cara memperkuat faktor dan interaksi positif, dan peluang serta cara mengurangi pengaruh faktor dan interaksi negatif. Dari hasil penelitian, dilakukan koreksi terhadap model konseptual
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 29 untuk membangun model praktikal. Sehingga diharapkan model ini dapat menjadi acuan atau strategi kebijakan bagi pembangunan kelautan dan perikanan.
Gambar 8. Tahapan Penelitian 3.1.5. Kerangka Pentahapan Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir penelitian untuk mengkaji model konseptual sebagaimana dijelaskan diatas, komponen-komponen kegiatan penelitian dirancang untuk dilaksanakan secara kronologis seperti tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Kronologi Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Interpretasi
Kegiatan Lokasi Pendekatan File acuan Output
Penggalian gagasan2
awal
Jakarta,
Bogor Studi literatur, desk work - Artikel, textbook & bhn presentasi agropolitan, clusters, minapolitan
Draft awal model konseptual Pengkayaan gagasan dan konsep Cianjur, Gresik, Malang, Boyolali • Lokakarya • survey cepat • konsultasi, • lokakarya • diskusi2 tim • pengamatan
- Draft awal model
konseptual - - Model konseptual Workshop feedback - Daftar topik data
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 30
Kegiatan Lokasi Pendekatan File acuan Output
Lapang
Pemantapan
ROKR Jakarta • Lokakarya - Model konseptual - Workshop feedback
- Daftar topik data
- Grand design riset
minapolitan bddy - ROKR riset2 pendukung - Kuesioner Pengumpulan data: • Aspek generik • sistem usaha • sistem permukima n • value chain • Konsumsi &kebocoran • pengaruh CC pd perikanan*) Boyolali, Palangka Raya, Malang, Bogor, Gresik, Gowa Batanghari, Pangkalan bun • Survey • Expert consultation • Focus group discussions • Critical analysis
- Grand design riset
minapol bddy - ROKR riset2 pendukung - Kuesioner - Kuesioner2 terisi - Field notes - Dokumen sekunder Pengolahan data: • Aspek Generik • sistem usaha • sistem permukima n • Jalur pemasaran • Konsumsi & kebocoran • pengaruh CC pd perikanan*) Jakarta Analisis deskriptif Tabulatif Analisis usaha Analisis Sistem (powersim) - Kuesioner2 terisi - Field notes - Dokumen sekunder - Tabulasi data - Teridentifikasi masalah pengemb minapol - Prediksi peluang perbaikan terhadap permasalahan pada aspek generic dan aspek khusus - Persepktif Model Spesifik lokasi - Perbaikan Model Konsepsual Sintesis model praktikal
Jakarta • Diskusi tim - Data-data terolah Draft model praktikal
Verifikasi lapang data inkonsisten Lokasi yang relevan • FGDs - Draft model
praktikal Koreksi draft model praktikal
Pengumpulan
umpan balik Jakarta • Lokakarya - Koreksi draft model praktikal Draft model praktikal terkoreksi
Perbaikan model praktikal
Jakarta • Diskusi tim,
desk study Draft model praktikal terkoreksi
Model praktikal
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Wilayah dan baseline survei sosek 4.1.1. Kabupaten Malang
Kondisi Geografis
Kabupaten Malang adalah salah satu Kabupaten di Indonesia yang terletak di Propinsi Jawa Timur dan merupakan kabupaten yang mempunyai wilayah terluas diantara 37 kabupaten/kotamadya di Jawa Timur. Luas wilayah Kabupaten Malang sebesar 3.348 km² atau 334.800 Ha. Kabupaten Daerah Tingkat II Malang terletak pada 112°35`10090`` sampai 122°57`00`` Bujur Timur 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. Adapun batas wilayah Kabupaten ini antara lain:
- Sebelah utara : Kab. Pasuruan dan Kab. Mojokerto - Sebalah Timur : Kab. Probolinggo dan Kab. Lumajang - Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
- Sebelah Barat : Kab. Blitar dan Kab. Kediri
Kabupaten Malang memiliki potensi pertanian dengan iklim sejuk. Kabupaten Malang juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi diantaranya dari pertanian, perkebunan, tanaman obat keluarga dan lain sebagainya. Kondisi lahan di Kabupaten Malang bagian utara relatif subur, sementara di sebelah selatan relatif kurang subur. Bagian timur merupakan kompleks Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, dengan puncaknya Gunung Bromo (2.392 m) dan Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Bagian selatan berupa pegunungan dan dataran bergelombang. Dataran rendah di pesisir selatan cukup sempit dan sebagian besar pantainya berbukit. Keadaan topografi di Kabupaten Malang adalah:
- Daerah dataran rendah terletak pada ketinggian 250 – 500 m di atas permukaan air laut
- Daerah dataran tinggi - Daerah perbukitan kapur
- Daerah Lereng Gunung Kawi-Arjuno (500-3300 m di atas permukaan air laut- dpal)
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 32
Kependudukan
Kabupaten Malang merupakan daerah ke-2 yang paling banyak penduduknya setelah Surabaya. Kepadatan penduduknya rata-rata mencapai 808 jiwa/Km2. Jumlah penduduk dan kapatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Luas wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Malang Tahun 2005 – 2008
Tahu n Luas Wilayah (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 2005 3.348 2.375.537 804 2006 3.348 2.388.755 812 2007 3.348 2.401.624 806 2008 3.348 2.413.779 810 Rata-rata 2.394.924 808
Sumber: Data Penduduk berdasarkan Hasil Proyeksi Supas 2005, BPS Provinsi Jawa Timur, diolah
Jumlah penduduk yang semakin meningkat ini membuat kebutuhan atas lapangan kerja pun semakin tinggi. Usia produktif tentunya semakin banyak, dan kebutuhan untuk peningkatan kesejahteraan keluarga pun semakin tinggi akibat betambahnya jumlah anggota keluarga misalnya.
Sumberdaya dan Tata Ruang
Di Kabupaten Malang, penggunaan lahan berdasarkan jenis pemanfaatannya meliputi lahan pemukiman desa, pemukiman kota, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, kebun, hutan lindung, hutan produksi, perikanan danau/waduk. Penggunaan Lahan di kawasan minapolitan dan hinterland Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 4.
Sungai-sungai yang mengalir mempunyai pengaruh yang besar bagi perekonomian yang agraris yaitu :
- Kali Brantas : Bermata air di DK. Sumber Brantas, Desa Tulungrejo (batu), membelah Kabupaten Malang menjadi 2 dan berakhir di Bendungan Karangkates - Kali Konto : Mengalir melintasi wilayah Kecamatan Pujon dan Ngantang dan
berakhir di Bendungan Selorejo (ngantang)
- Kali Lesti : Mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan Turen, Dampit dan sekitarnya
- Kali Amprong : Mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan Poncokusumo dan Tumpang
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 33 Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan di Kawasan Minapolitan dan Hinterland
Kabupaten Malang
Jenis Penggunaan Lahan
Wajak Wonosari Dau Gondanglegi Turen
Pemukiman Desa 124,23 53,33 83,18 69,26 168,23
Permukiman Kota 1093,24 691,14 387,44 555,14 1342,24
Sawah Irigasi 1024,98 740,8 557,3 2238,3 1691,9
Sawah Tadah Hujan 409,1 285,6 136,4 867,9 655,4
Tegalan 733,6 894,3 1004,6 661,4 876,1 Kebun 2886,2 1684,5 993,2 675,5 874,2 Hutan Lindung 1132,74 955,54 1296,24 601,94 93,04 Hutan Produksi 3540,75 1399,85 2712,15 1761,87 1450,55 Danau/waduk/Sungai Besar 91,3 48,2 83,7 51,8 68,8 Luas Kecamatan 11036,14 6759,26 7254,1 7483,11 7220,46
Sumber: BPS Kabupaten Malang, 2009,
Dalam program minapolitan yang digagas di Kabupaten Malang, desa Sukoanyar dipilih sebagai kawasan Minapolitan. Berdasarkan survei sumberdaya yang dilakukan Pemkab Malang, bahwa desa ini memiliki beberapa keunggulan yaitu sumberdaya air yang baik, luas lahan hamparan yang memiliki akses jalan yang mudah dan baik, dan dapat mejadi di sentral bagi wilayah yang lain.
Di Desa Sukoanyar terdapat dua sumber air, yaitu Sumber Air Kajaran dan Sumber Air Pawon yang tidak pernah kering sepanjang tahun dengan debit air rata-rata 200 liter/detik. Sumber itu tidak terkontaminasi bahan kimia, tidak mengalami polusi, kecerahan tinggi dan tanahnya tidak porous (berongga).
Di Desa Sukoanyar memiliki sekitar 10 hektar lahan yang dilewati kedua sungai itu. Sehingga menjadikan nilai tambah untuk Desa Sukoanyar. Selain itu akses yang dimiliki juga telah baik. Lahan-lahan itu berada persis dipinggir jalan raya menuju Kecamatan Wajak.
Sebagai kawasan minapolitan, Sukoanyar memegang posisi sentral. Sedang desa lainnya adalah hinterland (pendukung). Dalam kacamata antar wilayah, hal yang sama juga diterapkan. Kecamatan lain yang mempunyai potensi budidaya perikanan juga dijadikan sebagai hinterland. Diperkirakan, dibutuhkan pembebasan lahan seluas 5 hektar untuk aktivitas intensifikasi, mulai dari pemilihan induk, pembenihan, pendederan serta pembesaran yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah. Juga melalui diversifikasi end product (pemilihan/ penggolongan hasil berdasarkan kriteria tertentu).
Program minapolitan di Kabupaten Malang ini menitikberatkan pada budidaya air tawar, dengan komoditas unggulan ikan nila. Tapi jenis tombro (mas), lele, udang, gurami dan ikan koi tak luput dari perhatian. Pilihan ikan nila sebagai produk
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 34 unggulan bukan tak beralasan. Selain nilai proteinnya tinggi, harga jual ikan Nila cukup tinggi, yaitu Rp.12.000 – Rp.15.000/kg dengan masa pemeliharaan 4-5 bulan. Di tahun 2008, produksi perikanan air tawar termasuk nila di kawasan Sumberpucung, Kalipare, Pagak, Kromengan, Wonosari, Turen, Wajak, Dau, Lawang, Bululawang, Tajinan, Singosari, Pakis, Tumpang dan Gondanglegi mencapai 10.086 ton. Aktivitas yang dimulai tahun 2009 hingga 2013. Namun, tak berarti program ini akan berhenti di tahun itu. Tapi diharapkan pada tahun yang ditetapkan, masyarakat sudah mandiri dan bisa melanjutkan kegiatan ini. Program ini juga tak menutup peluang munculnya program untuk budidaya air payau dan laut. Seperti halnya yang dikembangkan di Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali.
Potensi Perikanan
Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Jawa Timur. Total produksi perikanan tahun 2008 mencapai 10.519,65 ton. Total produksi tersebut sebesar 89,68% atau 9.433,56 ton diperoleh dari perikanan tangkap. Selebihnya berasal dari produksi budidaya yaitu sebesar 1.086,09 ton atau 10,32% dari total produksi perikanan.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 10.944,70 ton, total produksi perikanan mengalami penurunan sebesar 3,88%. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008, produksi dari penangkapan mengalami penurunan sebesar 6,68%. Sedangkan produksi dari kegiatan budidaya mengalami kenaikan sebesar 26,64%. Penurunan dan kenaikan ini menunjukkan bahwa tren produksi mengarah ke pengembangan budidaya karena penangkapan sudah tidak optimal lagi. Penurunan penangkapan ini disebabkan akibatnya banyaknya kapal yang tidak beroperasi karena faktor cuaca yang buruk pada bulan Januari-April dan November-Desember, serta dampak dari dikuranginya pasokan BBM di Sendangbiru sehingga kebutuhan operasional nelayan terbatas. Peningkatan produksi perikanan di Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Total Produksi Perikanan di Kabupaten Malang Tahun 2007-2008
Kegiatan Produksi (ton) Kenaikan /Penurunan 2007 2008 Volume (Ton) (%)
Perikanan Tangkap 10.087,14 9.433,56 -653,58 -6,48
Perikanan Budidaya 857,56 1.086,09 228,53 26,64
Jumlah 10.944,70 10.519,65 -425,05
Sumber: Laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, 2008, diolah
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 35 Berdasarkan jenis kegiatannya, produksi dari penangkapan ikan laut, penangkapan ikan perairan umum, budidaya tambak, dan kolam mengalami penurunan. Sedangkan budidaya baik di minapadi maupun sekatan mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu masing-masing sebesar 46,14 % pada minapadi dan 186,73% pada sekatan. Kenaikan produksi tersebut disebabkan oleh meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan kegiatan budidaya (pembesaran) ikan di sekatan yang berada di Waduk/Bendungan Sutami. Kegiatan budidaya mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008. Budidaya minapadi merupakan sistem pemeliharaan ikan di sawah. Budidaya ini dinilai lebih menguntungkan karena petani bukan hanya mendapatkan padi dari lahannya tetapi juga dapat memproduksi ikan yang dipelihara di sawah tersebut. Selain itu diyakini bahwa budidaya di lahan minapadi dapat meningkatkan kesuburan tanah serta sebagai pengendali hama tanaman padi. Khusus untuk area minapadi, ikan yang dipelihara anatara lain ikan tombro, nila, lele, koi dan beberapa ikan lainnya. Budidaya minapadi ini banyak terdapat di kecamatan Wajak, Bululawang, Wonosari, Poncokusumo, Ngajum dan Turen. Sistem pemeliharaan ikan yang kini juga sedang dikembangkan adalah minamendong. Budidaya minamendong merupakan sistem pemeliharaan ikan di lahan mendong. Mendong adalah bahan yang banyak digunakan untuk membuat tikar atau tas.
Tabel 6. Produksi Perikanan Berdasarkan jenis Perairan di Kabupaten Malang Tahun 2007-2008
Kegiatan Produksi (ton) Kenaikan /Penurunan 2007 2008 Volume (Ton) (%) Penangkapan 10.087,14 9.433,56 -653,58 -6,48 - Perairan Laut 9.729,77 9.223,72 -506,05 -5,20 - Perairan Umum 357,37 209,84 -147,53 -41,28 Budidaya 857,56 1.086,09 228,53 26,64 - Tambak 532,60 443,65 -88,95 -16,70 - Kolam 135,52 108,75 -26,77 -19,75 - Karamba 0,59 0 -0,59 - Minapadi 5,57 8,14 2,57 46,14 - Sekatan 183,29 525,55 342,26 186,73
Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Malang, 2009
Bila dilihat dari nilai produksi, perikanan dapat terbilang menguntungkan, baik di perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Nilai produksi perikanan tangkap pada tahun 2008 mencapai Rp 93 milyar, sedangkan perikanan budidaya
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 36 mencapai Rp.27 milyar. Nilai produksi perikanan di kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Nilai Produksi Perikanan di Kabupaten Malang tahun 2008
Jenis Nilai (Rp.1000) Penangkapan - Perairan Laut - Perairan Umum 93.831.356,50 91.946.898,50 1.884.458,00 Budidaya - Tambak - Kolam - Karamba - Minapadi - Sekatan 27.453.390,00 17.733.500,00 1.703.850,00 - 131.490,00 7.884.550,00 Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Malang, 2009
Produksi ikan olahan pada tahun 2007 sebesar 3.392,86 ton , sedangkan pada tahun 2008 hanya sebesar 3.276,92 ton yang berarti berkurang sebanyak 115,94 ton atau sekitar 3,41% dari produksi tahun 2007. Hal ini disebabkan oleh hasil perikanan yang menurun. Teknologi yang digunakan dalam budidaya yang dikembangkan di Kecamatan Wajak adalah teknologi semi intensif. Produksi ikan olahan di Kabupaten Malang dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 8. Produksi Ikan Olahan di Kabupaten Malang tahun 2007-2008
Tahun Produksi Ikan Olahan (Ton)
2007 3.392,86
2008 3.276,92
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2008
Kelembagaan
a. Kelembagaan Pelaku Utama
Kabupaten Malang mempunyai potensi perkembangan usaha perikanan yang cukup besar jika dilihat dari jumlah pembudidaya yang sudah ada. Jumlah pembudidaya ikan pada tahun 2008 adalah sebanyak 2.272 orang yang terdiri dari pembudidaya ikan di jaring sekat, kolam, tambak dan minapadi. Hal ini dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9. Jumlah Pembudidaya Ikan pada tahun 2008
No Jenis Budidaya Jumlah Orang
1 Pembudidaya Tambak 9
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 37
3 Pembudidaya Minapadi 73
4 Pembudidaya Jaring Sekat 835
Jumlah 2.2.72
Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Malang, 2009
Mayoritas kelompok pembudidaya yang ada di Kabupaten Malang ini baru dibentuk kurang lebih satu tahun belakangan ini. Untuk itu kemampuan teknis yang mereka miliki masih sangat minim dan tingkat keberhasilannya masih tergolong rendah. Walaupun demikian dengan adanya pembentukan lembaga ini, maka antar pembudidaya dapat melakukan pertukaran pengetahuan yang dapat berguna bagi pengembangan usaha budidaya mereka. Ketua kelompok yang dipilih oleh tiap-tiap kelompok bertugas untuk melaporkan kegiatan kelompok kepada para anggota sehingga tercipta keterbukaan khususnya dalam bidang keuangan. Ketua kelompok juga biasanya memberikan sosialisasi kepada para anggota mengenai teknis budidaya yang baik karena rata-rata para pembudidaya memiliki pengalaman usaha kurang dari satu tahun. Sebelumnya, pembudidaya ini hanya bertani mendong dan kini mereka melakukan usaha budidaya minamendong.
Berikut adalah jumlah kelompok pembudidaya yang sudah terbentuk dari tahun 2009:
Tabel 10. Jumlah kelompok pembudidaya di Kecamatan Wajak tahun 2009
No Nama Kelompok Desa
1 Ekoproyo 1 Sukoanyar
2 Ekoproyo 2
3 Sumber Makmur I Wajak
4 Sumber Makmur II
5 Sbr Cilung Mandiri Blayu
6 Ngudi Mulyo I 7 Ngudi Mulyo II 8 Ngudi Mulyo III
9 Mina tani Bringin
10 Bangun Karyo I Sukolilo
11 Bangun Karyo II 12 Bangun Karyo III
13 Mina jaya Mina Jaya
14 Subur II Codo
15 Sbr Rejeki Sumber Putih
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang, 2009, diolah b. Kelembagaan Pemasaran
Dalam hal lembaga pemasaran, belum terlihat adanya lembaga pemasaran yang telah dibentuk secara resmi oleh poemerintah. Namun, justru inisiatif
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 38 pembentukan lembaga pemasaran ini muncul dari kalangan kelompok pembudidaya yang berencana untuk membangun sebuah pasar sebagai bentuk antisipasi jika terjadi lonjakan produksi akibat program Minapolitan di Kabupaten Malang.
Selama ini ikan yang diproduksi dijual ke Kota Malang dan sekitarnya. Tetapi untuk benih yang dihasilkan di Kecamatan dau, sudah banyak dikirim ke Kalimantan dan Sumatra. Mayoritas mereka sudah memiliki jaringannya sendiri dan untuk produsen benih mereka memberikan layanan pesan antar kepada konsumen dan memberikan garansi benih selama 1 minggu. Jika benih selama 1 minggu ternyata banyak yang mati maka akan diganti oleh penjual. Hal ini dilakukan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat.
c. Kelembagaan permodalan
Inisiatif yang tinggi ini ternyata belum didukung oleh kelembagaan permodalan. Banyak pembudidaya yang masih sulit untuk mencari suimber permodalan dikarenakan biasanya bank ataupun institusi keuangan yang mempunyai fungsi untuk kegiatan pinjaman, tidak bersedia untuk menginvestasikan dana mereka ke sektor perikanan yang dinilai tinggi resikonya. Rata-rata dari mereka menggunakan modal pribadi dari usaha sampingan lainnya. Banyak juga pembudidaya yang mempunyai pekerjaan lain seperti berdagang dan bertani.
d. Kelembagaan penyedia sarana input
Masalah yang juga lebih penting, masih sedikitnya penyedia saranan input di Kabupaten Malang. Mayoritas dari pembudidaya masih membeli sarana input ke Kotamadya Malang. Belum disediakan pula sebuah lembaga yang khusus menyediakan sarana input bagi pengembangan usaha budidaya. Walaupun BBI sudah ada tetapi sarana penyedia input ini hanya mampu menyediakan 1 juta benih/ tahunnya. Untuk Kecamatan Wajak sendiri, berikut adalah gambarannnya:
Tabel 11. Permasalahan Budidaya di Kabupaten Malang
Variabel Potensi Masalah
Bahan Baku Bibit Benih ikan diperoleh dengan pemijahan sendiri
- Kualitas bibit masih kurang karena memakai metode tradisional - Tidak terdapat BBI
- Mayoritas masih mengandalkan benih dari luar seperti Kab. Blitar sehingga memakan ongkos biaya transportasi yang tidak sedikit - Minim pengetahuan teknik
pengelolaan budidaya Pakan Ikan Kemudahan memperoleh
Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 39
Variabel Potensi Masalah
agen kecil di kecamatan pertanian untuk bahan baku pakan Obat-obatan terdapat apotek - pembudidaya jarang ada yang
mengerti kegunaan obat Peralatan dan
teknologi muncul teknologi dengan metode sederhan
- pengetahuan SDM masih kurang Tenaga Kerja tersedianya tenaga kerja - skill belum menunjang
Sumber: Data primer, 2010, diolah.
Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan
Pendekatan program Minapolitan di Kabupaten Malang berdasarkan potensi sumberdaya alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang secara teknis mendukung program Minapolitan. Model yang diterapkan adalah dengan menentukan desa Sukoanyar kecamatan Wajak sebagai Sentra Kawasan Minapolitan dan desa lainnya di kecamatan Wajak sebagai hinterland (pendukung). Sedangkan secara eksternal kecamatan lainnya yang mempunyai potensi budidaya perikanan juga sebagai hinterland. Di desa Sukoanyar akan dibentuk lembaga Pengelolaan Manajemen Unit (PMU) atau biasa disebut dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) sebagai pusat inkubator minabisnis ikan nila di kabupaten Malang agar mempunyai daya saing yang tinggi. Untuk itu perlu adanya pembebasan lahan untuk kegiatan budidaya nila unggul (indukan), pembenihan, pendederan, pembesaran, meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi end product. Direncanakan Pemkab Malang akan membebaskan lahan minimal sebesar 5 Ha pada tahun 2010 untuk kegiatan minapolitan.
Tahap Persiapan Minapolitan
Untuk menunjang program minapolitan, program yang dirancang oleh Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten Malang sampai dengan tahun 2012 lebih menitikberatkan kepada pengembangan pada tingkat grass root yang memiliki makna