• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Dalam dokumen RKPD Kota Denpasar 2016 (Halaman 79-81)

Berdasarkan angka statistik bahwa jumlah penduduk Kota Denpasar dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan terus mengalami peningkatan . Laju perkembangan penduduk yang diakibatkan migrasi penduduk perlu ditekan dengan pelaksanaan tertib administrasi kependudukan sehingga mereka yang memenuhi kelengkapan administrasi dan mempunyai tujuan, ketrampilan dan keahlian tertentu yang direkomendasikan menetap di Kota Denpasar.

Tabel 2.41

Distribusi Penduduk tahun 2014

2. Kepadatan

Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per kilometer persegi yang merupakan perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah. Kepadatan penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2012 telah mencapai 680.919 jiwa /km2, sedangkan kalau dilihat di masing – masing Kecamatan adalah sebagai berikut :

a. Kecamatan Denpasar Barat sebesar 8.711 jiwa/km2 b. Kecamatan Denpasar Timur sebesar 6.117 jiwa/km2 c. Kecamatan Denpasar Utara sebesar 5.862 jiwa/km2 d. Kecamatan Denpasar Selatan sebesar 3.970 jiwa/km2 3. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis kelamin

Piramida penduduk merupakan grafik yang menggambarkan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Berdasarkan bentuk piramida penduduk Denpasar tahun 2014 dimana penduduk kelompok umur 0 – 14 tahun berjumlah 141.332 orang atau 19,38%, penduduk yang tergolong dalam kelompok umur 15 – 49 tahun berjumlah 438.828 orang atau 60,19%, sedangkan penduduk Kota Denpasar yang tergolong kelompok umur 50 tahun keatas berjumlah 148.868 orang atau 20,42%. Bentuk piramida penduduk Kota Denpasar juga menandakan telah terjadinya migrasi penduduk ke Kota Denpasar dan didominasi oleh mereka yang tergolong dalam usia produktif.

8. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Sampai saat ini permasalahan gender dan pemberdayaan perempuan masih tetap menjadi isu strategis yang memerlukan penanganan yang serius, lebih-lebih saat ini permasalahan gender sudah menjadi isu global dengan dimasukkannya dalam kesepakatan Millenium Development Gols (MDGs) yang dicanangkan oleh PBB dalam Millenium Summit yang diselenggarakan pada bulan September tahun 2000. MDGs telah menyepakati 8

No Uraian Distribusi Penduduk

tahun 2014

Persentase 1 Denpasar Barat 210.205 jiwa 28,83%

2 Denpasar Selatan 198.495 jiwa 27,22% 3 Denpasar Utara 182.448 jiwa 25,02% 4 Denpasar Timur 137.881 jiwa 18,91%

goal dan 17 target yang harus dicapai oleh 191 negara anggota PBB pada tahun 2015 yang meliputi :

1. Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrim 2. Mencapai pendidikan dasar secara universal

3. Meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi tingkat kematian anak

5. Memperbaiki kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit-penyakit lainnya 7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup dan

8. Membentuk sebuah kerjasama global untuk pembangunan

Dari ke 8 tujuan tersebut di atas, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menjadi goal ke tiga sehingga hal ini cukup menjadi isu prioritas. Ini berarti bahwa setiap Negara yang ikut menandatangani kesepakatan tersebut haraus mampu menanggulangi isu tersebut di tahun 2015. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut serta dalam pendeklarasian kesepakatan tersebut berarti juga dituntut untuk mampu menangani 8 goal yang salah satunya adalah mampu mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di tahun 2015. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tentu tidak bisa tinggal diam untuk bisa mencapai target ini.

Untuk bisa mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan bukanlah perkara mudah mengingat hal ini berkaitan erat dengan konstruksi social budaya yang sudah tertanam sejak lahirnya adam dan hawa di muka bumi ini. Namun demikian tidak berarti kita harus menyerah, karena segala sesuatu bentukan manusia tidak ada yang bersifat statis tetapi semua bisa diubah dan diperbaiki. Tentu hal ini memerlukan komitmen dan perjuangan yang serius dan konfrehensif, untuk itu sangat diperlukan adanya dukungan dari semua pihak baik masyarakat maupun lembaga-lembaga terkait.

Secara historis,upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 70-an yang diawali dengan dengan dibentuknya menteri muda urusan peranan wanita (MEN UPW) pada tahun 1978 yang saat ini sudah berubah menjadi Kementrian Negara Pemeberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sebelum dibentuknya lembaga ini, perhatian terhadap nasib perempuan yang kurang beruntung jika dibandingkan dengan laki-laki sudah dilakukan oleh kaum feminis baik di dunia barat maupun di Indonesia. Untuk di Indonesia salah seorang pejuang nasib kaum perempuan yang tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat adalah Raden Ajeng Kartini. Perjuangan R.A Kartini tidak berhenti walaupun ia telah tiada, cita-citanya ditindaklanjuti oleh tokoh-tokoh perempuan Indonesia lainnya yang memiliki visi serupadengan Kartini seperti R.A Sutinah Joyopranoto, Rr. Rukmini dan lain-lain.

Wujud pergerakan perempuan Indonesia pasca Kartini adalah terbentuknya berbagai organisasi perempuan yang mempunyai visi memperbaiki status kaum perempuan melalui berbagai upaya seperti peningkatan pendidikan dan keterampilan, perlindungan hukum dan lain-lain. Pada dekade berikutnya organisasi perempuan ini menyelenggarakan kongres perempuan pertama pada tanggal 22 Desember 1928 di Jogyakarta dan ini merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi pergerakan perempuan Indonesia. Komitmen Pemerintah untuk memperjuangkan nasib perempuan terus berlanjut. Melalui lembaga kementrian yang sudah terbentuk di tingkat pusat dan lembaga pemberdayaan perempuan di daerah baik dalam bentuk badan maupun kantor, maka berbagai program pun diimplementasikan ke masyarakat. Pendekatan awal yang diimplementasikan pada saat itu adalah women in development/WID karena saat itu disadari bahwa perempuan merupakan sumberdaya manusia yang sangat berharga sehingga perempuan yang posisinya termajinalkan perlu diikutsertakan dalam pembangunan.

Pendekatan WID memberikan perhatian pada peran produktif perempuan dalam pembangunan, seperti inisiatif pengembangan teknologi yang lebih baik dan tepat guna agar dapat meningkatkan beban kerja perempuan. Tujuannya adalah menekankan kepada sisi produktivitas tenaga kerja perempuan khususnya berkaitan dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi reproduktifnya. Setelah dilakukan evaluasi, nampaknya dalam pelaksanaannya pendekatan ini tidak terlalu berhasil dalam menghapus masalah diskriminasi terhadap perempuan. Sebagai respon dari ketidakberhasilan pendekatan ini, selanjutnya pada tahun 90-an dilakukan pendekatan baru yang dikenal dengan pendekatan gender dan pembangunan (gender and development/GAD). Konsep ini lebih didasarkan pada suatu pendekatan mengenai pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan (Nugroho,2008;140). Konsep ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa konstruksi sosial yang dibuat atas peran perempuan dan laki-laki dapat diubah. Pendekatan ini lebih memusatkan pada isu gender dan tidak melihat pada masalah perempuan semata.

Dari pendekatan pembangunan yang terkait dengan pemberdayaan perempuan seperti tersebut diatas, nampaknya juga masih belum efektif untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Oleh karena itu, upaya lain pun diusahakan untuk mempercepat terwujudnya visi pembangunan pemberdayaan perempuan. Pada tahun 2000 bersamaan dengan dicetuskannya kesepakatan MDGs, pemerintah Indonesia mengambil suatu strategi pengarusutamaan gender (PUG) yang dilegitimit melalui inpres No. 9/2000 tentang pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender/gender mainstreaming. Strategi ini merupakan strategi untuk mengintregasikan isu gender dalam setiap perencanaan pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu, strategi ini pada dasarnya ditujukan kepada para penyusun kebijakan/program/kegiatan pembangunan sehingga mereka dapat dan mampu menyusun program/kegiatan yang responsive gender.

Untuk bisa mengaplikasikan strategi ini secara baik dan benar, hal penting yang harus diketahui oleh para penyusun program adalah memahami teknik analisa gender (TAG). Analisa gender merupakan perangkat analisa yang dapat membantu para perencana dalam menganalisa suatu kebijakan/program apakah sudah responsive gender atau belum. Dengan menggunakan analisa gender bisa diidentifikasi dalam hal apa kesenjangan gender yang masih terjadi, apakah dalam akses, partisipasi, control atau manfaat. Juga kesenjangan itu sudah bisa diidentifikasi dengan benar, maka dengan sendirinya program yang akan disusunpun akan menjadi tepat sasaran.

Sementara itu, hal penting yang harus ada untuk mendukung pengaplikasian strategi pengarusutamaan gender dan teknis analisis gender adalah eksistensi data terpilih menurut jenis kelamin. Tanpa adanya data ini, analisis gender tidak bisa dilakukan karena keberadaan data menjadi pondasi utama dalam melakukan analisis gender maupun penyusunan perencanaan yang responsive gender. Oleh karena itu, penyusunan propil statistik gender di Kota Denpasar menjadi sangat penting.

9. URUSAN KETENAGAKERJAAN

Dalam dokumen RKPD Kota Denpasar 2016 (Halaman 79-81)