• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN DUA: LIMA PULUH KHOTBAH PERTENGAHAN

51. Kandaraka Sutta: Kepada Kandaraka. Sang Buddha

mendiskusikan empat jenis orang yang terdapat di dunia – satu yang menyiksa dirinya sendiri, satu yang menyiksa orang lain, satu yang menyiksa dirinya sendiri dan menyiksa orang lain, dan satu yang tidak menyiksa dirinya sendiri dan tidak menyiksa orang lain.

52. Aṭṭhakanāgara Sutta: Orang dari Aṭṭhakanāgara. Yang Mulia

Ānanda mengajarkan sebelas “pintu menuju Tanpa- Kematian” yang dengannya seorang bhikkhu dapat mencapai keamanan tertinggi dari keterikatan.

53. Sekha Sutta: Siswa dalam Latihan Lebih Tinggi. Atas permintaan Sang Buddha Yang Mulia Ānanda membabarkan khotbah tentang praktik yang dijalani oleh seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi.

54. Potaliya Sutta: Kepada Potaliya. Sang Buddha mengajarkan

seorang lawan bicara yang pongah tentang makna dari “memotong urusan-urusan” dalam disiplinNya. Sutta ini memberikan serangkaian perumpamaan yang mengesankan akan bahaya dalam kenikmatan indria.

55. Jīvaka Sutta: Kepada Jīvaka. Sang Buddha menjelaskan

daging dan membela para siswaNya terhadap tuduhan tidak benar.

56. Upāli Sutta: Kepada Upāli. Perumah-tangga Upāli yang kaya

dan berpengaruh, seorang penyokong utama bagi kaum Jain, menawarkan diri untuk menghadap Sang Buddha dan membantah doktrinNya. Sebaliknya, ia malah terkonversi oleh “sihir pengalih-keyakinan” dari Sang Buddha.

57. Kukkuravatika Sutta: Petapa Berperilaku-Anjing. Sang Buddha bertemu dengan dua petapa, seorang yang meniru perilaku anjing, dan yang lain meniru perilaku sapi. Beliau mengungkapkan kepada mereka tentang kesia-siaan praktik mereka dan membabarkan khotbah tentang kamma dan buahnya kepada mereka.

58. Abhayarājakumāra Sutta: Kepada Pangeran Abhaya.

Pemimpin Jain, Nigaṇṭha Nātaputta, mengajarkan Pangeran Abhaya suatu “pertanyaan bertanduk ganda” yang dengan pertanyaan itu ia dapat membantah doktrin Sang Buddha. Sang Buddha lolos dari dilema ini dan menjelaskan jenis ucapan apa yang akan dan tidak akan Beliau ucapkan. 59. Bahuvedanīya Sutta: Banyak Jenis Perasaan. Setelah

memecahkan ketidak-sepakatan tentang pembagian perasaan, Sang Buddha menguraikan jenis-jenis kenikmatan dan kegembiraan yang berbeda yang dapat dialami oleh makhluk-makhluk.

60. Apaṇṇaka Sutta: Ajaran yang Tidak Dapat Dibantah. Sang

Buddha membabarkan suatu “ajaran yang tidak dapat dibantah” kepada sekelompok brahmana perumah tangga yang akan membantu mereka menghindari kekusutan pandangan-pandangan yang diperdebatkan.

61. Ambalaṭṭhikārāhulovāda Sutta: Nasihat Kepada Rāhula di Ambalaṭṭhika. Sang Buddha menasihati puteraNya, samaṇera Rāhula, tentang bahaya dalam berbohong dan

menekankan pentingnya merefleksikan secara terus- menerus pada motifnya.

62. Mahārāhulovāda Sutta: Khotbah Panjang Nasihat kepada

Rāhula. Sang Buddha mengajarkan kepada Rāhula meditasi pada elemen-elemen, perhatian pada pernafasan, dan topik-topik lainnya.

63. Cūḷamālunkya Sutta: Khotbah Pendek kepada Mālunkyāputta. Seorang bhikkhu mengancam akan meninggalkan Sangha jika Sang Buddha tidak menjawab pertanyaan-pertanyaannya tentang metafisika. Dengan perumpamaan tentang orang yang tertembak panah beracun, Sang Buddha menjelaskan tentang apa yang Beliau ajarkan dan apa yang Beliau tidak ajarkan.

64. Mahāmālunkya Sutta: Khotbah Panjang kepada

Mālunkyāputta. Sang Buddha mengajarkan jalan menuju ditinggalkannya kelima belenggu yang lebih rendah.

65. Bhaddāli Sutta: Kepada Bhaddāli. Sang Buddha menasihati

seorang bhikkhu yang melawan dan menjelaskan kerugian dalam menolak menjalankan latihan.

66. Laṭukikopama Sutta: Perumpamaan Burung Puyuh. Sang Buddha menekankan kembali pentingnya meninggalkan semua belenggu, tidak peduli betapa tidak berbahaya dan remehnya belenggu itu tampaknya.

67. Cātumā Sutta: Di Cātumā. Sang Buddha mengajarkan kepada sekelompok bhikkhu yang baru ditahbiskan tentang empat bahaya yang harus diatasi oleh mereka yang telah meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah. 68. Naḷakapāna Sutta: Di Naḷakapāna. Sang Buddha

menjelaskan mengapa, ketika para siswaNya meninggal dunia, Beliau menyatakan tingkat pencapaiannya dan alam kelahiran kembalinya.

69. Gulissāni Sutta: Gulissāni. Yang Mulia Sāriputta

membabarkan sebuah khotbah tentang latihan selayaknya dari seorang bhikkhu penghuni-hutan.

70. Kiṭāgiri Sutta: Di Kīṭāgiri. Sang Buddha menasihati

sekelompok bhikkhu tidak patuh, dan dalam khotbahNya Beliau menjelaskan tujuh pengelompokan penting siswa mulia.

71. Tevijjavacchagotta Sutta: Kepada Vacchagotta tentang Tiga Pengetahuan Sejati. Sang Buddha membantah memiliki pengetahuan lengkap atas segala sesuatu pada setiap saat dan mendefinisikan tiga pengetahuan yang Beliau miliki. 72. Aggivacchagotta Sutta: Kepada Vacchagotta tentang Api.

Sang Buddha menjelaskan kepada seorang pengembara mengapa Beliau tidak menganut pandangan spekulatif apa pun. Dengan perumpamaan apa yang padam Beliau mencoba untuk menunjukkan takdir dari makhluk yang telah terbebaskan.

73. Mahāvacchagotta Sutta: Khotbah Panjang kepada

Vacchagotta. Kisah lengkap tentang pengalihan keyakinan pengembara Vacchagotta kepada Dhamma, pelepasan keduniawiannya, dan pencapaian Kearahantaannya.

74. Dīghanaka Sutta: Kepada Dīghanaka. Sang Buddha

mendebat penolakan seorang skeptik dan mengajarkan kepadanya jalan menuju kebebasan melalui perenungan perasaan.

75. Māgandiya Sutta: Kepada Māgandiya. Sang Buddha bertemu dengan filsuf hedonis Māgandiya dan menunjukkan kepadanya bahaya dalam kenikmatan indria, manfaat meninggalkan keduniawian, dan makna Nibbāna.

76. Sandaka Sutta: Kepada Sandaka. Yang Mulia Ānanda

mengajarkan kepada sekelompok pengembara tentang empat cara yang meniadakan pelaksanaan kehidupan suci dan empat jenis kehidupan suci tanpa penghiburan.

Kemudian ia menjelaskan kehidupan suci yang sungguh- sungguh berbuah.

77. Mahāsakuludāyi Sutta: Khotbah Panjang kepada

Sakuludāyin. Sang Buddha mengajarkan kepada sekelompok pengembara alasan mengapa para siswaNya menghormatiNya dan mengharapkan bimbinganNya.

78. Samaṇamaṇḍikā Sutta: Samaṇamaṇḍikāputta. Sang Buddha menjelaskan bagaimana seseorang adalah “seorang yang telah mencapai pencapaian tertinggi.”

79. Cūḷasakuludāyi Sutta: Khotbah Pendek kepada Sakuludāyin.

Sang Buddha memeriksa doktrin seorang pengembara, dengan menggunakan perumpamaan “gadis yang paling cantik di seluruh negeri” untuk mengungkapkan kebodohan pernyataannya.

80. Vekhanassa Sutta: Kepada Vekhanassa. Sebuah khotbah

yang mirip dengan sutta sebelumnya, dengan bagian tambahan tentang kenikmatan indria.

81. Ghaṭīkāra Sutta: Ghaṭīkāra si Pengrajin Tembikar. Sang Buddha menceritakan kisah tentang siswa awam penyokong utama Buddha Kassapa di masa lampau.

82. Raṭṭhapāla Sutta: Tentang Raṭṭhapāla. Kisah seorang

pemuda yang meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah yang bertentangan dengan kehendak orang tuanya dan kelak kembali untuk mengunjungi orang tuanya. 83. Makhādeva Sutta: Raja Makhādeva. Kisah silsilah raja-raja

masa lampau dan bagaimana tradisi luhur mereka menjadi terputus karena kelalaian.

84. Madhurā Sutta: Di Madhurā. Yang Mulia Mahā Kaccāna memeriksa klaim brahmana bahwa kaum brahmana adalah kasta tertinggi.

85. Bodhirājakumāra Sutta: Kepada Pangeran Bodhi. Sang Buddha mendebat klaim bahwa kenikmatan harus diperoleh

melalui kesakitan dengan menceritakan kisah pencarian pencerahanNya.

86. Angulimāla Sutta: Tentang Angulimāla. Kisah bagaimana

Sang Buddha menaklukkan penjahat kejam Angulimāla dan membimbingnya hingga pencapaian Kearahantaan.

87. Piyajātika Sutta: Terlahir dari Mereka yang Disayangi. Mengapa Sang Buddha mengajarkan bahwa dukacita dan kesedihan muncul dari mereka yang disayangi.

88. Bāhitika Sutta: Mantel. Yang Mulia Ānanda menjawab

pertanyaan-pertanyaan Raja Pasenadi tentang perilaku Sang Buddha.

89. Dhammacetiya Sutta: Monumen Dhamma. Raja Pasenadi

memberikan sepuluh alasan mengapa ia menunjukkan penghormatan yang begitu mendalam kepada Sang Buddha.

90. Kaṇṇakatthala Sutta: Di Kaṇṇakatthala. Raja Pasenadi bertanya kepada Sang Buddha tentang kemaha-tahuan, tentang perbedaan kasta, dan tentang dewa-dewa.

91. Brahmāyu Sutta: Brahmāyu. Seorang brahmana tua yang

terpelajar mendengar tentang Sang Buddha, pergi menghadap Beliau, dan menjadi siswa Beliau.

92. Sela Sutta: Kepada Sela. Brahmana Sela menanyai Sang

Buddha, memperoleh keyakinan pada Beliau, dan menjadi bhikkhu bersama dengan murid-muridnya.

93. Assalāyana Sutta: Kepada Assalāyana. Seorang brahmana muda mendatangi Sang Buddha untuk memperdebatkan tesis bahwa kaum brahmana adalah kasta tertinggi.

94. Ghoṭamukha Sutta: Kepada Ghoṭamukha. Diskusi antara

seorang brahmana dan seorang bhikkhu tentang apakah kehidupan meninggalkan keduniawian adalah sesuai Dhamma.

95. Cankī Sutta: Bersama Cankī. Sang Buddha mengajarkan

penemuan kebenaran, dan kedatangan akhir pada kebenaran.

96. Esukārī Sutta: Kepada Esukārī. Sang Buddha dan seorang

brahmana mendiskusikan klaim dari kaum brahmana sebagai yang paling unggul di antara semua kasta lainnya. 97. Dhānañjāni Sutta: Kepada Dhānañjani. Yang Mulia Sāriputta

menasihati seorang brahmana yang mencoba mencari alasan pembenaran atas kelalaiannya dengan alasan banyaknya tugas-tugasnya. Belakangan, ketika ia menjelang kematian, Sāriputta membimbingnya pada kelahiran kembali di alam-Brahma tetapi ditegur oleh Sang Buddha karena melakukan hal itu.

98. Vāseṭṭha Sutta: Kepada Vāseṭṭha. Sang Buddha

memecahkan perselisihan antara dua brahmana muda tentang kualitas-kualitas brahmana sejati.

99. Subha Sutta: Kepada Subha. Sang Buddha menjawab

pertanyaan seorang brahmana muda dan mengajarkan kepadanya jalan menuju kelahiran kembali di alam-Brahma. 100. Sangārava Sutta: Kepada Sangārava. Seorang murid

brahmana bertanya kepada Sang Buddha tentang landasan yang dengannya Sang Buddha mengajarkan fundamental kehidupan suci.