• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Mūlapariyāya Sutta: Akar Segala Sesuatu. Sang Buddha menganalisis proses kognitif dari empat jenis individu – orang biasa yang tidak terpelajar, siswa dalam latihan yang lebih tinggi, Arahant, dan Sang Tathāgata. Ini adalah salah satu sutta yang paling mendalam dan paling sulit dalam Kanon Pāli, dan oleh karena itu disarankan agar para siswa yang bersungguh-sungguh membacanya hanya sepintas lalu pada pembacaan pertama atas Majjhima Nikāya, kemudian kembali lagi untuk suatu pembelajaran yang lebih mendalam setelah menyelesaikan keseluruhan koleksi. 2. Sabbāsava Sutta: Segala Noda. Sang Buddha mengajarkan

para bhikkhu tujuh metode untuk mengendalikan dan meninggalkan noda-noda, kekotoran-kekotoran fundamental yang mempertahankan keterikatan dalam lingkaran kelahiran dan kematian.

3. Dhammadāyāda Sutta: Pewaris dalam Dhamma. Sang

Buddha menyuruh para bhikkhu agar menjadi pewaris dalam Dhamma, bukan pewaris dalam benda-benda materi. Kemudian Yang Mulia Sāriputta melanjutkan tema yang sama dengan menjelaskan bagaimana para siswa harus berlatih agar menjadi pewaris Buddha dalam Dhamma. 4. Bhayabherava Sutta: Kekhawatiran dan Ketakutan. Sang

Buddha menjelaskan kepada seorang bahmana tentang kualitas-kualitas yang dituntut dari seorang bhikkhu yang ingin hidup sendirian di dalam hutan. Kemudian Beliau

menceritakan suatu kisah tentang usahanya dalam menaklukkan ketakutan ketika berjuang untuk mencapai pencerahan.

5. Anangaṇa Sutta: Tanpa Noda. Yang Mulia Sāriputta

memberikan khotbah kepada para bhikkhu tentang makna noda-noda, menjelaskan bahwa seorang bhikkhu menjadi ternoda ketika ia jatuh di bawah guncangan keinginan jahat. 6. Akankheyya Sutta: Jika Seorang Bhikkhu Menghendaki.

Sang Buddha memulai dengan menekankan pentingnya moralitas sebagai landasan bagi latihan seorang bhikkhu; kemudian Beliau melanjutkan dengan menguraikan manfaat- manfaat yang dapat dipetik seorang bhikkhu yang dengan benar memenuhi latihan.

7. Vatthūpama Sutta: Perumpamaan Kain. Dengan sebuah

perumpamaan sederhana Sang Buddha mengilustrasikan perbedaan antara pikiran yang kotor dan pikiran yang murni. 8. Sallekha Sutta: Penghapusan. Sang Buddha menolak

pandangan bahwa hanya pencapaian absorpsi meditasi yang merupakan penghapusan dan menjelaskan bagaimana penghapusan dipraktikkan dengan benar dalam ajaranNya. 9. Sammādiṭṭhi Sutta: Pandangan Benar. Sebuah khotbah

panjang yang penting oleh Yang Mulia Sāriputta, dengan bagian terpisah tentang yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat, makanan, Empat Kebenaran Mulia, dua belas faktor kemunculan bergantungan.

10. Satipaṭṭhāna Sutta: Landasan-landasan Perhatian. Ini adalah salah satu dari sutta-sutta yang paling lengkap dan paling penting oleh Sang Buddha yang membahas tentang meditasi, dengan penekanan khusus pada pengembangan pandangan terang. Sang Buddha memulai dengan menyatakan empat landasan perhatian sebagai jalan langsung untuk merealisasikan Nibbāna, kemudian memberikan instruksi terperinci tentang empat landasan:

perenungan jasmani, perasaan, pikiran, dan objek-objek pikiran.

11. Cūḷasīhanāda Sutta: Khotbah Pendek tentang Auman Singa.

Sang Buddha menyatakan bahwa hanya dalam pengajaranNya keempat individu mulia dapat ditemukan, menjelaskan bagaimana ajaranNya dapat dibedakan dari kepercayaan lain melalui penolakannya yang khas pada doktrin diri.

12. Mahāsīhanāda Sutta: Khotbah Panjang tentang Auman Singa. Sang Buddha membabarkan sepuluh kekuatan seorang Tathāgatha, empat jenis keberaniannya, dan kualitas-kualitas unggul lainnya, yang karena itu Beliau “mengaumkan auman singaNya di dalam perkumpulan- perkumpulan.”

13. Mahādukkhakkhandha Sutta: Khotbah Panjang tentang Kumpulan Penderitaan. Sang Buddha menjelaskan pemahaman penuh atas kenikmatan indria, bentuk materi, dan perasaan-perasaan; terdapat bagian panjang tentang bahaya dalam kenikmatan indria.

14. Cūḷadukkhakkhandha Sutta: Khotbah Pendek tentang

Kumpulan Penderitaan. Sebuah variasi dari sutta sebelumnya, yang diakhiri dengan sebuah diskusi dengan para petapa Jain tentang ciri kenikmatan dan kesakitan. 15. Anumāna sutta: Kesimpulan. Yang Mulia Mahā Moggallāna

menguraikan kualitas-kualitas yang membuat seorang bhikkhu sulit dinasihati dan mengajarkan bagaimana seseorang harus memeriksa diri sendiri untuk melenyapkan cacat dalam karakternya.

16. Cetokhila Sutta: Belantara dalam Pikiran. Sang Buddha menjelaskan kepada para bhikkhu tentang lima “belantara dalam pikiran” dan lima “belenggu dalam pikiran.”

17. Vanapattha Sutta: Hutan Belantara. Sebuah khotbah

meditator harus menetap di dalam hutan belantara dan kondisi-kondisi yang karenanya ia harus pergi ke tempat lain.

18. Madhupiṇḍika Sutta: Bola Madu. Sang Buddha

mengucapkan pernyataan yang mendalam namun membingungkan tentang “sumber yang karenanya persepsi dan gagasan yang muncul dari proliferasi pikiran menyerang seseorang.” Pernyataan ini dijelaskan oleh Yang Mulia Mahā Kaccāna, yang penjelasannya dipuji oleh Sang Buddha. 19. Dvedhāvitakka Sutta: Dua Jenis Pikiran. Dengan merujuk

pada perjuanganNya sendiri dalam berjuang mencapai pencerahan, Sang Buddha menjelaskan cara untuk mengatasi pikiran-pikiran tidak bermanfaat dan menggantikannya dengan pikiran-pikiran bermanfaat.

20. Vitakkasanthāna Sutta: Pelenyapan Pikiran-pikiran Kacau. Sang Buddha mengajarkan lima metode untuk menghadapi pikiran-pikiran tidak bermanfaat yang mungkin muncul dalam perjalanan meditasi.

21. Kakacūpama Sutta: Perumpamaan Gergaji. Sebuah

khotbah tentang perlunya mempertahankan kesabaran ketika menerima kata-kata yang tidak menyenangkan. 22. Alagaddūpama Sutta: Perumpamaan Ular. Seorang bhikkhu

bernama Ariṭṭha memunculkan suatu pandangan sesat bahwa perilaku yang dilarang oleh Sang Buddha tidak benar-benar merupakan rintangan. Sang Buddha menegurnya dan, dengan serangkaian perumpamaan yang mengesankan, menekankan bahaya dalam kesalahan memahami Dhamma. Sutta ini memuncak dalam salah satu pembahasan paling mengesankan tentang tanpa-diri yang terdapat dalam Kanon.

23. Vammika Sutta: Gundukan Sarang Semut. Sesosok dewa mengajukan sebuah teka-teki tersamar kepada seorang bhikkhu, yang dijelaskan kepadanya oleh Sang Buddha.

24. Rathavinīta Sutta: Barisan Kereta. Yang Mulia Puṇṇa

Mantāṇiputta menjelaskan kepada Sāriputta bahwa tujuan kehidupan suci, yaitu Nibbāna akhir, harus dicapai melalui tujuh tingkat pemurnian.

25. Nivāpa Sutta: Umpan. Sang Buddha menggunakan analogi

penjebak-rusa untuk memperkenalkan para bhikkhu pada rintangan-rintangan yang melawan mereka dalam usaha mereka untuk membebaskan diri dari kekuasaan Māra. 26. Ariyapariyesanā Sutta: Pencarian Mulia. Sang Buddha

menceritakan kepada para bhikkhu suatu kisah panjang tentang pencarianNya akan pencerahan dimulai dari masa kehidupanNya di istana hingga pembabaran Dhamma kepada lima siswa pertamaNya.

27. Cūḷahatthipadopama Sutta: Khotbah Pendek tentang

Perumpamaan Jejak Kaki Gajah. Dengan menggunakan analogi pencari kayu yang melacak seekor gajah jantan yang besar, Sang Buddha menjelaskan bagaimana seorang siswa sampai pada kepastian sepenuhnya atas kebenaran ajaranNya. Sutta ini membabarkan secara lengkap latihan langkah-demi-langkah dari seorang bhikkhu Buddhis.

28. Mahāhatthipadopama Sutta: Khotbah Panjang tentang

Perumpamaan Jejak Kaki Gajah. Yang Mulia Sāriputta memulai dengan sebuah pernyataan tentang Empat Kebenaran Mulia, yang kemudian ia babarkan melalui perenungan empat elemen dan kemunculan bergantungan dari kelima kelompok unsur kehidupan.

29. Mahāsāropama Sutta: Khotbah Panjang tentang

Perumpamaan Inti Kayu.

30. Cūḷasāropama Sutta: Khotbah Pendek tentang Perumpamaan Inti Kayu.

Kedua khotbah ini menekankan bahwa tujuan yang benar dari kehidupan suci adalah kebebasan pikiran yang tidak

tergoyahkan, sedangkan semua tujuan lainnya adalah tujuan tambahan.

31. Cūḷagosinga Sutta: Khotbah Pendek di Gosinga. Sang

Buddha menjumpai tiga bhikkhu yang hidup dengan rukun, “bercampur bagaikan susu dan air,” dan bertanya bagaimana mereka berhasil dalam hidup bersama dengan begitu harmonis.

32. Mahāgosinga Sutta: Khotbah Panjang di Gosinga. Pada

malam purnama yang indah sejumlah siswa senior berkumpul di hutan pohon-sāla dan mendiskusikan bhikkhu jenis apakah yang dapat menerangi hutan. Setelah masing- masing dari mereka menjawab menurut idealisme pribadi mereka, kemudian mereka menghadap Sang Buddha, yang memberikan jawabanNya sendiri.

33. Mahāgopālaka Sutta: Khotbah Panjang tentang

Penggembala Sapi. Sang Buddha mengajarkan tentang sebelas kualitas yang menghalangi kemajuan seorang bhikkhu dalam Dhamma dan sebelas kualitas yang mendukung kemajuannya.

34. Cūḷagopālaka Sutta: Khotbah Pendek tentang Penggembala Sapi. Sang Buddha menjelakan jenis-jenis bhikkhu yang “mengarungi arus Māra” dan selamat sampai di pantai seberang.

35. Cūḷasaccaka Sutta: Khotbah Pendek kepada Saccaka. Pendebat Saccaka membual bahwa dalam perdebatan ia akan mengguncang Sang Buddha ke atas dan ke bawah dan menekanNya, tetapi ketika ia akhirnya bertemu dengan Sang Buddha diskusi mereka menghasilkan kebalikan yang tidak diharapkan.

36. Mahāsaccaka Sutta: Khotbah Panjang kepada Saccaka.

Sang Buddha bertemu kembali dengan Saccaka dan dalam perjalanan suatu diskusi tentang “pengembangan jasmani”

dan “pengembangan batin” Beliau menceritakan narasi terperinci tentang pencarian spiritualNya.

37. Cūḷataṇhāsankhaya Sutta: Khotbah Pendek tentang

Hancurnya Keinginan. Yang Mulia Mahā Moggallāna mendengar sekilas ketika Sang Buddha membabarkan suatu penjelasan ringkas kepada Sakka, penguasa para dewa, sehubungan dengan bagaimana seorang bhikkhu terbebaskan melalui hancurnya keinginan. Karena ingin mengetahui apakah Sakka memahami maknanya, ia pergi ke alam surga Tiga Puluh Tiga untuk mengetahuinya.

38. Mahātaṇhāsankhaya Sutta: Khotbah Panjang tentang Hancurnya Keinginan. Seorang bhikkhu bernama Sāti menyebarkan pandangan sesat bahwa kesadaran yang sama berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain. Sang Buddha menegurnya dengan khotbah panjang tentang kemunculan bergantungan, menunjukkan bagaimana segala fenomena kehidupan muncul dan lenyap melalui kondisi-kondisi.

39. Mahā-Assapura Sutta: Khotbah Panjang di Assapura. Sang Buddha menjelaskan “hal-hal yang membuat seseorang menjadi seorang petapa” dengan sebuah khotbah yang mencakup banyak aspek latihan kebhikkhuan.

40. Cūḷa-Assapura Sutta: Khotbah Pendek di Assapura. Sang

Buddha menjelaskan “cara selayaknya bagi petapa” bukan hanya sekedar praktik pertapaan keras dari luar melainkan pemurnian dalam batin dari kekotoran-kekotoran.

41. Sāleyyaka Sutta: Brahmana Sālā. 42. Verañjaka Sutta: Brahmana Verañja.

Dalam kedua sutta yang hampir identik ini Sang Buddha menjelaskan kepada kelompok-kelompok para brahmana perumah tangga tentang perilaku yang mengarah pada kelahiran kembali di alam rendah dan perilaku yang

mengarah pada kelahiran kembali yang lebih tinggi dan pada kebebasan.

43. Mahāvedalla Sutta: Rangkaian Panjang Tanya-Jawab.

44. Cūḷavedalla Sutta: Rangkaian Pendek Tanya-Jawab.

Kedua khotbah ini berbentuk diskusi tentang berbagai hal yang halus dari Dhamma, yang pertama antara Yang Mulia Mahā Koṭṭhita dan Yang Mulia Sāriputta, dan yang ke dua antara Bhikkhunī Dhammadinā dan umat awam Visākha.

45. Cūḷadhammasamādāna Sutta: Khotbah Pendek tentang Cara-cara Melaksanakan Segala Sesuatu.

46. Mahādhammasamādāna Sutta: Khotbah Panjang tentang

Cara-cara Melaksanakan Segala Sesuatu.

Sang Buddha menjelaskan, secara berbeda dalam masing- masing dari kedua sutta ini, tentang empat cara untuk melaksanakan segala sesuatu, yang dibedakan menurut apakah menyakitkan atau menyenangkan saat ini dan apakah matang dalam kesakitan atau kenikmatan di masa depan.

47. Vimaṁsaka Sutta: Penyelidik. Sang Buddha mengundang

para bhikkhu untuk melakukan penyelidikan menyeluruh atas diriNya untuk membuktikan apakah Beliau dapat diterima sebagai telah tercerahkan sempurna.

48. Kosambiya Sutta: Orang-orang Kosambi. Selama periode

ketika para bhikkhu di Kosambi terpecah oleh suatu perselisihan, Sang Buddha mengajarkan kepada mereka enam kualitas yang menciptakan cinta dan hormat dan mendukung persatuan. Kemudian Beliau menjelaskan tujuh pengetahuan luar biasa yang dimiliki oleh seorang siswa mulia yang telah merealisasi buah memasuki-arus.

49. Brahmanimantanika Sutta: Undangan Brahmā. Brahmā Baka, sesosok brahma tinggi, menganut pandangan sesat bahwa alam surga di mana ia menetap adalah abadi dan bahwa tidak ada kondisi yang lebih tinggi lagi di atasnya.

Sang Buddha mengunjunginya untuk membujuknya agar meninggalkan pandangan salah itu dan melibatkan diri dalam suatu kontes dimensi Agung.

50. Māratajjanīya Sutta: Teguran kepada Māra. Māra mencoba

mengganggu Yang Mulia Mahā Moggallāna, tetapi Yang Mulia Mahā Moggallāna menceritakan suatu kisah masa lampau yang sangat lama untuk memperingatkan Māra akan bahaya dalam mengganggu seorang siswa Buddha.