• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Rupa

Dalam dokumen PERSEPSI BENTUK Dan Edisi Pertama (Halaman 116-120)

BENTUK DAN WUJUD

B. Bahasa Rupa

Disadari atau tidak, dalam kehidupan masyarakat masa kini, terdapat bermacam – macam bahasa rupa atau jenis tanda rupa. Dari awal dimulainya kehidupan, aktivitas, “bahkan di tempat umum sampai ke tempat yang bersifat khusus terdapat tanda rupa”. Di dalam suatu tanda rupa, terdapat unsur yang menjadi ungkapan bahasa yang secara tersirat. Seperti adanya tanda panah pada jalan raya, yang secara langsung dapat dimengerti sebagai penunjuk arah. Atau adanya tanda yang

berupa larangan serta sampai kepada area yang membatasi seperti adanya tanda untuk membedakan toilet pria dan wanita.

Unsur yang terdapat pada tanda tersebut dapat juga dinilai sebagai bahasa rupa.selain dari adanya artefak yang terdapat pada candi. Bahsa rupa tersebut dapat dikatakan mengalami penyederhanaan. Karena jika dibandingkan dengan relief candi maka terdapat berbagai macam adegan yang digambarkan sedangkan untuk tanda yang menjadi unsur rupa hanya digambarkan secara sederhana.

Dalam konteks bahasa rupa,” unsur rupa dapat dianalogikan sebagai satu gramatika bentuk, warna dan nilai yang mengungkapkan satu komunikasi verbal.”(Sa’ban,2011) Bahasa rupa dalam arti luas sering digunakan untuk menyebut seluruh hal yang berhubungan dengan rupa suatu gambar. Yang dimaksud dengan gambar adalah sesuatu yang tampak pada suatu bidang yang relatif datar, dan menurut Primadi Tabrani (2005) “gambar yang dimaksud dalam bahasa rupa adalah gambar representative yang merupakan gambar yang mewakili aslinya sehingga dapat dikenali. Dapat berupa deskriptif, ekspresif, stilasi, simbolis, estetis dsb.”

Berbicara tentang bahasa rupa maka tidak dapat lepas dari istilah karya visual yang oleh Primadi Tabrani (2005) dibagi menjadi dua yaitu: Ruang Waktu Datar (RWD) dan Naturalis, Perspektif, Moment opname (NPM).

1. Ruang Waktu Datar (RWD)

Penerapan karya visual ruang, waktu, datar disinyalir sudah mulai dilakukan oleh manusia sejak jaman prasejarah, karena mereka cenderung berfikir “kosmos”, “holistik”, dan “total”. Karena berhubungan dengan suatu kesatuan jagat raya dan isinya. Pada awalnya, seluruh dunia termasuk barat, diketahui menggambar dengan menggunakan sistem Ruang, Waktu, Datar (RWD). Penggunaan ruang dalam karya tersebut, karena adanya penggambaran tempat aktivitas yang berada di luar atau dalam, dan pada gambar tersebut terkadang menggambarkan apa

yang sedang dilakukan. Sedangkan waktu yang terdapat pada gambar (RWD), selain dapat menggambarkan suatu keadaan juga dapat memberikan suatu cerita. Karya tersebut dapat dilihat dari berbagai gambar di dalam gua prasejarah, namun dapat juga yang lebih jelas terlihat dalam relief borobudur. Sedangkan untuk datar pada gambar (RWD) bukan karena permukaan rata, namun di dalam karya (RWD) bersifat “horizontal”. Karya RWD dimaksudkan kepada menggambar dari berbagai tempat/arah/waktu. “Gambar yang dihasilkan berupa sekuen yang bisa terdiri dari beberapa adegan, dan gambar tidak dibatasi dalam frame, tapi “bergerak” dalam ruang dan waktu. Seni visual ini lebih sering bercerita dalam dua dimensi meskipun berwujud tiga dimensi.”

Gambar 35. Ruang waktu datar

Terdapat kesulitan di dalam menggambar ruang, waktu, datar. Yaitu disaat menggambar (RWD) harus dapat menjelaskan secara detail tentang aktivitas yang sedang dilakukan. Selain itu dalam menggambar (RWD) harus dapat menggambarkan kondisi dari berbagai tempat, arah, waktu agar orang yang melihat dapat mengetahui kondisi yang sedang terjadi. Serta gambar objek harus dapat mewakili serta menjelaskan apa yang terlihat. Seperti dalam hal menggambarkan binatang. Penggambaran jerapah harus dapat dijelaskan dalam bentuk jerapah namun dalam kondisi media yang datar.

2. Naturalist, Perspektive, Momentopname (NPM)

Dalam kehadirannya sebagai suatu kelompok, masyarakat Yunani dikenal dengan cara berfikir yang “antroposentris” yaitu semua “didasarkan (berpusat) pada manusia,” Seluruh kekuatan yang berada di alam semesta berpusat kepada manusia.

Yang menjadikan manusia sebagai kesatuan yang utuh yang memiliki kekuatan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dalam kehidupannya harus berdasarkan kepada manusia sebagai inti kehidupan yang menggunakan logika. Karena dalam penerapannya penglihatan, pendengaran, perbuatan maupun penggambaran harus berdasar kapada manusia.

Seperti halnya dalam menggambar, harus seperti apa dilihat atau terliha oleh mata manusia atau saat ini dikenal sebagai Naturalist. Serta penggambaran latar belakang (sudut pandang) yang menyesuaikan penglihatan manusia yang digambarkan sebagai perspective dan sesaat (momenopname).

Berdasarkan data yang didapat, dijelaskan bahwa “sistem NPM menggambarkan dari satu tempat/arah/waktu.” Apa yang terlihat digambarkan menjadi sebuah adegan yang berupa gambar tidak bergerak (still picture), dimana gambar dibatasi dalam sebuah bingkai (frame).”

Diketahui dalam seni rupa barat sejak Reinesance sudah memakai sistem menggambar Naturalist, Perspektive, Moment Opname. Hal ini dapat dilihat dari adanya karya yang menggunakan prisnsip tersebut. Adapun ciri spesifik NPM adalah ditarik dari satu perspektif, menghilangkan dimensi waktu, dan memenangkan ruang sehingga mampu memvisualisasikan tiga dimensi meski dalam wujud dua dimensi.

Saat ini telah berkembang pengertian gambar yang bagus oleh orang kabanyakan di Indonesia adalah gambar yang naturalis, realistis, dan perspektif. Yang sebenarnya berasal dari budaya barat. Menurut Prof. Primadi Tabrani, “konsep bahasa rupa di barat adalah NPM (Naturalistic, Perspective, Momentopname). Gambar yang berkembang di budaya Barat sangat

logis serta memiliki kesan waktu dibekukan. Sedangkan konsep bahasa rupa tradisi Indonesia adalah STP (Space, Time, Plane).

Gambar 36. Naturalis, perspektif, momentopname

Ruang dan waktu tidak dibekukan, tidak ada garis horizontal, dan multi angle. Sehingga konsep bahwa menggambar yang bagus adalah gambar yang naturalis dan persis dengan gambar aslinya sebenarnya tidak sesuai dengan konsep bahasa rupa tradisi kita.” Karena dilihat dari budayanya, Budaya Indonesia adalah budaya bertutur. Nenek moyang kita terbiasa bertutur melalui media gambar bukan hanya menulis. Penyampaian cerita melalui penggunaan wayang, pemahatan gambar di relief Borobudur, dan batik.

Dalam dokumen PERSEPSI BENTUK Dan Edisi Pertama (Halaman 116-120)

Dokumen terkait