• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Bakteri Indikator dalam Air Minum

Pengujian mikrobiologi pada sampel air umumnya dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya transmisi penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh air (waterborne desease). Beberapa mikrooganisme patogen yang mungkin disebarkan melalui air (waterborne pathogen) adalah bakteri, virus dan parasit intestinal. Bakteri patogen tersebut antara lain Vibrio cholerae, Shigella dysentriae, Salmonella spp., Salmonella Typhi, Campylobacter jejuni. Escherichia coli patogen (enterohaemorhagik, enterotoksigenik, enteropatogenik, enteroinvasif), Aeromonas hydrophila, Pseudomonas aeruginosa, Yersinia enterocolitica, Burkholderia pseudomallei, non-tuberculous mycobacteria, dan Legionella spp.. Virus yang mungkin ada di air minum antara lain Adenovirus, Norovirus dan Sapovirus, Rotavirus, Enterovirus, Poliovirus, Coxsackievirus, Echovirus, Reovirus Adenovirus, Hepatitis A virus Hepatitis E virus, Hepatitis A virus, Norwalk like virus, Astrovirus, Calcivirus, Epidemic non A non B hepatitus. Sementara itu parasit intestinal yang mungkin ada di dalam air minum antara lain Cryptosporidium parvum, Giardia lablia, Entamoeba histolytica (Harrigan, 1998; Merck, 2004; WHO, 2006). Bahaya mikrobiologis lain yang disebabkan oleh toksin yang diproduksi cyanobacteria (blue-green algae) seperti Anabaena, Oscillatoria, Aphanizomenon, Nodularia, Microcystis, Nostoc, dan Clyndrospermum (Harrigan, 1998).

Keamanan suatu air minum tidak hanya berhubungan dengan adanya bakteri patogen akibat terjadinya kontaminasi fekal saja tetapi juga bisa berasal dari organisme lain yang tumbuh di sistem perpipaan (dalam jalur distribusi dan penyimpanan) atau yang berasal dari sumber air itu sendiri (WHO, 2006). Idealnya, setiap sampel air minum diuji semua organisme patogen diatas sehingga

didapat air minum yang benar-benar sehat. Akan tetapi pengujian patogen pada umumnya memerlukan waktu yang lama, sulit dikerjakan dan memerlukan biaya yang besar sehingga dirasa tidak praktis untuk dilakukan dalam monitoring rutin. Untuk itu diperlukan suatu organisme indikator yang memenuhi kriteria tertentu, sehingga keberadaannya memberikan korelasi yang nyata dengan terjadinya kontaminasi fekal di air tersebut (WHO, 2006).

Istilah organisme indikator sebenarnya dapat diaplikasikan ke setiap kelompok organisme (baik secara taksonomik, fisiologis atau ekologis) yang keberadaan ataupun ketidak beradaannya memberikan bukti tak langsung tentang gambaran kondisi sample tersebut dimasa lalu atau gambaran kondisinya saat ini dari suatu hal yang tidak di-investigasi secara langsung. Yang sering digunakan sebagai indikator adalah kelompok koliform sebagai indikasi adanya kontaminasi fekal, walaupun bisa juga digunakan sebagai indikator kurangnya pemanasan pada pangan yang diproses panas (Harrigan, 1998). Istilah organisme indeks (index organism) diusulkan oleh Ingram pada tahun 1977 (Harrigan, 1998) untuk penanda dimana kehadirannya mengindikasikan kemungkinan keberadaan patogen-patogen dari lingkungan yang sama. Istilah organisme penanda (marker organism), yang awalnya digunakan dalam pengujian mikrobiologis air minum, juga sering digunakan dalam pengujian kualitas dimana Escherichia coli telah diketahui menjadi indikasi potensi bahaya dari kemungkinan adanya bakteri patogen intestinal (Harrigan, 1998).

Organisme indikator/indeks/marker tersebut secara universal harus ada dalam jumlah besar di feses manusia dan hewan berdarah panas lainnya, harus dapat dideteksi dengan metode yang sederhana dan harus tidak tumbuh di air alami (natural water) (WHO, 2006). Selain itu organisme tersebut juga harus ada pada saat patogen yang dituju ada, jumlahnya harus jauh lebih banyak dari patogen tersebut, dan harus lebih tahan terhadap kondisi lingkungan atau manipulasi proses yang diterima (Harrigan, 1998).

Organisme indikator yang umum digunakan untuk indikasi kontaminasi fekal adalah E.coli. Beberapa metode juga menggunakan koliform fekal sebagai alternatif untuk test E.coli (WHO, 2006). Koliform yang pada awalnya digunakan sebagai bakteri indikator tidak selalu mencerminkan telah terjadinya kontaminasi

fekal karena sebagian koliform berasal dari alam. Dilain pihak, hasil uji E.coli dan koliform yang negatif bukan jaminan tidak ada patogen dalam sampel tersebut karena protozoa dan virus umumnya lebih tahan terhadap perlakuan klorinasi dari pada koliform. Selain itu, pemilihan jenis bakteri indikator dan metode analisa juga akan berpengaruh terhadap interpretasi hasil, misalnya pemilihan E.coli untuk indikator adalah khusus untuk strain biasa karena E.coli patogen tidak akan terdeteksi dengan metode konvensional (Harrigan, 1998). Keterbatasan tersebut menyebabkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersama WHO dalam sidangnya di Geneva 24-25 April 2002 memutuskan bahwa ada kebutuhan akan parameter mikrobiologis dan metode yang lebih baik untuk melakukan penilaian keamanan dan monitoring suatu air minum (WHO, 2006).

Parameter uji mikrobiologis rutin yang dilakukan untuk sampel air adalah total bakteri heterotrofik (Heterothropic Plate Count), koliform total, koliform fekal (tahan panas), Escherichia coli, Streptococci fekal atau Enterococci faecalis, Clostridia atau Clostridium perfringens (Merck, 2004).

Total bakteri heterotrofik

Bakteri yang terdapat di air sebagian besar dapat dikelompokkan dalam tiga tipe yaitu: (a) bakteri akuatik (autochthonous); (b) organisme asli tanah; dan (c) organisme yang biasanya hidup di pencernanaan manusia dan hewan. Kebanyakan bakteri perairan adalah Gram negatif (seperti Pseudomonas, Flavobacterium, Cytophaga, Acinetobacter, Chromobacterium), walaupun ada beberapa bakteri Gram positif (seperti Corynebacteria, Micrococcus, Bacillus) yang mungkin ditemukan (Harrigan, 1998).

Beberapa bakteri akuatik sangat sulit ditumbuhkan di media biasa kecuali di CPS medium Apabila ditumbuhkan pada medium CPS maka hasilnya akan sepuluh kali lipat daripada pertumbuhan di Nutrient Agar atau Plate Count Agar. Bakteri seperti ini biasanya mempunyai temperature optimal di 25oC atau kurang, dan plate harus diinkubasi sampai 14 hari (Harrigan, 1998).

Bakteri yang hidup di tanah bisa terbawa oleh air sehingga masuk ke badan air. Yang termasuk ke golongan ini adalah spesies Bacillus, Sterptomyces,

dan anggota Enterobacteriaceae yang saprofitik seperti Enterobacter. Jenis bakteri ini umumnya hidup di temperatur optimal sekitar 25oC dan dapat tumbuh di Nutrient Agar atau Plate Count Agar (Harrigan, 1998).

Total bakteri heterotrofik atau Angka Lempeng Total (Total Plate Count) memberikan indikasi keseluruhan dari sumber air tanah, efikasi dari proses pengolahan air, kebersihan, dan kesempurnaan sistem distribusi air dengan mengukur potensi pertumbuhan kembali mikroorganisme setelah air minum diproses (re-growth/after-growth). Mikroorganisme umumnya akan tumbuh di dalam air dan juga sebagai biofilm pada permukaan-permukaan (pipa, tanki, dll)

Jumlah total bakteri yang tinggi pada air minum yang telah diproses mengindikasikan adanya pertumbuhan kembali mikroorganisme setelah proses dan sebagai indikator tak langsung akan keberhasilan penghilangan patogen selama proses tersebut. Perubahan total bakteri dalam sampel air mengindikasikan perubahan kualitas mikrobiologis air atau kalau terjadi secara tiba-tiba merupakan peringatan dini adanya polusi di sistem proses pengolahan air tersebut, yang memerlukan penyelidikan segera. (Merck, 2004). Harrigan (1998) menyebutkan bahwa kebanyakan, kondisi total bakteri yang tinggi bukan berasal dari fekal atau pencemaran limbah tetapi dari bakteri saprofitik tanah. Walaupun tidak selalu berarti ada patogen akan tetapi total bakteri yang tinggi dapat menyebabkan masalah pada proses pembusukan pangan (food spoilage).

Koliform

Pengujian koliform total sudah digunakan sejak lama sebagai indikator kualitas sanitasi secara umum. Bakteri bersifat aerob dan fakultatif anaerob, Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora (Harrigan, 1998; Merck, 2004). Ada yang motil dengan flagella peritrikus, ada yang berfimbria, dan ada yang membentuk kapsul (Supardi dan Sukamto, 1999). Kemampuan membentuk enzim β-galaktosidase dimiliki oleh 94-96% dari bakteri koliform (Harrigan, 1998; Merck, 2004). Sebagian besar bisa tumbuh dan memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas dalam waktu 24 jam pada temperatur inkubasi 35-37oC, dengan adanya garam bile atau reagen selektif lainnya (Harrigan, 1998; Merck, 2004). Pertumbuhan di media agar sederhana : koloni berbentuk sirkuler dengan

diameter 1-3 mm, sedikit cembung, permukaan halus, tidak berwarna atau abu-abu, jernih. Pada media MacConkey Agar dan Eosin Methylen Blue Agar : koloni yang mampu memfermentasi laktosa akan berwarna merah muda dengan kilap logam. Klebsiella dan Enterobacter membentuk koloni yang lebih besar dan berlendir, sedangkan Proteus membentuk koloni yang menjalar atau swarming (Supardi dan Sukamto, 1999).

Koliform umumnya hidup di saluran pencernakan manusia dan hewan berdarah panas, tetapi ada juga yang berasal dari tanah dan air permukaan. Walaupun banyak yang berasal dari fekal tetapi beberapa diantaranya adalah bakteri heterotrofik yang dapat berkembang biak di berbagai jenis lingkungan perairan. Yang termasuk dalam kelompok bakteri koliform adalah Escherichia, Enterobacter, Klebsiella dan Citrobacter (Merck, 2004). Menurut Supardi dan Sukamto (1999) yang termasuk koliform adalah Escherichia coli, Edwarsiella, Citrobacter, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia, Proteus, Arizona, Providentia, Pseudomonas dan basil parakolon. .

Keberadaan koliform tidak selalu berasal dari kontaminasi fekal di sumber air akan tetapi mungkin dari pencemaran yang terjadi saat berada di sistem pengolahan air atau distribusi dalam sistem yang tidak baik. Adanya koliform mengindikasikan bahwa kemungkinan air tersebut telah terkontaminasi dengan mikroorganisme yang bisa menyebabkan penyakit. Pada umumnya koliform bersifat non-patogen, tetapi pada kondisi khusus juga bisa menyebabkan penyakit, terutama pada orang-orang yang peka (Merck, 2004).

Koliform fekal

Koliform fekal atau dikenal juga sebagai bakteri koliform tahan panas adalah bakteri yang dengan adanya garam bile atau reagen selektif lainnya, bisa tumbuh dan memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas apabila diinkubasi pada temperatur 44 - 45,5oC. Temperatur inkubasi dalam kisaran tersebut adalah faktor yang kritis dan penggunaan penangas air adalah wajib (Harrigan, 1998). Koliform fekal mempunyai probailitas lebih besar berasal dari fekal daripada koliform biasa yang bisa berasal dari fekal atau non fekal (Pierson & Smooth, 2001).

Kehadirannya di air minum adalah indikasi kuat bahwa belum lama berselang telah terjadi kontaminasi limbah atau kotoran hewan. Kelompok bakteri yang didominasi oleh Escherichia coli dan galur-galur Klebsiella yang tahan panas ini lebih berkaitan dengan adanya kontaminasi fekal daripada total bakteri koliform, sehingga keberadaannya dalam air minum umumnya tidak bisa diterima (Merck, 2004).

Escherichia coli.

Escherichia coli adalah koliform fekal yang memfermentasi laktosa, menghasilkan gas dan asam pada suhu 35-37oC dan 44 - 45.5 oC (meliputi 90% dari E.coli). Sifat biokimia lainnya yang digunakan untuk identifikasi secara konvensional adalah reaksi methyl red positif, reaksi Voges-Proskauer negatif, tidak dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, dan memiliki reaksi indol positif. Pembentukan indol terjadi karena E.coli mempunyai enzim tryptophanase yang dimiliki oleh 99% strain E.coli yang disebut strain E.coli tipe 1 (Harrigan, 1998; Merck, 2004). Sifat enzim lain yang diketahui adalah yaitu 96% dari strain E.coli mempunyai aktifitas enzim β-D-galaktosidase (GAL) dan enzim β-D-glukuronidase (GUD). Seperti halnya koliform fekal, E.coli dapat dideteksi dengan menumbuhkan pada media selektif cair atau agar pada suhu lebih tinggi (44 atau 45,5oC) menggunakan penangas air (Merck, 2004).

Escherichia coli adalah spesies dari kelompok bakteri koliform yang biasanya menghuni usus manusia atau hewan berdarah panas. Adanya E.coli di air minum mengindikasikan bahwa belum lama berselang telah terjadi polusi yang berasal dari fekal (air kotor atau kotoran hewan) karena E.coli jarang berkembang-biak di lingkungan perairan (Merck, 2004). Patogen yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan atau teknologi sanitasi mungkin masih ada di air yang telah ditreatment walaupun hasil uji E.coli negatif (Harrigan, 1998; WHO, 2006). Dengan demikian sampel yang terdeteksi positif E.coli belum tentu masih mengandung patogen, sebaliknya apabila di sampel tersebut ada patogen yang lebih tahan terhadap perlakuan selama pemrosesan air daripada E.coli maka kemungkinan hasil test E.coli akan negatif.

Klasifikasi E.coli dilakukan berdasarkan reaksi biokimia dan serotipenya. Berdasarkan serotipe, E.coli bisa dibedakan atas adanya antigen somatic (O) dan antigen flagelar (H), yaitu enteropathogenic E.coli (EPEC), enterotoxigenic E.coli (ETEC), enteroinvasive E.coli (EIEC), diffuse-adhering E.coli (DAEC), enteroaggregative E.coli (EAEC), dan enterohemorrhargic E.coli (EHEC). Diantara kelompok E.coli penyebab penyakit karena pangan (foodborne illness) dan menyebabkan sakit yang parah adalah EHEC (Meng et.al. 2001).

Walaupun E.coli merupakan bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator kontaminasi fekal tetapi kegagalan dalam mendeteksi E.coli tidak selalu berarti bahwa tidak ada patogen enterik di sana (Pierson & Smooth, 2001).

Enterococci.

Enterococci spp. adalah bakteri gram positif, katalase negatif, berbentuk cocci, dan biasanya tumbuh pada temperatur 45oC dalam 6,5% NaCl dan pH 9,6 (Merck, 2004). Sumber dari Enterococci adalah material fekal manusia, hewan (berdarah panas maupun dingin) dan tanaman. Enterococci berbeda dari koliform dalam hal ketahanannya terhadap garam (6,5% NaCl) dan relatif tahan terhadap pembekuan. Beberapa Enterococci (Enterococcus faecalis dan E.faecium) juga relatif tahan panas dan mungkin bisa bertahan pada suhu pasteurisasi susu (Pierson & Smooth, 2001).

Jumlah Enterococci dalam kotoran manusia lebih sedikit daripada koliform fekal dan E.coli dan jarang ditemukan, sehingga membatasi penggunaannya sebagai bakteri indikator dalam proses air minum. Selain itu Enterococci jarang tumbuh di lingkungan, lebih tahan terhadap berbagai proses perlakuan dan disinfeksi dibandingkan bakteri koliform, coliphage dan virus (Merck, 2004).

Di Amerika Serikat Enterococci dapat digunakan sebagai indikator untuk melakukan monitoring kualitas air di area rekreasi pantai karena Enterococci lebih tahan terhadap kadar garam tinggi dibandingkan dengan E.coli. Enterococci adalah indikator efisiensi dari suatu sistem pengolahan air. Enterococci seringkali digunakan sebagai indikator kedua untuk sampling ulangan setelah ditemukan

koliform atau E.coli dalam suatu sistem distribusi air. Selain itu Enterococci juga digunakan sebagai indikator dalam monitoring rutin untuk sumber utama air yang baru dibuat atau setelah perbaikan sistem distribusi. Test Enterococci dilakukan untuk mendapatkan data tambahan terhadap karakteristik suatu sistem air alam karena mereka sangat jarang bekembang biak di alam (Merck, 2004). Karena bisa bertahan di peralatan lingkungan proses produksi dalam jangka waktu yang panjang, maka Enterococci bisa juga digunakan untuk mengidentifikasi buruknya kualitas pelaksanaan proses produksi (Pierson & Smooth, 2001).

Clostridia

Indikator yang terakhir adalah Clostridia dan Clostridium perfringens yang sesuai untuk indikator survival virus dan kista protozoa di air minum, atau ookista di air minum yang diolah (apabila sampah diduga sebagai sumber kontaminasi). Keduanya tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai parameter rutin dalam pemeriksaan kualitas air karena spora Clostridia dapat terakumulasi dan bertahan dalam waktu yang lama di alam (Merck, 2004).

Clostridium perfringens adalah bakteri anaerobik, Gram positif, bentuk batang berspora, berkaspula, dan non motil. Ukuran sel bervariasi tergantung jenis media pertumbuhan, misalnya pada medium yang mengandung glukosa selnya pendek sedang pada media sporulasi yang mengandung pati ukurannya akan lebih panjang. Selain bisa dijadikan indikator, bakteri ini sendiri bersifat patogen terhadap manusia dan hewan karena mampu memproduksi enterotoksin yang bisa menyebabkan diare dan gas gangrene (Labbe, 1992)